A.
Pengertian Filsafat
Manusia
Filsafat
manusia adalah cabang filsafat khusus yang secara spesifik mempelajari
hakekat/esensi manusia. Filsafat adalah
metode pemikiran yang membahas tentang sifat dasar dan hakikat kebenaran yang
ada di dunia ini. Filsafat manusia adalah bagian filsafat yang membahas apa
arti manusia sendiri secara mendetail.
Antropologi filsafat atau yang lebih dikenal dengan filsafat manusia adalah bagian integral dari sistem filsafat, yang secara spesifik menyoroti hakikat atau esensi manusia. Objek material filsafat manusia dan ilmu-ilmu tentang manusia (misalnya psikologi dan antropologi) adalah gejala manusia. Pada dasarnya ilmu ini bertujuan untuk menyelidiki, menginterpretasi, dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia.[1]
Secara umum dapat dikatakan, filsafat manusia
tidak membatasi diri pada gejala empiris. Bentuk atau gejala apapun tentang
manusia, sejauh yang dipikirkan, dan memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional,
bisa menjadi bahan kajian filsafat manusia. Metode penelitiannya pun lebih
spesifik, misalnya melalui sintesis dan refleksi. Sintesis dan dan refleksi
bisa dilakukan sejauh gejalanya bisa dipikirkan. Dan karena apa yang bisa
dipikirkan jauh lebih luas daripada apa yang bisa diamati secara empiris, maka
pengetahuan atau informasi tentang gejala manusia di dalam filsafat manusia,
pada akhirnya, jauh lebih ekstensif (menyeluruh) dan intensif (mendalam)
daripada informasi atau teori yang didapatkan oleh ilmu-ilmu tentang manusia.
Filsafat manusia jelasnya adalah filsafat yang
mengupas apa arti manusia sendiri, ia mencoba mengucap sebaik mungkin apa
sebenarnya makhluk itu yang disebut “manusia”, istilah filusuf manusia atau
“antropologi filusuf” (antropos dalam bahasa Yunani berarti manusia) tampak
lebih eksok karena apa yang dipelajari dengannya adalah manusia sepenuhnya, roh
serta badan jiwa serta daging.
Alasan untuk mempelajari filsafat manusia cukup
jelas. Pertama manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan dan kewajiban
(sampai batas tertentu) untuk menyelidiki arti yang dalam “dari yang ada” kerap
kali dalam usia remaja manusia merasa dalam dirinya sendiriang paling pribadi
suatu dorongan yang menurut Sokrates, telah didengarnya di bawah langit Delphi
: “Kenalilah dirimu sendiri”.
Manusia secara bahasa disebut juga insan, yang
dalam bahasa arabnya berasal dari kata ‘nasiya’ yang berarti lupa. Dan jika
dilihat dari kata dasar ‘al-uns’ yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk
menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia
selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia
memiliki cara keberadaan yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan
mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki,
kemampuan berfikir, dan berfikir tersebut yang menentukan manusia pada hakekat
manusia.
Ada beberapa pandangan para ahli tentang
filsafat manusia ini, yaitu:
1. Manusia juga memiliki karya
yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat
dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi emosional dan intelektual
yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut
menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat
dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi
dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi trasendensi dikarenakan
pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya
jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya.[2]
2. Berbicara tentang manusia maka
yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perspektif. Ada yang
mengatakan manusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini
diyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal
simbolik, pernyataan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa
melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut.[3]
3. Ada yang lain menilai tentang manusia
adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan
dan dapat gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh
dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang, ia
memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai
sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan
kebutuh-kebutuhannya. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif
memiliki akal budi dan mengungguli makhluk yang lain. Manusia juga dikatakan
sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan manusia tukang yang menggunakan
alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia juga disebut
sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain). Dalam bermain manusia
memiliki ciri khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan
kombinasi lucu dan menyenangkan. Permainan dalam sejarahnya juga digunakan
untuk memikat dewa-dewa dan bahkan ada suatu kebudayaan yang menganggap
permainan sebagai ritual suci.
4. Marx menunjukan perbedaan
antara manusia dengan binatang tentang kebutuhannya. Binatang langsung menyatu
dengan kegiatan hidupnya, sedangkan manusia membuat kerja hidupnya menjadi
objek kehendak dan kesadarannya. Binatang berproduksi hanya apa yang ia
butuhkan secara langsung bagi dirinya dan keturunannya, sedangkan manusia
berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik. Manusia berhadapan
bebas dari produknya dan binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan
jenis produksinya, manusia berproduksi menurut berbagai jenis dan ukuran dengan
objek yang inheren, dikarenakan manusia berproduksi menurut hukum-hukum
keindahan. Manusia dalam bekerja secara bebas dan universal, bebas dapat
bekerja meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat
memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat
menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu
menurut Marx manusia hanya terbuka pada nilai-nilai estetik dan hakekat
perbedaan manusia dengan binatang adalah menunjukan hakekat bebas dan
universal.[4]
5. Menurut Paulo Freire manusia
merupakan satu-satunya mahluk yang memiliki hubungan dengan dunia. Manusia
berbeda dari hewan yang tidak memiliki sejarah, dan hidup dalam masa kini yang
kekal, yang mempunyai kontak tidak kritis dengan dunia, yang hanya berada dalam
dunia. Manusia dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya untuk melakukan
refleksi (termasuk operasi-operasi intensionalitas, keterarahan, temporaritas
dan trasendensi) yang menjadikan mahluk berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk
menyampaikan hubungan dengan dunia. Tindakan dan kesadaran manusia bersifat
historis, manusia membuat hubungan dengan dunianya bersifat epokal, yang
menunjukan disini berhubungan disana, sekarang berhubungan masa lalu dan
berhubungan dengan masa depan. manusia menciptakan sejarah juga sebaliknya manusia
diciptakan oleh sejarah.[5]
B. Hakekat Manusia
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur
pokok yang membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme, yang mencari unsur
pokok yang menentukan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan
materialisme, atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme, atau dualisme
yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang
keduanya tidak saling menafikan yaitu materi dan rohani, yakni pandangan
pluralisme yang menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada
dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam marco kosmos atau pandangan mono
dualis yang menetapkan manusia pada kesatuannya dua unsur, ataukah mono
pluralisme yang meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang
membentuknya. Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya, akan
tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah
kelahirannya dan eksistensinya dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan
dan semua kenyataan itu, akan memberikan andil atas jawaban mengenai pertanyaan
hakekat, kedudukan, dan perannya dalam kehidupan yang ia hadapi.[6]
C.
Kedudukan Filsafat Manusia Dalam Kehidupan Manusia
1.
Memberikan pengertian dan kesadaran kepada
manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan oleh filfafat.
2.
Berdasarkan atas dasar hasil-hasil kenyataan
itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup kepada manusia. Pedoman itu
mengenai sesuatu yang terdapat di sekitar manusia sendiri, seperti kedudukan
dalam hubungannyadengan yang lain. Kita juga mengetahui bahwa alat-alat
kewajiban manusia meliputi akal, rasa, dan kehendak. Dengan akal filsafat
memberikan pedoman hidup untuk berpikir guna memperoleh pengetahuan. Dengan
rasa dan kehendak, maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan mengenai
baik dan buruk.[7]
Filsafat bukanlah ilmu
positif seperti fisika, kimia, biologi, tetapi filsafat adalah ilmu kritis yang
otonom di luar ilmu-ilmu positif. Tiga unsur pembentukan manusia, yaitu:
1.
Pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkungannya
Pengetahuan menjadi unsur yang
penting dalam usaha membentuk manusia yang lebih baik. Dalam hal ini ilmu lebih
kritis daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan. Pengetahuan
yang dimaksud di sini lebih pada pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan
dunianya. Ketika manusia mengetahui dan mengenal dirinya secara penuh, ia akan
hidup secara lebih sempurna dan lebih baik dalam dunia yang adalah dunianya.
Berkaitan dengan itu manusia juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan
atau dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia atau
lingkungannya, manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara cepat dan lebih
mudah.
2.
Manusia Dalam Hubungannya Dengan Hidup
Komunitas
Manusia ternyata tidak hidup
sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam hubungan dan membutuhkan manusia lain,
yang menunjukkan hakikat dari manusia, yaitu sebagai makhluk sosial. Manusia
membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk dan mengembangkan dirinya sehingga
dapat hidup secara lebih baik, lebih bijaksana dan lebih kritis. Dengan
demikian manusia pada hakikatnya hidup bersama dengan orang lain atau hidup
dalam suatu komunitas tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi, kebersamaannya
dengan orang lain dalam suatu komunitas inilah yang turut menentukan
pembentukan yang memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang lebih baik dan
lebih sempurna dalam dunianya.
Unsur lain yang dapat membantu
membentuk manusia sehingga manusia dapat hidup secara lebih baik, lebih
bijaksana adalah agama. Dengan kata lain, agama mengandung nilai-nilai
universal yang pada hakikatnya mengajarkan yang baik bagi penganutnya.
D. Hubungan Filsafat Manusia
Dengan Disiplin Ilmu Lain Tentang Manusia
1. Psikologi
membahas objek materi yakni manusia. Ilmu ini hanya membahas manusia dari
segi psikis yang dapat diperoleh dari melihat perilaku manusia, menjelaskan
gejala-gejala jiwa dan mental, bagaimana pengalaman manusia dapat mempengaruhi
kehidupan selanjutnya dan menjelaskan perkembangan manusia dari masa prenatal
hingga menjelang kematian.
2. Sosiologi juga
membahas objek materi yakni manusia. Namun, ilmu ini membatasi diri untuk
mencoba menjawab perilaku manusia dari ruang lingkup sosialnya, menjelaskan
status sosial, pranata sosial, dan menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk
sosial tidak dapat hidup sendiri.
3. Antropologi
juga membahas objek materi yakni manusia. Namun, ilmu ini membatasi pada pola
kebudayaan dan peradaban yang telah diciptakan manusia atau ditinggalkan
manusia, menjelaskan hasil-hasil kebudayaan, suku, etnis, dan ras suatu
masyarakat yang bersifat lokal.
E.
Esensi Dan Eksistensi Filsafat Manusia Serta
Peranan Manusia
Model esensi adalah
pendekatan dalam filsafat kepada suatu objek dengan cara yang abstrak. Model
ini memandang manusia terlepas dari situasi dan perkembangannya. Model esensi
hanya memperhatikan kodrat yang menentukan manusia sebagai manusia. Sementara
itu model eksistensi adalah pendekatan dalam filsafat kepada
suatu objek dengan memandangnya secara menyeluruh. Manusia dipandang secara
konkret secara utuh dalam keberadaannya. Model eksistensi tidak percaya akan
kodrat yang menentukan manusia.
1.
Esensi Manusia Menurut Sejumlah Aliran dalam
Filsafat
Di dalam
filsafat manusia terdapat beberapa aliran. Tiap-tiap aliran memiliki pandangan
tentang hakikat atau esensi manusia yang berbeda-beda. Dari sekian banyak
aliran, terdapat dua aliran tertua dan terbesar, yaitu
materialisme dan idealisme. Sedangkan aliran-aliran lain, pada prinsipnya
merupakan reaksi yang berkembang kemudian terhadap kedua aliran tersebut.
a.
Materialisme
·
Essensi manusia
bersifat material/fisik menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan dan
bersifat objektif sehingga dapat diukur, dihitung, diobservasi.
·
Tidak ada aspek
spiritual dibalik yang material.
·
Materialisme/Naturalisme.
Istilah materi diganti dengan istilah nature/alam setiap gejala/gerak dapat
dijelaskan menurut hukum kausalitas. Gerak disebabkan karena ada gerak
eksternal yang menggerakkan.
·
Kaum materialis
pada umumnya sangat deteministik gerak bersifat mekanis untuk menggerakkan
manusia adalah mesin.
·
Manusia adalah
bagian dari alam/materi, manusia adalah objek yang substansinya aalah
berkeluasan, manusia adalah mesin/kumpulan sel dan sistem syaraf. Manusia
adalah daging tanpa jiwa yang menempati ruang waktu, mengalami perkembangan dan
penyusutan sejalan dengan perjalanan waktu.
·
Manusia merupakan
makhluk deterministik/tidak memiliki kebebasan. Perilaku manusia adalah akibat
dari suatu sebab eksternal. Manusia bertindak karena ada suatu sebab yang
mendahului (stimulus) yang menuntut untuk diberikan respons/reaksi.
b.
Idealisme
·
Kenyataan
sejati bersifat spiritual, yaitu spiritualisme ada kenyataan dibalik setiap
penampakan/kejadian esensi dari kenyataan spiritual adalah berpikir, karena
tidak dapat diukur atau dijelaskan berdasarkan pada pengamatan empiris
menggunakan metafor kesadaran manusia. Kekuatan spiritual bersifat rasional, berkehendak,
berperasaan, kreatif, dll.
·
Penganut
idealisme berpandangan deterministik, roh absolut/Tuhan adalah bebas dan tidak
terhingga tetapi manusia sebagai bagian dari roh absolut maka tidak bebas dan
berhingga. Kedudukan dan tindakan manusia sudah diatur sebelumnya oleh roh
absolut. Tidak ada kebebasan individual/kolektif, karena yang bebas itu hanya
roh absolut. Individualisme: personalisme, menekankan bahwa roh bersifat pribadi-pribadi/individu
masing-masing berdiri sendiri sehingga setiap pribadi/individu mempunyai
kebebasan untuk mengekpresikan dirinya. Kebalikan
dari materialisme adalah idealisme.
c.
Dualisme
·
Kenyataan
sejati bersifat fisik maupun spirt hal/merupakan perpaduan materi dan roh.
·
Keberadaan
tubuh tidak menolak keberadaan jiwa yang keberadaannya tidak dapat diamati
secara indrawi tetapi dapat dibuktikan melalui ratio.
·
Contoh :
Menurut Descartes. Menurut Descartes, keberadaan
jiwa karakteristiknya adalah res cogitans (berfikir) justru lebih
jelas dan tegas dibandingkan dengan keberadaan tubuh. Untuk membuktikannya maka
perlu berfikir secara skeptis, misalnya meragukan keberadaan apa saja yang
bersifat fisik (computer, kekasih yang berada disamping kita dan keberadaan
tubuh kita sendiri). Semua itu bisa diragukan keberadaannya atau hanya
halusinasi kita, hanya dalam mimpi dan bukan kenyataan yang sebenarnya.
Akan tetapi, ada satu hal yang tidak bisa diragukan keberadaannya, yaitu “aku”
yang sedang meragukan atau sedang berfikir. Descartes menyebutnya “Cogito
ergo sum”- “aku berfikir (meragukan), maka aku ada.”
d.
Vitalisme
·
Kenyataan
sejati bersifat energi, daya, kekuatan atau nafsu yang bersifat irrasional.
·
Acuan vitalisme
adalah ilmu biologi dan sejarah biologi mengajarkan bahwa kehidupan ditentukan
oleh kekuatan untuk bertahan hidup agar tetap dapat survei berdasarkan naluri
kehendak buta (schopenhawer), kehendak untuk berkuasa (nietzche) =>
sejarah dan peradaban manusia digerakkan oleh dorongan tidak rational dan liar.
e.
Eksistensialisme
·
Essensi manusia
bersifat kongkret, individual, dinamis. Existere (eks = keluar, sistere = ada)
istilah eksistensi adalah sesuatu yang mampu melampui dirinya sendiri.
·
Hanya manusia
yang bereksistensi/sanggup keluar dari dirinya melampuai keterbatasan biologis
dan lingkungan fisiknya.
f.
Strukturalisme
·
Menempatkan
struktur/sistem bahasa, budaya sebagai kekuatan-kekuatan yang menentukan perilaku
bahkan kesadaran manusia, manusia tidak bebas yang berstruktur oleh sistem
bahasa dan budayanya.
·
Tidak ada perilaku, pola piker dan kesadaran
manusia yang bersifat individual dan unik yang bebas dari sistem bahasa dan
budaya yang mengungkapkannya. Artinya aliran ini secara tegas menolak
humanisme, menolak pandangan tentang kebebasan dan keluhuran (keagungan)
manusia. Strukturalisme juga tidak mengakui adanya “ego”, “aku” atau
“kesadaran”. Aliran ini berpendapat bahwa “aku” atau manusia bukanlah pusat
realitas. Makna dan keberadaaan manusia pada dasarnya tidak tergantung pada
diri manusia itu sendiri, melainkan pada kedudukan dan fungsinya dalam sistem.
g.
Posmodernisme
·
Hampir sama
dengan strukturalisme, tapi manusia didominasi oleh sistem-sistem kecil yang
bersifat jamak.
·
Aliran posmodernisme ini hampir sama dengan
strukturalisme.
·
Kedua ailiran ini boleh disebut anti humanisme,
jika humanisme dipahami sebagai pengakuan atas keberadaan dan didominasi “aku”
yang terlepas dari sistem atau kondisi yang mengitari hidupnya. Akan tetapi
berbeda dengan posmodernisme yang membahas tentang aspek kehidupan manusia yang
lebih beragam dan actual.
·
Posmodernisme menentang bukan hanya “aku” yang
seolah-olah bebas dan mampu melepaskan diri dari sistem sosial
budayanya, tetapi juga menafikan dominasi sitem sosial, budaya, politik, kesenian,
ekonomi bahkan arsitektur.
2. Eksistensi dan peranan manusia
Manusia
sebagai mahluk yang berdimensional memiliki peran dan kedudukan yang sangat
mulia. Tetapi sebelum membahas tentang peran dan kedudukan, pengulangan kembali
tentang esensi dan eksistensi manusia. Manusia yang memiliki eksistensi dalam
hidupnya sebagai abdullah (kedudukan ketuhanan), an-nas (kedudukan antar
manusia), al insan (kedudukan antar alam), al basyar (peran sebagai manusia
biasa) dan khalifah (peran sebagai pemimpin).
Kedudukan
dan peran manusia adalah memerankan ia dalam kelima eksistensi tersebut.
Misalkan sebagai khalifah di muka bumi sebagai pengganti Tuhan manusia
di sini harus bersentuhan dengan sejarah dan membuat sejarah dengan
mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dan dengan di
semangati nilai-nilai trasendensi. Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan
sebagai hamba, yang memiliki inspirasi nilai-nilai ketuhanan yang
tertanam sebagai penganti Tuhan dalam
muka bumi.
Manusia
dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang seimbang dan saling
berkerjasama dalam rangka memakmurkan
bumi. Manusia dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan
pengetahuan dan rasa syukur kita terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam
sebagai subjek dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap apa yang
dilakukan oleh manusia dalam pelaksana pengganti Tuhan sesuai dengan maqasid
asy-syari’ah. Maqasid asy-syari’ah merupakan tujuan utama diciptanya sebuah
hukum atau mungkin nilai esensi dari hukum, di mana harus menjaga agama, jiwa,
keturunan, harta, akal dan, ekologi. Manusia yang memegang amanah sebagai
khalifah dalam melakukan keputusan dan tindakannya sesuai dengan maqasid
asy-syari’ah. Ada tiga rantai kehidupan, yaitu:
a. Hubungan kepada Tuhan
(Manusia sebagai hamba)
Dalam
kondisi sosial tertentu, tidak sedikit manusia yang melupakan faktor ketuhanan
sehingga mereka menjadi atheis. Utamanya bagi penganut materialisme yang
mempercayai bahwa segala sesuatu berasal dari benda. Tidak ada unsur spiritual
yang membuat benda itu tercipta. Hal ini bertolak belakang dengan ajaran
agama-agama di dunia yang mengatakan sumber segala sumber ialah Tuhan.
Temuan
sejarah mengenai ilmu relativitas membuktikan tidak adanya gerak atau benda
yang absolut. Jika banyak orang menyebut Einsten sebagai penemu teori
relativitas, bagaimana dengan fakta bahwa Al-Kindi seorang ilmuwan Muslim abad ke 9 sudah menyinggung teori yang
dipaparkan Albert Einsten 1.100 tahun setelahnya? Menurut Al-Kindi, fisik bumi
dan seluruh fenomena fisik adalah relatif. Relativitas, kata dia, adalah esensi
dari hukum eksistensi. “Waktu, ruang, gerakan, benda semuanya relatif dan tak
absolut,” cetus Al-Kindi. Namun, ilmuwan Barat seperti Galileo, Descartes dan
Newton menganggap semua fenomena itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya
Einstein yang sepaham dengan Al-Kindi.
Tuhan
diwujudkan sebagai objek pengabdian makhluk di dalam agama. Sebagai orang yang
percaya adanya Tuhan, mansia dituntut untuk mampu berinteraksi dengannya
melalui ajaran spiritual kepercayaan masing-masing yang dianut. Antara satu
agama dengan yang lain ternyata mempunyai kesamaan di tiga tititk simbiolis
tersebut di atas. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan
Konghucu sebagai agama yang dibenarkan di dalam Indonesia masing-masing
memiliki metode tersendiri.
Dalam
hal ketuhanan setiap agama memiliki penyembahan yang berbeda-beda. Agama,
apapun itu pasti mengajarkan hubungan kepada Tuhan sebagai hubungan yang
dinomor satukan.
Ini tidak berarti mengutamakan hubungan ketuhanan dan memandang remeh
hubungan-hubungan yang lain. Namun ketiga hubungan sebagai manusia perlu
dijalankan secara bersamaan. Hanya saja hubungan kepada Tuhan hendaknya
dijadikan patokan untuk berhubungan dengan dua yang lain. Manusia
dan alam merupakan ciptaan Tuhan. Sebagai manusia perlu adanya interaksi kepada
semua makhluk agar kearifan kehidupan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
b. Hubungan Antar Manusia
(Manusia sebagai makhluk sosial)
Hubungan
lain yang harus dijalankan manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial
ialah hubungan antarmanusia itu sendiri. Setelah membahas mengenai hubungan
kepada Tuhan, pasti menimbulkan perbedaan pendapat antara satu
golongan dengan golongan yang lain. Tuhan yang dibahasakan secara berbeda oleh
masing-masing keyakinan bisa menjadi sumber perpecahan apabila tidak dipahami
secara kemanusiaan. Bahwa setiap manusia itu berbeda-beda, pilihan keagamaan
merupakan jalan pribadi yang tidak dapat diganggu gugat keabsahannya.
Munculnya
gerakan sparatis menggunakan atribut agama menjadi contoh bagaimana oknum
manusia mengedepankan ego pribadi dibanding kepentingan masyarakat luas. Hal
ini menjadi ironi apabila pergerakan itu semakin melebarkan sayapnya dan
semakin disalahpahami oleh masyarakat luas. Pengatasnamaan negara merupakan
wujud dari mispersepsi kehidupan keberagaman yang menjadi simbol perpecahan
umat. Perlu
dibangun sebuah peradaban manusia yang benar-benar memahami nilai-nilai
keberagaman. Manusia kepada manusia tidak diartikan dengan monoisme teologi
yang tidak mungkin dicapai kesepakatan apabila benar-benar digencarkan. Apakah
oknum-oknum tersebut melupakan satu hal bahwa ada faktor lain yang bisa merubah
jalan hidup manusia? Faktor itulah yang dijadikan oleh Tuhan sebagai ujian
kepada makhluk-Nya dan benar-benar menjadi rahasia serta hak preogratifnya. Semua
orang boleh mengklaim dirinya lebih baik dibanding yang lain. Namun itu
terbatas pada tataran keyakinan yang tidak harus diungkapkan dengan
gerakan-gerakan yang justru membuat hubungan antarmanusia menjadi terhalang.
Merasa lebih baik merupakan sifat manusiawi yang tidak dapat dihilangkan, namun
dapat dikendalikan dengan pemahaman-pemahaman asas ketuhanan.
c. Hubungan kepada Alam (Manusia
sebagai makhluk)
Hubungan
terpenting lainnya ialah hubungan kepada alam. Alam tidak terjustifikasi
sebagai bentuk dari pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Namun alam mencakup
semua hal, baik alam yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Spiritualisme
menjadi aliran yang dominan apabila pembahasan merambah ke alam yang tidak
terlihat (ghaib). Di alam ini terdapat makhluk-makhluk lain yang secara
penciptaan sejajar dengan manusia dan partikel alam lain, namun memiliki
keistimewaan yang berbeda dengan material yang tampak. Perlu pemahaman khusus
mengenai alam ini untuk dapat mempercayai dan meneliti keberadaannya.
Kepercayaan terhadap hal ghaib ini berpengaruh terdapat hubungan ketuhanan
sebab beberapa aliran keagamaan tidak menggambarkan secara detail bagaimana
wujud Tuhan sesungguhnya.
Dapat
disimpulkan hal ini sangat berkaitan dengan keyakinan. Untuk
objek material mungkin tidak perlu menggali lebih dalam. Hanya saja nilai-nilai
keberagaman perlu dipupuk agar manusia bisa memahami sisi kehidupan lain selain
kehidupan bangsanya. Ada hewan, tumbuh-tumbuhan dan partikel lain yang butuh
sentuhan tangan bijak manusia yang berperan sebagai pemimpin. Fungsi manusia
sebagai khalifah terlihat menonjol peranannya dalam kehidupan kompleks di dunia
antara manusia dan alam.
3. Beberapa perananan sebagai
manusia, yaitu:
a. Peran manusia sebagai
manusia biasa
Tujuan
hidup manusia dari penciptaan hingga kembali kepada dzat yang menciptakan menapaki
beberapa tahap. Keterhubungan dan ketersaling-ketergantungan menjadi sistem
kehidupan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Konsekuensinya manusia disebut
sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Jika
ada segolong atau sekelompok manusia yang menyatakan dirinya paling benar,
berarti ia mengabaikan prinsip manusia yang saling bergantung. Dalam tiga
konsep besar yang melibatkan Tuhan, manusia dan alam di atas, peran manusia
tidaklah serta merta menjadi komunitas yang terbaik tanpa dorongan fasilitas
dari faktor-faktor lain. Manusia tidak akan mampu membangun gedung-gedung
tinggi tanpa peran besi baja yang diolah menjadi alat-alat berat. Atau jika
lebih ke dalam, manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa jaminan tumbuhan
dan binatang yang menjadi santapannya.
Maka klasifikasi makhluk
dititikberatkan pada data, bukan semerta-merta menjadikan manusia sebagai
komunitas terbaik yang boleh melakukan seenaknya kepada bagian makhluk yang
lain. Karena
kesewenang-wenangan ini menjadikan gagalnya manusia dalam menjalani
perannya sebagai khalifah (pemimpin).
b. Peran manusia sebagai
khalifah
Tidak
perlu dipertanyakan lagi ketika seseorang mengatakan manusia diciptakan sebagai
makhluk paling sempurna (menurut aliran filsafat idealisme/spiritualisme).
Sehingga kesempurnaan itu dituntut untuk dapat digunakan sebagai alat
kepemimpinan manusia atas bagian-bagian alam yang lain. Baik atau rusaknya alam
merupakan dampak dari kepemimpinan manusia. Sebagai pemimpin di
muka bumi, manusia diajarkan bagaimana cara memimpin yang baik. Lagi-lagi
kembali kepada tiga konsep besar di atas. Dari Tuhan manusia memiliki kekuatan
dan pengetahuan yang jika diimplementasikan terhadap kata ‘manusia sebagai
khalifah’ akan menjadi sangat ideal. Karena hanya manusialah makhluk yang
memiliki akal dan nurani yang masing-masing menjadi pengontrol bagian lainnya.
Dengan akal manusia mengonsep, dan dengan nurani manusia dapat membenarkan
tindakannya. Begitu pula, jika nurani terlalu berhati-hati sementara perlu dilakukannya
suatu hal yang cepat, maka akal akan bertindak dengan memperhitungkan berbagai
konsekuensi-konsekuensi. Maka sangatlah lengkap hardwere maupun softwere
manusia untuk memenuhi kriteria sebagai pemimpin alam.
Dan
nyatanya saat ini kerusakan di alam merupakan buah manusia yang gagal
menjalankan perannya, baik peran sebagai basyar maupun khalifah. Jika ditinjau
lebih jauh, konsep hubungan kepada Tuhan, manusia dan alam juga tidak
diperhatikan oleh manusia kini.
F.
Perbedaan
Filsafat Manusia Dan Ilmu Tentang Manusia (Psikologi & Antropologi)
Ilmu tentang
manusia
|
Filsafat manusia
|
1.
Bersifat
positifistik menggunakan metodologi ilmu alam, observasional dan
eksperimental yang terbatas tampak secara empiris.
|
Bersifat
metafisis menggunakan
metode ilmu
kemanusiaan, sintesis, reflektif, intensif, dan kritis yang merupakan gejala seperti
filsafat manusia.
|
2.
Oleh karena
itu tidak dapat menjawab pertanyaan yang mendasar tentang manusia.
|
Oleh karena
itu dapat menjawab
pertanyaan
yang mendasar tentang
manusia.
|
3.
Metode lebih
fragmentaris yaitu menyelidiki hanya bagian tertentu dari manusia. Contoh: Psikologi
hanya menekankan aspek psikis dan fisiologis manusia sebagai organisme.
Antropologi dan sosiologi pada gejala budaya dan pranata sosial.
|
Metode sintesis
dan reflektif (ekstensif) atau menyeluruh, intensif (mendalam) dan kritis.
Contoh: Filsafat manusia menekankan kesatuan dua aspek/lebih dalam satu visi.
|
G. Manfaat Mempelajari Filsafat
Manusia
1. Secara praktis
Siapa sesungguhnya manusia? Hal ini membutuhkan pemahaman manusia
secara menyeluruh, sehingga memudahkan mengambil keputusan-keputusan
praktis/menjalankan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Secara teoritis
Pemahaman manusia secara yang esensial sehingga kita dapat meninjau
secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di balik teori-teori antropologi
dan psikologi dan ilmu-ilmu tentang manusia.
3. Manfaat lain:
a. Mencari menemukan jawaban tentang siapakah sesunguhnya manusia itu,
masalah-masalah terkait manusia sangat kompleks sehingga persoalan tentang
manusia tidak habis untuk dibicarakan.
b. Essensi manusia pada prinsipnya adalah sebuah misteri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Antropologi filsafat atau yang lebih dikenal
dengan filsafat manusia adalah bagian integral dari sistem filsafat, yang
secara spesifik menyoroti hakikat atau esensi manusia. Objek material filsafat
manusia dan ilmu-ilmu tentang manusia (misalnya psikologi dan antropologi)
adalah gejala manusia. Pada dasarnya ilmu ini bertujuan untuk menyelidiki,
menginterpretasi, dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia.
Secara umum dapat dikatakan, filsafat manusia
tidak membatasi diri pada gejala empiris. Bentuk atau gejala apapun tentang
manusia, sejauh yang dipikirkan, dan memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional,
bisa menjadi bahan kajian filsafat manusia. Metode penelitiannya pun lebih
spesifik, misalnya melalui sintesis dan refleksi. Sintesis dan dan refleksi
bisa dilakukan sejauh gejalanya bisa dipikirkan. Dan karena apa yang bisa
dipikirkan jauh lebih luas daripada apa yang bisa diamati secara empiris, maka
pengetahuan atau informasi tentang gejala manusia di dalam filsafat manusia,
pada akhirnya, jauh lebih ekstensif (menyeluruh) dan intensif (mendalam)
daripada informasi atau teori yang didapatkan oleh ilmu-ilmu tentang manusia.
B.
Saran
Syukur
alhamdulillah, demikianlah penyusunan makalah ini, kami berharap dengan adanya
penyusunan makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat sehingga
menjadikan kita manusia yang berpendidikan dan berilmu. Walaupun masih banyak
terdapat kekurangan pada makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat membangun dan sebagai perbaikan bagi kami dari
semua pihak yang membacanya dan semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi
penyusun dan pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abidin, Zainal. 2006. Mengenal Manusia
dengan Filsafat, Bandung: PT Rosda Remaja.
2.
Bertens, K. 2005. Panorama Filsafat Modern,
Jakarta: Gramedia Pustaka.
3.
Suseno, Franz Magnis. 1999. Pemikiran Karl
Marx, Jakarta: Gramedia Pustaka.
4
Tags:
MAKALAH