A.
Perenialisme
1.
Pengertian Perenialism
Perenialisme berasal dari kata
perennial yang berarti abadi atau kekal atau bersifat lestari.
Perenialisme muncul atau berkembang sebagai reaksi dan solusi yang diajukan
atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut sebagai krisis kebudayaan dalam
masyarakat modern. Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang
lahir pada abad kedua puluh. Seperti dikutip Muhammad Noor Syam
(1984) ia mengemukakan pandangan bahwa pendidikan
harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang
telah teruji dan tangguh. Tugas utama pendidikan adalah
mencerdaskan anak didik. Salah satu cara untuk
mencerdaskan anak didik adalah dengan mempersiapkan diri anak mulai dasar.
Persiapan dasar ini diperoleh dari pengetahuan tradisional seperti membaca,
menulis dan berhitung. Di samping mendapatkan pengetahuan dasar, anak didik
juga diharapkan memiliki etika atau moral atau budi pekerti yang mulia yang
sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama akan
memerintahkan hidup mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama,
masyarakat, guru maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis
moral yang luar biasa yang menyebabkan anak didik berjalan semaunya sendiri
tanpa melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang berlandaskan ajaran
agama masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa
lalu dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab
terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh
perenialisme. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang kepada masa lampau yang
memiliki kebudayaan ideal.
3
|
Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran
yang memberikan kemungkinan bagi seorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena
itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan
yang jelas merupakan tugas yang utama
dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu
pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu
pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir
maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran
dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan
mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan
dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya. Diharapkan anak didik mampu
mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan
disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau.
Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti
bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu
pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepada
perkembangan zaman dulu.
Sekolah, sebagai tempat utama dalam
pendidikan, mempersiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan mereka pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah
memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidang akalnya sangat tergantung
kepada guru.
2.
Prinsip-Prinsip Pendidikan Perenialisme
Di
bidang pendidikan, Perenialisme sangat dipengaruhi oleh: Plato, Aristoteles,
dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi daripada hukum universal. Maka
tujuan utama pendidikan adalah “ membina pemimpin yang sadar dan mempraktekan
asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan.” Menurut Plato, manusia
secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu : nafsu, kemauan, dan
pikiran. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk
mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus
dikembangkan secara seimbang. Seperti halnya Plato dan Aristoteles, tujuan
pendidikan yang diinginkan oleh Thomas Aquinas adalah sebagai “Usaha mewujudkan
kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas aktif dan nyata”.
Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar
dan memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi
yang ada pada dirinya.
[1]Beberapa
prinsip pendidikan perenialisme secara umum, yaitu :
a)
Walaupun
perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia adalah sama. Robert
M.Hutckin sebagai pelopor perenialisme di Amerika Serikat, mengemukakan bahwa
manusia pada hakikatnya adalah hewan rasional( ini adalah pandangan
Aristotelesan ). Tujuan pendidikan adalah adalah sama dengan tujuan hidup,
yaitu untuk mencapai kebijaksanaan dan kebaikan.
b)
Rasio
merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus menggunakannya
untuk mengarahkan sifat bawaannya. Manusia adalah makhluk bebas, namun mereka harus
c)
belajar
untuk memperhalus pikiran dan mengontrol nafsunya. Apabila anak gagal dalam
belajar, guru tidak boleh dengan cepat meletakkan kesalahan pada anak.guru
harus mampu mengatasi semua gangguan tersebut, dengan melakukan pendekatan
secara intelektual yang sama bagi semua siswa.
d)
Tugas
pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentangan kebenaran yang pasti, dan abadi. Kurikulum
diorganisasi dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan
untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Yang dipentingkan dalam
kurikulum adalah mata pelajaran “ general education”, yang meliputi bahasa,
sejarah, matematika, IPA, filsafat dan seni dan 3 R’s (membaca, menulis dan
berhitung). Mata-mata pelajaran tersebut merupakan esensi dari general education.
e)
Pendidikan
merupakan bukan peniruan hidup, melainkan suatu persiapan untuk hidup. Sekolah
tidak pernah menjadi situasi krhidupan yang nyata. Sekolah bagi anak merupakan
peraturan-peraturan yang artificial di mana ia berkenalan dengan hasil yang
terbaik dari warisan social budaya.
f)
Siswa
seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam literature yang menyangkut
sejarah, filsafat, seni, politik dan ekonomi.
Hutckins
menyusun kurikulum untuk sekolah menengah dan universitas yang berpusat pada buku-buku
besar di atas. Keuntungan dari mempelajari buku-buku klasik yang besar tersebut
adalah siswa belajar apada apa yang telah terjadi di masa lampau yang telah
difikirkan oleh orang-orang besar terdahulu. Siswa belajar berfikir
untuk dirinya, karena dengan berkemampuan berfikir siswa akan memiliki
pedoman untuk mampu mengatasi segala masalah kehidupan yang ia hadapi. Segala
masalah akan mudah dipecahkn dengan menggunakan prinsip-prinsip dan kebijakan
yang dimiliki manusia.
Kurikulum
menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada
seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural”, para siswa harus
berhadapan dengan bidang-bidang ini
(seni
atau sains) yang merupakan karya terbaik yang diciptakan manusia. Berkenaan dengan
bidang kurikulum, ada satu pertanyaan yang harus diajukan: Apakah para siswa
memperoleh muatan yang mempresentasikan usaha-usaha yang paling tinggi dalam
bidang itu ? Jadi,
seorang guru bahasa inggris SMU dapat mengharuskan siswanya membaca Moby Dick-nya
Melville atau sebagian dari drama Shakespeare bukannya sebuah novel dalam
terlaris saat ini. Sama halnya dengan para siswa IPA akan mempelajari mengenai
tiga hukum gerakan atau tiga hukum termodinamika
bukannya membangun suatu model penerbangan ulang alik angkasa luar.
3. Tujuan Umum Pendidikan
Perenialisme
Membantu
anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena itu
kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran
tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Tujuan
dari pendidikan, menurut pemikiran perennialis,
adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang
prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Kaum perennialis
juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak
berubah selama berabad-abad. Jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar
untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
di setia zaman. Selain itu filsafat ini menekankan kemampuan-kemampuan berfikir
rasional manusia. Filsafat itu merupakan pengolahan intelektual yang membuat
manusia menjadi benar-benar manusia dan membedakan mereka dari binatang.
4.
Proses Belajar Mengajar
Tuntutan tertinggi dalam belajar
menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental. Maka, teori dan
praktik pendidikan haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam
belajar menurut Perenialisme terutama:
a. Mental dicipline sebagai teori
dasar
b. Rasionalitas dan Asas
Kemerdekaan
c.
Leraning to Reason (belajar untuk berpikir). Bagaimana tugas berat ini dapat
dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya
dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan
membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan
pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah
menengah dan pendidikan tinggi.
d. Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir
bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan intelektual dalam
rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir berarti pula guna memenuhi
fungsi practical philosophy baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.
e. Learning through teaching
Dalam pandangan Perenialisme, tugas
guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga
sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru
mengembangkan potensi-potensiself discovery, dan ia melakukan otoritas moral
atas murid – muridny, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi
dan superior dibandingkan dengan murid-muridnya. Guru harus mempunyai
aktualitas yang lebih. Kurikulum Kurikulum menurut kaum perenialis harus
menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk
menjadi “terpelajar secara cultural” para siswa harus berhadapan dengan bidang
seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang diciptakan oleh manusia.
a.
Pendidikan
harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus.
Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun juga. Kebenaran bersifat universal
dan tak terikat waktu.
b.
Karena kerja
pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan,
pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan-gagasan pengolahan rasionalitas manusia
adalah fungsi penting pendidikan.
c.
Pendidikan
harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai
gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar
dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang
sama pada siswa.
B.
Essensialisme
1. Pengertian Esensialisme
Esensialisme
adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak peradaban umat manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus
berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Menurut esensialisme pendidikan harus bertumpu pada
nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya, dan kekuatannya sepanjang masa
sehingga nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya atau sosial adalah
nilai-nilai kemanusiaan yang berbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja
keras dan susah payah selama beratus tahun, di dalam telah teruji dalam
gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Esenssialisme adalah suatu filsafat dalam aliran
pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada
trend-trend progresif di sekolah-sekolah. [1] Bagi aliran ini "Education as Cultural Conservation",
pendidikan sebagai pemeliharaan kebudayaan karena dalil ini maka aliran
esensialisme dianggap para ahli sebagai "Conservatif road to culture, "yakni aliran ini ingin kembali
kepada kebudayaan lama warisan sejarah yang telah membuktikan
kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan
lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata
yang jelas. Pendapat ini dikemukakan oleh Jalaluddin dkk yang dikutip dari
pendapat Zuharnini Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan
kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak zaman awal peradaban umat
manusia, kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah
teruji oleh zaman, kondisi dan sejarah kebudayaan demikian ialah esensial yang
mampu pula pengembangan hari ini dan masa depan umat manusia. Dengan artian
esensialisme ingin kembali ke masa dimana nila-nilai kebudayaan itu masih tetap
terjaga, yang nilai itu tersimpul dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan
yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka kekal.
2. Sejarah
Lahirnya Aliran Esensialisme
Gerakan
ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti
William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel. Pada
tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut "The esensialist commite for the advanced of
American Education" Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang
guru besar pada "teacher college," Columbia University, ia yakin
bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah
kepada generasi muda.
3. Konsep Pendidikan Essensialisme
a. Gerakan Back to Basics
Gerakan
back to basic yang dimulai dipertengahan tahun 1970an adalah dorongan skala
besar yang mutakhir untuk menerapkan program-program esensialis di sekolah-sekolah.
Menurut mereka, sekolah-sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk
berkomunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam
kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara, berhitung serta sekolah
memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan kerempilan-keterampilan tersebut.
Ahli pendidikan esensialis tidak memandang anak sebagai orang jahat, dan tidak
pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak-anak tersebut
tidak akan menjadi anggota yang masyarakat yang berguna jika mereka tidak
diajarkan nilai disiplin, kerja keras, dan rasa hormat pada pihak yang
berwenang. Kemudian, para guru adalah membentuk para siswa menanggani
insting-insting alamiah dan nonprodukrif mereka (agresif, kepuasan
indera tanpa nalar,dll.) di bawah pengawasan sampai pendidikan mereka selesai.
Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah
harus bersifat praktis dan memberi
anak-anak pengajaran yang logis
yang mempersiapkan mereka untuk hidup.
Selain itu sekolah tidak boleh mempengaruhi atau
menetapkan kebijakan-kebijakan social. Walaupun demikian kritik-kritik terhadap
esensialisme mendakwa bahwa orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan
sekolah akan mendoktrinasi siswa dan mengesampingkan kemungkinan perubahan.
Kaum essensialis menjawab bahwa dengan tanpa suatu pendekatan esensialis, para
siswa akan terindoktrinasi pada kurikulum humanistic atau behavioral yang
menjalankan perlawanan pada standar-standar kebutuhan yang diperlukan
masyarakat untuk ditata.
kurikulum esensialis menekankan
pengajaran fakta-fakta. Kurikulum ini kurang memiliki kesabaran dengan
pendekatan
tidak langsung dan instropektif yang diangkat oleh kaum progresivisme. Penguasaan terhadap
materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang essensial bagi general education (filsafat, matematika,
IPA, sejarah, bahasa, seni dan satra) yang diperlukan dalam hidup. Belajar
dengan tepat berkaitan dengan disiplin tersebut akan mampu mengembangkan
pikiran(kemampuan nalar) siswa dan sekaligus membuatnya sadar akan dunia fisik
sekitarnya. Menguasai fakta dan konsep dasar disiplin yang esensial merupakan
suatu keharusan.
4. Tujuan Pendidikan Esensialisme
Tujuan
pendidikan esensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui
suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, dasar bertahan sepanjang waktu
untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan,
sikap, dan nilai-nilai yang tepat untuk membentuk unsur-unsur yang inti (esensialisme) sebuah pendidikan sehingga
pendidikan bertujuan mencapai standart akademik yang tinggi, pengembangan
intelek atau kecerdasan.
D.
Peranan
sekolah dan guru
[3] peranan
sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada
generasi pelajar dewasa ini. Melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi
dari disiplin tradisioanal. Di sekolah tiap siswa belajar pengetahuan, skill,
dan sikap serta
nilai yang diperlukan untuk menjadi manusia sebagai anggota masyarakat. Belajar
efektif di sekolah adalah proses belajar yang keras dalam penanaman fakta-fakta
dengan penggunaan waktu secara relative singkat, tidak ada tempat bagi pelajaran
pilihan. Kurikulum dan lingkungan kelas disusun oleh guru. Waktu, tenaga, dan
dana semuanya ditujukan untuk belajar yang esensial.
Selanjutnya mengenai peranan guru banyak
persamaannya dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seseorang yang
menguasai lapangan subjek khusus, dan merupakan model contoh yang sangat baik
untuk ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan, dan kelas berada
di bawah pengaruh dan pengawasan guru. Pendidikan
berpusat pada guru (teacher centered)
Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan menguasai kegiatan –kegiatan di
kelas. Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawasan nilai-nilai dan
penguasaan pengetahuan atau gagasan.
Siswa
adalah mahluk rasional dalam kekuasaan fakta dan keterampilan-keterampilan pokok
yang siap melakukan latihan-latihan intelektif atau berfikir Umumnya diyakini
bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka
harus dipaksa belajar. Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui
diskusi dan pemberian tugas, penguasaan pengetahuan, misalnya melalui
penyampaian informasi dan membaca.
E.
Prinsip-prinsip
pendidikan Essensialisme
prinsip-prinsip pendidikan esensialisme
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Pendidikan harus dilakukan melalui usaha
yang keras, tidak begitu saja timbul dari siswa.
2) Inisiatif dalam pendidikan ditekankan
pada guru, bukan pada siswa. Peranan guru adalah menjembatani antara dunia
orang dewasa dengan dunia anak. Secara moral ia merupakan orang yang dapat
dipercaya, dan secara teknis harus memiliki kemahiran dalam mengarahkan proses
belajar.
3) Inti dari proses pendidikan adalah
asimilasi dari mata pelajaran yeng telah ditentukan. Kurikulum organisasi dan
direncanakan dengan pasti oleh orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan
filsafar relisme bahwa secara luas lingkungan material dan social, adalah
manusia yang menentukan bagaimana seharusnya ia hidup. Essensialisme mengakui
bahwa pendidikan akan mendorong individu merealisasikan potensialitasnya.
Namun, ealisasinya harus berlangsung dalam dunia yang bebas dari perorangan.
Oleh karena itu, sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat kepada
masyarakat “ society centered school,”
sebab kebutuhan dan minat social diutamakan. Minat individu dihargai, namun
diarahkan agar siswa tidak menjadi orang yang mementingkan dirinya sendiri.
4) Sekolah harus mempertahankan
metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental. Essensialisme
mengakui bahwa metode pemecahan masalah ada faedahnya, namun bukan suatu
prosedur untuk dilaksanakan bagi seluruh proses
belajar.
5) Tujuan akhir pendidikan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan umum yang merupakan tuntukan demokrasi yang nyata.
7. Tokoh-Tokoh Esensialisme dan Pandangannya
Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan
Renaisans yang pertama:
1. Johan
Amos Cornenius (1592-1670) yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui indra,
karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa.
2. Johan Frieddrich Herbart (1776-1841)
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan
kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses
untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.
3. William
T. Harris (1835-1909) tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas
berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual
sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan
menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.
4. George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) Mengemukakan
adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang
menggunakan landasan spiritual.
C.
Rekonstruksionisme
1. Pengertian Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa
Inggris rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat
pendidikan aliran rekonstruksionisme atau rekonstruksivisme adalah suatu aliran
yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi
lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia
masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan
sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran
Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme.
Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya
memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada
sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada
tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru dan masyarakat yang pantas dan
adil.
Karena adanya
perkembangan pemikiran-pemikiran manusia dari waktu ke waktu sehingga
menimbulkan pemikiran baru pengembangan dari aliran Progresivisme. Yang
tentunya mempunyai persamaan-persamaan juga menimbulkan perbedaan-perbedaan
yang merupakan hasil pemikiran yang telah disempurnakan.
2 . Latar Belakang Sejarah
Rekonstruktivisme
Plato
adalah salah satu tokoh dari aliran rekonstruksivisme. Dia membuat sebuah garis
besar tentang perencanaan bagi kondisi dimana pendidikan akan menjadi sebuah
bahan untuk membentuk masyarakat baru dan lebih baik. Plato yakin sekali
kondisi ini sangat diinginkan masyarakat. Walaupun usaha Plato untuk mewujudkan
masyarakat seperti itu gagal. Paling tidak dia telah maju selangkah pada
masanya.
Bila kita melihat pemikiran Plato sampai dengan Skinner,
kita dapat tahu bahwa mereka merekomendasikan pendidikan sebagai alat utama
bagi perubahan sosial. Plato, sebagai contoh, pemikirannya tentang
pendidikan adalah sebagai sine qua non dari masyarakat yang baik. Marx
melihat pendidikan sebagai cara untuk menolong kaum proletariat mengembangkan
sebuah pengertian kesadaran sosial (social conciousness), penulis
kristen berpendapat penggunaan pendidikan sebagai alat penanaman kesetian
agama, tehnokrat moderen melihat pendidikan sebagai cara untuk mengembangkan
perubahan teknis dan memberikan individu keterampilan yang perlu bagi
kehidupan dalam masyarakat teknologi maju. Di Amerika serikat, sejumlah orang
memandang pendidikan sebagai alat bagi reformasi sosial. Salah satu tokohnya,
John Dewey. Dewey memandang pendidikan sebagai alat bagi perubahan baik
kemanusian dan sosial. Aliran filsafat pragmativisme yang menjadi pemikiran
Dewey dihubungkan dengan penolakan terhadap hal-hal yang absolut dan menerima
hal-hal yang bersifat relatif saja. Selain Plato Seorang
filsuf dan pendidik terkemuka yang mendukung filsafat pendidikan
reconstructionism sosial adalah Theodore Brameld. Selama
bertahun-tahun mengajar, ia terus ide-ide penelitian rekonstruksionisme nya
dengan menerapkan mereka ke dalam pengaturan sekolah di Floodwood High School
di Minnesota. Dalam proyek ini, ia bekerja dengan administrator untuk mengembangkan
program pendidikan bagi junior dan senior yang melibatkan belajar dengan
berpikir kritis. Dia mencoba meyakinkan
para siswa dan guru bahwa isu-isu kontroversial dan masalah harus memainkan
peran besar dalam pendidikan. Tidak masalah dianggap off-batas bagi siswa untuk
membahas dan menganalisis. Dia benar-benar baik-baik saja dengan argumennya baik di dalam maupun di luar kelas. Selama
karirnya yang panjang sebagai seorang filsuf dan pendidik, Brameld diadakan
ceramah di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Ia menjadi penulis lebih dari
selusin buku yang berkaitan dengan filosofi reconstructionism.
3. Sekolah Sebagai Agen Perubahan Social
George S. Counts sebagai pelopor
rekonstruksionisme dalam publikasinya “Drae
the School Build a New Social Order”, mengemukakan bahwa sekolah akan
betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru
secara keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangan,, dan kesukuan (rasialisme).
Masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah social yang
besar merupakan tantangan bagi
pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekonstruksi
social daripada pendidikan hanya mempertahankan status quo.
Sekolah harus bersatu dengan
kekuatan buruh progresif, wanita, para petani, dan kelompok minoritas untuk
mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan. Counts mengkritk pendidikan
progresif yang telah gagal menghasilkan
teori kesejahteraan social, dan ia mengatakan sekolah dengan pendekatan “ child centre” tidak cocok untuk
menentukan pengetahuan dan skill sesuai dalam abad dua puluh.
Tujuan
pendidikan adalah menumbuhkan kesadaran
terdidik yang berkaitan dengan masalah-masalah social, ekonomi, dan
politik yang dihadapi manusia dalam skala global, dan member keterampilan kepada mereka agar memiliki kemempuan untuk
memecahkan masalah-masalah tersebut. Tujuan akhir pendidikan adalah terciptanya
masyarakat yang baru, yaitu suatu masyarakat global yang saling ketergantungan.
Kurikulum merupakan subject matter yang
berisikan masalah-masalah social, ekonomi, politik yang beraneka ragam yang
dihadapi manusia, termasuk dalam masalah social dan pribadi terdidik itu
sendiri. Isi kurikulum tersebut berguna dalam penyusunan disipln sains social
dan proses penemuan ilmiah (inkuiri ilmiah) sebagai metode kerja untuk
memecahkan masalah social.
Mengenai peranan guru rekonstruksionosme
sama dengan paham progresivisme. Guru harus menyadarkan anak didik terhadap
masalah-masalah untuk dipecahkannya, sehingga anak didik memiliki kemampuan dalam
memecahkan masalah tersebut. Guru harus mendorong anak didik untuk dapat
berfikir alternative dalam memecahkan masalah-masalah social.
Sekolah merupakan agen utama untuk
perubahan social, politik, dan ekonomi di masyarakat. Tugas sekolah adalah mengembangkan
“rekayasa social”, dengan tujuan
mengubah secara radikal wajah mayarakat dewasa ini dan masyarakat yang akan
datang. Sekolah memelopori masyarakat ke arah masyarakat baru yang diinginkan.
Apabila tidak demikian, setiap individu dan kelompok nantinya akan memecahkan
masalah-masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri sebagai pengaruh dari
progresivisme.
3.
Prinsip-Prinsip Pendidikan Rekonstruksionisme
Prinsip-prinsip
pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld (Kneller,1971)
terdiri atas 5 tesis, yaitu :
a)
Pendidikan harus dilaksanakan di
sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata social baru yang akan mengisi
nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan mendasari kekuatan-kekuatan
ekonomi, dan social masyarakat modern. Sekarang peradaban menghadapi
kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang
benar dalam nurani manusia. Oleh karena itu, kekuatan teknologi yang sangat
hebat harus dimanfaatkan untuk membangun umat manusia dan bukan untuk
menghancurkannya. Masyarakat harus diubah bukan melalui tindakan politik tapi
melalui pendidikan bagi para warganya menuju suatu pandangan baru tentang hidup
bersama.
b)
Masyarakat harus berada dalam kehidupan demokratis
sejati, di mana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh
warganya sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat, seperti
sandang, pangan, papan, kesehatan, industri dan sebagainya yang akan menjadi
tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal dalah
masyarakat demokratis.
c)
Anak, sekolah, dan pendidikan itu
sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya social. Menurut rekonstruksionisme,
hidup beradab adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran
yang penting di sekolah. Melalui pendidikan, individu tidak hanya mengembangkan
aspek-aspek sosialnya melainkan juga belajar bagaimana keterlibatannya dalam
perencanaan social.
d)
Guru harus meyakini terhadap validitas
dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana dan memerhatikan prosedur yang
demokratis. Guru harus melaksanakan pengujian secara terbuka terhadap
fakta-fakta, laupun bertentangan dengan pandangannya. Guru menghadirkan
beberapa pemecahan alternative dengan jelas, dan ia memperkenankan siswa-siswanya untuk mempertahankan
pandangan-pandangan mereka sendiri.
e)
Cara dan tujuan pendidikan harus
diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan
yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan
kebutuhan dengan sains social. Yang penting dari sains social adalah mendorong
kita untuk menemukan nilai-nilai, di mana manusia percaya atau tidak bahwa
nilai-nilai itu besifat universal.
f)
Kita harus meninjau kembali penyusunan
kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara
bagaimana guru dilatih. Semua itu harus dibangun kembali bersesuaian dengan
teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah.
4.
Tujuan Pendidikan Rekonstruksivisme
Pada dasarnya, aliran rekonstruksionis menekankan pada
kebutuhan untuk perubahan, yaitu perubahan sosial dan tindakan sosial.
Pemikiran untuk mengembangkan perubahan didasarkan atas pemikiran bahwa
individu dan masyarakat akan dapat membuat suatu perubahan yang lebih baik.
Mungkin seseorang memandang ide ini dengan sejenis perkembangan
evolusioner atau yang dikenal dengan aliran Hegel yang di hubungkan dengan
filosofis Dewey yaitu kita dapat membantu dalam proses perpindahan sesuatu hal
dari kondisi yang kurang diinginkan ke kondisi yang diinginkan. Dengan demikian
rekonstruksionis akan melibatkan lebih banyak masyarakat sebagai agen perubahan
(change-agents), untuk merubah diri mereka sendiri atau dunia disekitar
mereka. Aliran rekonstruksionalisme pada prinsipnya sepaham
dengan aliran perenialisme yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern.
Aliran ini berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas seluruh
umat manusia atau bangsa .
Rekonstruksionalisme berusaha mencari
kesempatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mangatur tata kehidupan
manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungan. Menurut aliran ini
filsafat di pandang lebih tinggi dari pada ilmu pendidikan, yang mana
pendidikan adalah sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan
baru, sehingga keluarlah hasil berupa anak didik yang memiliki banyak
kemapuan. Tujuan pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah menumbuhkan
kesadaran yang terdidik yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial, ekonomi
dan politik yang dihadapi manusia dalam skala global dan memberikan
keterampilan kepada mereka agar memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut.
Tujuan akhir pendidikan dari aliran
rekonstruksionisme adalah terciptanya masyarakat baru, yaitu sesuatu masyarakat
global yang saling ketergantungan dan menyusun kembali penataaan ulang atau
merekonstruksi masyarakat. Mereka menolak filsafat yang abstrak dimana penekanannnya
lebih kepada tahu dibandingkan melakukan. Rekonstruksionis tidak percaya kalau
ada konflik antara tahu dan melakukan, semua tindakan harus dipikirkan terlebih
dahulu. Para rekonstruksionis melihat pendidikan sebagai sesuatu yang
melibatkan inidividu dan masyarakat.
Pada saat ini pendidikan cenderung untuk mengisolasi dan
memisahkan masyarakat. Rekonstruksionist tidak berpendapat bahwa kita dapat
memisahkan sekolah dari kemasyarakatan dan individu satu sama lainnya. Para
rekonstruksionis berusaha untuk menyatukan dibandingkan memecahan masyarakat.
Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Dalam
program pendidikan ekonomi-politik, umpamanya untuk tahun pertama tujuannya
membangun kembali dunia ekonomi-politik. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut adalah (1) mengadakan survei secara kritis terhadap masyarakat
(2) mengadakan studi tentang hubungan antara keadaan ekonomi lokal dan
ekonomi nasional serta dunia, (3) mengadakan studi tentang latar belakang
historis dan kecenderungan-kecenderungan perkembangan ekonomi, hubungannya
dengan ekonomi lokal (4) mengkaji praktik politik dalam hubungannya dengan
faktor ekonomi (5) memantapkan rencana perubahan praktik politik (6)
mengevaluasi semua rencana.
Metode Dalam
pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum yaitu berusaha mencari keselarasan antara
tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para
siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing
siswa, baik dalam kegiatan pleno maupun kelompok-kelompok berusaha memecahkan
masalah sosial yang dihadapinya. Keja sama baik antara individu dalam kegiatan
kelompok, maupun antar kelompok dalam kegiatan kelompok, maupun antar kelompok
dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode rekonstruksi sosial.
Dalam
kegiatan evaluasi, para siswa dilibatkan
terutama dalam memilih dan menyusun dan menilai bahan yang akan diujikan.
Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dahulu baik ketepatan maupun
keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
masyarakat yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang
telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap
masyarakat.
D.
Tokoh-Tokoh Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dipelopori oleh
George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, yang memiliki keinginan yaitu
ingin membangun masyarakat yang baru, masyarakat yang pantas dan adil. [4]Beberapa
tokoh dalam aliran ini antara lain adalah Caroline Pratt, George Count, Harold
Rugg. Hasil karya George Counts berupa tulisannya tentang "Prinsip
Pendidikan" dengan J. Crosby Chapman. Itu adalah gambaran filosofis,
psikologis, dan metodologis American George Counts ingin para guru untuk
memimpin masyarakat bukannya mengikuti masyarakat. Para guru adalah pemimpin
dan harus membuat kebijakan yang bisa memutuskan antara tujuan dan nilai-nilai.
Guru harus peduli dengan urusan sekolah, tetapi juga harus peduli dengan
masalah-masalah kontroversial ekonomi, politik, dan moralitas.
a.
Caroline Pratt. Caroline Pratt
merupakan seorang guru muda yang inovatif. Caroline Pratt mengungkapkan ide-ide
dari Friedrich Froebel tentang sesuatu yang dapat memberikan anak-anak
kesempatan untuk mewakili dunia mereka. Dia merancang unit blok yang menjadi
bahan dasar di sekolah-sekolah di seluruh Amerika Serikat.
b. Harold Rugg
(1886-1960). Dia adalah seorang guru, insinyur, sejarawan, ahli
teori pendidikan, dan mahasiswa psikologi dan sosiologi. Banyak ide-ide novel
Rugg's tentang pengembangan kurikulum yang diterapkan di seri sosialnya
14-volume studi buku, diterbitkan dengan judul umumnya “Mengubah Manusia dan
Masyarakat" antara 1929 dan 1940. Rugg juga menjabat sebagai psikolog
pendidikan di Sekolah Lincoln eksperimental.
6.
Kritikan Aliaran bagi Filsafat Rekonstruksivieme dalam Pendidikan
Para rekonstrusionis berpendapat bahwa pendekatan mereka
merupakan permulaan yang radikal bagi aliran filsafat pragamatisme. Filsafat
rekonstruksionis telah memberikan pandangan tentang sebuah dunia yang sempurna
dan memberikan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini mungkin kelemahan
dari filsafat yang lain bahwa mereka tidak mempunyai tujuan pada masa datang,
baik jangka pendek atau jangka panjang.
Perhatian terhadap nilai sosial, keadilan pada manusia,
komunitas manusia, keamanan dunia, keadilan ekonomi, persamaan kesempatan,
kebebasan dan demokrasi merupakan tujuan dari filsafat rekonstruksivisme. Jika
benar bahwa filsafat rekonstruksivisme bersifat tidak sabaran dan tergesa-gesa
dalam keinginan untuk menghilangkan kejahatan sosial, hal tersebut dapat dimengerti
karena dunia ini penuh dengan kebencian, kerakusan, perang dan kefanatikan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Perenialisme
merupakan salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang lahir pada abad
kedua puluh. Perenialisme percaya mengenahi adanya nilai-nilai, norma-norma
yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Atas dasar itulah perenialisme
memandang pola perkembangan kebudayaan sepanjang zaman adalah sebagai
pengulangan dari apa yang ada sebelumnya.
·
Esensialisme adalah pendidikan yang
didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat
manusia.
·
Rekontruksionisme
adalah adalah aliran filsafat yang tema utamanya berkenaan dengan hakikat ilmu
pengetahuan. Namun demikian aliran rekontruksionisme berimplikasi terhadap
pendidikan, khususnya terhadap pendidikan sains dan matematika.
·
Tujuan Umum
Pendidikan membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki.
Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka
kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang
murni.
·
Tujuan pendidikan esensialisme
adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan
yang telah terhimpun, dasar bertahan sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua
orang.
·
Tujuan
Pendidikan Rekonstruksivisme pada dasarnya, aliran
rekonstruksionis menekankan pada kebutuhan untuk perubahan, yaitu perubahan
sosial dan tindakan sosial. Pemikiran untuk mengembangkan perubahan didasarkan
atas pemikiran bahwa individu dan masyarakat akan dapat membuat suatu perubahan
yang lebih baik.
22
|
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku
penyusun tentunya mengalami banyak kekeliruan. Untuk itu kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya, dikarenakan kami masih dalam tarap pembelajaran. Maka dari
itu kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga
kami lebih baik di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Sadulloh, Uyoh. 2014. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : ALFABETA.
Pelita,
Dian. “ Filsafat Tentang Rekontruktifisme
dalam pendidikan”. 22 maret 2011
Guru, Calon. “ Teorotis dan Hasil Kajian Aliran
Essensialisme”. 22 maret 2011
Pillow,
Farenta’s. “Pendidik
Terkemuka yang Mendukung Filsafat Pendidikan Reconstructionism Sosial”. 22
maret 2011
ok terimakasih penjelasannya
BalasHapus