Makalah Unsur-Unsur Sebuah Hadist - Ulumul Hadist




1.      Bentuk-bentuk hadits
Bentuk hadits terbagi berdasarkan atas dasar apa hadits tersebut keluar atau lahir  , apakah ia keluar karena perkataan Nabi salallahualaiwassalam  atau dari perbuatannya atas sesuatu perkara atau pun atas perbuatannya membiarkan sesuatu.

A.    Hadits Qauli

Hadits Qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berupa perkataan ataupun ucapan yang berkaitan dengan aqidah, syariah dan akhlak ataupun seluruh haidts yang diucapkan Rasul SAW untuk berbagai tujuan dalam berbagai kesempatan.[1]
Khusus untuk para ahli ulama ushul fiqih adalah seluruh perkataan yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum .
Contoh dari hadits Qouli adalah sebagai berikut :
Tentang do’a Rasulullah SAW yang ditunjukan kepada orang yang mendengan, menghafal dan menyampaikan ilmu. Hadits tersebut berbunyi :
نصر الله امرأ سمع منا حديثا فحفظه وبلغه غيره فرب حامل فقه ليس بفقيه ثلاث لايغل عليهن قلب مسلم اخلاص العمل لله ومناصحة ولاة الامور ولزوم جماعة فان دعوتهم طحيط من ورائهم
            Artinya: ” Semoga Allah memberikan kebaikan kepada orang yang mendengarkan perkataan dariku kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain karena banyak orang yang berbicara mengenal fiqih padahal ia bukan ahlinya. Ada tiga sifat yang dapat menghindari timbulnya rasa dengki dihati seorang muslim, yaitu ikhlas beramal kepaa Allaw SWT, saling menasehati dengan pihak penguasa, dan patuh atau setia terhadap jamaah. Karena sesungguhnya do’a mereka akan membimbing dan menjaganya dari belakang”.



Hadits berupa sabda Rasulullah SAW dalam berbagai hal dan keadaan.
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا (رواه مسلم)
Artinya : “Orang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan yang satu sama yang lainnya saling menguatkan:. (HR.Muslim)
Contoh lain, hadits tentang bacaan Al-Fatihah dalam Shalat:
لاصلاة لمن لم يقرأ بام الكتاب
Artinya: “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Ummul Qur’an.
Contoh lain yaitu :
Sabda Rasul SAW mengenai status air laut. Beliau bersabda : Dari Abu Hurairah r.a , dia berkata, bersabda Rasulullah SAW tentang laut,"
Airnya adalah suci dan bangkainya adalah halal."[2]

B.     Hadits fi’li
Yaitu segala perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW [3] , perbuatan Rasul SAW tersebut dapat dijadikan contoh teladan dan dapat dijadikan dalil hukum syara’ atau pelaksanaan suatu ibadah .
            Contoh dari hadits fi’li yaitu sebagai berikut :
            Umpamanya, tata cara pelaksanaan ibadah shalat, haji, dan lainnya. Tentang cara pelaksanaan shalat, Rasul SAW bersabda:
... Dan shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.[4]
           
            Salah satu tata cara yang dicontohkan Nabi SAW dalam pelaksanaanshalat adalah, cara mengangkat tangan ketika bertakbir di dalam shalat, sepertiyang diceritakan oleh 'Abd Allah ibn 'Umar sebagai berikut:Dan 'Abd Allah ibn 'Umar, dia berkata,
"Aku melihat Rasulullah SAW apabila diaberdiri melaksanakan shalat, dia mengangkat kedua tangannya hingga setentang kedua bahunya, dan hal tersebut dilakukan beliau ketika bertakbir hendak rukuk,dan beliau juga melakukan hal itu ketika bangkit dari rukuk seraya membaca,‘Sami’ Allahu liman hamidah'. Beliau tidak melakukan hal itu (yaitu mengangkat kedua tangan) ketika akan sujud." [5]
Jumhur Ulama cenderung menggunakan istilah Khabar dan Atsar  untuk segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dan demikian juga kepadaSahabat dan Namun, para Fuqaha' Khurasan membedakannya dengan mengkhusaskan al-matuquf  , yaitu berita yang disandarkan kepada Sahabat dengan sebutan Atsar  ; dan al- marfu , yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada NabiSAW dengan istilah Khabar [6].

C.          Hadits taqrir
Ialah segala perbuatan sahabat yang diketahui oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau membiarkannya (sebagai pertanda setuju) dan tidak mengingkarinya, contoh :
"Artinya : telah berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada Bilal setelah selesai shalat shubuh : 'Wahai Bilal kabarkanlah kepadaku sebaik-baik amalan yang engkau telah kerjakan di dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu dekatku di syurga ?'. Jawabnya : 'Sebaik-baik amal yang saya kerjakan ialah, bahwa tiap-tiap kali saya berwudhu siang atau malam maka dengan wudhu itu saya shalat (sunnat) beberapa rakaat yang dapat saya lakukan". (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Contoh lain nya yaitu :

كنانصلى ركعتين بعد غروب الشمس وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يرانا ولم يأمرنا ولم ينهنا (رواه مسلم)
“ Adalah kami (para sahabat) melakukan sholat dua rakaat sesudah terbenamnya matahari ( sebelum sholat maghrib), Rasulullah saw, melihat apa yang kami lakukan dan beliau diam tidak menyuruh dan tidak pula melarang kami (HR. Muslim)



 Diantara contoh hadits taqriri ialah sikap Rasul SAW membiarkan para sahabat melaksanakan perintahnya sesuai dengan penafsiran mereka terhadap sabdanya yang berbunyi:
لايصلين احد العسر لافى بنى قريضة (رواه البخارى)
    Artinya: “Janganlah seseorangpun shalat ashar kecuali bila tiba dibaniQuraidah”. (HR. Muslim)
        Sebagian sahabat memahami larangan tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan shalat ashar pada waktunya. Segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan segera menuju bani Quraidhah sehingga mereka dapat melaksanakan shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh Nabi SAW tanpa menyalahkan atau mengingkarinya.

2.      Unsur- unsur hadits

Dalam suatu hadis harus memenuhi 3 unsur.Dimana unsur tersebut dapat mempengaruhi tingkatan hadis, apakah hadis tersebut asli atau tidak. Unsur – unsur tersebutyaitu:

A. Matan, yakni sabda Nabi atau isi dari hadith tersebut. Matan ini adalah inti dari apa yang dimaksud oleh hadis ,misalnya  
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا (رواه الشيخان عن ابى موسى)
Matan, berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari huruf م- ت- نMatan memiliki makna “punggung jalan” atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas.[7] Apabila dirangkai menjadi kalimat matn al-hads maka defenisinya adalah:
ألفاظ الحديث التى تتقوم بها المعانى
“Kata-kata hadis yang dengannya terbentuk makna-makna”.[8]
Dapat juga diartikan sebagai ما ينتهى إليه السند من الكل(Apa yang berhenti dari sanad berupa perkataan).[9] Adapun matan hadis itu terdiri dari dua elemen yaitu teks atau lafal dan makna (konsep), sehingga unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan hadis yang sahih yaitu terhindar dari sya>z| dan ’illat.
Contohnya:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر…
“Amal-amal perbuatan itu hanya tergantung niatnya dan setipa orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrah karena untuk mendapatkan dunia atau karena perempuan yang akan dinikahinya maka hijrahnya (akan mendapatkan) sesuai dengan tujuan hijrahnya…



B. Sanad, yaitu sandaran atau jalan yang menyampaikan kepada matan hadith. Sanad inilah orang yang mengkabarkan hadis dari Rasulullah saw kepada orang yang berikutnya sampai kepada orang yang menulis atau mengeluarkan hadis . Secara bahasa, sanad berasal dari kata سند yang berartiانضمام الشيئ الى الشيئ (penggabungan sesuatu ke sesuatu yang lain)[10], karena di dalamnya tersusun banyak nama yang tergabung dalam satu rentetan jalan. Bisa juga berarti المعتمد (pegangan). Dinamakan demikian karena hadis merupakan sesuatu yang menjadi sandaran dan pegangan[11].
Sementara termenologi, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis sampai kepada Nabi Muhammad saw sebagaimana juga telah dijelaskan diatas . Dengan kata lain, sanad adalah rentetan perawi-perawi (beberapa orang) yang sampai kepada matan hadis.[12]

 Contohnya pada kitab Shohih Bukhari sebagai berikut :

حدثناابن سلام قال اخبرنامحمدبن فضيل قال حدثنا يحي بن سعيد عن ابى سلمة عن ابى هريرة قال : قال رسول الله ص م : من صام رمضان ايمانا واحتساباغفر له ما تقدم من ذنبه

Dari hadis diatas sanadnya adalah orang – orang yang menyampaikan matan hadis sampai pada Imam Bukhori, sehingga orang yang menyampaikan kepada imam bukhari adalah sanad pertama dan sanad terakhir adalah Abu Hurairah. Sedangkan Imam Bukhari adalah orang yang mengeluarkan hadis atau yang menulis hadis dalam kitabnya.

Para ahli hadis memberi penilaian terhadap shohih atau tidaknya dapat berdasarkan pada sanad tersebut. Jika terdapat salah satu sanad yang kurang memenuhi syarat maka dapat mengurangi atau bahkan dapat meragukan kesohihan hadis.

Berikut adalah contoh sanad lainnya :
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول
“Al-Humaidi ibn al-Zubair telah menceritakan kepada kami seraya berkata Sufyan telah mmenceritakan kepada kami seraya berkata Yahya ibn Sa’id al-Ansari telah menceritakan kepada kami seraya berkata Muhammad ibn Ibrahim al-Taimi telah memberitakan kepada saya bahwa dia mendengar ‘Alqamah ibn Waqqas al-Laisi berkata “saya mendengar Umar ibn al-Khattab ra berkata di atas mimbar “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda…



C. Rawi,yaitu orang yang meriwayatkan hadis.
Antara rawi dan sanad orang – orangnya sama, yaitu – itu saja. Misalnya pada contoh sanad, yaitu sanad terakhir Abu Hurairah adalah perawi hadis yang pertama, begitu seterusnya hingga kepada Imam Bukhari. Sedangkan Imam Bukhari sendiri adalah perawi hadis yang terakhir.
Untuk menyeleksi hadis yang sekian banyaknya dan pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup tidak banyak sahabat yang menulis hadis, dan penyampaian hadis Nabi SAW masih terbatas dari mulut ke mulut berdasarkan hafalan dan ingatan saja sampai pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis tahun 99 – 101 H.
Kata perawi atau al-rawi dalam bahasa Arab dari kata riwayat yang berarti memindahkan atau menukilkan, yakni memindahkan suatu berita dari seseoarang kepada orang lain.[13]Dalam istilah hadis, al-rawi adalah orang yang meriwayatkan hadis dari seorang guru kepada orang lain yang tercantum dalam buku hadis.[14]  Jadi, nama-nama yang terdapat dalam sanad disebut rawi, seperti:
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصارى قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر…
Nama-nama  dalam sanad di atas disebut rawi.
Sebenarnya antara rawi dan sanad merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadis pada setiap generasi terdiri dari beberapa perawi.[15] Singkatnya sanad  itu lebih menekankan pada mata rantai/silsilah sedangkan rawi adalah orang yang terdapat dalam silsilah tersebut.


Maka untuk menjaga keaslihan hadis diperlukan Perawi – Perawi hadis yang memenuhi syarat sebaga iberikut :

1. Perawi itu harus orang yang adil, arti adil dalam periwayatan hadis yaitu : muslim, baligh, berakal, tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak sering melakukan dosa kecil.
2. Perawi itu harus seorang yang dabit , Dhabith ini mempunyai dua pengertian yaitu :                               a. Dabit dalam arti bahwa perawi hadis harus kuat hafalan serta daya ingatnya dan bukan orang yang pelupa
b. Dabit dalam arti bahwa perawi hadis itu dapat menjaga atau memelihara kitab hadis yang diterima dari gurunya sebaik – baiknya, sehingga tidak mungkin ada orang mengadakan perubahan didalamnya.
Adapun para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis yaitu :



1.Abu Hurairah, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 5374 buah hadis
2.Abdullah bin Umar, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2630 buah hadis
3.Anas bin Malik, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2286 buah hadis
4.Aisyah Ummul Mukminin, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2210 buah hadis
5.Abdullah bin Abbas, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1660 buah hadis
6.Jabir bin Abdullah, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1540 buah hadis
7.Abu Sa’id Al Khudri, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1170 buah hadis


Selain tujuh sahabat tersebut masih banyak yang meriwayatkan hadis tetapi tidak ada yang meriwayatkan hadis lebih dari seribu hadis. Para sahabat Nabi saw ini menjadi perawi hadis pertama dan sanad terakhir dan mereka inilah yang pada umumnya disebut sanad dalam hadis. Kemudian yang disebut perawi hadis terakhir adalah mereka yang membukukan hadis dalam kitab-kitabnya seperti, Muwatha’nya Imam Malik, Al Kutub Al Sittah, setelah itu sangat sulit untuk menemukan orang yang dapat dikatagorikan sebagai perawi hadis, atau mungkin tidak ada perawi yang muktabar.

D.    Mukharrij
Mukharrij secara bahasa adalah orang yang mengeluarkan. Kaitannya dengan hadis, mukharrij adalah orang yang telah menukil atau mencatat hadis pada kitabnya, seperti kitab al-Bukhari.[16]

Memindahkan hadis dari seorang guru kepada orang lain lalu membukukannya dalam kitab disebut mukharrij. Oleh sebab itu, semua perawi hadis yang membukukan hadis yang diriwayatkannya disebut mukharrij seperti para penyusun al-kutub al-tis’ah (kitab sembilan). Contohnya : (HR.Bukhori dan HR.Muslim ).















BAB III
KESIMPULAN

Dengan ini dapat kami simpulkan bersama bahwa Hadits terdiri atas beberapa bentuk yaitu , Hadits Qouli atau berupa perkataan Nabi SAW , Hadits fi’li atau berupa perbuatan Nabi , serta Hadits Taqrir yang berupa perbuatan Nabi yang membiarkan dan mendiamkan perbuatan para sahabat .
Hadits pun memiliki beberapa Unsur sebagai berikut diantaranya yaitu , isi atau biasa disebut dengan Matan , Sanad yaitu merupakan sandaran , Perawi yaitu merupakan orang-orang yang meriwayatkan , serta Mukhorrij atau orang yang menukil hadits .
Demikianlah makalah ini kami tulis sebagai syarat untuk mencapai nilai terbaik dalam mata kuliah Ulumul hadits dan tafsir hadits ekonomi dan agar bermanfaat bagi siapapun yang membacanya , semoga makalah ini dapat digunakan sebaik mungkin bagi generasi selanjutnya . Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian atas isi dari makalah ini agar kami bisa menulis dengan lebih baik lagi dimasa yang akan datang , sebab tak ada yang sempurna didunia ini . Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan wassalam .


















DAFTAR PUSTAKA

Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis,(Cet. VIII; al-Riyad: Maktabah al-Ma’arif,1407 H./1987M)
Wahbah al-Zuhayli, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Fikr,1406 H/1986M, juz 1
Muhammad ibn Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, Juz 1, Bandung:Dahlan
Muhammad ibnIsma’il al-Bukhari, Shahih Bukhari. Juz 1
Ajjaj al-Khathib, Al- Sunnah Qabla Tadwin
Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar Lisan al-Arab, Beirut, tt)
Al-Damini, Maqayis Naqd Mutun  al-Sunnah, Riyadh: Jami’ah Ibn Sa’ud, 1984
Muhammad `Ajjaj al-Khatib, Ushūl al-Hadīts: `Ulūmuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikr: Beirut, 1989
Ibn Shalah, Ulum al-Hadits, al-Maktabah al-Ilmiyyah: Madinah al-Munawwarah, 1972
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002)
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (cet. I; Jakarta: Amzah, 2008)





[1]Wahbah al-Zuhayli, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Fikr,1406 H/1986M, juz 1,
[2]Muhammad ibn Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, Juz 1, Bandung:Dahlan, t.t., h.14-15
[3]Wahbah al-Zuhayli, Ushul al-Fiqh al-Islami, juz 1, h.450
[4]Muhammad ibnIsma’il al-Bukhari, Shahih Bukhari. Juz 1, h.135
[5]Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 1, h.180
[6].Ajjaj al-Khathib, Al- Sunnah Qabla Tadwin, h.22


[7]Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar Lisan al-Arab, Beirut, tt), h. 434-435.
[8]Al-Damini, Maqayis Naqd Mutun  al-Sunnah, Riyadh: Jami’ah Ibn Sa’ud, 1984, h. 50. Lihat juga Muhammad `Ajjaj al-Khatib, Ushūl al-Hadīts: `Ulūmuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikr: Beirut, 1989, h. 32.
[9]Ibn Shalah, Ulum al-Hadits, al-Maktabah al-Ilmiyyah: Madinah al-Munawwarah, 1972, h. 18.
[10]Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Op.Cit,  vol. III, hal. 76
[11]Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis, (Cet. VIII; al-Riyad: Maktabah al-Ma’arif, 1407 H./1987 M.), h. 16.
[12]Mahmud al-Thahhan, Op.Cit, hal. 16.
[13]Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), h. 207.
[14]H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (cet. I; Jakarta: Amzah, 2008), h. 104.
[15]H. Mudasir, Op.Cit., h. 63.
[16]HM. Noor Sulaiman, PL, Op.Cit. h. 20.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS