MAKALAH HAK-HAK SUAMI TERHADAP ISTRI - FIQH MUNAKAHAT

2.1. Hak Suami


             Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri hanya merupakan hak-hak kebendaan,sebab menurut  hukum islam istri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.Bahkan lebih diutamakan istri tidak usah ikut bekerja mencari nafkah,jika memang suaminya mampu memenuhi nafkah keluarga dengan baik.Hal ini dimaksudkan agar istri dapat melaksanakan kewajiban membina keluarga yang sehat dan mempersiapkan generasi yang shaleh.Kewajiban ini cukup berat bagi istri jika memang dilaksanakan dengan baik.ini berarti bahwa agar istri jangan sampai ditambah beban kewajibannya yang berat itu dengan ikut mencari nafkah keluarga.Kecuali apabila keadaan memang mendesak,usaha suami tidak dapat menghasilkan kecukupan nafkah keluarga,maka dalam batas-batas yang memberatkan istri dapat diajak berusaha mencari nafkah yang diperlukan itu.
    Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya ialah : hak ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi pelajaran kepada istri dengan cara yang baik dan layak dengan kedudukan suami istri.[1]

A. Hak ditaati

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّفَإِنْأَطَعْنَكُمْفَلَاتَبْغُواعَلَيْهِنَّسَبِيلًاإِنَّاللَّهَكَانَعَلِيًّاكَبِيرًا                                                      

Artinya :
            “ laki-laki itu adalah pemimpin atas perempuan dengan sebab apa yang telah Allah lebihkan sebagian kalian atas sebagian yang lain dan dgn sebab apa-apa yang mereka infaqkan dari harta-harta mereka. Maka wanita-wanita yang shalihah adalah  yang qanitah (ahli ibadah), yang menjaga (kehormatannya) taat kala suami tidak ada dengan sebab Allah telah menjaganya. Adapun wanita-wanita yang kalian kawatirkan akan ketidaktaatannya maka nasihatilah mereka, dan tinggalkanlah di tempat-tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Akan tetapi jika mereka sudah mentaati kalian maka janganlah kalian mencari-cari jalan (untuk menyakiti) mereka, sesungguhnya Allah itu Maha tinggi Maha besar.”

QS.An-nisa’ ayat 34 mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami) berkewajiban memimpin kaum perempuan (istri),karena kaum laki-laki mempunyai kelebihan atas perempuan (dari segi kodrat kejadiannya),dan adanya kewajiban laki-laki memberi nafkah untuk keperluan keluarganya.Istri-istri yang shaleh adalah yang patuh kepada Allah dan kepada suami-suami mereka serta memelihara harta benda dan hak-hak suami.
    Kewajiban suami memimpin istri itu tidak akan terselenggara dengan baik apabila istri tidak taat kepada pimpinan suami.Isi dari pengertian taat adalah :
a.       Istri supaya bertempat tinggal bersama suami dirumah yang telah disediakan.
b.      Taan kepada perintah-perintah suami,kecuali apabila melanggar larangan Allah.
c.       Berdiam dirumah,tidak keluar kecuali dengan izin suami.

    Kewajiban taat yang meliputi emapat hal tersebut disertai dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan istri.[2]
·         Bertempat tinggal bersama suami
    Istri berkewajiaban memenuhi hak suami bertempat tinggal di rumah yang telah disediakan apabila syarat-syarat sebagai berikut :
1.)    Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri
2.)    Rumah yang disediakan adalah pantas untuk menjadi tempat tinggal istri serta dilengkapi dengan perabot dan alat-alat yang diperlukan untuk hidup berumah tnagga secara wajar dan sederhana serta tidak melebihi kemampuan suami
3.)    Rumah yang disediakan cukup menjamin keamanan jiwa dan harta bendanya,tidak terlalu jauh dengan tetangga dan penjaga-penjaga keamanan
4.)    Suami dapat menjamin keselamatan istri ditempat yang disediakannya.

·         Taat kepada perintah-perintah suami
     Istri wajib memenuhi hak suami, taat kepada perintah-perintahnya apabila memenuhi syarat-syarat sbb :
1.      Perintah yang dikeluarkan suami termasuk hal-hal yang ada hubungannya dengan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, apabila misalnya suami memerintahkan istri untuk membelanjakan harta milik pribadinya sesuai keinginan suami, maka istri tidak wajib taat, sebab pembelanjaan harta milik pribadi istri sepenuhnya menjadi hak istri yang tidak dapat dicampuri oleh suami.
2.      Perintah yang dikeluarkan harus sejalan dengan ketentuan syariah apabila ada hal yang bertentangan dengan syariah maka perintah itu tidak boleh ditaati. Hadist Nabi riwayat Bukhari,Muslim,Abu Dawud dan Nasa’i dari Ali menjawab : “Tidak dibolehkan taat kepada seorangpun dalam bermaksiat kepada Allah,taat hanyalah dalam hal-hal yang ma’ruf.”
3.      Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya yang merupkan hak istri,baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat bukan kebendaan.

·         Berdiam di rumah
      Istri wajib berdiam dirumah dan tidak boleh keluar kecuali dengan izin suami, apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri.
2.      Larangan keluar rumah tidak berakibat memutuskan hubungan keluarga, dengan demikian apabila suami melarang istri menjenguk keluarga-keluarganya, maka istri tidak wajib taat,ia boleh keluar untuk berkunjung, tetapi tidak boleh bermalam tanpa izin suami.

  
·         Tidak menerima masuknya seseorang
         Hak suami agar istri tidak menerima masuknya seseorang tanpa izinnya, dimaksudkan agar ketentraman hidup rumah tangga tetap terpelihara. Ketentuan tersebut berlaku apabila orang yang datang itu bukan mahram istri. Apabila yang datang itu adalah mahramnya, dibenarkan menerima kedatangan mereka tanpa izin suami.

B. Hak memberi pelajaran

            Bagian kedua dari ayat 34 surat An-Nisa’ mengajarkan, apabila terjadi kekhawatiran suami bahwa istrinya bersikap membangkang, hendaklah diberi nasehat secara baik-baik, apabila dgn nasehat si istri belum juga mau taat, hendaklah suami berpisah tidur dengan istri, dan apabila dengan demikian masih belum juga kembali taat, maka suami dibenarkan memberi pelajaran dengan jalan memukulnya(yang tidak melukai dan tidak pada bagian muka).
            Khusus mengenai hak suami memukul istri tersebut, perlu ditambahkan penjelasan bahwa Al-Qur’an meletakkan hak tersebut pada tingkat terakhir, setelah pemberian nasehat dan berpisah tidur tidak berhasil. Banyak hadist Nabi yang mengajarkan agar suami bersikap hormat, kasih sayang, lembut kepada istrinya. Bahkan terdapat pula peringatan yang khusus, agar suami jangan suka memukul istrinya.
            Riwayat Bayhaqi dari Ummi kultsum menyebutkan pada suatu ketika datanglah beberapa orang lelaki kepada Nabi mengadukan sikap membangkang istri-istri mereka, karena Nabi melarang memukul istri, kemudian Nabi pun mengizinkan mereka untuk memukul istri-istri mereka, seraya mengatakan : “Orang-orang yang terbaik di antara kamu sama sekali tidak akan sampai hati memukul istrinya.”
            Dari banyak hadist yang memperingatkan agar suami menjauhi memukul istri itu dapat diperoleh ketentuan bahwa Al-Qur’an membolehkan suami memberi pelajaran istri dengan jalan memukul itu hanya berlaku apabila istri memang tidak mudah diberi pelajaran dengan cara yang halus. Itupun baru dilakukan dalam tingkat terakhir, dan dengan cara yang tidak mengakibatkan luka pada badan istri dan tidak pada bagian muka. Kaum wanita pada dasarnya amat halus perasaannya. Nasehat-nasehat yang baik biasanya sudah cukup untuk mengadakan perubahan sikap terhadap suaminya. Kalau hal ini belum juga cukup, dipisah tidur sudah  dipandang sebagai pelajaran yang lebih berat. Namun demikian, apabila pelajaran tingkat kedua ini belum juga membekas, pelajaran yang paling pahit dapat dilakukan, tetapi dengan cara yang tidak mengakibatkan cedera dan tidak pada bagian muka.[3]




















BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan

Kebahagiaan, ketenangan, dan ketentraman hidup dalam rumah tangga akan terwujud apabila suami dan istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. Mematuhi dan mentaati suami ialah suatu hak yang harus diterima oleh suami, bukan berarti suami boleh semena-mena dengan istri. Dalam berumah tangga antara suami dan istri harus menjalin komunikasi yang baik, saling memberikan rasa kasih sayang, dan tetap menjaga hak dan kewajiban mereka masing-masing. Supaya tujuan dari pernikahan yaitu sakinah, mawaddah, warahmah dapat terwujud dalam keluarga tersebut.


















DAFTAR PUSTAKA

Sarong, A Hamid. 2004. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Banda Aceh: PENA
Hasan, Mustofa. 2011. Pengantar Hukum Keluarga. Bandung: Pustaka Setia





[1] A.Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Banda Aceh, 2004, cet. 1. hal.,111).
[2] Ibid..,hal. 112 .
[3] Ibid.., hal. 114. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS