KEBIASAAN KETATANEGARAAN (CONVENTION) SEBAGAI SUMBER
HUKUM
Sebagai contoh dapat di kemukakan bahwa menurut pasal 17 undang-undang dasar 1945, menteri negara bertanggung jawab kepada presiden, karena ia adalah pembantu presiden. Dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia di tahun 1945 ternyata bahwa seorang menteri negara yang bertanggung jawab kepada presiden, karena kebiasaan ketatanegaraan menteri negara itu bertanggung jawab kepada badan pekerja komite nasional Indonesia pusat-semacam DPR-hal ini terjadi karena keluarnya maklumat wakil presiden no.X tanggal 16 oktober 1945, yang kemudian diikuti dengan maklumat pemerintahan tanggal 14 november 1945, di mana komite nasional Indonesia pusat yang membantu presiden dalam menjalankanwewenangnya berdasarkan aturan peralihan pasal iv undang-undang dasar 1945, menjadi badan sederajat dengan presiden, dan tempat menteri negara bertanggung jawab. Dan ini terjadi dalam kabinet syahrir I, II, dan III, serta kabinet amir sjarifudin yang menggantikannya.
Dalam
kebiasaan itu terdapat unsure yang menunjukan bahwa suatu perbuatan yang sama
berulang-ulang dilakukan, yang kemudian diterima dan ditaati. Kebiasaan ini
akan menjadi hukum kebiasaan manakala ia di beri sanksi.
Kebiasaan
ketatanegaraan ialah perbuatan dalam kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan
berulang kali, sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatenegaraan,
walaupun ia bukan hukum. Di sinilah letak perbedaannya dengan ketentuan hukum
yang suddah tidak diragukan lagi
kesalahnnya, tetapi sebaliknya kebiasaan ketatanegraan walaupun bagaimana
pentingnya ia tetap merupakan kebiasaan saja.
Sebagai
contoh mengenai kebiasaan lainnya dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia
dapat pula di kemukakan di sini, bahwa pada setiap tanggal 16 agustus, presiden
harus mengucapkan pidato ketatanegaraan di dalam sidang dakwah perwakilan
rakyat. Pidato ketatanegaraan tersebut pada hakikatmya merupakan lebih dari
suatu laporan tahunan yang bersifat informatoris dari presiden, karena dalam
laporan itu juga dimuat suatu rencana mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
akan ditempuh pada tahun yang akan datang. Pada masa presiden soekarno
almarhum, pidato semacam itu di ucapkan langsung di hadapan rakyat di depan
istana yang disebut”amanat 17 agustus” pada tiap tanggal 17 agustus dalam
pertanggungan jawabannya sebagai pemimoin besar revolusi bukan sebagai
presiden.
Juga
pidato presiden lainnya yang merupakan convention adalah pidato yang diucapkan
sebagai keterangan peerintahan tentang rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara pada minggu pertama bulan januari setiap tahunnya. Isinya berupa
hasil-hasil kegiatan nasional serta hasil penilain tahun yang lalu dan rencana
anggaran pendapatan dan belanja negara untuk tahun yang akan datang.
Beberapa
contoh mengenai kebiasaan ketatanegaraan yang terdapat di inggris antara lain
ialah, bahwa seorang menteri haruslah seorang anggota dari parlemen. hal ini
terjadi ketika mr.patrick Gordon walker yang telah diangkat oleh partai buruh
inggris sebagai menteri setelah pemilihan umum pada bulan oktober 1964, harus
memperoleh keanggotaan house of commons. Untuk itu ia ikut dalam pemilihan umum
tambahan/susulan yang di adakan setelah pemilihan umum tersebut di atas, dan
saying sekali bahwa ia tidak terpilih, sehingga akibatnya ia harus meletakkan
jabatannya sebagai menteri luar negeri.
Contoh
lain ialah bahwa raja atau ratu akan mengangkat ketua partai yang menang dalam
pemilihan umum sebagai perdana menteri.
Konvensi-konvensi
di inggris adalah banyak seali dan ia dibedakan dari hukum konstitusi(law of
constitution), karena konvensi tidak dapat dipaksakan atau diakui oleh
badan-badan peradilan. Konvensi-konvensi itu antara lain adalah kebiasaan(customs),
praktek-praktek(practices), azas-azas(maxims) atau peraturan-peraturan lainnya
seperti di bawah ini; suatu kabinet yang sudah tidak mendapat dukungan
kepercayaan dari majelis rendah(house of commons) akan meletakkan jabatannya,
raja harus mengesahkan setiap rancangan undang-undang(bill), majelis
tinggi(house of lords) tidak akan mengajukan suatu rancangan undang-undang
keuangan(money bill).
Di
amerika serikat, contoh kebiasaan ketatanegaraan antara lain ialah, bahwa
seorang calon presiden amerika serikat dan wakilnya dipilih oleh konvensi
partai politik yang bersanggutan, untuk kemudian dipilih oleh rakyat.
Contoh
lain adalah mengenai terjadinya sistem parlemener di negara belanda yang timbul
sebagai akibat dari perselisihan antara pemerintah dan parlemen pada tahun
1866-1868 karena masalah jajahannya(koloni).
SANKSI NORMA AGAMA, KESUSILAAN, KESOPANAN,
KEBIASAAN,HUKUM DAN ADAT
Sanksi
itu terdapat tidak hanya di bidang norma-norma hukum, tetapi juga di bidang
norma-norma agama, kesusilaan dan sopan santun. Jadi tidaklah benar
pendapat-pendapat yang mengatakan, bahwa sanksi itulah yang membedakan
norma-norma hukum dari norma-norma social lainnya.
Khusus
sebelum masuknya hukum barat ke dalam Indonesia di sini disebut hukum adat
sebagai lawan bagi hukum syara’ atau hukum agama islam.
Sesudah
datangnya hukum barat, maka hukum adat itu menjadi di perlawankan pula pada
undang-undang. Hukum adat adalah berdasar pada lembaga-lembaga atau kebiasaan
lama, hukum syara’ berdasar pada kitabu’llah. Adat itu kita perinci lagi
sebagai berikut:
1. Adat
seseorang adalah kebiasaan atau sifat seseorang seperti makan sirih dan
merokok.
2. Adat
sesuatu daerah adalah lembaga kebiasaan yang di pakai dari zaman dulu dalam
daerah itu.
3. Adat
istiadat dari suatu negeri adalah kebiasaan yang terpakai di negeri itu yang
berlainan dengan adat di negeri lain.
4. Adat
yang sebenarnya adat adalah adat yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh
hujan. Juga disebut adat air cair, adat api panas, yuang mungkin sangat
mendekati atau benar-benar sama artinya dengan”natuurrecht” atau hukum alam.
5. Adat
yang diadatkan adalah adat yang terjadi diteteapkan oleh penghulu-penghulu
adat.
Adat yang
teradat adalah adat yang terjadi sendirinya tanpa kata mufakat, melainkan karena kebiasaan.
Adat
istiadat adalah adat yang ada sebelum datangnya islam, dan diantaranya ada yang
terasa tidak begitu di senangi oleh
islam, seperti menyambung dan lain-lain.
Prof.Dr.Mr.R.Soepomo
mengajukan memandang hukum adat sebagai sama dengan hukum yang tidak tertulis,
yang meliputi peraturan-peraturan hidup, yang meskipun tidak ditetapkan oleh
yang berwajib namun ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan pada keyakinan
atas kekuatan yang dikandung oleh peraturan-peraturan itu.
Yang
pertama mempergunakan hukum adat sebagai menunjukan pada hukum yang tidak
dikodifikasikan ialah prof.Dr.Snouck hurgronye, 1893.
BEBERAPA CONTOH ADAT DI INDONESIA DAN LUAR NEGERI
Kebiasaan dan Contoh Kebiasaan
Masyarakat Indonesia Hakikat
Download Gambar Mahabharat-Wallpaper-1-Wallpaper-HD
Kebiasaan
merupakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan secara berulang-ulangan dalam
waktu yang relatif lama. Kebiasaan keberadaannya dalam masyarakat diterima
sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun
bukan aturan, kebiasaan masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku keseharian warga
masyarakat.
Masyarakat
akan berusaha berperilaku sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat agar dapat
diterima dalam masyarakat tersebut. Orang yang tidak mengindahkan kebiasaan
yang ada dalam masyarakat cenderung kurang diterima masyarakat.
Pelanggaran terhadap kebiasaan masyarakat akan mendapat
sanksi yang kurang tegas, misalnya menjadi bahan gunjingan maupun sindiran.
Contoh kebiasaan antara lain;
·
Mengunjungi orang yang lebih tua dan mengirimkan salam
kepada sahabat atau kenalan yang lama tidak pernah berjumpa.
·
Menjenguk tetangga yang sedang sakit.
·
Kebiasaan mengetuk pintu atau mengucapkan
salam sebelum masuk ke rumah orang lain.
Sehingga kebiasaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut;
·
Membedakan individu yang satu dengan yang lain atau
kelompok yang satu dengan kelompok lain.
·
Menjaga solidaritas atau rasa kesetiakawanan antaranggota
masyarakat.
Beberapa definisi atau pengertian istilah yang sering
digunakan adalah sebagai berikut:
·
Adat adalah aturan yang lazim diturut atau dilakukan
sejak dulu kala.
·
Budaya adalah pikiran, akal budi, sesuatu yang sudah berkembang.
·
Kebiasaan adalah sesuatu yang biasa / lazim / umum
dikerjakan.
·
Kaidah adalah aturan yang sudah pasti.
·
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama
dan terikat oleh suatu kebudayaan yang sama.
·
Norma adalah pedoman / aturan berperilaku dalam
masyarakat yang bersifat mengikat.
Kebiasaan dan Adat-Istiadat
(Custom) Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Selain norma
yang merupakan aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok di
masyarakat, serta dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalian tingkah laku,
yang sesuai dan diterima tersebut, masih ada kebiasaan yang dilakukan oleh
anggota masyarakat. Kebiasaan adalah tindakan yang lazim/umum dilakukan
masyarakat.
Contohnya
kebiasaan makan dengan tangan kanan, kebiasaan bertegur sapa bila bertemu
dengan orang yang telah dikenal. Meskipun bukan merupakan aturan, kebiasaan
mempunyai pengaruh terhadap perilaku keseharian warga masyarakat. Pada umumnya
orang berusaha berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat. Seseorang melakukan hal itu agar ia diterima dalam masyarakat.
Sebaliknya, seseorang yang kurang atau tidak mengindahkan kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat cenderung kurang diterima masyarakat.
Karena bukan
aturan, maka sanksi terhadap pelanggar kebiasaan relatif longgar atau tidak
begitu berarti, misalnya pelanggarnya menjadi bahan gunjingan warga masyarakat.
Contoh lain dalam kehidupan masyarakat ada kebiasaan mengirimkan makanan kepada
tetangga sekitar. Seperti halnya apabila suatu keluarga mengalami peristiwa
menggembirakan seperti kelahiran anaknya, pernikahan atau pesta ulang tahun.
Apabila ada suatu keluarga mengalami hal tersebut tidak melakukan kebiasaan
itu, maka ada kecenderungan keluarga tersebut akan menjadi bahan gunjingan
warga masyarakat.
Apabila suatu
kebiasaan tertentu diterima oleh anggota masyarakat, maka bagi yang tidak
melaksanakan dianggap melanggar hukum. Dengan demikian, pelanggarnya dianggap
melanggar hukum. Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan secara
berulang-ulang dalam hal yang sama. Kebiasaan dalam kehidupan masyarakat juga
dijadikan pedoman hidup bersama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh
anggota masyarakat, maka bagi yang tidak melaksanakan dianggap melanggar
pelaksanaan hukum. Dengan demikian bagi pelanggarnya disebut melanggar hukum.
Contohnya
adalah seorang makelar menerima komisi 2% dari hasil penjualan barang atau
pembelian barang sebagai upah dan hal ini terjadi berulang-ulang, maka bagi
komisioner lainnya akan menerima komisi 2%, maka timbullah suatu kebiasaan yang
lambat laun berkembang menjadi hukum kebiasaan.
Selain
kebiasaan juga berlaku adat-istiadat (custom). Adat istiadat dipandang
penting bagi kehidupan suatu masyarakat. Masyarakat Indonesia kaya akan adat
istiadat atau adat kebiasaan yang hidup di lingkungan suku-suku bangsa di tanah
air Indonesia.
Contoh tindak
mencuri merupakan bentuk kejahatan serius terhadap adat istiadat yang sangat
menekankan penghargaan terhadap hak milik pribadi. Bagi masyarakat tertentu
mencuri merupakan perbuatan tabu yang menurut adat istiadat bersifat melarang.
Contoh lain tentang perkawinan antarkerabat dekat atau makan daging manusia,
masyarakat menganggap tabu. Sanksi bagi pelanggarnya lebih keras dibandingkan
pelanggaran terhadap cara, kebiasaan, dan tata kelakuan.
Contoh kebiasaan dalam
hukum adat
BUDAYA KEKERASAN TERHADAP PENCURI
Banyaknya suku yang ada di Indonesia membuat Indonesia juga dipenuhi oleh
berbagai macam adat dan kebiasaan beserta hukum – hukumnya. Diantara adat –
adat atau kebiasaan tersebut terdapat beberapa adat yang bertentangan dengan
hukum positif yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah budaya kekerasan yang
terjadi kepada maling atau pencuri yang mencuri di daerah tersebut yang mungkin
sampai sekarang masih berlaku. Contoh budaya kekerasan ini di ikuti oleh
masyarakat di Bojonegoro. Mungkin bukan hanya di Bojonegoro saja budaya atau
kebiasaan ini, namun sesuai dengan tugas yaitu hukum adat disekitar saya jadi
saya mengambil contoh di daerah Bojonegoro.
Indonesia memiliki hukum positif sebagai aturan yang mengatur masyarakatnya.
KUHP, KUHPER adalah beberapa produk dari hukum positif tersebut. Selain KUHP
dan KUHPER, Indonesia juga memiliki peraturan yang menjadi dasar segala sumber
hukum di Indonesia, Yaitu UUD 1945. Undang – Undang ini menjadi dasar dalam
membuat perundang – undangan. Jadi semua undang – undang yang ada di Indonesia
tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Hukum adat sendiri adalah aturan yang tidak tertulis dan diikuti serta dipatuhi
masyarakat di daerah tertentu dan biasanya ada sejak jaman dulu. Hukum positif
sanksinya nyata, berupa denda atau pidana penjara. Tetapi jika hukum adat
berbeda, sanksinya berupa sanksi sosial atau dikeluarkan dari masyarakat
tersebut. Tetapi biasanya masyarakat lebih sering mematuhi hukum adat karena
sudah ada sejak jaman dulu dan menjadi kebiasaan hingga sekarang.
Hukum positif sendiri berupa hukum yang tertulis. Sedangkan hukum adat adalah
hukum yang tidak tertulis. Adat atau kebiasaan yang berada di Indonesia harus
sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Tetapi dalam
kenyataannya, banyak juga adat atau kebiasaan yang sangat berlawanan dengan
hukum positif yang ada. Seperti halnya menghajar pencuri yang seperti pada
kebiasaan masyarakat Bojonegoro. Kekerasan seperti ini sudah sangat sering
terjadi dan hingga sekarang masih diberlakukan di daerah tersebut.
Sebenarnya kebiasaan ini sudah sangat berlawanan dengan hukum positif di
Indonesia. Tetapi kebiasaan ini terjadi sejak dulu sebelum ditegakkannya hukum
positif, sehingga kebiasaan tersebut tetap berlaku sampai sekarang dan menjadi
sebuah hal yang wajar di masyarakat. Dalam hukum positif kita, pencuri tidak
boleh di hakimi sendiri atau di hajar oleh warga, karena bertujuan untuk
melindungi hak asasi untuk hidup si pencuri tersebut. Seharusnya maling atau
pencuri di tangkap dan diamankan oleh hansip atau masyarakat yang berjaga di
daerah itu yang memiliki wewenang untuk mengamankan daerah tersebut dan
kemudian dibawa ke tempat yang aman agar maling atau pencuri tersebut tidak
kabur baru kemudian menghubungi pihak yang berwajib (dalam hal ini kepolisian).
Setelah itu baru kepolisian menangkap maling atau pencuri itu untuk dibawa ke
kantor polisi untuk diinterogasi. Namun yang terjadi di masyarakat sangat
berbeda. Apabila terdapat maling atau pencuri di daerah tersebut pasti di
keroyok, di hajar sampai babak belur bahkan kadang di arak mengelilingi daearah
itu, bahkan sampai menimbulkan kematian bagi si pencuri. Sebenarnya tujuan
kebiasaan itu baik dan tidaklah salah, hanya memberikan efek jera dan malu bagi
si pencuri agar tidak mengulangi perbuatan mencuri yang dilakukannya. Tetapi
kekerasan yang terjadi kadang menimbulkan efek yang jauh dari tujuan budaya
tersebut, contohnya sampai pencuri tersebut meninggal karena di hajar
masyarakat seperti yang sering terjadi di daerah Bojonegoro. Jika sudah terjadi
kejadian yang demikian, sudah pasti tidak ada yang bisa disalahkan atas
tindakan kekerasan tersebut. Hal ini sudah tentu membuat keluarga pencuri tidak
bisa menerima kejadian itu dan membuat kesulitan kepolisian untuk melakukan
proses penyidikan kasus pencurian yang dilakukan si pencuri tadi. Hingga saat
ini belum ada upaya dari kepolisian untuk menangani kebiasaan masyarakat untuk
menghakimi sendiri pencuri tadi.
Namun sekarang pertanyaannya adalah Bagaimana cara aparat penegak hukum untuk
menangani budaya ini?. Beberapa cara agar kekerasan ini tidak terjadi sudah
dijalankan. Seperti mengamankan pencuri ke pos hansip, mengamankan pencuri ke
rumah ketua RT, kepala desa atau tokoh dalam masyarakat itu, langsung membawa
pencuri tersebut ke kantor polisi, bahkan polisipun langsung turub tangan atau
mengawal dan mengamankan si pencuri tersebut. Tetapi tetap saja pencuri masih
terkena pukulan, tendangan bahkan lemparan batu dari masyarakat yang entah
bagaimana caranya bisa dilakukan. Memang perbuatan mencuri yang dilakukan si
pencuri itu salah. Namun jika budaya ini tetap berjalan tidak menutup
kemungkinan semakin banyak pencuri yang dihajar masyarakat hingga meninggal.
Budaya seperti ini sudah pasti sulit dihilangkan, karena budaya ini sudah
terjadi sejak dulu dan tetap berjalan hingga sekarang.
Pengroyokan yang dilakukan terhadap maling atau pencuri memanglah salah. Namun
kepolisian sendiri sepertinya tidak menyalahkan kebiasaan masyarakat tersebut.
Alasannya kepolisiian merasa terbantu dengan kebiasaan masyarakat ini. Dengan
maling atau pencuri dikeroyok, pasti maling atau pencuri itu tidak mungkin
kabur karena sudah pasti kondisi fisik pencuri itu sudah babak belur. Tetapi jika
dilihat dari hukum positif kita, Pengroyokan yang dilakukan terhadap maling
atau pencuri adalah salah. Yang berhak mengadili adalah kepolisian dan
pengadilan
Tindakan pencurian sebenarnya dilarang dan sudah ada di Kitab Undang – Undang
Hukum Pidana (KUHP) Bab XXVI tentang Pencurian, pasal 362 dengan penjara paling
lama 5 tahun. Di dalam bab tersebut sudah dijelaskan tentang larangan pencurian
beserta lama pidana penjaranya atau pidana dendanya. Namun tindakan pencurian
masih saja ada dan masih tetap dilakukan. Alasannya sederhana, karena faktor
ekonomi. Kemiskinanlah yang membuat orang nekat untuk melakukan perbuatan
mencuri hanya untuk memenuhi kebutuhan faktor ekonominya. Selain itu seharusnya
mengroyok pencuri dapat dikenakan pasal penganiayaan Bab XX, pasal 351. Tetapi
hingga sekarang belum terdapat kasus jika pengeroyokan kepada pencuri dapat
dikenakan pasal 351 tentang penganiayaan. Berarti hal ini membuktikan bahwa
kebiasaan tersebut tidak dapat dimasuki oleh hukum yang ada di Indonesia.
Berikut adalah isi dari pasal 362 tentang pencurian.
Pasal 362
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksut untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dipidana paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan
ratus rupiah.
Berikut adalah isi dari pasal 351 tentang penganiayaan.
Pasal 351
1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahundelapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka – luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Tetapi masalahnya jika mengeroyok atau menghakimi sendiri
perampok termasuk dalam pasal 351 tentang pencurian, masalahnya terletak pada
siapa yang disalahkan dan siapa yang akan dijadikan tersangkan dalam
pengeroyokan tersebut. Apakah kepala desa? Atau tokoh masyarakat? Atau hansip
atau yang menjaga daerah tersebut?. Hal ini yang sulit dilakukan. Karena
pengroyokan sudah pasti dilakukan lebih dari 2 orang. Jika dilihat kasusnya
adalah mengeroyok orang yang mencuri. Dapat diperkirakan yang mengeroyok hampir
orang satu kampung. Jika seperti itu maka akan sangat sulit untuk menjadikan
atau mencari tersangka dalam kasus tersebut.
Jika kekerasan tidak cocok untuk memberi pelajaran atau membuat kapok pencuri,
lalu cara apa yang kiranya dianggap pas untuk memberi pelajaran atau membuat
kapok pencuri?. Pertanyaan tersebut yang masih belum terjawab, sampai saat ini
yang dianggap ampuh untuk membuat kapok pencuri hanyalah kekerasan atau
pengroyokan. Banyak kasus seorang pencuri adalah seorang residivis, berarti dia
pernah dipenjara atas kasus yang sama. Hal ini membuktikan bahwa orang yang
melakukan kejahatan termasuk orang yang mencuri, banyak yang tidak takut akan
hukuman pidana atau hukuman penjara. Mereka kebanyakan lebih takut jika
ketahuan warga lalu dikeroyok dan diarak, bahkan mereka lebih takut dikeroyok
masyarakat hingga mati. Berarti mereka lebih takut kepada sanksi sosial yang
diberikan masyarakat daripada takut kepada hukum yang ada.
Menurut analisis bahasan saya di atas. Sudah sangat jelas bahwa kebiasaan
menghajar pencuri sangat berlawanan dengan hukum positif yang ada di Indonesia.
Harus ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum serta pemerintah untuk
menghilangkan kebiasaan ini. Karena kebiasaan ini di anggap tidak pantas di
mata hukum. Sebagai warga negara yang taat dengan hukum, jika kita berada dalam
masyarakat yang memiliki kebiasaan seperti itu, kita harus menyadarkan
masyarakat bahwa kebiasaan yang seperti itu sangat tidak baik. Karena selain
aparat penegak hukum serta pemerintah yang berusaha menghilangkan kebiasaan
tersebut, pertama – tama harus dari dalam dirilah yang sadar bahwa kebiasaan
mengeroyok pencuri adalah tindakan yang salah dan menjurus ke arah kriminal dan
agar kebiasaan tersebut bisa hilang dan Indonesia menjadi negara yang benar –
benar menjadi sebuah negara penegak dan taat pada hukum
Kesimpulan saya dalam bahasan saya ini, seharusnya adat, budaya dan kebiasaan
harus berjalan selaras dan seimbang dengan hukum positif yang ada di Indonesia
dan seharusnya suatu kebiasaan bisa menimbulkan keadilan bagi suatu masyarakat
yang berasal dari daerah itu maupun berasal dari luar daerah itu. Jika
memberikan sanksi sosial selayaknya tidak boleh melanggar hukum – hukum yang ada
di Indonesia. Jadi kebiasaan kekerasan terhadap pencuri seharusnya dihilangkan
karena kekerasan sendiri sudah termasuk tindakan kejahatan dan dapat dikenakan
pasal pidana sekaligus melanggar hak asasi manusia si pencuri karena pencuri
juga manusia walupun yang mereka lakukan adalah tindakan kriminal.
PENGERTIAN DAN CONTOH KAIDAH AGAMA
Kaidah
agama adalah aturan tingkah laku yang berupa
perintah-[erintah,larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang diyakini oleh
penganutnya sebagai berasal dari tuhan.
Para
pemeluk agam mengakui dan berkeyakinan, bahwa peraturan-peraturan hidup berasal
dari tuhan dan merupakan tuntutan hidup kea rah jalan yang benar.
Kaidah
agama dibedakan atas kaidah agama yang mengatur hubungan manusia dengan
tuhan(kaidah ibadat) dan kaidah agama yang mengatur hubungan manusia dengan
sesame dan bersifat kemasyarakatan(kaidah muamalat). Di samping itu, dalam
agama islam dikenal juga kaidah atau norma yang terkait dengan keyakinan
(keimanan)(kepada Allah, malaikat, kitab, nabi/rasul, kiamat, dan qadha dan
qadhar). Dan juga dikenal dengan kaidah akhlak yaitu yang berupa norma-norma
kesusilaan atau moral dan kesopanan yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia, manusia dengan allah, dan manusia dengan makhluk lainnya. Oleh karena
itu, kaidah agama memiliki nilai-nilai yang fundamental yang mewarnai berbagai
kaidah social yang lain, seperti kaidah kesusilaan,kesopanan, dan hukum. Namun
demikian, dalam konteks kajian(syariah) adalah kaidah yang mengatur hubungan
manusia secara praktis yang dilaksankan sehari-hari, yang meliputi kaidah
ubudiyah(ibadat) dn muamalat.
Misalnya,
kaidah ibadat menyatakan bahwa bagi pemeluk agama islam harus melaksanakann
shalat, puasa,zakat, dan haji bagi yang mampu. Sedangkan kaidah muamalat
misalnya: dilarang melaksanakan transaksin ribawi,dilarang melakukan menipuan,
dilarang berzina dan lain-lain.
Kaidah
agama itu bersifat umum dan mendunia(universal), karena itu ia berlaku bagi
seluruh golongan manusia di dunia ini.
Pelanggaran
terhadap kaidah agama akan mendapatkan sanksi yang berupa skisa di neraka.
Namun demikian, dalam kaidah agama islam bila kaidah agama tersebut kemudian
dilembagakan menjadi kaidah hukum maka dapat dikenakan sanksi dunia. Misalnya,
hukuman bagi pencuri menurut agama islam adalah dipotong tangannya, maka
apabila aturan ini dijadikan kaidah hukum yang berlaku(hukum positif) maka
hukuman tersebut harus dijalankan seperti yang tertulis dalam kaidah agama.
Bila tidak dijalankan hukuman potong tangan ini maka pelakunya mendapatkan
sanksi diakhirat(neraka).
SUMBER KAIDAH-KAIDAH HUKUM
Kita
telah mengadakan tinjauan selayang pandang atas lapangan kaidah-kaidah hukum.
Kita telah mengetahui apa yang menjadi tujuan hukum dan kita telah mendapatkan
pandangan tertentu dari isi peraturan-peraturan hukum untuk mendapatkan
keterangan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam, tetapi
yang timbul dengan sendirinya.
1.
Pertama-tama
sumber dari kaidah-kaidah hukum itu meminta perhatian kita, dari manakah
datangnya hukum itu, siapakah yang mengadakan peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa itu dalam masyarakat ?
Sepintas
lalu kita akan menjawab,seolah-olah adalah yang sudah sewajarnya: tentu dari
pengundang-undang, dari penguasa yang mempunyai kekuasaan untuk mengadakan undang-undang.berkali-kali
dalam tinjauan kita, kita telah menjumpai undang-undang sebagai sumber hukum
yang terutama, yang dalam hal initraktatpun dapat dimasukan. Maka segeralah
dapat dipastikan dengan tegas; kaidah-kaidah hukum banyak itu memang berasal
dari pengundang-undang, yang menuliskan hukum dalam berbagai undang-undang dan
membukukannya dalam kitab undang-undang.
Dari hukum perdata internasional kita telah
mengetahui, bahwa pengaturan mengenai avarijgrosse yang mula-mulanya berasal
dari kebiasaan dari para peniaga yang mengadakan kontrak-kontrak, kemudian
berkali-kali dirubah oleh persidangan para sarjana dan peniaga.juga dari hukum
antar penegasan dengan undang-undang, telah menimbulkan azas-azas yang penting
dan diterima oleh umum bahwa pada pertentangan-pertentangan kepentingan yang
baru, yang timbul dengan tiba-tiba penyelesaian hukum didapatkan dengan jalan
kebiasaan singkat(kort gebruik) atau keputusan sepihak dan pihak-pihak lainnya.
2.
Jadi kita
menghadapi kenyataan yang kita dapat ungkiri;undang-undang tidak menimbulkan
semua hukum. Selainnya hukum terdapat pula kebiasaan, dan bukan kebiasaan yang
ditunjukan oleh undang-undang, tetapi kebiasaan yang ada di luar undang-undang.
Dan selain dari itu ada suatu hal lain, yang dapat menjadi pokok pangkal
kebiasaan di kemudian hari, tetapi dalam pada itu belum menjadi kebiasaan.
3.
KESIMPULAN
Dalam
hukum di kenal pula apa yang disebut kebiasaan ketatanegaran ini mempunyai
kekuatan yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan. Bahkan
seringkali kebiasaan ketatanegaraan ini dapat menggeser peraturan-peraturan
hukum yang tertulis.
Sanksi
itu terdapat tidak hanya di bidang norma-norma hukum, tetapi juga di bidang
norma norma agama, kesusilaan dan sopan santun. Jadi tidaklah benar pendapat-pendapat
yang mengatakan, bahwa sanksi itulah yang membedakan norma-norma hukum dari
norma-norma social lainnya.
Kebiasaan merupakan
perbuatan atau tindakan yang dilakukan secara berulang-ulangan dalam waktu yang
relatif lama. Kebiasaan keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan
yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun bukan aturan,
kebiasaan masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku keseharian warga
masyarakat.
Kaidah agama adalah
aturan tingkah laku yang berupa perintah-[erintah,larangan-larangan, dan
anjuran-anjuran yang diyakini oleh penganutnya sebagai berasal dari tuhan.
Para
pemeluk agam mengakui dan berkeyakinan, bahwa peraturan-peraturan hidup berasal
dari tuhan dan merupakan tuntutan hidup kea rah jalan yang benar.
Kaidah
agama dibedakan atas kaidah agama yang mengatur hubungan manusia dengan
tuhan(kaidah ibadat) dan kaidah agama yang mengatur hubungan manusia dengan
sesame dan bersifat kemasyarakatan(kaidah muamalat). Di samping itu, dalam
agama islam dikenal juga kaidah atau norma yang terkait dengan keyakinan
(keimanan)(kepada Allah, malaikat, kitab, nabi/rasul, kiamat, dan qadha dan
qadhar). Dan juga dikenal dengan kaidah akhlak yaitu yang berupa norma-norma
kesusilaan atau moral dan kesopanan yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia, manusia dengan allah, dan manusia dengan makhluk lainnya. Oleh karena
itu, kaidah agama memiliki nilai-nilai yang fundamental yang mewarnai berbagai
kaidah social yang lain, seperti kaidah kesusilaan,kesopanan, dan hukum. Namun
demikian, dalam konteks kajian(syariah) adalah kaidah yang mengatur hubungan
manusia secara praktis yang dilaksankan sehari-hari, yang meliputi kaidah
ubudiyah(ibadat) dn muamalat.
DAFTAR
PUSTAKA
Kusnardi, Moh. 1976.hukum tata negara
Indonesia.jakarta pusat.fakultas hukum universitas Indonesia.
Tobing,M.L.1983. sekitar pengantar ilmu
hukum.jakarta pusat.erlangga
Medali
MGMP Kab. Jombang
Hasanuddin,dr. 2004. Pengantar ilmu
hukum. Jakarta. Pt.pustaka al husna baru
Kan, van j. 2011. Pengantar ilmu hukum.
Jakarta. Pustaka sarjana