Makalah Pengertian Asbabun Nuzul - Ulumul Quran






Pada masa Nabi terkadang ada suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada beliau, dengan maksud meminta ketegasan hukum atau memohon penjelasan secara terperinci tentang urusan-urusan agama, sehingga turunlah beberapa ayat dari ayat-ayat al-Qur’an, hal yang seperti itulah yang dimaksud dengan asbabun nuzul atau sebab-sebab turunnya al-Qur’an.

Pemaknaan ayat al-Qur’an seringkali tidak diambil dari makna letter lack.Oleh karena itu perlu diketahui hal-hal yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Sedemikian pentingnya hingga Ali ibn al-Madiny guru dari Imam al-Bukhari ra menyusun ilmu asbabun nuzul secara khusus. Kemudian ilmu asbabun nuzul berkembang sehingga memudahkan para mufassirin dalam menerjemahkan ayat-ayat al-Qur’an serta memahami isi kandungannya.
Dalam tulisan singkat ini akan sedikit membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan asbab-an-nuzul, mulai dari pengertian, macam-macam asbabunnuzul, fungsi pentingnya dari asbabunnuzul itu sendiri serta kaidah yang terkandung dalam penetapan hukum yang terkait dalam asbabunnuzul. Namun, kesempurnaan makalah ini kami sadari masih sangatlah jauh, sehingga mungkin bagi kita untuk terus belajar dan mendalaminya di kesempatan yang mendatang.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kalau berkenaan dengan al-Qur’an menurut bahasa, para ulama telah berbeda pendapat, demikian pula sikap mereka dalam memberikan definisinya. Misalnya, Prof. DR. Syekh mahmud Syaitut mendifinisikan al-Qur’an dengan:
اللفظ العربي المنزل على نبينا محمد صلى الله عليه وسلم المنقول إلينا بالتوات[1]
Artinya:    “Lafaz Arab yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw dan disampaikan kepada kita secara mutawatir.”
Al-Qur’an juga mengandung sebab-sebab diturunkannya suatu ayat yang dikenal dengan istilah “Asbabun Nuzul”. Tetapi dalam keseluruhan isi al-Qur’an, tidak semuanya ada ayat yang mengandung asbabun nuzul, hanya sebagian ayat saja.
Pengertian Asbabun Nuzul
Secara etimologis, asbabun nuzul ayat itu berarti sebab-sebab turun ayat. alam pengertian sederhana turunnya suatu ayat disebabkan oleh suatu peristiwa, sehingga tanpa adanya peristiwa itu, ayat tersebut itu tidak turun.[2] Sedangkan menurut Subhi Shalih misalnya menta’rifkan (ma’na) sababun nuzul ialah:
ما نزلة الأية او الآيات بسببه متضمنة له أو مجيبة عنه أو مبينة لحكمه زمن وقوعه.[3]
“Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya; pada masa terjadinya peristiwa itu.”
Yakni, sesuatu kejadian yang terjadi di zaman Nabi Saw, atau sesuatu pertanyaan yang dihdapkan kepada Nabi dan turunlah suatu atau beberapa ayat dari Allah Swt yang berhubungan dengan kejadian itu, atau dengan penjawaban pertanyaan itu baik peristiwa itu merupakan pertengkaran, ataupun merupakan kesalahan yang dilakukan maupun merupakan suatu peristiwa atau suatu keinginan yang baik.
Definisi yang dikemukakan ini dan yang diistilahi, menghendaki supaya  ayat-ayat al-Qur’an, dibagi dua:
  1. Ayat yang ada sebab nuzulnya.
  2. Ayat yang tidak ada sebab nuzulnya.
Memang demikianlah ayat-ayat al-Qur’an. Ada yang diturunkan tanpa didahului oleh sesuatu sebab dan ada yang diturunkan sesudah didahului sebab. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat, karena tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan. Karena timbul suatu peristiwa dan kejadian[4] .Oleh karena itu, tujuan studi al-Qur’an mencakup beberapa permasalahan yang hendaknya harus dipelajari bukan saja masalah asbabun nuzul. Tetapi juga mempelajari masalah bagaimana cara membaca al-Qur’an, bagaimana tafsirnya dan juga tidak kalah penting masalah nasakh dan mansukh.[5]
Pembahasan dimensi sejarah. Kisah-kisah al-Qur’an ini tidak dimaksudkan untuk mempelajari makna historis kisah-kisah al-Qur’an. Namun di sini akan mencoba mengungkapkan nilai historis sejarah turunnya suatu ayat. Ada perselisihan pendapat di antara ulama tafsir, pada ungkapan sahabat: “Turunnya ayat ini dalam kasus begini”. Apakah pengertian ini masuk dalam musnad yakni sesuai bila disebutkan dengan tegas, bahwa turunnya ayat ini berkaitaan erat dengan kasus tersebut. Jadi masalah mempelajari turunnya suatu ayat bukan hanya dipahami sebagai doktrin normatif semata, tetapi juga harus dapat dikembangkan menjadi konsepsi operatif.[6]

Menurut bahasa (etimologi), asbabun nuzul berarti turunnya ayat-ayat al-Qur’an[7] dari kata “asbab” jamak dari “sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Yang dimaksud disini adalah ayat al-Qur’an. Asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau saja yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an baik secara langsung atau tidak langsung.
Menurut istilah atau secara terminologi asbabun nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya :
1. Menurut Az-Zarqani
“Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2. Ash-Shabuni
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”.
3. Subhi Shalih
ما نزلت الآية اواآيات بسببه متضمنة له او مجيبة عنه او مبينة لحكمه زمن وقوعه
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
4. Mana’ al-Qathan
مانزل قرآن بشأنه وقت وقوعه كحادثة او سؤال
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.[8]
5. Nurcholis Madjid
Menyatakan bahwa asbab al-nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Qur’an kepada Nabi saw baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat maupun satu surat.[9]
Kendatipun redaksi pendefinisian di atas sedikit berbeda semua menyimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah kejadian/peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut.
Mengutip pengertian dari Subhi al-Shaleh kita dapat mengetahui bahwa asbabun nuzul ada kalanya berbentuk peristiwa atau juga berupa pertanyaan, kemudian asbabun nuzul yang berupa peristiwa itu sendiri terbagi menjadi 3 macam :
1. Peristiwa berupa pertengkaran
Seperti kisah turunnya surat Ali Imran : 100
Yang bermula dari adanya perselisihan oleh kaum Aus dan Khazraj hingga turun ayat 100 dari surat Ali Imran yang menyerukan untuk menjauhi perselisihan.
2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius
Seperti kisah turunnya surat an-Nisa’ : 43
Saat itu ada seorang Imam shalat yang sedang dalam keadaan mabuk, sehingga salah mengucapkan surat al-Kafirun, surat An-Nisa’ turun dengan perintah untuk menjauhi shalat dalam keadaan mabuk.
3. Peristiwa berupa cita-cita/keinginan
Ini dicontohkan dengan cita-cita Umar ibn Khattab yang menginginkan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu turun ayat
والتخذ وامن مقام ابراهيم مصلّى
Sedangkan peristiwa yang berupa pertanyaan dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Pertanyaan tentang masa lalu seperti :
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya". (QS. Al-Kahfi: 83)
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu seperti ayat:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’ : 85)
3. Pertanyaan tentang masa yang akan datang:
“(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya?”

B. Macam-macam Asbab an-Nuzul
1. Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul
a. Sarih (jelas)
Artinya riwayat yang memang sudah jelas menunjukkan asbabunnuzul dengan indikasi menggunakan lafal (pendahuluan).
سبب نزول هذه الآية هذا...
Sebab turun ayat ini adalah
حدث هذا... فنزلت الآية
Telah terjadi …… maka turunlah ayat
سئل رسول الله عن كذا... فنزلت الآية
Rasulullah pernah kiranya tentang …… maka turunlah ayat.
b. Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)
Riwayat belum dipastikan sebagai asbab an-Nuzul karena masih terdapat keraguan.
نزلت هذه الآية فى كذا...
(ayat ini diturunkan berkenaan dengan)
احسب هذه الآية نزلت فىكذا...
(saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ……)
ما احسب نزلت هذه الآية الا فىكذا...
(saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan …)
2. Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbab an-nuzul.
a. Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat
b. Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat.[10]

C. Urgensi Asbabun Nuzul
1. Penegasan bahwa al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT
2. Penegasan bahwa Allah benar-benar memberikan perhatian penuh pada rasulullah saw dalam menjalankan misi risalahnya.
3. Penegasan bahwa Allah selalu bersama para hambanya dengan menghilangkan duka cita mereka
4. Sarana memahami ayat secara tepat.[11]
5. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum
6. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an
7. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat al-Qur’an
8. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat serta untuk memantapkan wahyu di hati orang yang mendengarnya.[12]

9. Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an.[13]
10. Seorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan.

D. Cara Mengetahui Riwayat Asbab an-Nuzul
Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah saw. Oleh karena itu, tidak boleh tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql as-shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung turunnya ayat al-Qur’an.[9]
Al-wahidi berkata :
لا يحل القول فى اسباب نزول الكتاب الاّ بالرواية والسماع ممن شاهدواالتنزيل ووقفوا على الاسباب وبحثوا عن علمها
“Tidak boleh memperkatakan tentang sebab-sebab turun al-Qur’an melainkan dengan dasar riwayat dan mendengar dari orang-orang yang menyaksikan ayat itu diturunkan dengan mengetahui sebab-sebab serta membahas pengertiannya”.
Sejalan dengan itu, al-Hakim menjelaskan dalam ilmu hadits bahwa apabila seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan al-Qur’an diturunkan, meriwayatkan tentang suatu ayat al-Qur’an bahwa ayat tersebut turun tentang suatu (kejadian). Ibnu al-Salah dan lainnya juga sejalan dengan pandangan ini.
Berdasarkan keterangan di atas, maka sebab an-nuzul yang diriwayatkan dari seorang sahabat diterima sekalipun tidak dikuatkan dan didukung riwayat lain. Adapun asbab an-nuzul dengan hadits mursal (hadits yang gugur dari sanadnya seorang sahabat dan mata rantai periwayatnya hanya sampai kepada seorang tabi’in). riwayat seperti ini tidak diterima kecuali sanadnya sahih dan dikuatkan hadits mursal lainnya.
Biasanya ulama menggunakan lafadz-lafadz yang tegas dalam penyampaiannya, seperti: “sebab turun ayat ini begini”, atau dikatakan dibelakang suatu riwayat “maka turunlah ayat ini”.
Contoh : “beberapa orang dari golongan Bani Tamim mengolok-olok Bilal, maka turunlah ayat Yaa aiyuhal ladzina amanu la yaskhar qouman”.

E. Kaidah Penetapan Hukum Dikaitkan dengan Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul sangatlah erat kaitannya dengan kaidah penetapan hukum. Seringkali terdapat kebingungan dan keraguan dalam mengartikan ayat-ayat al-Qur’an karena tidak mengetahui sebab turunnya ayat. Contohnya firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 115 yang artinya :
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Firman Allah itu turun berkenaan dengan suatu peristiwa yaitu beberapa orang mukmin menunaikan shalat bersama Rasulullah saw. Pada suatu malam yang gelap gulita sehingga mereka tidak dapat memastikan arah kiblat dan akhirnya masing-masing menunaikan shalat menurut perasaan masing-masing sekalipun tidak menghadap arah kiblat karena tidak ada cara untuk mengenal kiblat.
Seandainya tidak ada penjelasan mengenai asbabun nuzul tersebut mungkin masih ada orang yang menunaikan shalat menghadap ke arah sesuka hatinya dengan alasan firman Allah surat al-Baqarah ayat 115.[14]


F.  Sebab-sebab Turunya Ayat Al-Qur’an
            Ayat Al-Qur’an memang tidak semuanya di dahului oleh sebab kemunculunya atau turunya. Oleh karena itu kita semua harus mengetahui bagimana contoh ayat yang di dahului oleh sebab dan contoh ayat yang tidak di dahului oleh sebab dalam kemunculanya atau turunya ayat tersebut. Agar kita semua mengetahui bagimana sebab-sebab munculnya ayat tersebut.


1. Ayat-ayat yang Turun dengan Didahului Suatu Sebab

            Dalam hal ini ayat-ayat tasyri’iyyah atau ayat-ayat hukum merupakan ayat-ayat yang pada umumnya mempunyai sebab turunnya. Jarang (sedikit) sekali ayat-ayat hukum yang turun tanpa suatu sebab. Dan sebab turunnya ayat itu adakalanya berupa peristiwa yang terjadi di masyarakat Islam dan adakalanya berupa pertanyaan dari kalangan Islam atau dari kalangan lainnya yang ditujukan kepada Nabi. Contoh ayat yang turun karena ada suatu peristiwa, ialah surat al-Baqarah ayat 221. Turunnya ayat tersebut adalah, karena ada peristiwa sebagai berikut:

“Nabi mengutus Murtsid al-Ghanawi ke Mekah untuk tugas mengeluarkan orang-orang Islam yang lemah. Setelah ia sampai di sana, ia dirayu oleh seorang wanita musyrik yang cantik dan kaya, tetapi ia menolak, karena takut kepada Allah. Kemudian wanita tersebut datang lagi dan minta agar dikawini. Murtsid pada prinsipnya dapat menerimanya, tetapi dengan syarat setelah mendapat persetujuan dari Nabi. Setelah dia kembali ke Madinah, dia menerangkan kasus yang dihadapi dan minta izin kepada Nabi untuk menikah dengan wanita itu”. Maka turunlah surat al-Baqarah ayat 221 :

Artinya :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.[3]

2. Ayat-ayat yang Turun Tanpa Didahului Sesuatu Sebab

            Ayat-ayat semacam ini banyak terdapat di dalam al-Qur’an, sedang jumlahnya lebih banyak daripada ayat-ayat hukum yang mempunyai Asbabun Nuzul. Misalnya ayat-ayat yang mengisahkan hal-ihwal umat-umat terdahulu beserta para Nabinya, menerangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, atau menceritakan hal-hal yang ghaib, yang akan terjadi, atau menggambarkan keadaan hari Kiamat beserta nikmat surga dan siksaan neraka.

            Ayat-ayat demikian itu diturunkan oleh Allah bukan untuk memberi tanggapan terhadap suatu pertanyaan atau suatu peristiwa yang terjadi pada waktu itu, melainkan semata-mata untuk memberi petunjuk kepada manusia, agar menempuh jalan yang lurus. Allah menjadikan ayat-ayat ini mempunyai hubungan menurut konteks Qur’ani dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.

            Namun demikian, ada juga ayat-ayat tentang kisah yang diturunkan karena ada sebab. Tetapi ayat semacam ini sedikit sekali. Misalnya turunnya surat Yusuf, seluruhnya adalah karena ada keinginan yang serius daripada sahabat yang disampaikan kepada Nabi, agar Nabi berkenan bercerita yang mengandung pelajaran dan peringatan. Surat Yusuf tersebut diturunkan oleh Allah secara lengkap (mulai ayat satu hingga akhir). Adapun sahabat yang menceritakan latar belakang turunnya ayat-ayat dari surat Yusuf itu, adalah Sa’ad bin Abu Waqqas.

G.  Faedah Mengetahui Asbabun Nuzul
           
            Ketika seseorang mengalami kesukaran memahami makna sesuatu ayat al-Qur’an, ke manakah mereka akan merujuk? Berdasarkan pendapat Ibnu Taimiyah, beliau “mengetahui sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an akan membantu seseorang itu memahami kandungan makna dan kejelasan maksud ayat-ayat tersebut. Mengetahui asbabun nuzul sangat besar pengaruhnya dalam memahami makna ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sangat berhati-hati dalam memahami asbabun nuzul, sehingga banyak ulama yang menulis tentang itu. Diantara kitab termasyhur yang membahas tentang asbabun nuzul adalah; Asbabun Nuzul, karya Imam Al-Wahidi, Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul karya Imam Suyuthi. Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul antara lain:

1.      Dapat mengetahui hikmah disyari’atkannya hukum. Imam Al-Wahidi mengatakan, “Tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya lebih dahulu”.
2.      Kekhususan hukum disebabkan oleh sebab tertentu. Ibnu Taimiyyah mengatakan, ”Mengetahui asbabun nuzul sangat membantu untuk memahami ayat. Sesungguhnya dengan mengetahui sebab akan mendapatkan ilmu musabbab”.
3.      Mengetahui nama orang, dimana ayat diturunkan berkaitan dengannya, dan pemahaman ayat menjadi lebih jelas.
4.      Menghindarkan anggapan menyempitkan dalam memandang hukum yang nampak lahirnya menyempitkan.


H. Fungsi Penting Asababul Nuzul

Adapun fungsi penting Asbabun nuzul iyalah :
1.      Penegasan bahwa al-Qur’an benar-benar dari Allah Swt. bukan buatan manusia.
2.      Penegasan bahwa Allah benar-benar memberikan perhatian penuh pada Rasulullah Saw. dalam menjalankan misi risalahnya.
3.      Penegasan bahwa Allah selalu bersama para hambanya (khususnya Muhammad Saw.) dengan menghilangkan duka cita mereka.
4.      Sarana memahami ayat secara tepat, tepat sesuai peruntukannya, walau harus diketahui bahwa bukan berati ayat tersebut tidak dijadikan dasar untuk perkara yang lain, yang punya persoalan yang sama.
5.      Mengatasi keraguan pada ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
6.      Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an sesuai dengan sebabnya.
7.      Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat ayat Al-Qur’an.
8.      Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat serta untuk memantapkan wahyu di hati orang yang mendengarnya.
9.      Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
10.  Seorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam  keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan.
11.  Terakhir bahwa harus dipahami juga bahwa tidak semua ayat dalam Al Qur’an ditemukan asbabun nuzulnya








                                                                                           















BAB III
KESIMPULAN
1. Asbabun nuzul adalah sebab turunnya al-Qur’an (berupa peristiwa/pertanyaan) yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut.
2. Asbabun nuzul terdiri dari kata asbab (jamak dari sababa yang artinya sebab-sebab), dan nuzul (artinya turun).
3. Macam-macam asbabun nuzul ada 2, yaitu :
a. Dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbabun nuzul meliputi sharih dan muhtamilah
b. Dari sudut pandang terbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu asbab an-nuzul meliputi :
1) Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat
2) Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat
4. Urgensi asbabun nuzul
a. Penegasan bahwa al-Qur’an benar dari Allah
b. Penegasan bahwa Allah benar-benar memperhatikan Rasul dalam menjalankan misi risalahnya
c. Penegasan bahwa Allah selalu bersama para hambanya dengan menghilangkan duka cita mereka
d. Sarana memahami ayat secara tepat
e. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum
f. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an
g. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan turunnya ayat
h. Memudahkan menghafal dan memahami ayat serta memantapkan wahyu di hati orang yang mendengarnya
i. Mengetahui makna serta rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an
j. Menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus/umum.
5. Cara mengetahui riwayat asbabun nuzul melalui periwayatan yang benar dari orang-orang yang melihat dan melihat langsung turunnya ayat
6. Kaidah hukum yang belum jelas dalam al-Qur’an, dapat dipermudah dengan mengetahui asbab-nuzulnya. Karena dengannya penafsiran ayat lebih jelas untuk dipahami.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadehirjin, Moh., Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 1998.
Al-Qathan, Mana’, Mabahits fi Ulumul Qur’an, Mansyurat al-Ahsan al-Hadits, t.tp., 1973.
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an,Semarang: Dina Utama, 1989.
Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.
Shalih, Subhi, Mabahits fi ‘Ulumul Qur’an, Dar al-Qalam li Al-Malayyin, Beirut, 1988.
Syadali, Ahmad, dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Thaba’thaba’i, Allamah M.H., Mengungkap Rahasia al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1987.





[1] Mahmud Syaitut, Al-Islam ‘Aqidah wa Syari’ah, h. 14
[2] Prof. Dr. H. Rachmat Syafi’, MA., Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 1973), cet. Ke-1, h.24.
[3] Prof. T. M. Hasbi Ash-Shidieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Media Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan     Bintang, 1973), cet. Ke-1, h. 25.
[4] Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Litera Antarnusa: Pustaka Islamiyah, 1973), cet. Ke-3, h. 107.
[5] Dr. H. M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), cet. Ke-8, h. 19.
[6] Muhammad Tholhah Hasan, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), h. 50.
[7] Ahmad Syadali dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 89.
[8] Mana’ al-Qathan, Mabahits fi Ulumul Qur’an, Mansyurat al-Ahsan al-Hadits, t.tp., 1973, hlm.  78.
[9] Moh. Ahmadehirjin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 1998, hlm. 30.
[10] Dr. Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 72.
[11] Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an, Semarang: Dina Utama, 1989, hlm. 14-16.
[12] Dr. Rosihon Anwar, op.cit., hlm. 64-66.
[13] Allamah M.H. Thaba’thaba’i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an,Bandung: Mizan, 1987, hlm. 121.
[14] Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.

Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS