A.
PENYELESAIAN
SENGKETA DALAM ISLAM
Al-quran
menjelaskan bahwa konflik dan sengketa yang terjadi di kalangan umat manusia
adalah suatu realitas, manusia sebagai khalifah-Nya di bumi dituntut untuk
menyelesaikan sengketa, karena manusia dibekali akal dan wahyu dalam menata
kehidupannya. Manusia harus mencari dan menemukan pola penyelesaian sengketa
sehingga penegakan keadilan dapat terwujud. Pola penyelesaian sengketa dapat
dirumuskan manusia dengan merujuk pada sejumlah ayat Al-quran, hadis Nabi,
praktek adat dan berbagai kearifan lokal. Kolaborasi dari sumber ini akan
memudahkan manusia mewujudkan kedamaian dan keadilan.
1.
Perdamaian (Ishlah)
Ishlah merupakan
mekanisme penyelesaian konflik yang ditawarkan oleh al-Quran. Pada
dasarnya setiap konflik yang terjadi antara orang-orang yang beriman harus
diselesaikan dengan damai (ishlah). Ishlah adalah suatu cara
penyelesaian konflik yang dapat menghilangkan dan menghentikan segala bentuk permusuhan
dan pertikaian antara manusia. Namun kata ishlah lebih menekankan arti suatu
proses perdamaian antara dua pihak. Sedangkan kata shulh lebih menekankan arti
hasil dari proses ishlah tersebut yaitu berupa shulh (perdamaian/kedamaian). Allah
berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 9-10: “Dan jika ada dua golongan dari
mereka yang beriman itu berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika
salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain
maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Alah),
maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin
bersaudara, karena itu damaikanlah di antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Surat
al-hujurat ayat 9-10 merupakan landasan dan sumber penyelesaian konflik yang
terjadi diantara orang-orang yang beriman, yaitu apabila mereka terlibat
konflik selesaikanlah dengan damai (faashlihu). Cara ishlah
ini kemudian berkembang menjadi mekanisme penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang dewasa ini dipraktekkan pengadilan di Indonesia melalui mediasi.
Ishlah disebut dalam beberapa ayat di dalam al-quran sebagai berikut:
1. Ishlah antar sesama muslim
yang bertikai dan antara pemberontak (muslim) dan pemerintah (muslim) yang
adil; Q.S. al-Hujurat:9-10,
2. Ishlah
antara suami-isteri yang di ambang perceraian; dengan mengutus al-hakam (juru
runding) dari kedua belah pihak; Q.S. al-Nisa:35. dan lain-lain.
3. Ishlah
memiliki nilai yang sangat luhur dalam pandangan Allah, yaitu pelakunya
memperoleh pahala yang besar (al-Nisa 114)
4. Ishlah
itu baik, terutama ishlah dalam sengketa rumah tangga (an-nisa: 128).
Hadis
rasulullah
حدثنا الْحَسَنُ بنُ عَلِي الْخَلاَّلُ. حدَّثَنَا أبُو
عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ. حدَّثنَا كَثِيرُ بنُ عَبْدِ الله بنِ عَمْرِ وابنِ عَوْفٍ
المُزْنِيُّ عنْ أبِيهِ ، عنْ جَدِّهِ ، أنَّ رَسُولَ الله قالَ:
«الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمِينَ. إلاَّ صُلْحاً حَرَّمَ حَلاَلاً أوْ
أحَلَّ حَرَاماً. والمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إلاَّ شَرْطاً حَرَّمَ
حَلاَلاً أوْأحَلَّ حَرَاماً قال أبو عيسى
هَذَا حديثٌ حسنٌ صحيحٌ.
“Al-Hasan
bin Ali al-Hilal meriwayatkan hadits kepada kami, dari Abu Amir al-Aqdi, dari
Katsir bin Abdullah bin ‘Amr bin Auf al-Muzni, dari ayahnya, dari ayah-ayahnya
(kakeknya), dari Rasulullah SAW bersabda: al-Sulh itu jaiz (boleh) antara
(bagi) umat Islam, kecuali sulh yang mengharamkan yang halal atau sebaliknya
(menghalalkan yang haram). Dan umat Islam boleh berdamai (dengan orang kafir)
dengan syarat yang mereka ajukan, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau sebaliknya.” Abu Isa berpendapat bahwa Hadits ini tergolong Hasan-Shahih.
Dua ayat di
dalam surat al-Hujurat dan hadis di atas merupakan landasan di dalam penyelesaian
konflik dan perselisihan. Dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa menyelesaikan
konflik dengan perdamaian adalah boleh dan sangat dianjurkan untuk kebaikan dan
keutuhan persaudaraan sesama muslim asalkan tidak untuk menghalalkan yang haram
dan sebaliknya tidak mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Bila
dikaitkan dengan bentuk penyelesaian sengketa pada umumnya, maka ishlah
bisa dikategorikan sebagai bentuk mediasi. Secara etimologi istilah mediasi
berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna
ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam
menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.
‘Berada di tengah’ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan
tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan
para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan
kepercayaan (trust) dari para yang bersengketa.
Di
Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkret dapat ditemukan dalam
Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 tentang prosedur mediaisi di
Pengadilan. Mediasi adalah penyelesaian sengeketa melalui proses perundingan
para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 butir 6). Mediator adalah
pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para
pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa (Pasal 1butir
5).
Pengertian mediasi menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai
di mana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang
mediator (seseorang yang mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yang
bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar tetapi
tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai
salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak
masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik.
2.
Musyawarah
Pada dasarnya, musyawarah digunakan untuk hal-hal yang bersifat
umum atau pribadi. Oleh karena itu, bermusyawarah sangat dibutuhkan, terutama
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, baik oleh masyarakat secara individu
maupun secara umum. Secara etimologis, musyawarah berasal dari kata syawara,
yaitu berunding, berembuk, atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Makna dasar
dari kata musyawarah adalah mengeluarkan dan menampakan (al-istihkhraju
wa al-izhar). Secara terminologis, musyawarah diartikan sebagai
upaya memunculkan sebuah pendapat dari seorang ahli untuk mencapai titik
terdekat pada kebenaran demi kemaslahatan umum.
Islam
telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam
al-Qur’an, ia menjadikannya sesuatu hal terpuji dalam kehidupan individu,
keluarga, masyarakat dan negara serta menjadi elemen penting dalam kehidupan
umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang beriman dimana
keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna kecuali dengannya, ini disebutkan
dalam surat khusus.[1]
Allah berfirman: Dan (bagi) orang-orang yg menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya & mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang
Kami berikan kepada mereka. (as-Syura: 38).
Oleh karena kedudukan
musyawarah sangat agung maka Allah SWT menyuruh Rasul-Nya melakukannya, Allah
berfirman: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya.” (QS. Al-Imran: 159).
Hadist dari
Al Adabun Nabawi :
عَنْ اَبِيْ
هُرَيْرَ ةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ : قَا لّ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمُسْتَشَا رُ مُؤْ تَمَنٌ. (روا ه التر مذ ي و ابو
داوود).
Artinya :
Dari Abu
Hurairah ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda “ Musyawarah adalah dapat
di percaya.” (HR. At tirmidzi dan Abu daud).
Jika dikaitkan dengan bentuk
penyelesaian sengketa pada umumnya, maka musyawarah bisa dikategorikan ke dalam
bentuk negosiasi. Negosiasi adalah salah satu strategi penyelesaian sengketa,
di mana para pihak setuju untuk menyelesaikan persoalan mereka melalui proses
musyawarah, perundingan atau ‘urung rembuk’. Proses ini tidak melibatkan pihak
ketiga, karena para pihak atau wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan
sengketa mereka. Para pihak terlibat langsung dalam dialog dan prosesnya.