BAB I
PENDAHULUAN
Proses belajar merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan pendewasaan anak. Pendewasaan tersebut, baik pendewasaan secara sosial, paedagogik, psikologis, maupun pendewasaan moral. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan belajar terutama pada anak usia sekolah merupakan suatu gejala, yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri.
Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa, seperti retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak. Sedangkan gangguan belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca (disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung (diskalkulia).
Mengetahui dan memahmi ketidakmampuan dan gangguan terhadap anak penting diketahui bagi seorang pendidik. Pengembangan perencanaan pembelajaran dan model mengajar berhubungan dengan ketidakmampuan anak. Ketidakmampuan dan gangguan yang dialami anak akan menjadi bahan petimbangan bagi pengajar dalam menyusun program pembelajaran. Makalah ini akan memaparkan secara singkat masalah ketidakmampuan dan gangguan pada anak dan cara mengatasi anak yang mengalami ketidakmampuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ketidakmampuan
Pengertian ketidakmampuan dan gangguan
Pelajar yang “tidak biasa” (exceptional) adalah anak-anak yang memiliki gangguan atau ketidakmampuan dan anak-anak yang tergolong berbakat. Dalam hal ini yang lebih focus dibahas adalah jenis anak yang memiliki kekurangan kemampuan. Dahulu istilah ”ketidakmampuan” (disability) dan “cacat” (handicap) dapat dipakai bersama-sama, namun kini kedua istilah itu dibedakan. Disability adalah kondisi keterbatasan fungsi yang membatasi kemampuan seseorang. Handicap adalah kondisi yang dinisbahkan pada seseorang yang menderita ketidakmampuan. Kondisi ini boleh jadi disebabkan oleh masyarakat, lingkungan fisik, atau sikap orang itu sendiri, Lewis dalam John W. Santrock, 2007:220).
Kesulitan belajar adalah kondisi di mana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003).
Berdasarkan pandangan Clement tersebut, maka pengertian ketidakmampuan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional. Kelompok anak dengan ketidakmampuan belajar dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya. Menurut Cruickshank (1980) gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latar-figure, visual-motor, visual-perceptual, pendengaran, intersensory, berpikir konseptual dan abstrak, bahasa, sosio-emosional, body image, dan konsep diri.
Para pendidik sering menggunakan istilah “children with disabilities” (anak yang menderita gangguan/ketidakmampuan) ketimbang “diabled children”. Anak-anak yang menderita ketidakmampuan juga tidak lagi disebut sebagai “handicapped” (penyandang cacat), walaupun istilah handicapping condition masih digunakan untuk mendiskripsikan hambatan belajar dan hambatan fungsi dari seseorang yang mengalami ketidakmampuan. Misalnya, ketika anak yang menggunakan kursi roda tidak memiliki akses yang memadai untuk ke kamar mandi, transportasi, dan sebagainya, maka ini disebut sebagai handicapping condition.
Kaplan dan Saddock (1997 : 242) mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya; kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Sedangkan gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang. Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan subjektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian.
1. Gangguan Indra
Gangguan organ indra (sensory): mencangkup gangguan atau kerusakan penglihatan dan pendengaran.
a. Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami hambatan untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau dalam dunia pendidikan gangguan penglihatan merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami hambatan dalam belajar sekalipun sudah menggunakan alat bantu dan cara mengajarnya membutuhkan layanan khusus.
Bergangguan penglihatan juga dibagi kedalam beberapa klasifikasi dan orang yang bergangguan penglihatan biasanya mempunyai kriteria khusus dalam kegiatan sehari-harinya, serta mempunyai kebiasaan aneh yaitu suka menggoyang-goyangkan kepala, berjalan mondar-mandir yang semuanya tidak mereka sadari bahwa hal itu mengundang keanehan dari penglihatan orang normal.
Low vision : anak yg punya jarak pandang antara 20/70 dan 20/200.Apabila di bantu lensa korektif, anak dapat membaca buku dengan huruf besar-besar atau dengan bantuan kaca mata pembesar.
Educationally blind: anak yang tidak bisa menggunakan penglihatan mereka untuk belajar dan harus menggunakan pendengaran dan sentuhan untuk belajar.
Cara untuk meningkatkan kemampuan belajarnya :
1. Dengan menentukan modalitas (seperti sentuhan atau pedengaran) dengan ini murid dapat belajar dengan baik
2. Anak yang lemah penglihatan lebih baik disuruh duduk di bangku paling depan.
3. “Buku rekaman” (recorded textbook) buatan recording for the Blind&Dyslecix telah banyak membantu kemajuan pendidikan dari murid yang mengalami gangguan penglihatan
b. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang tuli secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan berbicara dan bahasanya.
Cara untuk meningkatkan kemampuan belajarnya :
1. Dilakukan pendekatan oral dan pendekatan manual.
2. Pendekatan oral ,menggunakan metode membaca gerak bibir, speech reading ( menggunakan alat visual untuk mengajar membaca), dan sejenisnya.
3. Pendekatan manual ,dengan bahasa isyarat dan mengeja jari (finger spelling). Bahasa isyarat adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata.
2. Gangguan Fisik
a. Pengertian Anak Gangguan Fisik
Pengertian Anak gangguan fisik bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya:
a) Dari segi fungsi fisik, gangguan fisik diartikan sebagai seseorang yang fisik mengalami masalah sehingga menimbulkan kelainan didalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan untuk meningkatkan fungsinya seoptimal mungkin diperlukan program pendidikan dan layanan khusus.
b) Pengertian yang didasarkan pada anatomi biasanya digunakan dalam kedokteran. Dikaitkan dengan daerah tubuh mana seseorang mengalami kelainan.
b. Kebutuhan Anak Gangguan Fisik
Sebelum memberikan pelayanan dan pengajaran bagi anak gangguan fisik harus diperhatikan hal sebagai berikut:
a) Segi Medisnya, perlu diperhatikan kelainan khusus seperti kencing manis atau pernah di oprasi, masalah lain seperti harus meminum obat dan sebagainya.
b) Bagaimana kemampuan gerak dan bepergiannya,
Yang diperhatikan ketika ke sekolah menggunakan tranportasi, alat bantu dan sebagainya. Berhubungan dengan lingkungan yang harus dipersiapkan:
a) Bagaimana komunikasinya. Apakah anak mengalami kelainan dalam berkomunikasi, dan alat komunikasi apa yang digunakan (lisan, tulisan, isyarat) dan sebagainya.
b) Bagaimana perawatan dirinya. Dalam melakukan perawatan diri dalam aktifitas kegiatan sehari-hari.
c) Bagaimana posisnya. Tentang posisi anak tersebut dalam menggunakan alat bantu, Posisi duduk dalam menerima pelajaran, waktu istirahat, waktu ke kamar kecil (toilet), makan dan sebagainya. Dalam hal ini physical therapis sangat diperlukan.
3. Rentardasi mental
A. Pengertian Retardasi Mental
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Retardasi mental merupakan kelemahan yang terjadi pada fungsi intelek. Kemampuan jiwa retardasi mental gagal berkembang secara wajar. Mental, inteligensi, perasaan, dan kemauannya berada pada tingkat rendah, sehingga yang bersangkutan mengalami hambatan dalam penyesuaian diri.
B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Retardasi Mental
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-1 (W.F. Maramis, 2005: 386-388) faktor-faktor penyebab retardasi mental adalah sebagai berikut.
a. Infeksi dan atau intoksinasi
Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada perkembangan janin, yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat rusak yang pada akhirnya menimbulkan retardasi mental.
Infeksi dapat terjadi karena masuknya rubella, sifilis, toksoplasma, dll. ke dalam tubuah ibu yang sedang mengandung. Begitu pula halnya dengan intoksinasi, karena masuknya “racun” atau obat yang semestinya dibutuhkan.
b. Terjadinya rudapaksa dan / atau sebab fisik lain
Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiper radiasi, alat kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan berupa retardasi mental.
Pada waktu proses kelahiran (perinatal) kepala bayi dapat mengalami tekanan sehingga timbul pendarahan di dalam otak. Mungkin juga karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak mengakibatkan retardasi mental.
c. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolism karbohidrat dan protein), gangguan pertumbuhan, dan gizi buruk termasuk dalam kelompok ini. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum anak berusia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan seperti itu dapat diperbaiki dengan memberikan gizi yang mencukupi sebelum anak berusia 6 tahun, sesudah itu biarpun anak tersebut dibanjiri dengan makanan yang bergizi, inteligensi yang rendah tersebut sangat sukar untuk ditingkatkan.
d. Penyakit otak yang nyata
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, radang, dst. Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat menyebabkan penderita mengalamai keterbelakangan mental.
e. Penyakit atau pengaruh prenatal
Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomaly cranial primer dan defek congenital yang tak diketahui sebabnya.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun bentuknya. Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindroma down yang dulu sering disebut mongoloid.
g. Prematuritas
Retardasi mental yang termasuk ini termasuk retrdasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu.
h. Akibat gangguan jiwa yang berat
Retardasi mental juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang berat pada masa kanak-kanak.
i. Deprivasi psikososial
Devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental pada anak.
C. Tingkatan Retardasi Mental
Untuk menentukan berat-ringannya retardasi mental, kriteria yang dipakai adalah: 1. Intelligence Quotient (IQ), 2. Kemampuan anak untuk dididik dan dilatih, dan 3. Kemampuan sosial dan bekerja (vokasional). Berdasarkan kriteria tersebut kemudian dapat diklasifikasikan berat-ringannya retardasi mental yang menurut GPPDGJ – 1 (W.F. Maramis, 2005: 390-392) adalah : 1. Retardasi Mental Taraf Perbatasan (IQ = 68 – 85), 2) Retardasi Mental Ringan (IQ = 52 – 67), 3. Retardasi Mental Sedang (IQ = 36 – 51), 4. Retardasi Mental Berat (IQ = 20 – 35), dan 5. Retardasi Mental Sangat Berat (IQ = kurang dari 20).
D. Pencegahan Retardasi Mental
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan: 1) pendidikan kesehatan pada masyarakat, 2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi, 3) konseling genetik, 4) Tindakan kedokteran, antara lain: a) perawatan prenatal dengan baik, b) pertolongan persalinan yang baik, dan c) pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.
E. Penanganan Retardasi Mental
Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu: 1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian sendiri, dst., 2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social, 3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan 4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan buruk secara moral.
4. Gangguan Bicara dan Bahasa
Gangguan bahasa sudah dapat dilihat pada waktu yang awal. Anak belajar bahasa yang dipakai disekelilingnya. Ia mendengar segala maacam bunyi dan suara yang mempunyai arti. Lambat laun anak belajar untuk memberikan arti pada bunyi-bunyi dan suara-suara tersebut. Bila anak tidak dapat memberikan artinya maka disini ada gangguan yang disebut agnosi auditif, artinya suara tadi tidak mejadi simbol; gangguan ini juga dapat disebut a-simboli atau ketidakpekaan akan simbol. Disini ada gangguan-gangguan otak yang dapat memberikan konsekuensi sosial.
Suatu gangguan otak yang lain adalah Afasi. Afasi berarti bahwa anak tidak mempunyai kempuan untuk mengalihkan pengertian-pengertian dalam kata-kata atau tulisan, atau untuk mengerti kata-kata yang diucapkan atau dituliskan. Dalam bentuk ekstrem gejala ini tidak sering dijumpai biasanya masih ada sedikit pengertian bahasa. Maka dari itu orang-orang lebih suka menyebutnya dysfasi. Dysfasi menunjukkan adanya kesukaran-kesukaran pada pengucapan dan pengertian bahasa.
Gangguan dalam bicara ini tiga kali lebih banyak pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Biasanya timbul diantara umur 4 dan 7 tahun. Menurut Damste (1979) ada bermacam-macam faktor yang menyebabkan gangguan dalam kelancaran berbicara ini, terutama pada anak yang cenderung untuk tingkah laku agonistis, yaitu tegang dan menahan nafas. Terutama emosi yang kuat, tetapi juga fungsi bahasa dan fungsi artikulasi yang labil, disamping lingkungan yang relatif tinggi dan kurang memberikan bantuan afektif, termasuk faktor-faktor yang membuat anak menjadi menggagap.
Menggagap hanya dapat diperbaiki dengan kombinasi dari penanganan yang membesarkan hati dan suatu program penyembuhan melalui terapi tingkah laku. Penting disini adalah motivasi pasien sendiri untuk memperbaiki dirinya dan menjari cara-cara untuk menyembuhkan diri sendiri.
5. Gangguan Belajar
Gangguan belajar (learning disorder) adalah suatu gangguan neurologis yang mempengaruhi kemampuan untuk menerima, memproses, menganalisis atau menyimpan informasi. Anak dengan gangguan belajar mungkin memiliki tingkat intellentsia yang sama atau bahkan lebih tinggi dari teman sebaya, tetapi sering berjuang untuk belajar secepat orang disekitar mereka. Masalah yang berkaitan dengan gangguan belajar yaitu, kesulitan dalam membaca, mengeja, mengingat, penalaran, serta keterampilan motorik dan masalah dengan matematika.
Ganggguan belajar termasuk klasifikasi beberapa gangguan fungsi dimana seseorang memiliki kesulitan belajar dengan cara yang khas. Istilah gangguan belajar dan ketidakmampuan belajar sering digunakan secara bergantian. Ketidakmampuan belajar adalah ketika seseorang memiliki masalah belajar yang signifikan di bidang akademis. Gangguan belajar, di sisi lain adalah diagnosa klinis resmi, dimana individu memenuhi kriteria tertentu sebagai mana ditentukan oleh seorang profesional (psikolog, dokter anak dan lain-lain) perbedaannya adalah dalam tingkat, frekuensi dan intensitas gejala yang dilaporkan dan masalah, dan dengan demikian keduanya tidak boleh bingung.
Jenis gangguan belajar :
• Gangguan Dyslexia adalah gangguan belajar yang mempengaruhi membaca dan / atau kemampuan menulis. Ini adalah cacat bahasa berbasis dimana seseorang memiliki kesulitan memahami kata-kata tertulis
• Gangguan dyscaiculia adalah gangguan belajar yang mempengaruhi kemampuan matematika. Seseorang dengan dyscalculia sering mengalami kesulitan memecahkan masalah matematika dan menangkap konsep-konsep dasar aritmatika.
• Gangguan Dysgraphia adalah ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan untuk membaca. Orang dengan dysgphia sering berjuang dengan menulis bentuk surat atau tertulis dalam ruang yang didefinisikan. Hal ini juga bisa disertai dengan gangguan motorik halus.
• Gangguan pendengaran dan proses visual adalah gangguan yang melibatkan gangguan sensorik. Meskipun anak tersebut mungkin dapat melihat atau mendengar dengan normal, gangguan ini menyulitkan mereka dari apa yang mereka lihat atau dengar. Mereka akan sering memiliki kesulitan dalam bentuk pemahaman bahasa baik tertulis atau auditori.
• Ketidak mampuan belajar non verbal adalah gangguan belajar dalam masalah dengan visual-spasial, motorik, dan keterampilan organisasi. Umumnya mereka mengalami kesulitan dalam memahami komunikasi non verbal dan interaksi,yang dapat mengakibatkan masalah sosial.
• Gangguan bahasa spesifik adalah gangguan perkembangan yang mempengaruhi penguasaan bahasa dan penggunaannya.
6. Gangguan Anak Hiperaktif
ADHD merupakan suatu gangguan perilaku yang ditandai dengan kurangnya perhatian (inattentiveness), aktivitas berlebihan (overactivity) dan perilaku impulsif (impulsivity) yang tidak sesuai dengan umumnya. Anak hanya mampu memusatkan perhatian pada waktu yang sangat pendek, mudah terganggu perhatian dan pikirannyanya dan tidak mampu mengontrol diri untuk bersikap tenang. Anak ini sering banyak bicara, tindakan-tindakannya tidak bertujuan.
ADHD merupakan kelainan psikiatrik dan perilaku yang paling sering ditemukan pada anak, lebih sering terjadi pada anak laki-laki. ADHD dapat berlanjut sampai masa remaja bahkan dewasa. Pada anak usia sekolah, ADHD berupa gangguan akademik dan interaksi sosial dengan teman. Sementara pada remaja dan dewasa juga bisa menimbulkan masalah yang serius.
Anak-anak yang menderita Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) empat kali lebih mungkin untuk memiliki masalah kesehatan mental ketika mereka dewasa daripada anak-anak normal lainnya. Anak dengan ADHD akan memiliki kegelisahan berlebih, impulsif, mudah terganggu dan sering mengalami kesulitan baik di rumah atau sekolah.
Studi menemukan adanya tumpang tindih (overlap) antara segmen DNA yang dihapus atau didupliaksi yang dikenal sebagai copy number variants (CNVs). Area yang tumpang tindih tersebut berada di area tertentu yang terdiri dari beberapa gen yang berperan dalam perkembangan otak dan terkait dengan gangguan kejiwaan serta schizofrenia.
a. Gejala
Gejala yang dapat dilihat yaitu :
• Inatensi
Ditandai dengan kegagalan anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu.
• Hiperaktivitas
Ditandai dengan perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan.
• Impulsivitas
Ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan.
b. Penyebab
Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak :
• Faktor neurologik
hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal.
• Faktor toksik
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak.
• Faktor genetik
Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada anak kembar.
• Faktor psikososial dan lingkungan
Hubungan antara orangtua dan anak dan pengaruh lingkungan yang tidak sehat bisa menjadi penyebab anak hiperaktif.
Penyebab lainnya:
– Malfungsi Otak
– Epilepsi
– Gegar Otak
– Trauma kepala karena persalinan sulit
– Infeksi
– Gizi buruk
– Alergi makanan
– Kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak
– Temperamen Bawaan
Cara mengatasi anak hiperaktif
Menerima dengan ikhlas. Segala sesuatunya telah ditentukan oleh Yang Maha memberikan anak, yaitu Allah. Jika Allah menguji kita dengan hadirnya anak dengan gangguan hiperaktif, itu tandanya Allah Tahu bahwa kita mampu dan dapat mengatasi serta mendidik anak dengan sebaik-baiknya.
Anak hiperaktif cenderung memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ini yang sering kali dilupakan bahkan tidak diperhatikan. Para ibu cenderung bergulat dan berkutat pada kesedihan dan kekecewaan terhadap putranya. Tapi tidak mau melihat, bahwa anak-anak dengan gangguan hiperaktif ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tugas ibulah yang mencari dan menggali kecerdasan ini.
Ajarkan kedisiplinan. Anak-anak hiperaktif cenderung tidak disiplin. Mereka tidak mau tenang, dan cenderung membangkang. Tidak patuh pada aturan. Nah, jika demikian, maka Anda harus membuat sebuah “kontrak” perjanjian dengannya untuk berlatih disiplin.
Tidak menghukumnya secara berlebihan. Bukan salah anak Anda jika ia hiperaktif. So, jangan menghukumnya karena gangguan hiperaktif ini. Melatihnya berdisiplin, oke. Tapi, dengan cara yang baik dan benar.
Lebih banyak bersabar. Ini adalah tuntutan utama bagi para orangtua. Tanpa kesabaran, maka Anda tidak akan dapat menangani anak Anda dengan baik.
Menjaga komunikasi dan biarkan ia merasakan kasih sayang Anda. Ketika anak melihat dan merasakan perhatian yang diberikan orangtuanya, dan memang, perlu diakui, bahwa menjalin komunikasi dengan anak-anak hiperaktif ini harus senantiasa. Ibaratnya, harus setiap menit kita mengajaknya berkomunikasi. Dan bukannya memanjakan, perhatian terhadap anak-anak hiperaktif memang harus lebih banyak dibandingkan saudara-saudaranya yang normal.
Tags:
Retardasi Mental