MAKALAH PENGERTIAN KRISTAL MINERAL

119



2.1.Jumlah Unsur Simetri
 Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-sumbunya, jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal tersebut. Dengan menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan dapat mengetahui dimensi-dimensi yang ada dalam kristal tersebut, yang selanjutnya akan menjadi patokan dalam penggambarannya.
Unsur simetri yang diamati adalah sumbu, bidang, dan pusat simetri. cara penentuannya adalah sebagai berikut:
·         Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya, lakukan pengamatan   terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan dapat dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada sumbu utamanya.
·         Perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada tentukan jumlah serta nilainya. Menentukan nilainya sama dengan pada sumbu utama.
·         Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu simetri yang ada pada kristal.
·         Amati bentuk kristal terhadap susunan persilangan sumbunya, kemudian tentukan ada tidaknya titik pusat kristal.
·         Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai sama) yang ada.

  2.1.2. Bidang Simetri
Bidang simetri adalah bidang datar yang melalui pusat kristal dan dapat membagi kristal dua bagian yang sama bagian yang satu merupakan pencerminan bagian yang lain nya. Bidang simetri di notasikan dengan huruf P (plane) atau m (mirrow)
a.  Bidang simetri utama
            Bidang simetri diagonal/intermediate/tambahan,Apabila bidang tersebut hanya melalui sebuah sumbu utama kristal, sering di sebut dengan bidang simetri diagonal yang di notasikan dengan huruf d.Apabila dua bidang tersebut melalui dua sumbu utama kristal. Bidang simetri ini di bedakan menjadi simetri horizontal dengan notasi h dan bidang simetri vertikal di notasikan dengan v. Dalam  mempelajari  bentuk–bentuk  kristal  untuk  mengenalnya  dengan  baik  perlu  diadakan  pengolompokan  secara  sistematis  dari  bentuk–bentuk  krital  itu  sendiri .
1.   Pengelompokan  bentuk–bentuk  kristal  ke dalam  mineral  kristal  berdasarkan  kepada perbandingan jumlah  sumbu  kristalografi  dan  nilai  sumbu  C  atau  sumbu  mineralogy. Atas  dasar  ketentuan  tersebut  dapat  dikelompokkan  menjadi  7  sistem  kristalografi . Penentuan kelas simetri menurut Herman Mauguin untuk miineral :
 a. Sistem Reguler :
       Bagian 1 :  Menerangkan nilai sumbu a (yang dimaksud sumbu adalah
                        sumbu a, b, c, karena sumbunya sama panjang) mungkin
                        bernilai 4 atau 2 dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak
                        lurus sumbu a tersebut.
       Bagian 2 :  Menerangkan sumbu simetri bernilai 3. Apakah sumbu simetri
                       yang bernilai 3 juga bernilai 6 atau hanya bernilai 3 saja.
       Bagian 3 :  Menerangkan ada tidaknya sumbu intermediate/diagonal.
                   2 dan ada tidaknya bidang simetri diagonal yang tegak lurus terhadap          sumbu diagonal tersebut. Bagian ini dinotasikan dengan : 2, 2, m atau  tidak ada. Angka menunjukkan nilai sumbu dan huruf m  menunjukkan adanya bidang simetri yang tegak lurus terhadap  sumbu intermediate.
 b. Sistem tetragonal
 Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 4 atau tidak
                 bernilai dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumb c.
       Bagian 2 : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu lateral (sumbu a dan
                       sumbu c) dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus
                       terhadap sumbu lateral tersebut.
        Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri yang tegak lurus  terhadap            
                          Sumbu mineralogy tersebut
c. Sistem Hexsagonal dan Trigonal :
 Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c (mungkin 6, 6, 3, 3,) dan ada
                          tidaknya bidang simetri Horizontal yang tegak lurus sumbu tersebut.
 Bagian  2 : Menerangkan nilai lateral (sumbu a, b, d) dan ada tidaknya
                       bidang  simetri mineralogy yang tegak lurus.
  Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simateri intermediate dan
                 ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu
                    intermediate tersebut.
    d. Sistem Orthorhombic :
        Bagian I :  Menerangkan nilai sumbu a dan ada tidaknya bidang simetri
                    yang tegak lurus terhadap sumbu a tersebut.
  Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu b dan a tidaknya bidang
                 simetri yang tegak lurus terhadap sumbu b tersebut.
  Bagian 3 : Menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang
                 simetri yang tegak lurus terhadap sumbu c tersebut.
   e. Sistem Monoklin
Hanya ada 1 bagian ialah menerangkan nilai sumbu b ada tidak
bidang Simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut
   f. Sistem Triklin
                    Sistem ini hanya mempunyai 2 kelas simetri yaitu :
        Pertama  : Mempunyai titik simetri.
   Kedua     : Tidak mempunyai mineral simetri
   Contoh   : 1. Klas Pinacoidal :   
                      2. Klas Asymetric  :

2.1.2. Sumbu Simetri
              Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu gire, giroide dan sumbu inversi putar. Ketiganya dibedakan berdasarkan cara mendapatkan nilai simetrinya. Gire, atau sumbu simetri biasa, cara mendapatkan nilai simetrinya adalah dengan memutar kristal pada porosnya dalam satu putaran penuh. Bila terdapat dua kali kenampakan yang sama dinamakan digire, bila tiga trigire (4), empat tetragire (3), heksagire (9) dan seterusnya. Giroide adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan memproyeksikannya pada bidang horisontal. Dalam gambar, nilai simetri giroide disingkat tetragiroide ( ) dan heksagiroide ( ). Sumbu inversi putar adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan mencerminkannya melalui pusat kristal. Penulisan nilai simetrinya dengan cara menambahkan bar pada angka simetri itu

2.1.2.1. Sumbu Simetri Gyre
Gyre atau sumbu simetri biasa,cara mendapatkan nilai simetrinya adalah dengan memutar Kristal pada porosnya dalam satu putaran penuh. Bila terdapat dua kali kenampakan yang sama dinamakan digire, bila tiga trigire (3), dst.




2.1.2.2. Sumbu Simetri Gyre Polair
           Simetri Gyre Polair  adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan memproyeksikannya pada bidang horisontal.

2.1.2.3 Sumbu Cermin Putar
Sumbu cermin putar adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan mencerminkannya melalui pusat kristal. Penulisan nilai simetrinya dengan cara menambahkan bar pada angka simetri itu. Bila tiga tribar (3), empat tetrabar (4), dst.

2.1.3 Pusat Simetri
Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila dalam kristal tersebutdapat dibuat garis bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal menembus pusat kristal dan akan menjumpai titik yang lain pada permukaan di sisi yang lain dengan jarak yang sama terhadap pusat kristal pada garis bayangan tersebut Semua Kristal memiliki pusat Kristal, namun belum tentu memiliki sumbu simetri.

2.2. Herman-Mauguin
Dalam pembagian Sistem kristal, ada 2 simbolisasi yang sering digunakan.Yaitu Herman-Mauguin dan Schoenflish. Simbolisasi tersebut adalah simbolisasi yang dikenal secara umum (simbol Internasional).
Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada kristal tersebut.Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masing-masing kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap Sistem Kristal.

2.3. Scoenflish
1.  Sistem Regular
Hanya dibagi atas dua bagian yaitu :
Bagian I : menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2, dan 4
- Jika bernilai 4 dinotasikan dengan huruf O (Oktahedral)
- Jika bernilai 2 dinotasikan dengan huruf T (Tetrahedral)

Bagian II : Menerangkan kandungan bidang simetri bila mempunyai
- Bidang simetri horizontal
                 - Bidang simetri vertikal
- Bidang simetri diagonal
Ketiganya dinotasikan dengan h
Bila mempunyai :
                 - Bidang simetri horizontal
                 - Bidang simetri vertikal
                   Keduanya dinotasikan dengan h
Bila mempunyai :
                 - Bidang simetri vertikal
                 - Bidang simetri diagonal
                 Keduanya dinotasikan dengan v
Bila mempunyai bidang simetri digonal bernotasikan dengan huruf d

Tabel2.1. Kelas Simetri Menurut Scoenflish

No
Kelas Simetri
Notasi (Simbolisasi)
1
Ditragonal Pyramidal
D4h
2
Tetragonal Bipyramidal
C4v
3
Tetragonal Dispenoidal
C4h
4
Asymetrik
S4
5
Trigonal Rhombohedral
C4
6
Ditrigonal Scalenohedral
D3

 Tabel 2.2.  Herman Maugin Simbol
System (1)
Class Name (2)
AXES
Planes
Center
Hermann-
Maugin
Symbols (3)
2-Fold
3-Fold
4-Fold
6-Fold


3
4
-
-
-
-
3
4
-
-
3
Yes
3
4
-
-
6
-
6
4
3
-
-
-
6
4
3
-
9
Yes



1
-
-
-
-
-
4
-
-
1
-
-
-
4
-
-
1
-
1
Yes
3
-
-
-
2
-
-
-
-
-
4
-
4
-
1
-
-
-
4
-
1
-
5
Yes

1
-
-
-
2
-
3
-
-
-
-
-
3
-
-
-
3
Yes



-
1
-
-
1
-
6
-
-
-
1
-
-
6
-
-
-
1
1
Yes
3
1
-
-
4
-
-
-
-
1
6
-
6
-
-
1
-
-
6
-
-
1
7
Yes


-
1
-
-
-
-
3
-
1
-
-
-
Yes
3
-
1
-
-
3
-
3
1
-
-
-
-
3
1
-
-
3
Yes

-
-
-
-
1
-
m
1
-
-
-
-
-
2
1
-
-
-
1
Yes
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
Yes
1

2.4. Indeks Miller dan Weisz
Indeks bidang kristal adalah perotongan antar sumbu utama kristal dengan salah satu bidang kristal yang menghadap ke depan yang menjadi pengamat. Indeks bidang kristal ada dua jenis yaitu:
·      Indeks weisz dengan perbandingan: sb a/1: sb b/1: sb c/1
·      Indeks miller dengan perbandingan: 1/sb a: 1/ sb b: 1/sb c

Contoh pada gambar
C+                                                       Keterangan:
                                                                                       OA = sb a= 1
a-                        OB = sb b= 1
OC = sb c= 1
                                               
    b-                                O                            b+


a+
                                  c-

                                     
                 Gambar 2.2. Indek Miller dan Weisz

·       Indeks weisz                     = sb a/1: sb b/1: sb c/1
                                         = 1/1: 1/1: 1/1
                                         = 111
·         Indeks Miller                    = 1/sb a: 1/ sb b: 1/sb c
                                         = 1/1: 1/1: 1/1
                                         = 111








Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS