A.
Faktor Terkait
Setelah mengalami masa kebekuan dan kelesuan pemikiran selama beberapa abad, para pemikir Islam berusaha keras untuk membangkitkan Islam kembali, termasuk di dalamnya hal pemikiran hukumnya. Kebangkitan kembali ini timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang membawa kemunduran dunia Islam secara keseluruhan. Maka kemudian muncullah gerakan-gerakan baru.
Fenomena-fenomena yang
muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan suatu wujud kesadaran dari kebangkitan
hukum Islam. Bagi mayoritas pengamat, sejarah kebangkitan dunia Islam pada
umumnya dan hukum Islam khususnya, terjadi karena dampak Barat. Mereka
memandang Islam sebagai suatu massa yang semi mati yang menerima
pukulan-pukulan yang destruktif atau pengaruh-pengaruh yang formatif dari
barat. Fase kebangkitan kembali ini merupakan fase meluasnya pengaruh barat
dalam dunia Islam akibat kekalahan-kekalahan dalam lapangan politik yang kemudian
diikuti dengan bentuk-bentuk benturan keagamaan dan intelektual melalui
berbagai saluran yang beraneka ragam tingkat kelangsungan dan intensitasnya.
Periode kebangkitan ini berlangsung mulai sejak abad ke 19, yang merupakan
kebangkitan kembali umat islam, terhadap periode sebelumnya, periode ini
ditandai dengan gerakan pembaharuan pemikiran yang kembali kepada kemurnian
ajaran islam.
Gerakan pembaharuan ini
cukup berpengaruh pula terhadap perkembangan fiqih. Banyak diantara banyak
diantara pembaharuan itu juga adalah ulama-ulama yang berperan dalam
perkembangan fiqih itu sendiri.
B.
Tanda –tanda kemajuan
a.
Di
bidang perundang-undangan
Periode ini mulai dengan asa berlakunya majalah al –ahkam
al-Adliyah yaitu Kitab Undang-Undang hokum Perdata Islam Pemerintah Turki
Usmani pada tahun 1292 Hatau tahun 1876 M. baik bentuk maupun isi dari kitab
Unadang-Undang tersebut berbeda dengan bentuk dan isi kitab fiqh dari satu
madshab tertentu. Bentuknya adalah bentuk dan isi madshab tertentu saja.
Meskipun warna hanafi sangat kuat.
Di mesir dengan keluarnya Undang-Undang No. 25 tahun 1920 M, dalam
sebagian pasal-pasalnya dalam hukum keluarga tidak menganut madshab hanafi, tetapi
mengambil pendapat lain dari madshab al-Arba’ah. Kemudian dalam Undang-Undang
No 25 Tahun 1929 M, juga tentang hukum keluarga maju yaitu tidak hanya
mengambil dari Masahib Al-arba’ah,tetapi jg dari mashab lain. Pada tahun 1936
M. Undang-Undang hukum keluarga di Mesir tidak mengikatkan diri secara ketat
dengan madshab, tetapi juga mengambilpendapat ulama lain yang sesuai degan
kemaslahatan manusia dan perkembangan masyarakat. Contoh lain tentang al –
Washiyah al- Wajibah di Mesir tahun 1946, di Siria tahun 1953, di tunis tahun
1957, di Maroko tahun 1958 di Indonesia dengan UU No. 1 Tahun 1974 tidak
melalui tahap-tahp seperti di Mesir, tetapi tampaknya langsung mengambil
pendapat-pendapat yang maslahat untuk diterapkan di Indonesia. Demikian pula
halnya dengan PP No. 28 Tahun 1977 dan pengaturan zakat dibeberapa provinsi.
b.
Di
Bidang Pendidikan
Di perguruan –perguruan tinggi Agama di Mesir,
Pakistan maupun di Indonesia dalam cara mempelajari fiqh tidak hanya di
pelajari satu madshab tertentu, tetapi jg dipelajari madshab-madshab yang lain
secara muqoronah atau perbandingan, bahkan juga dipelajari sisitem Hukum Adat
dan Sistem Hukum Romawi. Dengan demikian
diharapkan wawasan berpikir hukum
dikalangan mahasiswa islam menjadi lebih
luas juga lebih mendekatkan hukum islam dan hukum yang selama ini berlaku,
bukan hanya di bidang hukum keluarga tapi juga dibebagai hukum lainnya.
Satu hal yang rasanya perlu mendapat
tekanan di sini ialah mempelajari Ushul fiqih haruslah mendapat perhatian yang
lebih besar lagi untuk memungkinkan ilmu fiqh berkembang lebih terarah, sebab
ushul fiqh itulah cara pemikiran hukum dalam islam.
c.
Di bidang penulisan buku-buku dalam Bahasa
Indonesia dan penerjemahan.
Penulisan Ushul fiqh dan fiqh Berbahasa Arab,
namu dalam penulisan hal tersebut hanya sedikit orang indonesia yang mampu
membca dan memahaminya. Tetapi sekarang tampak satu kegiatan penulisan tentang
Ushul Fiqh dan Fiqh dalam Bahasa Indonesia. Baik yang sudah dicetak dan
tersebar luas di masyarakat maupun masih berupa diktat-diktat yang stensilan.
Demikian pula halnya dengan penerjemahan menampakkan kegiatan yang meningkat meskipun
masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah kitab-kitab yang baik untuk
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, untuk jadi seorang
ahli dalam fiqh tetap harus kembali membaca dan meneliti kitab-kitab fiqh
aslinya dalam bahsa Arab.agiamanpun juga kitab-kitab (buku) Ushul Fiqh dan Fiqh
dalam bahasa indonesia serta terjemahannya sangat bermamfaat untuk
memperkenalkan pemikiran-pemikiran dalam bidang fiqh kepada kalangan yng lebih
luas.
Pemikiran kembali tentag fiqh sedang tumbuh
dan tampaknya pemikiran-pemikiran itu sepert alur ijtihad Umar Abdullah Bin
mas’ud dan Abu Hanifah. Yaitu berpegang teguh kepada dalil-dalil kulli,
prinsip-prinsip umum dan semangat ajaran sedang yang selebihnya bisa mengambil
dari fiqh atau dengan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Alternatif ini merupakn yang terbaik untuk menghadapi masalah –masalah yang
bukan saja ruang lungkupnya sangat luas, tetapi juga sangat rumit dan tidak
realistis hanya dihadapi dengan materi fiqh
C.
Tokoh kebangkitan Kembali dan Gerakan
1.
Tokoh
Ibnu Taimiyah (10 rabiul Awal 661 H)
2. Muhammad bin Abdul wahab (1791 M-1787 M) di Saudi Arabia,
3. Muhammad Al-Sanusi (1791 M-1859 M) di Lybia dan Maroko,
4. Jamal al-din Al-Afgani (1839M- 1897 M),
5. Muhammad Abduh (1849 M- 1906M)
6. Muhammad rasyid Rida ( 1865 M-1935M ) di Mesir dan lain sebagainya.
Adapun gerakan yang dilakukan dalam menentang ketidakbenaran dalam praktik
keagamaan umat islam ini telah meresmikan perang terhadap taklid diperalihan
abad 13-14 M. Usahanya ini kemudian membuatnya dijuluki “bapak tajdid” dalam islam yang menggerakkan
umatnya agar keluar dari mashab-mashab dan mulai memperbaharui system berpikir,
membangun kembali hokum Islam sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Kitab
dan sunnah rasul.
Menurut para ulama dan fuqoha ada empat pola utama
yang menonjol pada saat kebangkitan ilmu fiqh, yaitu :
- Modernisme, pola pemikiran ini dipelopori
oleh sejumlah pemikir dan sarjana muslim, pendukung pola ini mendakwakan
bahwa fiqh Islam tidak lagi mampu merespon berbagai perkembangan baru yang
muncul dari multidimensionalitas kebutuhan dan kepentingan manusia yang
kini cenderung lebih kritis akibat keluasan informasi dan
pengalaman. Gagasan utama pendukung pola ini, untuk mengimbangi dan
menjawab tantangan – tantangan baru kita harus berani meninggalkan fiqh
yang sudah ada dan membangun fiqh baru yang kontekstual.
- Survivalisme, pendukung pola ini bercita –
cita mebangun pemikiran fiqh dengan berpijak pada mazhab – mazhab fiqh
yang sudah ada. Keluasan tesarwah fiqhyah, menurut pendukung pola ini
harus di kembangkan. Hingga sampai saat ini.
- 3. Tradisionalisme,
pendukung pola ini menekankan keharusan kembali kepada Al-qur’an dan
As-sunnah. Satu hasl yang menarik dari cita – cita pola ini adalah
penolakannya yang sangat keras terhadap ikhtilaf atau perbedaan pendapat.
Mereka menolak bahwa ikhtilaf umat merupakan rahmat. Persoalan ikhtilaf
ini, menurut mereka harus dirujuk pada pada hadis, bukan pada pendapat –
pendapat para imam mazhab.
- Neo –
survivalisme, pola terakhir ini disebut neo – survivalisme,
kerena para pendukungnya selain menawarkan fiqh pengembangan juga
menampakkan concernya yang besar terhadap kepedulian social. Karenanya,
dalam banyak hal, mereka mengajukan suatu pendekatan transformative dalam
memahami fiqih dan upaya mencari relefansinya dengan persoalan – persoalan
kekinian
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Kebangkitan fiqih dimulai dari akhir
abad ketiga belas hijriyah sampai pada hari ini. fase ini mempunyai karakter
dan corak berbeda dengan fase – fase sebelumnya. Fiqih dihadapkan pada zaman
baru yang sejalan dengan perkembangan zaman, dapat member saham dalam
menentukan jawaban atas setiap permasalahan yang muncul pada hari ini dari
sumbernya yang asli, menghapus taqlid, dan tidak terpaku dengan mazhab atau
kitab tertentu.
2.
Kebangkitan fiqih ditandai oleh dua
aspek, yaitu :
1.
Pembahasan fiqih Islam, dengan
memberikan perhatian khusus terhadap kajian mazhab-mazhab dan pendapat-pendapat
fiqhiyah, fiqih tematik, fiqih komparasi, dan Mendirikan lembaga-lembaga kajian
ilmiah dan menerbitkan ensiklopedi fiqih.
2.
Kodifikasi hukum fiqih, di mulai
pada awal abad ke-2 H, ketika Ibnu Muqaffa’ menulis surat kepada
Khalifah Abu Jafar Al-Mansur, kemudian kodifikasi terhadap fiqih Islam
betul-betul terwujud di Turki Ketika muncul Majallah Al-Ahkam Al-Adliyyah
(semacam kitab undang-undang hukum perdata ).
3.
Tokoh-tokoh yang berjasa dalm
kebangkitan fiqih Islam, mereka adalah; Muhammad Abduh, Syeikh Muhammad
As-Sirhindi, Sayyid Ahmad Syahid, Muhammad Ali Pasya, Al-Tahtawi, Jamaluddin
Al-Afghani, Rasyid Rida, Sultan Mahmud II, Mutafa Kemal, Sayyid A. Khan, Sayyid
Amir Ali, Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
B. SARAN
Sebelumnya kami penyusun makalah ini
meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan maklah kami karena kamii
hanya manusia biasa yang tak lufuk dari kesalahan dan kekhilafan. Olaeh
karenanya kami meminta kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
demi perbaikan maklah ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Koto Alaiddin, 2011. Ilmu Fiqh dan Ushul fiqh, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Djazuli, penggalian perkembangan, dan
penerapan hukum islam, Kencana, predana Media Group, Jakarta
(159-161)
www. Makalah Ilmu Fiqih.com di
download pada hari rabu, 1 januari 2014.
Tags:
MAKALAH