Makalah Gambaran Bakteriuria Asimtomatik Pada Penderita Diabetes Mellitus





Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara klinis termasuk  heterogen  dengan  manifestasi  berupa  hilangnya  toleransi karbohidrat.Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai oleh hiperglikemia puasa, ateroslerotik dan mikroangiopati, dan neuropati.Hiperglikemia biasanya sudah terjadi bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.Tetapi, kadang-kadang ada beberapa pasien dengan kelainan toleransi glukosa yang ringan sudah menderita akibat-akibat klinis yang berat dari penyakit vaskuler.Secara umum DM terdiri dari dua tipe utama, yaitu DM tipe 1 yang disebabkan kurangnya sekresi insulin dan DM tipe 2 yang disebabkan penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek metabolic insulin atau resistensi insulin. DM tipe 1 ditemukan lebih sedikit
(10%) dibandingkan DM tipe 2 (>90%) dari seluruh kasus DM.(1,2)

Prevalensi global diabetes pada usia di atas 18 tahun telah meningkat dari
4,7%   pada   tahun   198 menjadi   8,5%   pada   tahun   2014.   Worl Health Organization (WHO) memperkirakan 1,6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes. Hampir setengah dari semua kematian akibat glukosa darah tinggi terjadi sebelum usia 70 tahun. WHO memprediksikan bahwa diabetes akan menjadi penyebab kematian ketujuh di tahun 2030. Di Indonesia, terjadi peningkatan prevalensi dari 1,1%  di tahun 2007 menjadi 2,2% di tahun 2013.(3,4)








1







Manifestasi   klini diabete mellitus   dikaitkan   dengan   konsekuensi metabolik  defisiensi  insulin.  Pasien-pasien  yanmengalami  defisiensi  insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160 sampai 180mg/100 ml. Jika kadar glukosa plasma melebihi kadar ini,
maka glukosa tersebut akan keluar bersama kemih.(1)
Pasien  DM  dengan  kadar  glukosa  darah   yang  lebih  tinggi  rentan mengalami berbagai infeksi dibanding dengan pasien yang tidak menderita DM. Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk infeksi. Kejadian infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan  diabetes akibat munculnya lingkungan hiperglikemik yang meningkatkan virulensi patogen, menurunkan produksi interleukin, menyebabkan terjadinya disfungsi sistem imun, glukosuria, dismotitilitas gastrointestinal dan saluran kemih. Menurut penelitian yang dilakukan pada penderita ISK dengan beberapa jenis penyakit didapatkan diabetes 55,6%,  gagaginjal kronik 52,2%, stroke 15,7%, dan  pasien  dengan keganasan hematologi sebesar 37,9%.(5,6)
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih.Walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam,  dan  produk  buangan,  biasanya  urin  tidak  mengandung  bakteri.Tidak semua ISK menimbulkan gejala, ISK yang tidak menimbulkan gejala disebut ISK asimtomatik atau bakteriuria asimtomatik. Bakteriuria asimtomatik dinyatakan positif bila terdapat lebih dari 10cfu (colony forming unit) per ml urin dalam sampel urin porsi tengah (mid stream).(7,8)







Bakteri yang paling sering menyebabkan ISK adalah Escherichia coli 60-
90%, bakteri ini merupakan flora normal di rektum. Bakteri penyebab ISK lainnya yaitu Enterococcus spp., Klebsiella-Enterobacter spp., Proteus spp., dan Pseudomonas  sp,  selain  itu  dapat  juga  ditemukan  Streptococcus  group  B, Neisseria  gonorrhoeae,  dan  Chlamydia  spp(ditularkan  melalui  hubungan seksual). Infeksi saluran kemih akibat peradangan akan menghasilkan leukosit, eritrosit, dan protein dalam urin meningkat.(9)
Menurut penelitian  terdahulu, ISK golongan bakteriuria asimtomatik lebih banyak dibandingkan bakteriuria simtomatik. Persentase bakteriuria asimtomatik sebesar 69,4% dan bakteriuria simtomatik dan 30,5%. Infeksi saluran kemih banyak terjadi pada pasien DM terutama pada perempuan. Hasil penelitian pada penderita DM menunjukkan sebanyak 62,5% mengalami bakteriuria asimtomatik terjadi pada perempuan dan 37,5% terjadi pada laki-laki.(10)

Risiko terjadinya bakteriuria asimtomatik juga dapat disebabkan oleh pengaruh usia. Pada usia lanjut lebih rentan terinfeksi karena terjadi proses degenerasi pada seluruh sistem tubuh. Hasil penelitian yang dilakukan pada kelompok pasien DM dengan positif  infeksi saluran kemih yaitu sebanyak 41,2% penderita diabetes berusia 60 tahun mengalami infeksi pada saluran kemihnya,
sedangkan sebanyak 7,7% usia <60 tahun.(11)

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa tingginya kadar glukosa dalam urin  menyebabkan  bakteri  berkembangbiak  lebih  banyak.  Hasilnya,  sebanyak
75% pada sampel positif mengalami glukosuria, sedangkan pada sampel negatif







44,26% yang mengalami glukosuria. Faktor lain yang menyebabkan bakteriuria asimtomatik adalah lama menderita DM.(12)
Berdasarkan data rekam medis tahun 2017 penyakit diabetes mellitus merupakan salah satu kasus yang paling banyak di Rumah Sakit Bhayangkara kota Palembang. Jumlah kasus DM yang ditangani pada bulan Juli-Desember
2017 sebanyak 3770 kasus dengan pemeriksaan urin sebanyak 250. Jumlah kasus glukosuria dari pemeriksaan urin sebanyak 61 kasus.Usia rata-rata penderita DM di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang adalah 57 tahun dengan rentang usia 22-
80 tahun. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Palembang untuk melihat gambaran bakteriuria asimtomatik pada penderita dibetes mellitus di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang tahun
2018.


Infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang mengenai saluran kemih bagian atas (pielonefritis, abses ginjal dan atau bagian bawah (sistisis). Bakteriuria  bermakna  ditunjukkan  dengan  adanya  pertumbuhan  mikroorgisme
>100.000 koloni/ml.(8)

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria

Organ urinaria meliputi organ ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra. Pada pria, sistem urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang mengelilinginya.(18)
A. Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal.Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsobsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama  air membentuk  urine.Setiap  hartidak  kurang 180  liter cairatubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.(19)

B. Ureter

Fungsi  ureteialah  mengangkut  urin  dari  ginjal  ke  kandung kemih.Kontraksi otot polos pada ureter mendorong urin sepanjang ureter ke kandung  kemih.Ketika  uriterkumpul  di  kandung kemih,  ureter tertekan  dan membentuk katup (katup vesiko uretral) untuk mencegah refluks urin.
C. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)

Kandung kemih merupakan tempat penyimpanan urin.Berada di dalam rongga panggul dan berbentuk seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat.Pada saat kosong, kandung kemih terletak di apeks belakang tepi atas simfis
pubis.Dalam menampung urine, kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300 450 ml.
D. Uretra
Uretra  merupakan  tabung  yanmenyalurkan  urin  ke  luar  dari  kandung kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra wanita jauh lebih pendek dibandingkan uretra pria. Wanita memiliki uretra dengan panjang sekitar 4 cm dan laki-laki sekitar 20 cm. Perbedaan anatomis ini menyebabkan insiden infeksi saluran kemih asendens lebih tinggi pada wanita.(18)


Gambar 2. 2 Posisi ureter dan uretra pada wanita dan pria
Sumber: Kirnanoro. Hal 274



2.1.2 Patogenesis Infeksi Saluran Kemih
Mikroorganisme    penyebab  ISK  pada  umumnya  adalah  kuman  yang berasal  dari  flora  normal  usus  dan  hidup  secara  komensal  di  dalam  introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara: (1) ascending, (2) hematogen seperti pada penularan Mycobacterium tuberculosis atau Staphylococcus aureus, (3) limfogen, dan (4) langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi.(19,8)

Sebagia besa mikroorganism memasuki   salura kemi melalui caraascending. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra - prostat
vas deferens - testis (pada pria) - buli-buli -ureter, dan sampai ke ginjal.

Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme  penyebainfeksi  (uropatogen) sebagaagentdan  epitel saluran kemih sebagai host.Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahana tubuh   dar host   yang   menurun   ata karen virulens agent meningkat.(8)

2.1.3 Etiologi Infeksi Saluran Kemih

Escherichia coli merupakan mikroorganisme paling sering diisolasi dari pasien dengan infeksi simptomatik maupun asimptomatik.Jenis bakteri ini juga mempengaruhi  gejala  yang  bervariasi.  Agen  penginfeksi  yang  paling  sering adalah Eschericia coli, Proteus sp., Klebsiella sp., Chlamydia spp., Pseudomonas sp., dan Streptococcus group B.(20)







2.1.4 Bakteriuria Asimtomatik

Bakteriuria asimtomatik adalah infeksi bakteri pada saluran kemih tanpa disertai gejala seperti demam (>38oC), urgensi (rasa tiba-tiba ingin berkemih), disuria atau rasa nyeri saat area suprapubrik ditekan. Bakteriuria asimtomatik ditandai dengan adanya bakteri pada urin 105 cfu/ml. Infeksi dapat terjadi karena keberadaan  faktor  predisposisi  diantaranya  diabetes,  kehamilan,   penggunaan kateter menetap, dan infeksi berulang.(21,22)

2.1.5 Bakteriuria Asimtomatik pada Diabetes Mellitus
Keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes melitus mendorong pertumbuhan bakteri yang lebih banyak pada saluran kemih karena bakteri hidup dengan baik pada lingkungan yang tinggi glukosa. Jika perumbuhan bakteri tidak dihentikan, maka bakteri dapat menjalar melalui uretra menuju kandung kemih atau melalui ureter menuju ginjal, masuk melalui rute hematogen (jarang), atau melalui saluran limfatik yang menghubungkan usus dan saluran kemih.(22,21)

Bakteriuria asimtomatik yang tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi bakteriuria simtomatik yang dapat menyebabkan septikemia, pielonefritis, dan komplikasi merugikan yang memerlukan penanganan khusus.(23)

2.2 Diabetes Mellitus

Diabetes melitus diketahui sebagai suatu penyakit yang disebabkan olehadanya gangguan menahun terutama pada sistem metabolisme karbohidrat, lemak dan juga protein dalam tubuh. Gangguanmetabolisme tersebut disebabkan kurangnya produksi hormon insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gul menjadi   tenag sert sintesi lemak.   Kondisi   yan demikia itu,







mengakibatkan terjadinya hiperglikemia, yaitu meningkatnya kadar gula dalam darah atau terdapatnya kandungan gula dalam airkencing dan zat-zat keton serta asam (ketoasidosis) yang berlebihan. Keberadaan zat-zat keton dan asam yang berlebihan ini menyebabkan terjadinya rasa haus yang terus-menerus,banyak kencing, penurunan berat badan meskipun selera makan tetap baik, penurunan daya tahan tubuh (tubuh lemah danmudah sakit). Penderita kencing manis, tidak
jarang yang harus meninggal pada usia muda.(24)


2.2.1 Klasifikasi

Diabetes mellitus memiliki bermacam-macam jenis. Meskipun berbeda pada akhirnya akan mengarah pada aktivitas insulin, namun faktor genetik merupakan penyebab terbesar terjadinya diabetes mellitus. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan  ketidaknormalan  sel    pulau  Langerhans  akibat  proses  autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) atau  Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan  relatif sel  da resistensi   insuli (berkurangny sekresi   insuli terhada rangsangan
glukosa).(1,20)
  

4.1      Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian pada penderita Diabetes Mellitus di Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang tahun 2018 didapatkan hasil sebagai berikut:

4.1.1   Distribusi   Frekuensi   Bakteriuri Asimtomati pad Penderita
Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang Tahun
2018

Analisis data terhadap gambaran bakteriuria asimtomatik pada penderita Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang tahun 2018 diperoleh hasil sebagai berikut:

2018 sebanyak 87 penderita DMdapat disimpulkan bahwa:

1.    Sebanyak 37 penderita DM (42,5%) positif bakteriuria asimtomatik dan 50 penderita DM (57,5%) negattif.
2.    Berdasarka jeni kelamin,penderit DM   perempua yan diperiksa, sebanyak 26 penderita DM (47,3%) positif, 29 penderita DM (52,7%) negatif dan  penderita  DM  laki-laki  yang  diperiksa,  sebanyak  11  penderita  DM (34,4%) positif dan 21 penderita DM (65,6%) negatif.
3.    Berdasarkan usia, penderita DM  60 tahun yang diperiksa, sebanyak  17 penderita DM (38,6%) positif, 27 penderita DM (61,4%) negatifdan penderita DM <60 tahun yang diperiksa, sebanyak 20 penderita DM  (46,5%) positif dan 23 penderita DM (53,5%) negatif.
4.    Berdasarkan lama menderita DM, penderita DM 10 tahun yang  diperiksa, sebanyak 20 penderita DM (55,6%) positif, 16 penderita DM (44,4%) negatif dan penderita DM < 10 tahun yangdiperiksa, sebanyak 17  penderita DM
(33,3%) positifdan 34 penderita DM (66,7%) negatif.














39

40






5.    Berdasarkan glukosuria positif, sebanyak 12 penderita DM (35,3%) positif,

22  penderita  DM  (64,7%)  negatif  dapenderita  DM  dengan  glukosuria negatif yang diperiksa, sebanyak 25 penderita DM (47,2%) positif dan 28 penderita DM (52,8%) negatif.




5.2      Saran

1.    Bagi penderita DM disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin sehingga penyakit DM dapat terkontrol dan mencegah terjangkitnya penyakit lain.
2.  Bagi peneliti lain disarankan untuk menggunakan sampel urin pagi, menggunakametode pemeriksaan  yang berbeda damenelitfaktor lain yang mempengaruhi terjadinya bakteriuria asimtomatik pada penderita DM.




DAFTAR PUSTAKA


1.    Price  S.,  Wilson  L.  2006.  Patofisiologi:  Konsep  Klinis  Proses-Proses
Penyakit. Penerjemah: Anugerah, P. EGC. Jakarta. hal 1110-1119.

2.    Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2008. Textbook of Medical Physiology.Thirteen
Edition. Elsevier. USA. hal 994.

diakses tanggal 16 Januari 2018.

4.    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2013.Jakarta.

5.    Soelistijo, S.A., dkk. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia Tahun 2015. PB PERKENI. Jakarta.

6.    Ariwijaya, M., Suwitra, K. 2007. Prevalensi, Karakteristik dan Faktor- Faktor    yang    Terkait    dengan    Infeksi    Saluran    Kemih    pada Penderita     Diabetes     Melitus     yang     Rawat     Inap.     Universitas
Udayana. Denpasar.

7.    Rendy, M. C.,  Margareth. 2012. AsuhaKeperawatan Medikal  Bedah
Penyakit Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta. hal 217-222.

8.    Purnomo, BB. 2003. Dasar-dasar Urologi. Sagung Seto. Malang. hal 1-62.

9.    Sinaga, H. 2011. Urinalisis. Multi Sarana. Palembang. hal 109-114, hal 77.

10.  Venkatesan, K. D. 2017. Study on Asymptomatic Bacteriuria in Diabetic
Patients.International Journal of Contemporary Medical Research.

11.  Deraje, A. 2015. Asymptomatic Bacteriuria with Escherichia coli in Type
 Diabeti Patients An   Unresolve Riddle British   Journa of
Medicine & Medical Research.

12.  Saptaningsih, Monica. 2012. Determinan Infeksi Saluran Kemih Pasien
Diabetes Melitus Perempuan di RSB Bandung. FIKUI. Depok.

13.  Gurjar, D et al. 2017. Asymptomatic bacteriuria and its associated factors i typ II   diabete mellitus.Internationa Journa of   Advance in Medicine.

14.  Dewi D.   R 2009.   Infeksi   Saluran   Kemih.http://www.pramita.co.id/ index.php/artikel-kesehatan/99-bulletin/217-urinary-tract-infection diakses pada 23 Januari 2018.






15.  Grace, P. A, Borley, N. R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Penerjemah: Umami, V. Erlangga. Jakarta.

16.  Taal, M. W., dkk. 2012. Brenner & Rectors The Kidney. Ninth Edition. Elsevier.
USA. hal 831.

17.  Schlossberg, D. Clinical Infectious Disease.

18.  Kirnanoro, Maryana. Anatomi Fisiologi. Pustaka baru Press. Yogyakarta. hal
261-274

19.  Tjay, T. H., Rahardja, K. 2007. Obat-Obat penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya.Gramedia. Jakarta.

20.  Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta. Edisi Ketiga. Jilid II. Media Aesculapius.
Jakarta. hal 485-486, hal 580-586.

21.  Sinclair, Constance. 2010. Buku Saku Kebidanan. Penerjemah: Komalasari, R. EGC. Jakarta. hal 510.

22.  Hurst, M. 2016. Keperawatan Medikal-Bedah. EGC. Jakarta. hal 372-374.

23.  Girishbabu, R. J., et. al. 2013. Asymptomatic Bacteriuria in Patients with
Diabetes Mellitus.National Journal of Laboratory Medicine.

24.  Lanywati,  Endang.  2001.  Diabetes  Melitus:  Penyakit  Kencing  Manis.
Yogyakarta: Kanisius.

25.  Mundt, L. A., Shanahan, K. 2011. Graffs Text Book of Routine Urinalysis an Bod Fluids.Lippintcott  Williams&   Wilkins.   USA.  ha 39,   49-
50.

26.  Strasinger, S. K., Lorenzo, M. S. 2008. Urinalysis and Body Fluids. Fifth
Edition. E A Davis Company. USA. Hal 73.

27.  Kementerian  Kesehatan  RI.  2014.  Prosedur  Pemeriksaan  Bakteriologi
Klinik. hal 72-78.

28.  Gandasoebrata, R.  2010. Penuntun  Laboratorium Klinik.  Dian  Rakyat.
Jakarta. hal 90-93.
29.  Notoadmojo,  S.  2010.  Metodologi  Penelitian  Kesehatan.  Rineka  Cipta.
Jakarta. hal 37-41, hal 124-128

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS