Pertama-tama
marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT semoga kita semua dalam
lindungan dan rahmat-Nya. Selawat dan salam mari kita sampaikan ke haribaan
Nabi Muhammad SAW yang telah berjasa menyampaikan ajaran Agama Islam, ajaran
yang telah kita yakini kebenarannya, agama yang telah dapat membawa kita hidup
penuh harkat dan martabat.
Salah
satu di antaranya ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang telah dapat
membawa umat manusia menjadi umat yang bermartabat dan berilmu pengetahuan
adalah anjuran untuk mengadakan pernikahan/perkawinan, seperti sabda nabi :
اَالنِّكّاحُ
سُنّتِيْ
Nikah
itu adalah sunnah ku
Dengan pernikahan inilah umat manusia dapat menjaga dirinya sehingga selalu dalam keadaan suci. Biasanya seseorang yang telah menikah selalu ingat akan pasangannya. Cinta dan kasih sayang yang terbina diantara keduanya akan menjadi hal yang mendasari selalu merasa khawatir jikan ingin berbuat salah.
Perasaan
khawatir akan kecewa pasangan yang dicintai selalu menjadi kekuatan didalam segala
aktivitas yang dilakukan dan akan selalu membendung niat untuk melakukan
penyelewengan.
Adapun
pernikahan merupakakan perbuatan yang sakral, dalam istilah agama disebut “Mistaqal
Ghaliza” yaitu suatu perjanjian yang sangat kokoh dan luhur yang ditandai
dengan pelaksanaan sighat ijab qabul antara wali nikah dengan mempelai pria
dengan tujuan untuk membentuk suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera, dan
kekal.
Setiap orang
yang sudah memasuki pintu gerbang kehidupan berkeluarga harus melalui pintu perkawinan.
Mereka tentu memnginginkan teciptanya suatu keluarga atau keluarga yang bahagia
sejahtera lahir dan batin serta memproleh keselamatan hidup dunia dan akhirat.
Dari keluarga sakinah mawaddah warahmah inilah kelak akan terwujudnya
masyarakat yang rukun, damai serta makmur material dan spiritual.
Agar cita-cita
dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami-istri
yang memegang peranan utama dalam mewujudkankeluarga sakinah mawaddah warahmah,
perlu meningkatkan pengetahuan dan tentang bagaimana kehidupan keluarga sesuai
dengan ajaran Islam.
Gunakakan
SAKINAH MAWADDAH WARRAHMAH untuk
menciptakan kebahagiaan RUMAH TANGGA
Untuk membentuk
keluarga yang mampu menciptakan kehidupan bahagia didunia maupun diakhirat.
Untuk membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warrahmah peranan agama sangatlah
penting. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan difahami akan tetapi
harus dihayati dan diamalkan oleh setiap orang anggota keluarga baik suami
maupun istri dalam kehidupan sehari hari.
Dalam melaksanakan pernikahan pasti memiliki
dasar dan tujuan, di dalam islam menurut hadits melaksanakan sunah Rasul
sebagaimana tersebut di dalam Hadits Nabi s.a.w :
النكاح
سنتي ومن يرغب عن سنتي فليس مني
Perkawinan
adalah peraturanku, barang siapa yang benci kepada peraturanku, bukanlah ia
termasuk umatku (H.R.Bukhari Muslim)
Dan
dijadikan-nya diantara kalian sakinah (tentram), mawaddah (cinta) dan rahmah
(kasih sayang). Yaitu rasa tentram, cinta dan kasih sayang ditumbuhkan oleh
kekuatan penikahan, menjadikan kalian saling terikat dimana sebelumnya tidak
saling mengenal apalagi saling mencinta dan berkasih sayang.
Adapun yang
dimaksudkan dengan Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai.
Seseorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup
spritual dan material secara layak dan seimbang.
Dan menurut
pendapat yang lain merumuskan pengertian keluarga sakinah adalah keluarga yang
dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spirtual dan
material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kaasih sayang antar
anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras serasi serata mampu
mengamalkan, menghayati, dan mempperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan
Akhlak mulia.
Dan
dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah, yaitu cinta dan rahmah, yaitu kasih
sayang “ sesungguhnya, laki-laki mengikat seorang perempuan adalah karena:
1)
Rasa
cinta kepadanya
2)
Atau
rahmah-Nya (kasing sayang) kepadanya, agar suatu saat bisa mendapatkan anak
hasil pernikahan dengannya
3)
Atau
karena si perempuan butuh ia beri nafkah
4)
Atau
karena keakraban yang ada diantara keduanya.
Syeikh Muhammad
Mutawali Sya’rawi di dalam tafsirnya menjelaskan:
Dan dijadikan diantara
kalian mawaddah dan rahmah”. Mawaddah adalah
perasaan cinta yang saling bersahutan di dalam hidup dan kebersamaan, sedangkan
Warahhmah adalah perasaan yang muncul setelah hadirnya ketentraman cinta
dan kasing sayang dalam hati.
Ada beberapa
cara menumbuhkan sakinah mawaddah warahmah dalam rumah tangga:
·
Menguatkan
hubungan dengan Allah
·
Manfaatkan
cara mencuri hati
·
Saling
pengertian
·
Saling
menerima kenyataan
·
Saling
menyesuaikan diri
·
Melaksanakan
asas musyawarah
·
Suka
memaafkan
·
Berperan
serta untuk kemajuan bersama
Dengan
pernikahan keluarga dapat menciptakan hidup yang berbahagia. Apabila dengan
melaksanakan cara tersebut maka suatu pasangan telah menikah mereka akan merasa
memiliki ikatan, baik secara hukum maupun secara batin. Perasaan terikat dengan
hukum seseorang akan melakukan sesuatu sesuai dengan hukum. Dan sebaliknya akan
menghindari sesuatu yang bertentangan dengan hukum. Jika sesuatu bertindak selalu
mengikuti antara hukum pasti mereka selalu dalam keadaan tentram. Apalagi
karena ada perasaan ikatan batin sesuatu yang dilakukan dalam rumah tangga
bukan hanya berdasarkan hukum bahkan juga akan memperhatikan perasaan. Mereka
pasti akan menghindari jika sesuatu itu akan menyakiti hati perasaan
pasangannya. Situasi seperti inilah yang membuat orang yang telah menikah itu
dapat membina rumah tangganya dalam keadaan berbahagia.
Selain itu
Al-Qur’an juga memberikan tuntutan bahwa betapa hebatnya seseorang, tetap
memiliki sifat kelemahan dan kekurangan, demikian pula halnya suami istri tidak
luput dari sifat tersebut, sehingga suami istri harus berusaha untuk saling
melengkapi:
هُنَّ
لِبَاسُ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسُ لَّهُنَّ
Mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka (Q.S Al-baqarah: 187)
Filosofi dari
isyarat Al-Qur’an kadangkala tidak begitu mudah untuk memberikan makna dari
teks hunna libasul lakum wa antum libasul lahunna. Namun demikian para
mufassir telah memberikan arti sedemikian rupa sehingga mudah dipahami, sesuai
kaedah bahasa arab. Setelah ‘akad nikah sepertinya tidak ada skat dan
hijab dalam menjalani hubungan di antara keduanya, aku menjadikan pakaianmudan
kamu menjadikan pakaianku. Dulu rumahku sekarang
rumah kami dan rumah kita. Dulu rumah aku tidak pakai tangga sekarang rumah
kami sudah ada tangganya. Rasa kebersamaan terus perlu dipupuk, rasa ke-akuan
perlu disingkirkan, rasa ananiyah, egoisme, dan ingin menang sendiri
perlu segara dibasmi.
Sementara ayat
ini tidak hanya mengisyaratkan bahwa suami istri saling membutuhkan sebagaimana
kebutuhan manusia pada pakaian, tetapi juga berarti bahwa suami istri yang
menurut masing-masing kodratnya memiliki kekurangan, harus pula berfungsi
“menutup kekurangan pasangannya”.
Pernikahan
adalah penghalalan penyatuan antara seorang laki-laki dan perempuan dengan
konsekuensi memiliki hak dan kewajiban. Dalam Islam sesuatu pasangan baru
dianggap sah dan halal menjadi suami dan istri setelah mengadakan pernikahan.
Pernikahan yang sah ini dibarengi dengan kewajiban dan hak masing-masing.
Setelah menikah seorang suami memiliki kewajiban memberi nafkah dan menjaga dan
melindungi istrinya. Sebaliknya suami akan mendapatkan pelayanan yang baik dari
istrinya sarta menjaga harta suaminya, demikian juga mereka berdua memiliki
kewajiban menjaga dan mendidik anak mereka.
Ketika telah terjadi perkawinan
maka masing-masing suami dan istri telah menerima amanah dari Allah sebagaimana
sabda Rasulullah dalam salah satu pernyataannya :
Kalian menerima istri berdasarkan amanah Allah SWT
Amanah ini tidak
hanya dari Allah SWT tetapi juga dari orang tua mereka masing-masing. Amanah
biasanya sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman
dari pemberi amanah dan kepercayaan bahwa apa yang di amanahkan itu, akan dapat
di pelihara dan dijaga dengan baik. Karena itu si suami harus melakukan apa
saja demi menjaga kepercayaan oarang lain. Sebagai pemberi amanah kepadanya.
Demikian juga si istri harus selalu menjaga tindakannya agar tidak hilang rasa
percaya pemberi amanah kepadanya.
Penyatuan dua
insan laki-laki dan perempuan dalam satu tali keluarga oleh Allah untuk
menciptakan ketentraman dan saling kasing sayang sebagaimana firman Allah dalam
surah Ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ
أَياَتِه اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ اَنْفُسِكُمْ أَزْوَجًا لِتَسْكُنُ اِلَيْهِا
فَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدّةً وَرَحْمَةً اِنَّ فِيْ ذَالِكَ لأَيّاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَّرُوْنَ
Diantara tanda-tanda
kebenaran dan kekuasaan Allah adalah Dia menciptakan dari jenismu
pasang-pasangan agar kamu masing-masing memproleh ketentraman dari pasangannya
dan dijadikan diantara kamu mawaddah wa rahmah. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir. (Q.S.Ar-Rum:21)
Gunakanlah
anugrah Allah, mawaddah warahmah untuk menciptakan kebahagiaan rumah tangga kalian. Mawaddah adalah sebuah
perasaan cinta yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Cinta yang bukan hanya
karena sesuatu yang didambakan tetapi cinta dalam arti hatinya yang begitu
lapang sehingga tidak mudah pudar.
Demikian juga
rahmah adalah sebuah rasa yang dianugrahkan oleh Tuhan paada manusia yang merasa
iba pada kelemahan orang lain. Karena dalam membangun rumah tangga yang didalam
nya mampu terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah harus adanya
keikhlasan dan menerima apa adanya antara suami maupun istri. Itulah rahmah
yang diberikan oleh pasangan yang telah mengadakan pernikahan.
Dalam sebuah
masyarakat sekecil apa pun termasuk rumah tangga hendaklah ada seorang
pemimpin. Dalam hal ini Allah telah menetapkan suami adalah pemimpin dalam
sebuah rumah tangga. Sebagai mana yang dijelaskan didalam Al-qur’an surah An-Nisa:34
الرِّ
جَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَي النّسَاِء بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَي بَعْضٍ
وَبِمَا اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki
(suami) adalah pemimpin bagi perempuan (istri). Allah telah melebihkan sebagian
kaum (laki-laki) dari sebagian lainnya (perempuan), dan kaum laki-laki telah
menafkahkan sebagian harta kepadamu (perempuan). (Q.S
An-Nisa:34)
Kehidupan
masyarakat yang harmonis tentram aman dan damai adalah jika berjalan sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemimpin sebagi hasil musyawarah.
Karena itu dalam menciptakan sebauh masyarakat kecil yaitu keluarga yang
bahagia semua persoalan di rumah haruslah diputuskan berdasarkan musyawarah. Di
dalam Al-qur'an malah sampai masalah bagaimana menyapih anak keturunan pun
harus dimusyawarahkan antara suami dan istri.
Oleh sebab itu
orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa
suri-teladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran
agama dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat agar mereka dapat hidup
selamat sejahtera. Kewajiban itu di nyatakan di dalam Al-qur’an :
يَأيُّهَا
الّذِيْنَ أَمَنُوْاقُوْا انْفُسَكُمْ وَاَهْلِكُمْ نَارًا
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Q.S
At-tahrim :6)
Bagi suami
istri, agama merupakan benteng yang kokoh terhadap ancaman yang dapat meruntuhkan
kehidupan keluarga. Dalam hal ini agama berperan sebagai sumber untuk
mengembalikan dan memecahkan masalah olah karena itu perlu bagi suami-istri
memegang dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya dalam arti mau dan
mampu melaksanakan kehidupan beragama dalam kehidupan keluarga, baik dalam
keadaan suka maupun duka. Upaya kearah itu dapat di laksanakan selain dengan
cara gemar memperdalam ilmu agama juga dapat dilakukan dengan cara suka
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hak dan
kewajiban suami-istri dalam islam adalah:
1. Hak Istri
a. Hak mengenai harta, yaitu mahar dan
maskawin dan nafkah
b. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari
suami
Firmah Allah:
وَعَاشِرُوْهُنّ
بِالْمَعْرُوْفِ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسي اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئَا وَيَجْعَلَ
اللهِ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Dan bergaulah
dengan mereka (istri) dengan cara yang patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka ( maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah telah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S.An-nisa:19)
c.
Agar suami menjaga dan memelihara istrinya
Maksudnya ialah menjaga
kehormatan istri, tidak menyia-nyiakannya, agar selalu melaksanakan perintah Allah
dan menghentikan segala yang dilarang-Nya.
2. Hak Suami
a. Ketaatan istri kepada suami dalam
melaksakan urusan rumah tangga termasuk di dalamnya memelihara memilihara dan
mendidik anak, selama suami menjalankan ketentuan-ketentuan Allah yang
berhubungan dengan kahidupan suami-istri.
3. Hak Bersama Suami-Istri
Hak-hak bersama di
antara kedua suami-istri adalah:
1. Halalnya pergaulan sebagai suami-istri
dan kesempatan saling menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan.
2. Sucinya hubungan perbesanan
3. Berlaku hak pusaka-mempusakai
4. Perlakuan dan pergaulan yang baik.
4. Kewajiban Istri
a. Hormat dan patuh tehadap suami dalam
batasan-batasan yang ditentukan oleh norma-norma dan suaila
b. Mengatur dan mengurus rumah tangga,
menjaga keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan rumah tangga
c. Memilihara dan mendidik anak sebagai
amanah Allah
d. Memelihara dan menajaga kehormatan serta
melindungi harta benda keluarga
e. Menerima dan menghormati pemberian suami
serta mencukupkan nafkah yang diberikan dengan baik, hemat, cermat dan
bijaksana.
5. Kewajiban Suami
a. Memelihara, memimpin dan membimbing
keluarga lahir dan batin, serta menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan
dan kesejahteraannya
b. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan
serta mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.
c. Membantu tugas-tugas istri terutama
dalam hal memmilihara dan mendiddik anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
d. Memberi kebebasan berfikir dan bertindak
kepada istri sesuai dengan ajaran agama, tidak mempersulit apa lagi membuat
istri menderita lahir-batin yang dapat mendorong istri berbuat salah.
e. Dapat mengatasi keadaan, mencari
penyelewengan secara bijaksana dan tidak berwenang-wenang.
6. Kewajiban Bersama Suami-Istri
a. Saling menghormati orang tua dan
keluarga kedua belah pihak
b. Menumpuk rasa cinta dan kasing sayang
seia-sekata, percaya mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk kepentingan
bersama.
c. Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh
pengertian serta bergaul dengan baik.
d. Matang dalam berbuat dna berfikir serta
tidak bersikap emosional dalam persoalan yang dihadapi.
e. Memelihari kepercayaan dan tidak saling
membuka rahasia pribadi.
f. Sabar dan rela atas
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan masing-masing.
Setelah
suami-istri memahami hak dan kewajibannya kedua belah pihak masih harus
melakukan berbagai upaya yang dapat mendorong ke arah tercapainya cita-cita
mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah.
Secara singkat
dapat dikemukakan di sini ada beberapa upaya yang perlu ditempuh guna
mewujudkan cita-cita kearah tercapainya cita-cita keluarga sakinah mawaddah
warahmah. Upaya tersebut antara lain:
a. Mewujudkan harmonisasi hubungan antara
suami-istri.
b. Membina hubungan antara anggota keluarga
dan lingkungan
c. Melaksanakan pembina kesejahteraan
keluarga.
d. Membina kehidupan beragama dalam
keluarga.
Perkawinan dan
berkumpulnya menjadi suatu keluarga bukanlah jalan akhir dari sebuah cinta dan
kebahagiaan. Cinta hakiki adalah kecintaan kita kepada Allah. Kebahagian hakiki
adalah mendapat tempat di syurga di hari kemudian. Karena itu jadikanlah rasa
cinta, rasa rindu diantara suami istri sebagai sarana mendapatkan kebahagiaan yang
hakiki di syurga nanti.
PENDAHULUAN
Pertama-tama
marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT semoga kita semua dalam
lindungan dan rahmat-Nya. Selawat dan salam mari kita sampaikan ke haribaan
Nabi Muhammad SAW yang telah berjasa menyampaikan ajaran Agama Islam, ajaran
yang telah kita yakini kebenarannya, agama yang telah dapat membawa kita hidup
penuh harkat dan martabat.
Salah
satu di antaranya ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang telah dapat
membawa umat manusia menjadi umat yang bermartabat dan berilmu pengetahuan
adalah anjuran untuk mengadakan pernikahan/perkawinan, seperti sabda nabi :
اَالنِّكّاحُ
سُنّتِيْ
Nikah
itu adalah sunnah ku
Dengan
pernikahan inilah umat manusia dapat menjaga dirinya sehingga selalu dalam
keadaan suci. Biasanya seseorang yang telah menikah selalu ingat akan
pasangannya. Cinta dan kasih sayang yang terbina diantara keduanya akan menjadi
hal yang mendasari selalu merasa khawatir jikan ingin berbuat salah.
Perasaan
khawatir akan kecewa pasangan yang dicintai selalu menjadi kekuatan didalam segala
aktivitas yang dilakukan dan akan selalu membendung niat untuk melakukan
penyelewengan.
Adapun
pernikahan merupakakan perbuatan yang sakral, dalam istilah agama disebut “Mistaqal
Ghaliza” yaitu suatu perjanjian yang sangat kokoh dan luhur yang ditandai
dengan pelaksanaan sighat ijab qabul antara wali nikah dengan mempelai pria
dengan tujuan untuk membentuk suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera, dan
kekal.
Setiap orang
yang sudah memasuki pintu gerbang kehidupan berkeluarga harus melalui pintu perkawinan.
Mereka tentu memnginginkan teciptanya suatu keluarga atau keluarga yang bahagia
sejahtera lahir dan batin serta memproleh keselamatan hidup dunia dan akhirat.
Dari keluarga sakinah mawaddah warahmah inilah kelak akan terwujudnya
masyarakat yang rukun, damai serta makmur material dan spiritual.
Agar cita-cita
dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami-istri
yang memegang peranan utama dalam mewujudkankeluarga sakinah mawaddah warahmah,
perlu meningkatkan pengetahuan dan tentang bagaimana kehidupan keluarga sesuai
dengan ajaran Islam.
Gunakakan
SAKINAH MAWADDAH WARRAHMAH untuk
menciptakan kebahagiaan RUMAH TANGGA
Untuk membentuk
keluarga yang mampu menciptakan kehidupan bahagia didunia maupun diakhirat.
Untuk membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warrahmah peranan agama sangatlah
penting. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan difahami akan tetapi
harus dihayati dan diamalkan oleh setiap orang anggota keluarga baik suami
maupun istri dalam kehidupan sehari hari.
Dalam melaksanakan pernikahan pasti memiliki
dasar dan tujuan, di dalam islam menurut hadits melaksanakan sunah Rasul
sebagaimana tersebut di dalam Hadits Nabi s.a.w :
النكاح
سنتي ومن يرغب عن سنتي فليس مني
Perkawinan
adalah peraturanku, barang siapa yang benci kepada peraturanku, bukanlah ia
termasuk umatku (H.R.Bukhari Muslim)
Dan
dijadikan-nya diantara kalian sakinah (tentram), mawaddah (cinta) dan rahmah
(kasih sayang). Yaitu rasa tentram, cinta dan kasih sayang ditumbuhkan oleh
kekuatan penikahan, menjadikan kalian saling terikat dimana sebelumnya tidak
saling mengenal apalagi saling mencinta dan berkasih sayang.
Adapun yang
dimaksudkan dengan Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai.
Seseorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup
spritual dan material secara layak dan seimbang.
Dan menurut
pendapat yang lain merumuskan pengertian keluarga sakinah adalah keluarga yang
dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spirtual dan
material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kaasih sayang antar
anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras serasi serata mampu
mengamalkan, menghayati, dan mempperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan
Akhlak mulia.
Dan
dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah, yaitu cinta dan rahmah, yaitu kasih
sayang “ sesungguhnya, laki-laki mengikat seorang perempuan adalah karena:
1)
Rasa
cinta kepadanya
2)
Atau
rahmah-Nya (kasing sayang) kepadanya, agar suatu saat bisa mendapatkan anak
hasil pernikahan dengannya
3)
Atau
karena si perempuan butuh ia beri nafkah
4)
Atau
karena keakraban yang ada diantara keduanya.
Syeikh Muhammad
Mutawali Sya’rawi di dalam tafsirnya menjelaskan:
Dan dijadikan diantara
kalian mawaddah dan rahmah”. Mawaddah adalah
perasaan cinta yang saling bersahutan di dalam hidup dan kebersamaan, sedangkan
Warahhmah adalah perasaan yang muncul setelah hadirnya ketentraman cinta
dan kasing sayang dalam hati.
Ada beberapa
cara menumbuhkan sakinah mawaddah warahmah dalam rumah tangga:
·
Menguatkan
hubungan dengan Allah
·
Manfaatkan
cara mencuri hati
·
Saling
pengertian
·
Saling
menerima kenyataan
·
Saling
menyesuaikan diri
·
Melaksanakan
asas musyawarah
·
Suka
memaafkan
·
Berperan
serta untuk kemajuan bersama
Dengan
pernikahan keluarga dapat menciptakan hidup yang berbahagia. Apabila dengan
melaksanakan cara tersebut maka suatu pasangan telah menikah mereka akan merasa
memiliki ikatan, baik secara hukum maupun secara batin. Perasaan terikat dengan
hukum seseorang akan melakukan sesuatu sesuai dengan hukum. Dan sebaliknya akan
menghindari sesuatu yang bertentangan dengan hukum. Jika sesuatu bertindak selalu
mengikuti antara hukum pasti mereka selalu dalam keadaan tentram. Apalagi
karena ada perasaan ikatan batin sesuatu yang dilakukan dalam rumah tangga
bukan hanya berdasarkan hukum bahkan juga akan memperhatikan perasaan. Mereka
pasti akan menghindari jika sesuatu itu akan menyakiti hati perasaan
pasangannya. Situasi seperti inilah yang membuat orang yang telah menikah itu
dapat membina rumah tangganya dalam keadaan berbahagia.
Selain itu
Al-Qur’an juga memberikan tuntutan bahwa betapa hebatnya seseorang, tetap
memiliki sifat kelemahan dan kekurangan, demikian pula halnya suami istri tidak
luput dari sifat tersebut, sehingga suami istri harus berusaha untuk saling
melengkapi:
هُنَّ
لِبَاسُ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسُ لَّهُنَّ
Mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka (Q.S Al-baqarah: 187)
Filosofi dari
isyarat Al-Qur’an kadangkala tidak begitu mudah untuk memberikan makna dari
teks hunna libasul lakum wa antum libasul lahunna. Namun demikian para
mufassir telah memberikan arti sedemikian rupa sehingga mudah dipahami, sesuai
kaedah bahasa arab. Setelah ‘akad nikah sepertinya tidak ada skat dan
hijab dalam menjalani hubungan di antara keduanya, aku menjadikan pakaianmudan
kamu menjadikan pakaianku. Dulu rumahku sekarang
rumah kami dan rumah kita. Dulu rumah aku tidak pakai tangga sekarang rumah
kami sudah ada tangganya. Rasa kebersamaan terus perlu dipupuk, rasa ke-akuan
perlu disingkirkan, rasa ananiyah, egoisme, dan ingin menang sendiri
perlu segara dibasmi.
Sementara ayat
ini tidak hanya mengisyaratkan bahwa suami istri saling membutuhkan sebagaimana
kebutuhan manusia pada pakaian, tetapi juga berarti bahwa suami istri yang
menurut masing-masing kodratnya memiliki kekurangan, harus pula berfungsi
“menutup kekurangan pasangannya”.
Pernikahan
adalah penghalalan penyatuan antara seorang laki-laki dan perempuan dengan
konsekuensi memiliki hak dan kewajiban. Dalam Islam sesuatu pasangan baru
dianggap sah dan halal menjadi suami dan istri setelah mengadakan pernikahan.
Pernikahan yang sah ini dibarengi dengan kewajiban dan hak masing-masing.
Setelah menikah seorang suami memiliki kewajiban memberi nafkah dan menjaga dan
melindungi istrinya. Sebaliknya suami akan mendapatkan pelayanan yang baik dari
istrinya sarta menjaga harta suaminya, demikian juga mereka berdua memiliki
kewajiban menjaga dan mendidik anak mereka.
Ketika telah terjadi perkawinan
maka masing-masing suami dan istri telah menerima amanah dari Allah sebagaimana
sabda Rasulullah dalam salah satu pernyataannya :
Kalian menerima istri berdasarkan amanah Allah SWT
Amanah ini tidak
hanya dari Allah SWT tetapi juga dari orang tua mereka masing-masing. Amanah
biasanya sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman
dari pemberi amanah dan kepercayaan bahwa apa yang di amanahkan itu, akan dapat
di pelihara dan dijaga dengan baik. Karena itu si suami harus melakukan apa
saja demi menjaga kepercayaan oarang lain. Sebagai pemberi amanah kepadanya.
Demikian juga si istri harus selalu menjaga tindakannya agar tidak hilang rasa
percaya pemberi amanah kepadanya.
Penyatuan dua
insan laki-laki dan perempuan dalam satu tali keluarga oleh Allah untuk
menciptakan ketentraman dan saling kasing sayang sebagaimana firman Allah dalam
surah Ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ
أَياَتِه اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ اَنْفُسِكُمْ أَزْوَجًا لِتَسْكُنُ اِلَيْهِا
فَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدّةً وَرَحْمَةً اِنَّ فِيْ ذَالِكَ لأَيّاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَّرُوْنَ
Diantara tanda-tanda
kebenaran dan kekuasaan Allah adalah Dia menciptakan dari jenismu
pasang-pasangan agar kamu masing-masing memproleh ketentraman dari pasangannya
dan dijadikan diantara kamu mawaddah wa rahmah. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir. (Q.S.Ar-Rum:21)
Gunakanlah
anugrah Allah, mawaddah warahmah untuk menciptakan kebahagiaan rumah tangga kalian. Mawaddah adalah sebuah
perasaan cinta yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Cinta yang bukan hanya
karena sesuatu yang didambakan tetapi cinta dalam arti hatinya yang begitu
lapang sehingga tidak mudah pudar.
Demikian juga
rahmah adalah sebuah rasa yang dianugrahkan oleh Tuhan paada manusia yang merasa
iba pada kelemahan orang lain. Karena dalam membangun rumah tangga yang didalam
nya mampu terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah harus adanya
keikhlasan dan menerima apa adanya antara suami maupun istri. Itulah rahmah
yang diberikan oleh pasangan yang telah mengadakan pernikahan.
Dalam sebuah
masyarakat sekecil apa pun termasuk rumah tangga hendaklah ada seorang
pemimpin. Dalam hal ini Allah telah menetapkan suami adalah pemimpin dalam
sebuah rumah tangga. Sebagai mana yang dijelaskan didalam Al-qur’an surah An-Nisa:34
الرِّ
جَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَي النّسَاِء بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَي بَعْضٍ
وَبِمَا اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki
(suami) adalah pemimpin bagi perempuan (istri). Allah telah melebihkan sebagian
kaum (laki-laki) dari sebagian lainnya (perempuan), dan kaum laki-laki telah
menafkahkan sebagian harta kepadamu (perempuan). (Q.S
An-Nisa:34)
Kehidupan
masyarakat yang harmonis tentram aman dan damai adalah jika berjalan sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemimpin sebagi hasil musyawarah.
Karena itu dalam menciptakan sebauh masyarakat kecil yaitu keluarga yang
bahagia semua persoalan di rumah haruslah diputuskan berdasarkan musyawarah. Di
dalam Al-qur'an malah sampai masalah bagaimana menyapih anak keturunan pun
harus dimusyawarahkan antara suami dan istri.
Oleh sebab itu
orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa
suri-teladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran
agama dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat agar mereka dapat hidup
selamat sejahtera. Kewajiban itu di nyatakan di dalam Al-qur’an :
يَأيُّهَا
الّذِيْنَ أَمَنُوْاقُوْا انْفُسَكُمْ وَاَهْلِكُمْ نَارًا
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Q.S
At-tahrim :6)
Bagi suami
istri, agama merupakan benteng yang kokoh terhadap ancaman yang dapat meruntuhkan
kehidupan keluarga. Dalam hal ini agama berperan sebagai sumber untuk
mengembalikan dan memecahkan masalah olah karena itu perlu bagi suami-istri
memegang dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya dalam arti mau dan
mampu melaksanakan kehidupan beragama dalam kehidupan keluarga, baik dalam
keadaan suka maupun duka. Upaya kearah itu dapat di laksanakan selain dengan
cara gemar memperdalam ilmu agama juga dapat dilakukan dengan cara suka
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hak dan
kewajiban suami-istri dalam islam adalah:
1. Hak Istri
a. Hak mengenai harta, yaitu mahar dan
maskawin dan nafkah
b. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari
suami
Firmah Allah:
وَعَاشِرُوْهُنّ
بِالْمَعْرُوْفِ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسي اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئَا وَيَجْعَلَ
اللهِ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Dan bergaulah
dengan mereka (istri) dengan cara yang patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka ( maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah telah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S.An-nisa:19)
c.
Agar suami menjaga dan memelihara istrinya
Maksudnya ialah menjaga
kehormatan istri, tidak menyia-nyiakannya, agar selalu melaksanakan perintah Allah
dan menghentikan segala yang dilarang-Nya.
2. Hak Suami
a. Ketaatan istri kepada suami dalam
melaksakan urusan rumah tangga termasuk di dalamnya memelihara memilihara dan
mendidik anak, selama suami menjalankan ketentuan-ketentuan Allah yang
berhubungan dengan kahidupan suami-istri.
3. Hak Bersama Suami-Istri
Hak-hak bersama di
antara kedua suami-istri adalah:
1. Halalnya pergaulan sebagai suami-istri
dan kesempatan saling menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan.
2. Sucinya hubungan perbesanan
3. Berlaku hak pusaka-mempusakai
4. Perlakuan dan pergaulan yang baik.
4. Kewajiban Istri
a. Hormat dan patuh tehadap suami dalam
batasan-batasan yang ditentukan oleh norma-norma dan suaila
b. Mengatur dan mengurus rumah tangga,
menjaga keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan rumah tangga
c. Memilihara dan mendidik anak sebagai
amanah Allah
d. Memelihara dan menajaga kehormatan serta
melindungi harta benda keluarga
e. Menerima dan menghormati pemberian suami
serta mencukupkan nafkah yang diberikan dengan baik, hemat, cermat dan
bijaksana.
5. Kewajiban Suami
a. Memelihara, memimpin dan membimbing
keluarga lahir dan batin, serta menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan
dan kesejahteraannya
b. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan
serta mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.
c. Membantu tugas-tugas istri terutama
dalam hal memmilihara dan mendiddik anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
d. Memberi kebebasan berfikir dan bertindak
kepada istri sesuai dengan ajaran agama, tidak mempersulit apa lagi membuat
istri menderita lahir-batin yang dapat mendorong istri berbuat salah.
e. Dapat mengatasi keadaan, mencari
penyelewengan secara bijaksana dan tidak berwenang-wenang.
6. Kewajiban Bersama Suami-Istri
a. Saling menghormati orang tua dan
keluarga kedua belah pihak
b. Menumpuk rasa cinta dan kasing sayang
seia-sekata, percaya mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk kepentingan
bersama.
c. Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh
pengertian serta bergaul dengan baik.
d. Matang dalam berbuat dna berfikir serta
tidak bersikap emosional dalam persoalan yang dihadapi.
e. Memelihari kepercayaan dan tidak saling
membuka rahasia pribadi.
f. Sabar dan rela atas
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan masing-masing.
Setelah
suami-istri memahami hak dan kewajibannya kedua belah pihak masih harus
melakukan berbagai upaya yang dapat mendorong ke arah tercapainya cita-cita
mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah.
Secara singkat
dapat dikemukakan di sini ada beberapa upaya yang perlu ditempuh guna
mewujudkan cita-cita kearah tercapainya cita-cita keluarga sakinah mawaddah
warahmah. Upaya tersebut antara lain:
a. Mewujudkan harmonisasi hubungan antara
suami-istri.
b. Membina hubungan antara anggota keluarga
dan lingkungan
c. Melaksanakan pembina kesejahteraan
keluarga.
d. Membina kehidupan beragama dalam
keluarga.
Perkawinan dan
berkumpulnya menjadi suatu keluarga bukanlah jalan akhir dari sebuah cinta dan
kebahagiaan. Cinta hakiki adalah kecintaan kita kepada Allah. Kebahagian hakiki
adalah mendapat tempat di syurga di hari kemudian. Karena itu jadikanlah rasa
cinta, rasa rindu diantara suami istri sebagai sarana mendapatkan kebahagiaan yang
hakiki di syurga nanti.
PENDAHULUAN
Pertama-tama
marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT semoga kita semua dalam
lindungan dan rahmat-Nya. Selawat dan salam mari kita sampaikan ke haribaan
Nabi Muhammad SAW yang telah berjasa menyampaikan ajaran Agama Islam, ajaran
yang telah kita yakini kebenarannya, agama yang telah dapat membawa kita hidup
penuh harkat dan martabat.
Salah
satu di antaranya ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang telah dapat
membawa umat manusia menjadi umat yang bermartabat dan berilmu pengetahuan
adalah anjuran untuk mengadakan pernikahan/perkawinan, seperti sabda nabi :
اَالنِّكّاحُ
سُنّتِيْ
Nikah
itu adalah sunnah ku
Dengan
pernikahan inilah umat manusia dapat menjaga dirinya sehingga selalu dalam
keadaan suci. Biasanya seseorang yang telah menikah selalu ingat akan
pasangannya. Cinta dan kasih sayang yang terbina diantara keduanya akan menjadi
hal yang mendasari selalu merasa khawatir jikan ingin berbuat salah.
Perasaan
khawatir akan kecewa pasangan yang dicintai selalu menjadi kekuatan didalam segala
aktivitas yang dilakukan dan akan selalu membendung niat untuk melakukan
penyelewengan.
Adapun
pernikahan merupakakan perbuatan yang sakral, dalam istilah agama disebut “Mistaqal
Ghaliza” yaitu suatu perjanjian yang sangat kokoh dan luhur yang ditandai
dengan pelaksanaan sighat ijab qabul antara wali nikah dengan mempelai pria
dengan tujuan untuk membentuk suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera, dan
kekal.
Setiap orang
yang sudah memasuki pintu gerbang kehidupan berkeluarga harus melalui pintu perkawinan.
Mereka tentu memnginginkan teciptanya suatu keluarga atau keluarga yang bahagia
sejahtera lahir dan batin serta memproleh keselamatan hidup dunia dan akhirat.
Dari keluarga sakinah mawaddah warahmah inilah kelak akan terwujudnya
masyarakat yang rukun, damai serta makmur material dan spiritual.
Agar cita-cita
dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami-istri
yang memegang peranan utama dalam mewujudkankeluarga sakinah mawaddah warahmah,
perlu meningkatkan pengetahuan dan tentang bagaimana kehidupan keluarga sesuai
dengan ajaran Islam.
Gunakakan
SAKINAH MAWADDAH WARRAHMAH untuk
menciptakan kebahagiaan RUMAH TANGGA
Untuk membentuk
keluarga yang mampu menciptakan kehidupan bahagia didunia maupun diakhirat.
Untuk membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warrahmah peranan agama sangatlah
penting. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan difahami akan tetapi
harus dihayati dan diamalkan oleh setiap orang anggota keluarga baik suami
maupun istri dalam kehidupan sehari hari.
Dalam melaksanakan pernikahan pasti memiliki
dasar dan tujuan, di dalam islam menurut hadits melaksanakan sunah Rasul
sebagaimana tersebut di dalam Hadits Nabi s.a.w :
النكاح
سنتي ومن يرغب عن سنتي فليس مني
Perkawinan
adalah peraturanku, barang siapa yang benci kepada peraturanku, bukanlah ia
termasuk umatku (H.R.Bukhari Muslim)
Dan
dijadikan-nya diantara kalian sakinah (tentram), mawaddah (cinta) dan rahmah
(kasih sayang). Yaitu rasa tentram, cinta dan kasih sayang ditumbuhkan oleh
kekuatan penikahan, menjadikan kalian saling terikat dimana sebelumnya tidak
saling mengenal apalagi saling mencinta dan berkasih sayang.
Adapun yang
dimaksudkan dengan Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai.
Seseorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup
spritual dan material secara layak dan seimbang.
Dan menurut
pendapat yang lain merumuskan pengertian keluarga sakinah adalah keluarga yang
dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spirtual dan
material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kaasih sayang antar
anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras serasi serata mampu
mengamalkan, menghayati, dan mempperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan
Akhlak mulia.
Dan
dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah, yaitu cinta dan rahmah, yaitu kasih
sayang “ sesungguhnya, laki-laki mengikat seorang perempuan adalah karena:
1)
Rasa
cinta kepadanya
2)
Atau
rahmah-Nya (kasing sayang) kepadanya, agar suatu saat bisa mendapatkan anak
hasil pernikahan dengannya
3)
Atau
karena si perempuan butuh ia beri nafkah
4)
Atau
karena keakraban yang ada diantara keduanya.
Syeikh Muhammad
Mutawali Sya’rawi di dalam tafsirnya menjelaskan:
Dan dijadikan diantara
kalian mawaddah dan rahmah”. Mawaddah adalah
perasaan cinta yang saling bersahutan di dalam hidup dan kebersamaan, sedangkan
Warahhmah adalah perasaan yang muncul setelah hadirnya ketentraman cinta
dan kasing sayang dalam hati.
Ada beberapa
cara menumbuhkan sakinah mawaddah warahmah dalam rumah tangga:
·
Menguatkan
hubungan dengan Allah
·
Manfaatkan
cara mencuri hati
·
Saling
pengertian
·
Saling
menerima kenyataan
·
Saling
menyesuaikan diri
·
Melaksanakan
asas musyawarah
·
Suka
memaafkan
·
Berperan
serta untuk kemajuan bersama
Dengan
pernikahan keluarga dapat menciptakan hidup yang berbahagia. Apabila dengan
melaksanakan cara tersebut maka suatu pasangan telah menikah mereka akan merasa
memiliki ikatan, baik secara hukum maupun secara batin. Perasaan terikat dengan
hukum seseorang akan melakukan sesuatu sesuai dengan hukum. Dan sebaliknya akan
menghindari sesuatu yang bertentangan dengan hukum. Jika sesuatu bertindak selalu
mengikuti antara hukum pasti mereka selalu dalam keadaan tentram. Apalagi
karena ada perasaan ikatan batin sesuatu yang dilakukan dalam rumah tangga
bukan hanya berdasarkan hukum bahkan juga akan memperhatikan perasaan. Mereka
pasti akan menghindari jika sesuatu itu akan menyakiti hati perasaan
pasangannya. Situasi seperti inilah yang membuat orang yang telah menikah itu
dapat membina rumah tangganya dalam keadaan berbahagia.
Selain itu
Al-Qur’an juga memberikan tuntutan bahwa betapa hebatnya seseorang, tetap
memiliki sifat kelemahan dan kekurangan, demikian pula halnya suami istri tidak
luput dari sifat tersebut, sehingga suami istri harus berusaha untuk saling
melengkapi:
هُنَّ
لِبَاسُ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسُ لَّهُنَّ
Mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka (Q.S Al-baqarah: 187)
Filosofi dari
isyarat Al-Qur’an kadangkala tidak begitu mudah untuk memberikan makna dari
teks hunna libasul lakum wa antum libasul lahunna. Namun demikian para
mufassir telah memberikan arti sedemikian rupa sehingga mudah dipahami, sesuai
kaedah bahasa arab. Setelah ‘akad nikah sepertinya tidak ada skat dan
hijab dalam menjalani hubungan di antara keduanya, aku menjadikan pakaianmudan
kamu menjadikan pakaianku. Dulu rumahku sekarang
rumah kami dan rumah kita. Dulu rumah aku tidak pakai tangga sekarang rumah
kami sudah ada tangganya. Rasa kebersamaan terus perlu dipupuk, rasa ke-akuan
perlu disingkirkan, rasa ananiyah, egoisme, dan ingin menang sendiri
perlu segara dibasmi.
Sementara ayat
ini tidak hanya mengisyaratkan bahwa suami istri saling membutuhkan sebagaimana
kebutuhan manusia pada pakaian, tetapi juga berarti bahwa suami istri yang
menurut masing-masing kodratnya memiliki kekurangan, harus pula berfungsi
“menutup kekurangan pasangannya”.
Pernikahan
adalah penghalalan penyatuan antara seorang laki-laki dan perempuan dengan
konsekuensi memiliki hak dan kewajiban. Dalam Islam sesuatu pasangan baru
dianggap sah dan halal menjadi suami dan istri setelah mengadakan pernikahan.
Pernikahan yang sah ini dibarengi dengan kewajiban dan hak masing-masing.
Setelah menikah seorang suami memiliki kewajiban memberi nafkah dan menjaga dan
melindungi istrinya. Sebaliknya suami akan mendapatkan pelayanan yang baik dari
istrinya sarta menjaga harta suaminya, demikian juga mereka berdua memiliki
kewajiban menjaga dan mendidik anak mereka.
Ketika telah terjadi perkawinan
maka masing-masing suami dan istri telah menerima amanah dari Allah sebagaimana
sabda Rasulullah dalam salah satu pernyataannya :
Kalian menerima istri berdasarkan amanah Allah SWT
Amanah ini tidak
hanya dari Allah SWT tetapi juga dari orang tua mereka masing-masing. Amanah
biasanya sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman
dari pemberi amanah dan kepercayaan bahwa apa yang di amanahkan itu, akan dapat
di pelihara dan dijaga dengan baik. Karena itu si suami harus melakukan apa
saja demi menjaga kepercayaan oarang lain. Sebagai pemberi amanah kepadanya.
Demikian juga si istri harus selalu menjaga tindakannya agar tidak hilang rasa
percaya pemberi amanah kepadanya.
Penyatuan dua
insan laki-laki dan perempuan dalam satu tali keluarga oleh Allah untuk
menciptakan ketentraman dan saling kasing sayang sebagaimana firman Allah dalam
surah Ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ
أَياَتِه اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ اَنْفُسِكُمْ أَزْوَجًا لِتَسْكُنُ اِلَيْهِا
فَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدّةً وَرَحْمَةً اِنَّ فِيْ ذَالِكَ لأَيّاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَّرُوْنَ
Diantara tanda-tanda
kebenaran dan kekuasaan Allah adalah Dia menciptakan dari jenismu
pasang-pasangan agar kamu masing-masing memproleh ketentraman dari pasangannya
dan dijadikan diantara kamu mawaddah wa rahmah. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir. (Q.S.Ar-Rum:21)
Gunakanlah
anugrah Allah, mawaddah warahmah untuk menciptakan kebahagiaan rumah tangga kalian. Mawaddah adalah sebuah
perasaan cinta yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Cinta yang bukan hanya
karena sesuatu yang didambakan tetapi cinta dalam arti hatinya yang begitu
lapang sehingga tidak mudah pudar.
Demikian juga
rahmah adalah sebuah rasa yang dianugrahkan oleh Tuhan paada manusia yang merasa
iba pada kelemahan orang lain. Karena dalam membangun rumah tangga yang didalam
nya mampu terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah harus adanya
keikhlasan dan menerima apa adanya antara suami maupun istri. Itulah rahmah
yang diberikan oleh pasangan yang telah mengadakan pernikahan.
Dalam sebuah
masyarakat sekecil apa pun termasuk rumah tangga hendaklah ada seorang
pemimpin. Dalam hal ini Allah telah menetapkan suami adalah pemimpin dalam
sebuah rumah tangga. Sebagai mana yang dijelaskan didalam Al-qur’an surah An-Nisa:34
الرِّ
جَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَي النّسَاِء بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَي بَعْضٍ
وَبِمَا اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki
(suami) adalah pemimpin bagi perempuan (istri). Allah telah melebihkan sebagian
kaum (laki-laki) dari sebagian lainnya (perempuan), dan kaum laki-laki telah
menafkahkan sebagian harta kepadamu (perempuan). (Q.S
An-Nisa:34)
Kehidupan
masyarakat yang harmonis tentram aman dan damai adalah jika berjalan sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemimpin sebagi hasil musyawarah.
Karena itu dalam menciptakan sebauh masyarakat kecil yaitu keluarga yang
bahagia semua persoalan di rumah haruslah diputuskan berdasarkan musyawarah. Di
dalam Al-qur'an malah sampai masalah bagaimana menyapih anak keturunan pun
harus dimusyawarahkan antara suami dan istri.
Oleh sebab itu
orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa
suri-teladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran
agama dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat agar mereka dapat hidup
selamat sejahtera. Kewajiban itu di nyatakan di dalam Al-qur’an :
يَأيُّهَا
الّذِيْنَ أَمَنُوْاقُوْا انْفُسَكُمْ وَاَهْلِكُمْ نَارًا
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Q.S
At-tahrim :6)
Bagi suami
istri, agama merupakan benteng yang kokoh terhadap ancaman yang dapat meruntuhkan
kehidupan keluarga. Dalam hal ini agama berperan sebagai sumber untuk
mengembalikan dan memecahkan masalah olah karena itu perlu bagi suami-istri
memegang dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya dalam arti mau dan
mampu melaksanakan kehidupan beragama dalam kehidupan keluarga, baik dalam
keadaan suka maupun duka. Upaya kearah itu dapat di laksanakan selain dengan
cara gemar memperdalam ilmu agama juga dapat dilakukan dengan cara suka
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hak dan
kewajiban suami-istri dalam islam adalah:
1. Hak Istri
a. Hak mengenai harta, yaitu mahar dan
maskawin dan nafkah
b. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari
suami
Firmah Allah:
وَعَاشِرُوْهُنّ
بِالْمَعْرُوْفِ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسي اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئَا وَيَجْعَلَ
اللهِ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Dan bergaulah
dengan mereka (istri) dengan cara yang patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka ( maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah telah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S.An-nisa:19)
c.
Agar suami menjaga dan memelihara istrinya
Maksudnya ialah menjaga
kehormatan istri, tidak menyia-nyiakannya, agar selalu melaksanakan perintah Allah
dan menghentikan segala yang dilarang-Nya.
2. Hak Suami
a. Ketaatan istri kepada suami dalam
melaksakan urusan rumah tangga termasuk di dalamnya memelihara memilihara dan
mendidik anak, selama suami menjalankan ketentuan-ketentuan Allah yang
berhubungan dengan kahidupan suami-istri.
3. Hak Bersama Suami-Istri
Hak-hak bersama di
antara kedua suami-istri adalah:
1. Halalnya pergaulan sebagai suami-istri
dan kesempatan saling menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan.
2. Sucinya hubungan perbesanan
3. Berlaku hak pusaka-mempusakai
4. Perlakuan dan pergaulan yang baik.
4. Kewajiban Istri
a. Hormat dan patuh tehadap suami dalam
batasan-batasan yang ditentukan oleh norma-norma dan suaila
b. Mengatur dan mengurus rumah tangga,
menjaga keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan rumah tangga
c. Memilihara dan mendidik anak sebagai
amanah Allah
d. Memelihara dan menajaga kehormatan serta
melindungi harta benda keluarga
e. Menerima dan menghormati pemberian suami
serta mencukupkan nafkah yang diberikan dengan baik, hemat, cermat dan
bijaksana.
5. Kewajiban Suami
a. Memelihara, memimpin dan membimbing
keluarga lahir dan batin, serta menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan
dan kesejahteraannya
b. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan
serta mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.
c. Membantu tugas-tugas istri terutama
dalam hal memmilihara dan mendiddik anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
d. Memberi kebebasan berfikir dan bertindak
kepada istri sesuai dengan ajaran agama, tidak mempersulit apa lagi membuat
istri menderita lahir-batin yang dapat mendorong istri berbuat salah.
e. Dapat mengatasi keadaan, mencari
penyelewengan secara bijaksana dan tidak berwenang-wenang.
6. Kewajiban Bersama Suami-Istri
a. Saling menghormati orang tua dan
keluarga kedua belah pihak
b. Menumpuk rasa cinta dan kasing sayang
seia-sekata, percaya mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk kepentingan
bersama.
c. Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh
pengertian serta bergaul dengan baik.
d. Matang dalam berbuat dna berfikir serta
tidak bersikap emosional dalam persoalan yang dihadapi.
e. Memelihari kepercayaan dan tidak saling
membuka rahasia pribadi.
f. Sabar dan rela atas
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan masing-masing.
Setelah
suami-istri memahami hak dan kewajibannya kedua belah pihak masih harus
melakukan berbagai upaya yang dapat mendorong ke arah tercapainya cita-cita
mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah.
Secara singkat
dapat dikemukakan di sini ada beberapa upaya yang perlu ditempuh guna
mewujudkan cita-cita kearah tercapainya cita-cita keluarga sakinah mawaddah
warahmah. Upaya tersebut antara lain:
a. Mewujudkan harmonisasi hubungan antara
suami-istri.
b. Membina hubungan antara anggota keluarga
dan lingkungan
c. Melaksanakan pembina kesejahteraan
keluarga.
d. Membina kehidupan beragama dalam
keluarga.
Perkawinan dan
berkumpulnya menjadi suatu keluarga bukanlah jalan akhir dari sebuah cinta dan
kebahagiaan. Cinta hakiki adalah kecintaan kita kepada Allah. Kebahagian hakiki
adalah mendapat tempat di syurga di hari kemudian. Karena itu jadikanlah rasa
cinta, rasa rindu diantara suami istri sebagai sarana mendapatkan kebahagiaan yang
hakiki di syurga nanti.
PENDAHULUAN
Pertama-tama
marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT semoga kita semua dalam
lindungan dan rahmat-Nya. Selawat dan salam mari kita sampaikan ke haribaan
Nabi Muhammad SAW yang telah berjasa menyampaikan ajaran Agama Islam, ajaran
yang telah kita yakini kebenarannya, agama yang telah dapat membawa kita hidup
penuh harkat dan martabat.
Salah
satu di antaranya ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang telah dapat
membawa umat manusia menjadi umat yang bermartabat dan berilmu pengetahuan
adalah anjuran untuk mengadakan pernikahan/perkawinan, seperti sabda nabi :
اَالنِّكّاحُ
سُنّتِيْ
Nikah
itu adalah sunnah ku
Dengan
pernikahan inilah umat manusia dapat menjaga dirinya sehingga selalu dalam
keadaan suci. Biasanya seseorang yang telah menikah selalu ingat akan
pasangannya. Cinta dan kasih sayang yang terbina diantara keduanya akan menjadi
hal yang mendasari selalu merasa khawatir jikan ingin berbuat salah.
Perasaan
khawatir akan kecewa pasangan yang dicintai selalu menjadi kekuatan didalam segala
aktivitas yang dilakukan dan akan selalu membendung niat untuk melakukan
penyelewengan.
Adapun
pernikahan merupakakan perbuatan yang sakral, dalam istilah agama disebut “Mistaqal
Ghaliza” yaitu suatu perjanjian yang sangat kokoh dan luhur yang ditandai
dengan pelaksanaan sighat ijab qabul antara wali nikah dengan mempelai pria
dengan tujuan untuk membentuk suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera, dan
kekal.
Setiap orang
yang sudah memasuki pintu gerbang kehidupan berkeluarga harus melalui pintu perkawinan.
Mereka tentu memnginginkan teciptanya suatu keluarga atau keluarga yang bahagia
sejahtera lahir dan batin serta memproleh keselamatan hidup dunia dan akhirat.
Dari keluarga sakinah mawaddah warahmah inilah kelak akan terwujudnya
masyarakat yang rukun, damai serta makmur material dan spiritual.
Agar cita-cita
dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami-istri
yang memegang peranan utama dalam mewujudkankeluarga sakinah mawaddah warahmah,
perlu meningkatkan pengetahuan dan tentang bagaimana kehidupan keluarga sesuai
dengan ajaran Islam.
Gunakakan
SAKINAH MAWADDAH WARRAHMAH untuk
menciptakan kebahagiaan RUMAH TANGGA
Untuk membentuk
keluarga yang mampu menciptakan kehidupan bahagia didunia maupun diakhirat.
Untuk membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warrahmah peranan agama sangatlah
penting. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan difahami akan tetapi
harus dihayati dan diamalkan oleh setiap orang anggota keluarga baik suami
maupun istri dalam kehidupan sehari hari.
Dalam melaksanakan pernikahan pasti memiliki
dasar dan tujuan, di dalam islam menurut hadits melaksanakan sunah Rasul
sebagaimana tersebut di dalam Hadits Nabi s.a.w :
النكاح
سنتي ومن يرغب عن سنتي فليس مني
Perkawinan
adalah peraturanku, barang siapa yang benci kepada peraturanku, bukanlah ia
termasuk umatku (H.R.Bukhari Muslim)
Dan
dijadikan-nya diantara kalian sakinah (tentram), mawaddah (cinta) dan rahmah
(kasih sayang). Yaitu rasa tentram, cinta dan kasih sayang ditumbuhkan oleh
kekuatan penikahan, menjadikan kalian saling terikat dimana sebelumnya tidak
saling mengenal apalagi saling mencinta dan berkasih sayang.
Adapun yang
dimaksudkan dengan Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai.
Seseorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup
spritual dan material secara layak dan seimbang.
Dan menurut
pendapat yang lain merumuskan pengertian keluarga sakinah adalah keluarga yang
dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spirtual dan
material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kaasih sayang antar
anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras serasi serata mampu
mengamalkan, menghayati, dan mempperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan
Akhlak mulia.
Dan
dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah, yaitu cinta dan rahmah, yaitu kasih
sayang “ sesungguhnya, laki-laki mengikat seorang perempuan adalah karena:
1)
Rasa
cinta kepadanya
2)
Atau
rahmah-Nya (kasing sayang) kepadanya, agar suatu saat bisa mendapatkan anak
hasil pernikahan dengannya
3)
Atau
karena si perempuan butuh ia beri nafkah
4)
Atau
karena keakraban yang ada diantara keduanya.
Syeikh Muhammad
Mutawali Sya’rawi di dalam tafsirnya menjelaskan:
Dan dijadikan diantara
kalian mawaddah dan rahmah”. Mawaddah adalah
perasaan cinta yang saling bersahutan di dalam hidup dan kebersamaan, sedangkan
Warahhmah adalah perasaan yang muncul setelah hadirnya ketentraman cinta
dan kasing sayang dalam hati.
Ada beberapa
cara menumbuhkan sakinah mawaddah warahmah dalam rumah tangga:
·
Menguatkan
hubungan dengan Allah
·
Manfaatkan
cara mencuri hati
·
Saling
pengertian
·
Saling
menerima kenyataan
·
Saling
menyesuaikan diri
·
Melaksanakan
asas musyawarah
·
Suka
memaafkan
·
Berperan
serta untuk kemajuan bersama
Dengan
pernikahan keluarga dapat menciptakan hidup yang berbahagia. Apabila dengan
melaksanakan cara tersebut maka suatu pasangan telah menikah mereka akan merasa
memiliki ikatan, baik secara hukum maupun secara batin. Perasaan terikat dengan
hukum seseorang akan melakukan sesuatu sesuai dengan hukum. Dan sebaliknya akan
menghindari sesuatu yang bertentangan dengan hukum. Jika sesuatu bertindak selalu
mengikuti antara hukum pasti mereka selalu dalam keadaan tentram. Apalagi
karena ada perasaan ikatan batin sesuatu yang dilakukan dalam rumah tangga
bukan hanya berdasarkan hukum bahkan juga akan memperhatikan perasaan. Mereka
pasti akan menghindari jika sesuatu itu akan menyakiti hati perasaan
pasangannya. Situasi seperti inilah yang membuat orang yang telah menikah itu
dapat membina rumah tangganya dalam keadaan berbahagia.
Selain itu
Al-Qur’an juga memberikan tuntutan bahwa betapa hebatnya seseorang, tetap
memiliki sifat kelemahan dan kekurangan, demikian pula halnya suami istri tidak
luput dari sifat tersebut, sehingga suami istri harus berusaha untuk saling
melengkapi:
هُنَّ
لِبَاسُ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسُ لَّهُنَّ
Mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka (Q.S Al-baqarah: 187)
Filosofi dari
isyarat Al-Qur’an kadangkala tidak begitu mudah untuk memberikan makna dari
teks hunna libasul lakum wa antum libasul lahunna. Namun demikian para
mufassir telah memberikan arti sedemikian rupa sehingga mudah dipahami, sesuai
kaedah bahasa arab. Setelah ‘akad nikah sepertinya tidak ada skat dan
hijab dalam menjalani hubungan di antara keduanya, aku menjadikan pakaianmudan
kamu menjadikan pakaianku. Dulu rumahku sekarang
rumah kami dan rumah kita. Dulu rumah aku tidak pakai tangga sekarang rumah
kami sudah ada tangganya. Rasa kebersamaan terus perlu dipupuk, rasa ke-akuan
perlu disingkirkan, rasa ananiyah, egoisme, dan ingin menang sendiri
perlu segara dibasmi.
Sementara ayat
ini tidak hanya mengisyaratkan bahwa suami istri saling membutuhkan sebagaimana
kebutuhan manusia pada pakaian, tetapi juga berarti bahwa suami istri yang
menurut masing-masing kodratnya memiliki kekurangan, harus pula berfungsi
“menutup kekurangan pasangannya”.
Pernikahan
adalah penghalalan penyatuan antara seorang laki-laki dan perempuan dengan
konsekuensi memiliki hak dan kewajiban. Dalam Islam sesuatu pasangan baru
dianggap sah dan halal menjadi suami dan istri setelah mengadakan pernikahan.
Pernikahan yang sah ini dibarengi dengan kewajiban dan hak masing-masing.
Setelah menikah seorang suami memiliki kewajiban memberi nafkah dan menjaga dan
melindungi istrinya. Sebaliknya suami akan mendapatkan pelayanan yang baik dari
istrinya sarta menjaga harta suaminya, demikian juga mereka berdua memiliki
kewajiban menjaga dan mendidik anak mereka.
Ketika telah terjadi perkawinan
maka masing-masing suami dan istri telah menerima amanah dari Allah sebagaimana
sabda Rasulullah dalam salah satu pernyataannya :
Kalian menerima istri berdasarkan amanah Allah SWT
Amanah ini tidak
hanya dari Allah SWT tetapi juga dari orang tua mereka masing-masing. Amanah
biasanya sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman
dari pemberi amanah dan kepercayaan bahwa apa yang di amanahkan itu, akan dapat
di pelihara dan dijaga dengan baik. Karena itu si suami harus melakukan apa
saja demi menjaga kepercayaan oarang lain. Sebagai pemberi amanah kepadanya.
Demikian juga si istri harus selalu menjaga tindakannya agar tidak hilang rasa
percaya pemberi amanah kepadanya.
Penyatuan dua
insan laki-laki dan perempuan dalam satu tali keluarga oleh Allah untuk
menciptakan ketentraman dan saling kasing sayang sebagaimana firman Allah dalam
surah Ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ
أَياَتِه اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ اَنْفُسِكُمْ أَزْوَجًا لِتَسْكُنُ اِلَيْهِا
فَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدّةً وَرَحْمَةً اِنَّ فِيْ ذَالِكَ لأَيّاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَّرُوْنَ
Diantara tanda-tanda
kebenaran dan kekuasaan Allah adalah Dia menciptakan dari jenismu
pasang-pasangan agar kamu masing-masing memproleh ketentraman dari pasangannya
dan dijadikan diantara kamu mawaddah wa rahmah. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir. (Q.S.Ar-Rum:21)
Gunakanlah
anugrah Allah, mawaddah warahmah untuk menciptakan kebahagiaan rumah tangga kalian. Mawaddah adalah sebuah
perasaan cinta yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Cinta yang bukan hanya
karena sesuatu yang didambakan tetapi cinta dalam arti hatinya yang begitu
lapang sehingga tidak mudah pudar.
Demikian juga
rahmah adalah sebuah rasa yang dianugrahkan oleh Tuhan paada manusia yang merasa
iba pada kelemahan orang lain. Karena dalam membangun rumah tangga yang didalam
nya mampu terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah warahmah harus adanya
keikhlasan dan menerima apa adanya antara suami maupun istri. Itulah rahmah
yang diberikan oleh pasangan yang telah mengadakan pernikahan.
Dalam sebuah
masyarakat sekecil apa pun termasuk rumah tangga hendaklah ada seorang
pemimpin. Dalam hal ini Allah telah menetapkan suami adalah pemimpin dalam
sebuah rumah tangga. Sebagai mana yang dijelaskan didalam Al-qur’an surah An-Nisa:34
الرِّ
جَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَي النّسَاِء بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَي بَعْضٍ
وَبِمَا اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki
(suami) adalah pemimpin bagi perempuan (istri). Allah telah melebihkan sebagian
kaum (laki-laki) dari sebagian lainnya (perempuan), dan kaum laki-laki telah
menafkahkan sebagian harta kepadamu (perempuan). (Q.S
An-Nisa:34)
Kehidupan
masyarakat yang harmonis tentram aman dan damai adalah jika berjalan sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemimpin sebagi hasil musyawarah.
Karena itu dalam menciptakan sebauh masyarakat kecil yaitu keluarga yang
bahagia semua persoalan di rumah haruslah diputuskan berdasarkan musyawarah. Di
dalam Al-qur'an malah sampai masalah bagaimana menyapih anak keturunan pun
harus dimusyawarahkan antara suami dan istri.
Oleh sebab itu
orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa
suri-teladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran
agama dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat agar mereka dapat hidup
selamat sejahtera. Kewajiban itu di nyatakan di dalam Al-qur’an :
يَأيُّهَا
الّذِيْنَ أَمَنُوْاقُوْا انْفُسَكُمْ وَاَهْلِكُمْ نَارًا
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Q.S
At-tahrim :6)
Bagi suami
istri, agama merupakan benteng yang kokoh terhadap ancaman yang dapat meruntuhkan
kehidupan keluarga. Dalam hal ini agama berperan sebagai sumber untuk
mengembalikan dan memecahkan masalah olah karena itu perlu bagi suami-istri
memegang dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya dalam arti mau dan
mampu melaksanakan kehidupan beragama dalam kehidupan keluarga, baik dalam
keadaan suka maupun duka. Upaya kearah itu dapat di laksanakan selain dengan
cara gemar memperdalam ilmu agama juga dapat dilakukan dengan cara suka
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hak dan
kewajiban suami-istri dalam islam adalah:
1. Hak Istri
a. Hak mengenai harta, yaitu mahar dan
maskawin dan nafkah
b. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari
suami
Firmah Allah:
وَعَاشِرُوْهُنّ
بِالْمَعْرُوْفِ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسي اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئَا وَيَجْعَلَ
اللهِ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Dan bergaulah
dengan mereka (istri) dengan cara yang patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka ( maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah telah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S.An-nisa:19)
c.
Agar suami menjaga dan memelihara istrinya
Maksudnya ialah menjaga
kehormatan istri, tidak menyia-nyiakannya, agar selalu melaksanakan perintah Allah
dan menghentikan segala yang dilarang-Nya.
2. Hak Suami
a. Ketaatan istri kepada suami dalam
melaksakan urusan rumah tangga termasuk di dalamnya memelihara memilihara dan
mendidik anak, selama suami menjalankan ketentuan-ketentuan Allah yang
berhubungan dengan kahidupan suami-istri.
3. Hak Bersama Suami-Istri
Hak-hak bersama di
antara kedua suami-istri adalah:
1. Halalnya pergaulan sebagai suami-istri
dan kesempatan saling menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan.
2. Sucinya hubungan perbesanan
3. Berlaku hak pusaka-mempusakai
4. Perlakuan dan pergaulan yang baik.
4. Kewajiban Istri
a. Hormat dan patuh tehadap suami dalam
batasan-batasan yang ditentukan oleh norma-norma dan suaila
b. Mengatur dan mengurus rumah tangga,
menjaga keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan rumah tangga
c. Memilihara dan mendidik anak sebagai
amanah Allah
d. Memelihara dan menajaga kehormatan serta
melindungi harta benda keluarga
e. Menerima dan menghormati pemberian suami
serta mencukupkan nafkah yang diberikan dengan baik, hemat, cermat dan
bijaksana.
5. Kewajiban Suami
a. Memelihara, memimpin dan membimbing
keluarga lahir dan batin, serta menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan
dan kesejahteraannya
b. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan
serta mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.
c. Membantu tugas-tugas istri terutama
dalam hal memmilihara dan mendiddik anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
d. Memberi kebebasan berfikir dan bertindak
kepada istri sesuai dengan ajaran agama, tidak mempersulit apa lagi membuat
istri menderita lahir-batin yang dapat mendorong istri berbuat salah.
e. Dapat mengatasi keadaan, mencari
penyelewengan secara bijaksana dan tidak berwenang-wenang.
6. Kewajiban Bersama Suami-Istri
a. Saling menghormati orang tua dan
keluarga kedua belah pihak
b. Menumpuk rasa cinta dan kasing sayang
seia-sekata, percaya mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk kepentingan
bersama.
c. Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh
pengertian serta bergaul dengan baik.
d. Matang dalam berbuat dna berfikir serta
tidak bersikap emosional dalam persoalan yang dihadapi.
e. Memelihari kepercayaan dan tidak saling
membuka rahasia pribadi.
f. Sabar dan rela atas
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan masing-masing.
Setelah
suami-istri memahami hak dan kewajibannya kedua belah pihak masih harus
melakukan berbagai upaya yang dapat mendorong ke arah tercapainya cita-cita
mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah.
Secara singkat
dapat dikemukakan di sini ada beberapa upaya yang perlu ditempuh guna
mewujudkan cita-cita kearah tercapainya cita-cita keluarga sakinah mawaddah
warahmah. Upaya tersebut antara lain:
a. Mewujudkan harmonisasi hubungan antara
suami-istri.
b. Membina hubungan antara anggota keluarga
dan lingkungan
c. Melaksanakan pembina kesejahteraan
keluarga.
d. Membina kehidupan beragama dalam
keluarga.
Perkawinan dan
berkumpulnya menjadi suatu keluarga bukanlah jalan akhir dari sebuah cinta dan
kebahagiaan. Cinta hakiki adalah kecintaan kita kepada Allah. Kebahagian hakiki
adalah mendapat tempat di syurga di hari kemudian. Karena itu jadikanlah rasa
cinta, rasa rindu diantara suami istri sebagai sarana mendapatkan kebahagiaan yang
hakiki di syurga nanti.
Tags:
MAKALAH