MAKALAH IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA ANAK DEMAM TYPHOID DENGAN HIPERTERI (doc)




IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA ANAK DEMAM TYPHOID DENGAN HIPERTERI 

Demam  Typhoid  adalah  penyakit  menular  yang  bersifat  akut,  yang  ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002 dalam Adriana, 2011)
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi  yang  buruk  serta  standar  higiene  industri  pengolahan  makanan  yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009 dalam Susanti, 2012)
Demam typhoid merupakan penyakit menular dapat melalui beberapa cara yaitu melalui makanan dan melalui faeses. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan bakterimia tanpa keterlibatan strutur endhotelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan  peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan dan air yang terkontaminasi ( Sumarno, 2002 dalam Nuratif, 2015)

Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan angka kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris disebabkan oleh Salmonella Parathypii A. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa  dingin.  Penyakit  ini  banyak  diderita  oleh  anak-anak,  namun  tidak menutup kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C. Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi sanitasi yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus ( Pasunda, 2013 dalam  Adriana, 2011)
Berdasarkan  profil  kesehatan  Indonesia  tahun  2010  typhoid  masih  menjadi masalah  kesehatan  masyarakat.  Diketahui  dari  10  macam  penyakit  menepati urutan ke-3, terbanyak dari pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus dan yang meninggal 274 orang Case Fatality Rate sebesar 0,67%.Penyakit  ini  tersebar  di  seluruh  wilayah  dengan  insidensi  yang  tidak berbeda  jauh  antara  daerah.  Diperkirakan  terdapat  800  penderita  per  100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun (Widoyono, 2011). Berdasarkan Data Sistem Informasi Rumah Sakit ( SIRS ) Indonesia Tahun 2013, jumlah anak balita yang menderita demam typhoid dan paratyphoid di Indonesia adalah sebesar 9.747 anak balita. Demam typhoid menempati urutan ke 4 dari 11 besar morbiditas dan mortalitas pasien rawat inap anak balita ( Kemenkes, 2015 ). Di negara-negara berkembang perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka kejadian demam tifoid turun dengan adanya sanitasi pembuangan di berbagai negara berkembang, diperkirakan setiap tahun masih terdapat 35 juta kasus dengan 500.000 kematian terdapat di dunia. Di Indonesia demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi. Di antara penyakit  yang tergolong penyakit   infeksi   usus,   demam   tifoid   menduduki   urutan   kedua   setelah gastroenteritis.
Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Ogan Ilir sendiri, penderita demam tifoid dari tahun 2015 mencapai  62 penderita, pada tahun 2016 mencapai 37 penderita, pada tahun 2017 terdapat 14 penderita, sedangkan pada tahun 2018 dari januari sampai februari terdapat 3 penderita typhoid. Hal tersebut menunjukan bahwa kasus demam typhoid masih ada  dan kasus ini tidak dapat di anggap kasus yang ringan melainkan sebagai kasus yang harus di tangani untuk menekan angka kejadian demam typhoid. Maka dari itu penulis tertarik menggali penyakit tentang demam typhoid untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah tentang “Implementasi Keperawatan Pada Anak Demam Typhoid Dengan Hipertermi Di RSUD Ogan Ilir Tahun 2018”.

Definisi Demam Typhoid

Demam Tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi ( Sumarmo, 2002 ). Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut  yang biasanya mengenai saluran  pencernaan dengan  gejala demam  yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaraan. Penyebab penyakit ini adalah salmonella typosa (Ngastiyah 2005, h. 236). Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare, 2002). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (Mansjoer, A, 2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006).  Tifoid  adalah  penyakit  infeksi  pada  usus  halus,  tifoid  disebut  juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 2007). D3 Keperawatan Perintis (2011), dikutip dalam Asuhan keperawatan klien dengan Demam  Typoid,  Tifoid  adalah  suatu  penyakit  pada  usus  yang  menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara fecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansjoer, A, 2009).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Anatomi Fisiologi

Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat  proses pencernaan dan  absorbsi hasil pencernaan  yang terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
1.    Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M longitidinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

2.    Duodenum (Usus dua belas jari)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

3.    Jejenum (Usus Kosong)
Usus  kosong  atau  jejunum  (terkadang  sering  ditulis  yeyunum)  adalah  bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum  diturunkan  dari  kata  sifat  jejune  yang  berarti  "lapar"  dalam  bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti "kosong".

4.    Ileum (Usus Penyerapan)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Absorbsi
Absorbsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung didalam usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh darah kapiler dalam darah dan saluran limfe disebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi laktat, pembuluh darah epithelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epithelium.

Fungsi usus halus
  • Menerima zat-zat makanan yang sudah di cernah untuk di serap melalui kapiler–kapiler darah dan saluran – saluran limfe.
  • Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
  • Karbohidrat dalam bentuk monosakarida.

Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yaitu
  • Enterokinase , mengaktifkan enzim proteolitik.
  • Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
  • Laktase mengubah lactase manjadi monosakarida.
  • Maltose mengubah maltase menjadi monosakarida.
  • Sukrose mengubah sukrosa manjadi monosakarida.

5. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :
.  Kolon asendens (kanan)
  • Kolon transversum
  • Kolon desendens (kiri)
  • Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya  bakteri  yang  terdapat  di  dalam  usus  besar  berfungsi  mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan  gangguan  pada  bakteri-bakteri  didalam  usus  besar.  Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

6. Rektum dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ  ini  berfungsi  sebagai  tempat  penyimpanan  sementara  feses.  Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus  merupakan  lubang  di  ujung  saluran  pencernaan,  dimana  bahan  limbah keluar dari  tubuh.  Sebagian  anus  terbentuk  dari  permukaan  tubuh  (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

Fungsi usus besar adalah:
o Menyerap air dan makanan o Tempat tinggal bakteri koli o Tempat feses

Etiologi

Penyebab dari demam thypoid yaitu :

  1. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu:
  • Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
  • Antigen (flagella)
  • Antigen VI dan protein membran hialin
     2. Salmonella paratyphi A
     3. Salmonella paratyphi B
     4. Salmonella paratyphi
     5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).

Bedrest pada anak Demam Typhoid

Bedrest adalah upaya mengurangi aktivitas dengan beristirahat di tempat tidur. Umumnya dokter akan memberi petunjuk, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama bedrest. Semua itu, tentunya bergantung pada penyakit yang diderita.  Pasien  dengan  Demam  Typhoid  harus  tirah  baring  absolut  sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring / Bedrest adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.  Bedrest pada penderita Typhoid tergantung lama atau waktu pulihnya pasien. semakin cepat kondisi pasien pulih maka pasien tidak perlu lagi bedrest.

Kompres Hangat pada Anak Demam Typhoid

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hipertermia adalah kompres hangat, tindakan  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Mohamad,  (2011) bahwa tindakan kompres hangat efektif dalam menurunkan demam pada pasien demam tifoid. Sodikin (2012) juga menjelaskan bahwa penggunaan kompres air hangat dapat mencegah pasien menggigil sehingga pasien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh akibat menggigilnya otot. Hasil ini didukung oleh penelitian Nurwahyuni, (2009) cit Mohamad, (2011) yang menjelaskan bahwa terdapat mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu  tubuh  yaitu  dengan  pemberian kompres  hangat  pada daerah  tubuh  akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan   sinyal   yang   memulai   berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/  kehilangan  energi/panas  melalui  kulit  meningkat  (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali. Pengeluaran panas (heat loss) dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya berlangsung secara fisika. Permukaan tubuh dapat kehilangan panas melalui pertukaran panas secara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi air
  1. Radiasi  ialah  emisi  energi  panas  dari  permukaan  tubuh  dalam  bentuk gelombang elektromagnetik melalui suatu ruang.
  2. Konduksi ialah perpindahan panas antara obyek yang berbeda suhunya melalui kontak langsung obyek tersebut.
  3. Konveksi ialah perpindahan panas melalui aliran udara/ air.
4)    Evaporasi ialah perpindahan panas melalui ekskresi air dari permukaan kulit dan saluran pernapasan saat bernapas. Kehangatan dari air kompres tersebut merangsang   vasodilatasi  sehingga mempercepat proses evaporasi dan konduksi yang pada akhirnya dapat menurunkan suhu tubuh yang meningkat (Kania, 2007). Kompres hangat tindakan melapisi permukaan kulit dengan handuk yang telah dibasahi air hangat dengan temperatur 30oC-35°C (Maling, 2012). Kompres yang benar yaitu menggunakan air hangat karena jika menggunakan air hangat maka akan terjadi pelebaran pembuluh darah yang akan menyebabkan lancarnya pembuluh  darah  dan  cepatnya  pengeluran  kringat  sehingga  suhu  tubuh  cepat turun. Menurut Purwanti, (2008) cit Mohamad, (2011) tindakan memberikan kompres hangat pada pasien bertujuan menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi, yaitu hilangnya panas dengan proses keluarnya keringat di bagian kulit tersebut menguap. Tindakan kompres hangat dilakukan pada leher, kedua axila, kedua selangkangan, dan kedua lipatan lutut bagian dalam, dimana area tersebut terdapat pembuluh darah yang besar sehingga akan cepat dalam memberikan atau menghantarkan sinyal ke hipotalamus untuk meningkatkan penguapan dan menurunkan suhu tubuh. Tindakan mengajarkan keluarga cara penanganan suhu pada penyakit demam tifoid dengan kompres hangat untuk menunjang perilaku orang tua agar berperan aktif dalam menangani suhu tubuh anak yang meningkat. Berdasarkan hasil penelitian dari Riandita, (2012) diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang demam maka pengelolaan demam pada anak akan semakin baik. Ibu dengan tingkat pengetahuan rendah memiliki risiko 7 kali lebih besar untuk melakukan pengelolaan demam anak yang buruk daripada ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi. Menurut Pramitasari, (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah memberikan informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek pada seseorang sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.

Kolaborasi Diet Demam Typhoid

Menganjurkan  makan  makanan  lunak  dan  tingkatkan  intake  cairan  bertujuan untuk memudahkan penyerapan dan mencegah perlukaan usus (Sodikin, 2011). Widagdo, (2011) juga mengatakan bahwa diit untuk demam tifoid akut adalah bubur saring, setelah demam turun diberi bubur kasar selama 2 hari, kemudian nasi   tim   dan   nasi   biasa   (setelah   bebas   dari   demam   7   hari).   Tindakan menganjurkan meningkatkan intake cairan bertujuan agar tidak terjadi dehidrasi pada pasien karena suhu tubuh yang meningkat mengakibatkan hilangnya cairan tubuh melalui penguapan dan keringat serta membantu menurunkan panas, hal ini disebabkan karena air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan panas dan air sendiri diperlukan untuk mencegah dehidrasi akibat keringat (Sodikin, 2011).

Kolaborasi Pemberian Obat

Tindakan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat, yaitu infus merupakan pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi dan kehilangan ion  alkali dari tubuh, dengan langung mensupport cairan  kedalam darah melalui selang infus. Pemberian obat Ceftriaxone 400 mg IV sesuai dengan teori yang disampaikan Sodikin, 2012 yaitu penatalaksanaan anak demam tifoid dengan Cefriaxone (80 mg/ kg IM atau IV, sekali sehari, selama 5-7 hari), Cefriaxone  dianggap  sebagai  obat  yang  paten  dan  efektif  untuk  pengobatan demam tifoid jangka pendek. Sifat  yang menguntungkan  dari obat ini  adalah secara selektif dapat merusak struktur kuman dan tidak mengganggu sel tubuh manusia, mempunyai spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik, dan resistensi kuman masih terbatas (Cita, 2011). Pemberian obat Parasetamol Tab 3x250 mg sesuai   dengan   teori   yang   disampaikan   Sodikin,   (2011)   bahwa   perawatan penunjang pada anak demam tifoid dilakukan bila anak demam (≥ 39°C) adalah berikan paracetamol. Penulis lebih menganjurkan pada keluarga pasien untuk melakukan   kompres   hangat   pada   pasien   jika   suhu   pasien   naik,   penulis memberikan anjuran tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa antibiotik merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid, tetapi pemberian antibiotik tidak secara otomatis menurunkan demam, karena di dalam tubuh masih terjadi proses kerja dari antibiotik dalam mematikan bakteri penyebab infeksi, sehingga tindakan kompres hangat merupakan tindakan yang cukup efektif. dalam menurunkan demam, sebaiknya penggunaan antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap keadaan demam (Mohamad, 2011). Penggunaan antipiretik secara berkepanjangan dapat menimbulkan efek toksik bagi organ tubuh mulai dari nyeri dan perdarahan lambung (yang paling sering), hepatitis (kerusakan sel hati yang ditandai dengan pembengkakan dan rasa nyeri di daerah hati), gangguan pada sumsum tulang (produksi sel darah merah, sel darah putih dan sel trombosit tertekan), gangguan fungsi ginjal, rasa pusing, vertigo, penglihatan kabur, penglihatan ganda (diplopia), mengantuk, lemas, merasa cemas, dan sebagainya. Risiko efek samping perdarahan saluran cerna akan meningkat bila kita memakai lebih  dari  satu  obat  (misalnya  parasetamol  dengan  aspirin  atau  parasetamol dengan ibuprofen), pemakaian jangka panjang, atau pemakaian bersama dengan steroid (Pujiarto, 2007 cit Mohamad, 2011).

Edukasi Demam Typhoid

Edukasi adalah pemberian pendidikan/penjelasan/pemberian informasi kepada pasien maupun keluarga tentang penyakit yang diderita, apa saja yang tidak boleh dikonsumsi dan boleh dikonsumsi,kebutuhan nutrisi yang penting untuk penderita Demam Typhoid. Pengobatan antibiotika harus ditekankan kepada pasien, agar pasien menyelesaikan terapi antibiotika untuk menghindari terjadinya resistensi. Selain itu, pasien diminta untuk istirahat yang cukup dan mengonsumsi makanan yang lunak dan mudah dicerna. Pasien juga diminta untuk minum air yang cukup untuk menjaga hidrasi dan keseimbangan elektrolit. Pasien diminta untuk berhati-hati saat buang air dan mempersiapkan makanan untuk orang lain, karena penyakit ini menular melalui rute fekal-oral.. menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai  sabun,  peningkatan  higiene  makanan  dan  minuman  berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1    Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan implementasi studi kasus berupa implementasi keperawatan pada An RD dan An. KA dengan masalah hipertermi, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa penulis telah mencapai tujuan khusus, yaitu :
  1. Melaksanakan tindakan bedrest pada anak demam typhoid dengan hipertermi yaitu An. RD dan An. KA dengan hasil implementasi berupa kedua anak tersebut bisa beraktifitas kembali
  2. Melaksanakan  implementasi  kompres  hangat  selama  3  hari  berturut-turut pada An. RD dan An. KA dengan hasil implementasi berupa suhu tubuh pasien yang kembali normal dan pasien mengatakan badannya tidak panas lagi
  3. Melaksanakan kolaborasi diet berupa bubur saring kepada An. RD dan An. KA selama 3 hari berturut-turut dengan hasil implementasi yang dilakukan bahwa kedua pasien telah mengalami peningkatan nafsu makan
  4. Melaksanakan pemberian obat paracetamol selama 3 hari berturut-turut pada An. RD dan An. KA yang bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh pasien dengan hasil implementasi pada hari ketiga yaitu suhu tubuh pasien yang kembali stabil, namun penulis tetap menayarankan kepada keluarga pasien untuk terus mengawasi pemberian obat dan menganjurkan keluarga pasien untuk memberikan pasien air minum yang cukup
  5. Melaksanakan edukasi berupa cara perawatan pasien typhoid kepada keluarga dengan harapan keluarga mampu untuk merawat anggota keluarga yang sakit tersebut dan keadaan Ab. RD dan An. KA lekas sembuh dan pulih kembali
6.2   Saran
1.  Rumah Sakit
Saran bagi rumah sakit agar semua pasien hipertermi di tempatkan di ruang penyakit dalam namun dengan ruangan khusus sehingga tidak terjadi penularan virus dari pasien dengan penyakit lain.
2.   Poltekkes Kemenkes
Untuk referensi buku di perpustakaan terkait dengan gangguan hipertermi mohon untuk diperbaharui karena diperpustakaan banyak ditemukan buku–buku lama. sarana prasarana penunjang seperti internet mohon untuk diperbaiki kualitasnya, dan untuk memotivasi mahasiswa untuk meningkatkan minat untuk membaca.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS