Knowledge Is Free: APS

Hot

Sponsor

Tampilkan postingan dengan label APS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label APS. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Oktober 2015

MAKALAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM ISLAM

Oktober 16, 2015




A.    PENYELESAIAN SENGKETA DALAM ISLAM
            Al-quran menjelaskan bahwa konflik dan sengketa yang terjadi di kalangan umat manusia adalah suatu realitas, manusia sebagai khalifah-Nya di bumi dituntut untuk menyelesaikan sengketa, karena manusia dibekali akal dan wahyu dalam menata kehidupannya. Manusia harus mencari dan menemukan pola penyelesaian sengketa sehingga penegakan keadilan dapat terwujud. Pola penyelesaian sengketa dapat dirumuskan manusia dengan merujuk pada sejumlah ayat Al-quran, hadis Nabi, praktek adat dan berbagai kearifan lokal. Kolaborasi dari sumber ini akan memudahkan manusia mewujudkan kedamaian dan keadilan.


1.             Perdamaian (Ishlah)
Ishlah merupakan mekanisme penyelesaian konflik yang ditawarkan oleh al-Quran.  Pada dasarnya setiap konflik yang terjadi antara orang-orang yang beriman harus diselesaikan dengan damai (ishlah). Ishlah adalah suatu cara penyelesaian konflik yang dapat menghilangkan dan menghentikan segala bentuk permusuhan dan pertikaian antara manusia. Namun kata ishlah lebih menekankan arti suatu proses perdamaian antara dua pihak. Sedangkan kata shulh lebih menekankan arti hasil dari proses ishlah tersebut yaitu berupa shulh (perdamaian/kedamaian). Allah berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 9-10: “Dan jika ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang maka damaikanlah  antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Alah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin bersaudara, karena itu damaikanlah di antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Surat al-hujurat ayat 9-10 merupakan landasan dan sumber penyelesaian konflik yang terjadi diantara orang-orang yang beriman, yaitu apabila mereka terlibat konflik selesaikanlah  dengan damai (faashlihu). Cara ishlah ini kemudian ber­kem­bang menjadi mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dewasa ini dipraktekkan pengadilan di Indonesia melalui mediasi. Ishlah dise­but dalam beberapa ayat di dalam al-quran sebagai berikut:

              1. Ishlah antar sesama muslim yang bertikai dan antara pemberontak (muslim) dan pemerintah (muslim) yang adil; Q.S. al-Hujurat:9-10, 
2. Ishlah antara suami-isteri yang di ambang perceraian; dengan mengutus al-hakam (juru runding) dari kedua belah pihak; Q.S. al-Nisa:35. dan lain-lain.
3. Ishlah memiliki nilai yang sangat luhur dalam pandangan Allah, yaitu pelakunya memperoleh pahala yang besar (al-Nisa 114)
4.  Ishlah itu baik, terutama ishlah dalam sengketa rumah tangga (an-nisa: 128).
Hadis rasulullah
حدثنا الْحَسَنُ بنُ عَلِي الْخَلاَّلُ. حدَّثَنَا أبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ. حدَّثنَا كَثِيرُ بنُ عَبْدِ الله بنِ عَمْرِ وابنِ عَوْفٍ المُزْنِيُّ عنْ أبِيهِ ، عنْ جَدِّهِ ، أنَّ رَسُولَ الله قالَ: «الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمِينَ. إلاَّ صُلْحاً حَرَّمَ حَلاَلاً أوْ أحَلَّ حَرَاماً. والمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إلاَّ شَرْطاً حَرَّمَ حَلاَلاً أوْأحَلَّ حَرَاماً قال أبو عيسى هَذَا حديثٌ حسنٌ صحيحٌ.
“Al-Hasan bin Ali al-Hilal meriwayatkan hadits kepada kami, dari Abu Amir al-Aqdi, dari Katsir bin Abdullah bin ‘Amr bin Auf al-Muzni, dari ayahnya, dari ayah-ayahnya (kakeknya), dari Rasulullah SAW bersabda: al-Sulh itu jaiz (boleh) antara (bagi) umat Islam, kecuali sulh yang mengharamkan yang halal atau sebaliknya (menghalalkan yang haram). Dan umat Islam boleh berdamai (dengan orang kafir) dengan syarat yang mereka ajukan, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau sebaliknya.” Abu Isa berpendapat bahwa Hadits ini tergolong Hasan-Shahih.
Dua ayat di dalam surat al-Hujurat dan hadis di atas merupakan landasan di dalam penye­lesaian konflik dan perselisihan. Dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa menyelesaikan konflik dengan perdamaian adalah boleh dan sangat dianjurkan untuk kebaikan dan keutuhan persaudaraan sesama muslim asalkan tidak untuk menghalalkan yang haram dan sebaliknya tidak mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Bila dikaitkan dengan bentuk penyelesaian sengketa pada umumnya, maka ishlah bisa dikategorikan sebagai bentuk mediasi. Secara etimologi istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. ‘Berada di tengah’ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para yang bersengketa.
Di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkret dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 tentang prosedur mediaisi di Pengadilan. Mediasi adalah penyelesaian sengeketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 butir 6). Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa (Pasal 1butir 5).
Pengertian mediasi menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai di mana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yang mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yang bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik.
2.             Musyawarah
Pada dasarnya, musyawarah digunakan untuk hal-hal yang bersifat umum atau pribadi. Oleh karena itu, bermusyawarah sangat dibutuhkan, terutama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, baik oleh masyarakat secara individu maupun secara umum. Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata syawara, yaitu berunding, berembuk, atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Makna dasar dari kata musyawarah adalah mengeluarkan dan menampakan (al-istihkhraju wa al-izhar). Secara terminologis, musyawarah diartikan sebagai upaya memunculkan sebuah pendapat dari seorang ahli untuk mencapai titik terdekat pada kebenaran demi kemaslahatan umum.
Islam telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam al-Qur’an, ia menjadikannya sesuatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara serta menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna kecuali dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus.[1] Allah berfirman: Dan (bagi) orang-orang yg menerima (mematuhi) seruan Tuhannya & mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (as-Syura: 38).

Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah SWT menyuruh Rasul-Nya melakukannya, Allah berfirman: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Al-Imran: 159).

Hadist dari Al Adabun Nabawi :

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَ ةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ : قَا لّ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمُسْتَشَا رُ مُؤْ تَمَنٌ.  (روا ه التر مذ ي و ابو داوود).
Artinya :
Dari Abu Hurairah ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda “ Musyawarah adalah dapat di percaya.” (HR. At tirmidzi dan Abu daud).
 Jika dikaitkan dengan bentuk penyelesaian sengketa pada umumnya, maka musyawarah bisa dikategorikan ke dalam bentuk negosiasi. Negosiasi adalah salah satu strategi penyelesaian sengketa, di mana para pihak setuju untuk menyelesaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah, perundingan atau ‘urung rembuk’. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena para pihak atau wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan sengketa mereka. Para pihak terlibat langsung dalam dialog dan prosesnya.



[1] www.mozaikislam.com
Read More

MAKALAH BENTUK-BENTUK ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Oktober 16, 2015




BENTUK-BENTUK ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 30/1999 dirumuskan bahwa “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.
i)                    Negosiasi
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai negosiasi. Pada prinsipnya pengertian negosiasi adalah suatu proses dalam mana dua pihak yang saling bertentangan mencapai suatu kesepakatan umum melalui kompromi dan saling memberikan kelonggaran. Melalui Negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan/melalui suatu situasi yang saling menguntungkan (win-win solution) dengan memberikan atau melepaskan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik.
Didalam mekanisme negosiasi penyelesaian sengketa harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para pihak yang bersengketa tanpa melibatkan orang ketiga sebagai penengah, untuk menyelesaikan sengketa.
Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kesepakatan tertulis tersebut bersifat final dan mengikat para pihak dan wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal dicapainya kesepakatan.
ii)                  Mediasi
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai mediasi. Menurut Black’s Law Dictionary mediasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa secara pribadi, informal dimana seorang pihak yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kesewenangan untuk menetapkan keputusan bagi para pihak. Mediator bersifat netral dan tidak memihak yang tugasnya membantu para pihak yang bersengketa untuk mengindentifikasikan isu-isu yang dipersengketakan mencapai kesepakatan. Dalam fungsinya mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan.

iii)                Konsiliasi
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai konsiliasi. Menurut John Wade dari bond University Dispute Resolution Center, Australia “konsiliasi adalah suatu proses dalam mana para pihak dalam suatu konflik, dengan bantuan seorang pihak ketiga netral (konsiliator), mengindentifikasikan masalah, menciptakan pilihan-pilihan, mempertimbangkan pilihan penyelesaian).”


Konsiliator dapat menyarankan syarat-syarat penyelesaian dan mendorong para pihak untuk mencapai kesepakatan. Berbeda dengan negosiasi dan mediasi, dalam proses konsiliasi konsiliator mempunyai peran luas. Ia dapat memberikan saran berkaitan dengan materi sengketa, maupun terhadap hasil perundingan. Dalam menjalankan peran ini konsiliator dituntut untuk berperan aktif.
iv)                Penilaian Ahli
UU nomor 30/1999 tidak memberikan definisi mengenai penilaian ahli, menurut Hillary Astor dalam bukunya Dispute Resolution in Australia “penilaian ahli adalah suatu proses yanh menghasilkan suatu pendapat objektif, independen dan tidak memihak atas fakta-fakta atau isu-isu yang dipersengketakan oleh seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa.”
Di dalam melakkukan proses ini dibutuhkan persetujuan dari para pihak untuk memberikan dan mempresentasikan fakta dan pendapat dari para pihak kepada ahli. Ahli tersebut kemudian akan melakukan penyelidikan dan pencarian fakta guna mendapatkan informasi lebih lanjut dari para pihak dan akan membuat keputusan sebagai ahli bukan arbiter.
a)       Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sebagai pengganti Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, maka setiap perkara perdata tertentu yang akan diadili oleh hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama diwajibkan terlebih dahulu untuk menempuh prosedur mediasi di pengadilan.
b)      Pasal 1 angka 1 tahun 2008 yaitu cara menyelesaikan suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang di dasarkan apada perjanjian arbitrase yang di buat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
c)      Undang-undang No 22 tahn 1957 yaitu mengatur tentang atbittrase wajib melalui panitia penyelesaian perselisihan perburuhan pusat dan daerah.
d)     Undang-undang No 48 tahun 2009 yang mengatur tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman pada pasal 54 yang bunyinya ‘’upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui atbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
e)      Inpres No. 8 Tahun 2002 tentang pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya  Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

v)                  Arbitrase: penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan terakhir kepada pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut Arbiter.
Read More

PRINSIP ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Oktober 16, 2015
050

PRINSIP ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Ada lima prinsip dasar (basic prinsiples) dari mediasi nonlitigasi yang merupakan landasan filosofis dari diselenggarakannya kegiatan mediasi, yaitu:
i)        prinsip kerahasiaan (confidnentiality) yaitu mediasi di laksanakan secara tertutup sehingga tidak setiap orang yang  mengetahui pesmasalah yang sedang di sengketakan oleh umum dan halayak ramai.
ii)       prinsip sukarela (volunteer)yaitu ada kesepakatan untuk menyelesaikan suatu sengketa dan tidak dilaksanakan apabila salah satu pihak saja yang mengiginka. Hal ini di atur dalam pasal 45 ayat 2 uu no 8 tahun 1999 yang isinya: ‘’penyelasaian sengketa konsumen dapat di tempuh melalui pengadilan atau luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa’’.
iii)    prinsip pemberdayaan (empowerment)
iv)    prinsip netralitas (neutrality)
v)      dan prinsip solusi yang unik (a unique solution).
Keberadaan kelima prinsip dasar mediasi ini di Indonesia pengaturannya tersebar dalam dua puluh tiga (23) peraturan perindang-undangan dan masih bersifat parsial, yang terimplementasikan dalam konsideran maupun pasal-pasalnya, walaupun sebenarnya prinsip dasar mediasi ini sebenarnya merupakan landasan filosofis yang melatarbelakangi kelahiran dari lembaga mediasi nonlitigasi. Kedua, mediasi sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 mediasi nonlitigasi.
Prinsip mediasi di luar pengadilan (nonlitigasi) yaitu menyelesaikan suatu perkara di luar jalur hukum biasanya yang sering digunakakan adalah mediasi yang diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 sebagaimana tertuang dalam Pasal 23, yaitu :
i)                    Kesepakatan perdamaian di luar pengadilan yang dibantu oleh mediator bersertifikat dapat dikuatkan menjadi akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan.
ii)                  Pengajuan gugatan harus dilampiri dengan kesepakatan perdamaian diluar pengadilan dan dokumen-dokumen lain yang membuktikan adanya hubungan hukum para pihak dan obyek sengketa.
iii)                Kesepakatan perdamaian diluar pengadilan akan dikuatkan bila memenuhi syarat-syarat :
a.       sesuai kehendak para pihak,
b.      tidak bertentangan dengan hukum,
c.       tidak merugikan pihak ketiga,
d.      dapat dieksekusi dan
e.       dengan itikad baik. 
Read More

LANDASAN HUKUM ALTERNATIF PENYELASAIAN SENGKETA

Oktober 16, 2015
049

A.    LANDASAN HUKUM ALTERNATIF PENYELASAIAN SENGKETA
i)                    Undang-undang republik Indonesia nomor 30 tahun 1999
Pasal 6
1.       Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
2.        Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
3.        Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.
4.        Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
5.       Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai.
6.       Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
7.        Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
8.       Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran.Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc.
 Dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 30/1999 dirumuskan bahwa “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Selanjutnya, di tingkat peradilan, ADR tidak terlepas dari pasal 130 HIR/154 Rbg yang memberi dasar hukum adanya Court Annexed Mediation (lembaga mediasi di pengadilan). Karena pasal 130 HIR/154 Rbg kurang jelas baik prosedur, tahapan dan acaranya, maka Mahkamah Agung RI pada tanggal 11 September 2003 mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perma yang terdiri dari 18 pasal itu antara lain berdasarkan  pertimbangan bahwa institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif. Maka, hakim dalam hal ini berperan aktif untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa dalam waktu 22 hari

Read More

TUJUAN DAN MANFAAT ALTERNATIF PENYELESAIAN

Oktober 16, 2015




TUJUAN DAN MANFAAT ALTERNATIF PENYELESAIAN
Hasil penelitian menunjukkan terdapat banyak kelebihan penyelesaian mengunakan kaedah APS ini, antara tujuan dan manfaat tersebut penulis rangkumkan dibawah:
i.                    Sederhana dan cepat, berbanding menyelesaikan di pengadilan yang memakan
ii.                  Hemat biaya, tanpa menggunakan pengacara juga dapat menyelesaikan masalah.
iii.                Putusan akhir yang disepakati diharapkan tidak menimbulkan nilai kebencian
iv.                Lebih adil kerena keputusan akhirnya bersifat menguntungkan kedua belah pihak.
v.                  Bersifat kompromi, karena para pihak tidak terikat dengan syrat-syarat formalitas waktu yang lama.antara satu sama lain karena berkonsepkan win-win.
vi.                Fleksibel, memberikan kebebasan para pihak untuk mengajukan proposal yang
vii.              Bersifat rahasia (confidential), segala sesuatu yng diutarakan para pihak dalam


viii.            Tidak emosiona;, oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada hokum acara yang digunakan di peradilan. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian. digunakan sidang tertutup  dan tidak ada peliputan oleh pers kerjasama untuk mencapai persefahaman.


Read More

Post Top Ad

Your Ad Spot