Pancasila sebagai filsafat bangsa indonesia - FILSAFAT



FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA

Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Menteri Pengajaran dan Kebudayaan (PM), mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama  “Sapta Usaha Tama dan Pancawadharna” yang isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional. Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideology bangsa yang dianut. Karena system pendidikan nasional Indonesia dijiwai, disadari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam system pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Dengan kata lain, sistem Negara pancasila tercermin dan dilaksanakan didalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat. [1]
A.        PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA INDONESIA
Wawasan filsafat terdiri dari beberapa aspek, yaitu Aspek Ontologi (eksistensi), Epistemologi (Metode/cara), dan Aksikologi (nilai dan estetika). Aliran filsafat juga terbagi atas beberapa sifat yaitu Materialisme (kebendaan), Idealisme / Spiritualisme (ide dan spirit), Realisme (Realitas). Pancasila adalah dasar Filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam UUD 1945, dundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama dengan UUD 1945. Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

                                                                                  
1.      Ontologi[2]
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada. Menurut Muhammad Noor Syam (1984: 24), sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu. Pancasila sebagai filsafat, ia mempunyai abstrak umum dan universal. Yang dimaksud isi yang abstrak disini bukannya pancasila sebagai filsfat yang secara operasionalkan telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai pengertian pokok yang dipergunakan untuk merumuskan masing-masing sila.
a.       Sila pertama, Ketuhana Yang Maha Esa. Sila pertama menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidika yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pertama ini kita diharapkan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk menjadikan manusia beriman dan bertaqwa kepada Allah. Karena itu, di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.
b.      Sila kedua. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Manusia yang ada dimuka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang sama, yang diperlikan sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan fitrahnya sebagai hamba Allah (Darmodiharjo, 1988: 40). Pendidikan tidak membedakan usia, agama dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia memiliki kebebasan dalam menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketaqwaan seseorang. Pendidikan yang harus dijiwai Pancasila sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila, bertanggung jawab, adil dan makmur baik spiritual maupun material.
c.       Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ketiga ini tidak membatasi golongan dalam belajar. Ini berarti bahwa semua golongan dapat menerima pendidikan, baik golongan rendah maupun golongan tinggi, tergantung kemampuannya untuk berpikir.
d.      Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan. Sila keempat inis sering dikaitkan dengan kehidupan demokrasi. Dalam hal ini, demokrsai sering diartikan sebagai kekuasaan ditangan rakyat. Bila dilihat dari dunia pendidikan, maka hal ini sangat relevan, karena menghargai orang lain demi kemajuan. Disamping itu, juga sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 yang menyatakan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan. Jadi dalam menyusun pendidikan, diperlukan ide-ide dari orang lain demi kemajuan pendidikan. Sila kelima, Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam sistem pendidikan nsional, maksud adil dalam arti yang luas mencakup seluruh aspek pendidikan yang ada. Adil disini adalah adil dalam melaksanakan penddikan: antara ilmu agama dan umum itu seimbang.

2.      Epistemologi[3]
Epistemolgi adalah studi tentang pengetahuan benda-benda, epistemologi dapat juga berarti bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, dan hakikat ilmu pengetahuan. Dengan filsafat kita dapat menetukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga Negara. Untuk itu Indonesia telah menemukan filsafat pancasila.
a.       Sila pertama, Ketuhana Yang Maha Esa. Pancasila lahir tidak secara mendadak, tetapi melalui proses panjang. Pancasila digali dari bumi Indonesia yang merupakan dasar Negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan dan arah untuk mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat Indonesia (Widjaya, 1985: 176-177). Dengan demikian, pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya melalui perjuangan rakyat. Bila kita hubungkan dengan Pancasila maka dapat kita ketahui bahwa apakah ilmu itu didapat melalui rasio atau dating dari Tuhan.
b.      Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Manusia itu mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak lagi kekerasan dan kesewenang-wenangan manusia tehadap yang lain.
c.       Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerjasama atau produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar dengan factor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan. Dalam hal ini, sebagai contohnya dalah ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan manusia yang satu dengan lainnya (IKIP Malang, 1983: 59). Dalam hubungan antara manusia itu diperlukan suatu landasan yaitu Pancasila. Dengan demikian, kita terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri suatu masyarakat dan bagaimana terbentuknya masyarakat.
d.      Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Himat Kebijaksanan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan Manusia diciptaka Allah sebagai pemimpin dimuka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk memimpin dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan memang mempunyai peranan sangat besar, tapi tidak menutup kemungkinan peran keluarga dan masyarakat dalam membentuk manusi Indonesia seutuhnya. Jadi dalam hal ini diperlukan suatu ilmu keguruan untuk mencapai guru yang ideal, guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan pendapat dengan melalui lembaga pendidikan. Setiap ada permasalahan diselesaikan dengan jalan musyawarah.
e.       Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta sebagai karya budaya umta manusia merupakan martabat kepribadian manusia. Dalam arti luas, adil diatas dimaksudkan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu formal maupun non formal. Dalam sistem pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan tertentu. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordinir dalam hal mengentaskan kemiskinan, dimana hal-hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila.

3.      Aksiologi[4]
Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar Negara yang memiliki nial-nilai: Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadila.
a.       Sila pertama, Ketuhana Yang Maha Esa. Percaya pada Allah merupakan hal yang paling utama dalam ajaran Islam. Dilihat dari segi pendidikan, sejak dari kanak-kanak sampai perguruan tinggi, diberikan pelajaran agama dalam hal ini merupakan subsistem dari sistem pendidikan.
b.      Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dalam kehidupan umat Islam, setiap muslim yang datang kemasjid untuk shalat berjamaah berhak berdiri di depan dengan tidak membedakan keturunan, ras, dan kedudukan: dimata Allah, kecuali ketaqwaan seseorang. Inilah sebagian kecil contoh nilai-nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat Islam.
c.       Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Islam mengajarkan supaya bersatu dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Mengajarkan untuk taat pada pemimpin. Di dalam pendidikan, jika kita ingin berhasil, kita harus berkorban demi tercapainya tujuan yang didambakan. Yang jelas warga Negara punya tanggung jawab untuk mempertahankan dan mengsisi kemerdekaan ini. Bercerai berai kita runtuh, bersatu kita teguh.
d.      Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan. Jauh sebelum Islam datang, di Indonesia sudah ada sikap gotong royong dan musyawarah. Dengan datangnya Islam, sikap ini lebih diperkuat lagi dengan keterangan Al-Qur’an. Di dalamnya juga diterangkan bahwa dalam hasil musyawarah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan dapat dipertanggung jawabkan.
e.       Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi pendidikan, adil itu seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama di mana ilmu agama adalah subsistem dari sistem pendidikan nasional. Mengembangkan perbuatan yang luhur, menghormati hak orang lain, suka member pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dengan berdasarkan butir-butir dari sila kelima ini, kita dapat mengetahui bahwa nilai-nilai yang ada pada sila kelima ini telah ada sebelum Islam datang. Nilai-nilai ini sudah menjadi darah daging dan telah diamalkan di Indonesia. Filsafat Pendidikan Pancasila adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar Negara Pancasila sebagai Sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia seutuhnya. Subjek manusia Indonesia seutuhnya ini terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.

B.         PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT PENDIDIKAN NASIONAL
Perjalanan negara kita, yang merdeka pada 17 Agustus 1945, telah banyak mengalami pasang surut, begitu juga keadaan pendidikan penyakit. Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan ysng tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.[5]
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memang mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa bersangkutan. Karena itu, pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran nasional, sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 2.[6]
 Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara.[7] Begitu juga dengan Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ingin menciptakan manusia kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan tidak menuju pembentukan manusia liberal yang dianggap sangat bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia.[8] Kemudian, atas instruksi Menteri Pengajaran dan Budaya (PM) Prof. Dr. Priyono mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana” yang isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan asas pendidikan nasional.[9]
Pendidikan, selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya, juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya yang (hanya) dapat dilakukan melalui pendidikan. Karena menurut Tadjab, suatu bangsa menjadi kuat, perkasa dan berjaya serta menguasai bangsa-bangsa lain dengan sistem pendidikan yang lemah, suatu bangsa akan tidak berdaya.[10] Untuk itu, sudah barang tentu perlu adanya tujuan yang digariskan, baik itu tujuan institusional, kurikuler, maupun tujuan nasional.
 Jika pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsa yang dianut. Karena nya sistem pendidikan nasional di jiwai, di dasari dan mencerminkan identitas pancasila. Sementara cita dan karsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai pancasila.
Cita dan karsa itu dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup pancasila. Inilah alasan mengapa filsafat pendidikan pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan pancasila adalah subsitem dari sistem negara pancasila. Dengan kata lain, sistem negara pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kahidupan bangsa dan masyarakat.[11]
Dengan memerhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara dan bangsa, khusus nya dalam  melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang pada akhirnya menentukan eksistensi dan martabat negara dan bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan pancasila seyogianya terbina mantap demi tegak nya martabat dan kepribadian bangsa sekaligus melestarikan sistem negara pancasila berdasarkan UUD 1945. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional. Tegasnya, tiada sistem pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan.
Dengan demikian, jelaslah tidak mungkin sistem pendidikan nasional dijiwai dan dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang lain selain pancasila. Hal ini tercermin dalam tujuan pendidikan nasional yamg termuat dalam UU No.2 Tahun 1989 dan UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan nasional bertujuan mecerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan.

C.         HUBUNGAN PANCASILA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN
Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology bangsa dan Negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa diilhami dan berpedoman pada ajaran- ajaran filsafat bangsa itu sendiri. Dengan demikian, kehidupan social, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.
Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideology atau ajaran filsafat hidupnya. Demi kelangsungan eksistensi itu, diwariskanlah nilai-nilai itu pada generasi selanjutnya. Dan untuk itu, jalan dan proses yang efektif untuk di tempuh hanya melalui pendidikan. Pada prinsipnya, setiap masyarakat dan bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis bangsa itu sendiri, baru kemudian untuk pendidikan aspek aspek pengetahuan dan kecakapan lain. Kesadaran dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam system nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan Negara yang dianutnya.[12]
Manusia sebagai individu, sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan Negara hidup dalam ruang social budaya. Aktivitas untuk mewariskan dan mengembangkan social budaya itu terutama melalui pendidikan. Untuk menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif, dibutuhkanlah landasan-landasan filosofis dan ilmiyah sebaga asa normative dan pedoman pelaksanaan pembinaan. Dengan demikian, kedua asas tersebut tidak dapat dipisahkan. Sebab, pendidikan merupakan usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban suatu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa bahkan tingkat sosio-budaya mereka.
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan fungsi utamanya dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa.[13] Pancasila adalah dasar Negara bangsa Indonesia yang mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan Negara Indonesia tidak saja sebagai dasar Negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber dari segala sumber hukum dan sumber ilmu pengetahuan di Indonesia.[14] Dari sini dapat kita ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar Negara bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain.
Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan system pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama. Sebagai contoh, dalam pancasila terdapat sila ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya sila pertama ini akan diberikan kepada siswa sebagai pelajaran pokok yang mesti di amalkan. Karena itu, di sekolah-sekolah diberikan pelajaran Pendidikan Moral Panacasila (PMP), yang salah satu butir sila pertamanya adalah percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing. (Di sini filsafat berfungsi untuk mempertanyakan siapa Allah dan bagaimana Ia menjadikan alam semesta dan sebagainya). Sehingga bila kita lihat dalam lingkup kelas, nilai yang tampak di antara siswa adalah saling menghormati walau pun mereka berlainan agama. Oleh karena itu, sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi pelajaran Pancasila masih diberikan, tak lain agar nilai-nilai Pancasila benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.[15]

D.        ANALISIS PRAKTIK PENDIDIKAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN PANCASILA
Pendidikan nasional merupakan suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya. Sedangkan Pendidikan Nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia. Sehingga Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia. Ketika berbicara pendidikan maka kita akan berbicara mengenai definisi pendidikan. Pendidikan merupakan aktifitas rasional yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya. Manusia belajar dengan otaknya melalu rangkaian kegiatan menuju pendewasaan untuk mencapai kehidupan yang lebih berarti.[16]
Sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik.


























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Filsafat pendidikan Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia. Ketika berbicara pendidikan maka kita akan berbicara mengenai definisi pendidikan. Pendidikan merupakan aktifitas rasional yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya. Manusia belajar dengan otaknya melalu rangkaian kegiatan menuju pendewasaan untuk mencapai kehidupan yang lebih berarti.

B.     Saran
Saran kami sebagai penulis semoga praktek pendidikan pancasila dapat lebih di implementasikan dalam pendidikan indonesia sebagai dasar dan ideologi pandangan hidup. Sehingga pendidikan pancasila bukan hanya sebagai teori, tetapi dapat terealisasi dan memiliki nilai sebagai ideologi bangsa.









[1] Paulus  Wahana Filsafat Pancasila (Jakarta: Kanisius, 1993), hlm 12
[2] Paulus Wahana Filsafat Pancasila (Jakarta: Kanisius, 1993), hlm 53. 
[3] Paulus Wahana Filsafat Pancasila (Jakarta: Kanisius, 1993), hlm 55. 
[4] Paulus Wahana Filsafat Pancasila (Jakarta: Kanisius, 1993), hlm 56. 
[5] Prof. H. Jalaluddin dan Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed Filsafat dan Pendidikan (Yoyakarta: Ar-Ruzz Media: 2007), hlm 87.
[6] ibid
[7] Rapar, 1988:40
[8] Depdikbud,1993:79
[9] Supardo,1960:431
[10] Tadjab, 1994:26
[11] Paulus Wahana Filsafat Pancasila (Jakarta: Kanisius, 1993), hlm 70. 
[12] Paulu s Wahana Filsafat Pancasila (Jakarta: Kanisius, 1993), hlm 74. 
[13] Darmodihardjo, 1988:17
[14] Hasan, 1984:70
[15] Paulus  Wahana Filsafat Pancasila (Jakarta: Kanisius, 1993), hlm 77. 
[16] Sukarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama: 2006) hlm. 210 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS