Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Kamis, 12 November 2015

MAKALAH UNSUR-UNSUR PEMBENTUKAN HUKUM ADAT SEBAGAI KEBIASAAN MASYARAKAT DAN KAIDAH AGAMA

November 12, 2015 0



KEBIASAAN KETATANEGARAAN (CONVENTION) SEBAGAI SUMBER HUKUM

      Dalam hukum di kenal pula apa yang disebut kebiasaan ketatanegaran ini mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan. Bahkan seringkali kebiasaan ketatanegaraan ini dapat menggeser peraturan-peraturan hukum yang tertulis.


      Sebagai contoh dapat di kemukakan bahwa menurut pasal 17 undang-undang dasar 1945, menteri negara bertanggung jawab kepada presiden, karena ia adalah pembantu presiden. Dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia di tahun 1945 ternyata bahwa seorang menteri negara yang bertanggung jawab kepada presiden, karena kebiasaan ketatanegaraan menteri negara itu bertanggung jawab kepada badan pekerja komite nasional Indonesia pusat-semacam DPR-hal ini terjadi karena keluarnya maklumat wakil presiden no.X tanggal 16 oktober 1945, yang kemudian diikuti dengan maklumat pemerintahan tanggal 14 november 1945, di mana komite nasional Indonesia pusat yang membantu presiden dalam menjalankanwewenangnya berdasarkan aturan peralihan pasal iv undang-undang dasar 1945, menjadi badan sederajat dengan presiden, dan tempat menteri negara bertanggung jawab. Dan ini terjadi dalam kabinet syahrir I, II, dan III, serta kabinet amir sjarifudin yang menggantikannya.
      Dalam kebiasaan itu terdapat unsure yang menunjukan bahwa suatu perbuatan yang sama berulang-ulang dilakukan, yang kemudian diterima dan ditaati. Kebiasaan ini akan menjadi hukum kebiasaan manakala ia di beri sanksi.
      Kebiasaan ketatanegaraan ialah perbuatan dalam kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang kali, sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatenegaraan, walaupun ia bukan hukum. Di sinilah letak perbedaannya dengan ketentuan hukum yang suddah  tidak diragukan lagi kesalahnnya, tetapi sebaliknya kebiasaan ketatanegraan walaupun bagaimana pentingnya ia tetap merupakan kebiasaan saja.
      Sebagai contoh mengenai kebiasaan lainnya dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia dapat pula di kemukakan di sini, bahwa pada setiap tanggal 16 agustus, presiden harus mengucapkan pidato ketatanegaraan di dalam sidang dakwah perwakilan rakyat. Pidato ketatanegaraan tersebut pada hakikatmya merupakan lebih dari suatu laporan tahunan yang bersifat informatoris dari presiden, karena dalam laporan itu juga dimuat suatu rencana mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan ditempuh pada tahun yang akan datang. Pada masa presiden soekarno almarhum, pidato semacam itu di ucapkan langsung di hadapan rakyat di depan istana yang disebut”amanat 17 agustus” pada tiap tanggal 17 agustus dalam pertanggungan jawabannya sebagai pemimoin besar revolusi bukan sebagai presiden.
      Juga pidato presiden lainnya yang merupakan convention adalah pidato yang diucapkan sebagai keterangan peerintahan tentang rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara pada minggu pertama bulan januari setiap tahunnya. Isinya berupa hasil-hasil kegiatan nasional serta hasil penilain tahun yang lalu dan rencana anggaran pendapatan dan belanja negara untuk tahun yang akan datang.
      Beberapa contoh mengenai kebiasaan ketatanegaraan yang terdapat di inggris antara lain ialah, bahwa seorang menteri haruslah seorang anggota dari parlemen. hal ini terjadi ketika mr.patrick Gordon walker yang telah diangkat oleh partai buruh inggris sebagai menteri setelah pemilihan umum pada bulan oktober 1964, harus memperoleh keanggotaan house of commons. Untuk itu ia ikut dalam pemilihan umum tambahan/susulan yang di adakan setelah pemilihan umum tersebut di atas, dan saying sekali bahwa ia tidak terpilih, sehingga akibatnya ia harus meletakkan jabatannya sebagai menteri luar negeri.
      Contoh lain ialah bahwa raja atau ratu akan mengangkat ketua partai yang menang dalam pemilihan umum sebagai perdana menteri.
      Konvensi-konvensi di inggris adalah banyak seali dan ia dibedakan dari hukum konstitusi(law of constitution), karena konvensi tidak dapat dipaksakan atau diakui oleh badan-badan peradilan. Konvensi-konvensi itu antara lain adalah kebiasaan(customs), praktek-praktek(practices), azas-azas(maxims) atau peraturan-peraturan lainnya seperti di bawah ini; suatu kabinet yang sudah tidak mendapat dukungan kepercayaan dari majelis rendah(house of commons) akan meletakkan jabatannya, raja harus mengesahkan setiap rancangan undang-undang(bill), majelis tinggi(house of lords) tidak akan mengajukan suatu rancangan undang-undang keuangan(money bill).
      Di amerika serikat, contoh kebiasaan ketatanegaraan antara lain ialah, bahwa seorang calon presiden amerika serikat dan wakilnya dipilih oleh konvensi partai politik yang bersanggutan, untuk kemudian dipilih oleh rakyat.
      Contoh lain adalah mengenai terjadinya sistem parlemener di negara belanda yang timbul sebagai akibat dari perselisihan antara pemerintah dan parlemen pada tahun 1866-1868 karena masalah jajahannya(koloni).

SANKSI NORMA AGAMA, KESUSILAAN, KESOPANAN, KEBIASAAN,HUKUM DAN ADAT
     
      Sanksi itu terdapat tidak hanya di bidang norma-norma hukum, tetapi juga di bidang norma-norma agama, kesusilaan dan sopan santun. Jadi tidaklah benar pendapat-pendapat yang mengatakan, bahwa sanksi itulah yang membedakan norma-norma hukum dari norma-norma social lainnya.
      Khusus sebelum masuknya hukum barat ke dalam Indonesia di sini disebut hukum adat sebagai lawan bagi hukum syara’ atau hukum agama islam.
      Sesudah datangnya hukum barat, maka hukum adat itu menjadi di perlawankan pula pada undang-undang. Hukum adat adalah berdasar pada lembaga-lembaga atau kebiasaan lama, hukum syara’ berdasar pada kitabu’llah. Adat itu kita perinci lagi sebagai berikut:
1.      Adat seseorang adalah kebiasaan atau sifat seseorang seperti makan sirih dan merokok.
2.      Adat sesuatu daerah adalah lembaga kebiasaan yang di pakai dari zaman dulu dalam daerah itu.
3.      Adat istiadat dari suatu negeri adalah kebiasaan yang terpakai di negeri itu yang berlainan dengan adat di negeri lain.
4.      Adat yang sebenarnya adat adalah adat yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Juga disebut adat air cair, adat api panas, yuang mungkin sangat mendekati atau benar-benar sama artinya dengan”natuurrecht” atau hukum alam.
5.      Adat yang diadatkan adalah adat yang terjadi diteteapkan oleh penghulu-penghulu adat.
      Adat yang teradat adalah adat yang terjadi sendirinya tanpa kata mufakat, melainkan        karena kebiasaan.
      Adat istiadat adalah adat yang ada sebelum datangnya islam, dan diantaranya ada yang    terasa tidak begitu di senangi oleh islam, seperti menyambung dan lain-lain.
      Prof.Dr.Mr.R.Soepomo mengajukan memandang hukum adat sebagai sama dengan hukum yang tidak tertulis, yang meliputi peraturan-peraturan hidup, yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib namun ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan pada keyakinan atas kekuatan yang dikandung oleh peraturan-peraturan itu.
      Yang pertama mempergunakan hukum adat sebagai menunjukan pada hukum yang tidak dikodifikasikan ialah prof.Dr.Snouck hurgronye, 1893.


BEBERAPA CONTOH ADAT DI INDONESIA DAN LUAR NEGERI
Kebiasaan dan Contoh Kebiasaan Masyarakat Indonesia Hakikat
Download Gambar Mahabharat-Wallpaper-1-Wallpaper-HD
Kebiasaan merupakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan secara berulang-ulangan dalam waktu yang relatif lama. Kebiasaan keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun bukan aturan, kebiasaan masyarakat berpengaruh terhadap perilaku keseharian warga masyarakat.
Masyarakat akan berusaha berperilaku sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat agar dapat diterima dalam masyarakat tersebut. Orang yang tidak mengindahkan kebiasaan yang ada dalam masyarakat cenderung kurang diterima masyarakat.
Pelanggaran terhadap kebiasaan masyarakat akan mendapat sanksi yang kurang tegas, misalnya menjadi bahan gunjingan maupun sindiran.
Contoh kebiasaan antara lain;
·         Mengunjungi orang yang lebih tua dan mengirimkan salam kepada sahabat atau kenalan yang lama tidak pernah berjumpa.
·         Menjenguk tetangga yang sedang sakit.
·         Kebiasaan mengetuk   pintu atau mengucapkan salam sebelum masuk ke rumah orang lain.
Sehingga kebiasaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut;
·         Membedakan individu yang satu dengan yang lain atau kelompok yang satu dengan kelompok lain.
·         Menjaga solidaritas atau rasa kesetiakawanan antaranggota masyarakat.
Beberapa definisi atau pengertian istilah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
·         Adat adalah aturan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dulu kala.
·         Budaya adalah pikiran, akal budi, sesuatu yang sudah berkembang.
·         Kebiasaan adalah sesuatu yang biasa / lazim / umum dikerjakan.
·         Kaidah adalah aturan yang sudah pasti.
·         Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan terikat oleh suatu kebudayaan yang sama.
·         Norma adalah pedoman / aturan berperilaku dalam masyarakat yang bersifat mengikat.
Kebiasaan dan Adat-Istiadat (Custom) Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Selain norma yang merupakan aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok di masyarakat, serta dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalian tingkah laku, yang sesuai dan diterima tersebut, masih ada kebiasaan yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Kebiasaan adalah tindakan yang lazim/umum dilakukan masyarakat.



Contohnya kebiasaan makan dengan tangan kanan, kebiasaan bertegur sapa bila bertemu dengan orang yang telah dikenal. Meskipun bukan merupakan aturan, kebiasaan mempunyai pengaruh terhadap perilaku keseharian warga masyarakat. Pada umumnya orang berusaha berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang melakukan hal itu agar ia diterima dalam masyarakat. Sebaliknya, seseorang yang kurang atau tidak mengindahkan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat cenderung kurang diterima masyarakat.

Karena bukan aturan, maka sanksi terhadap pelanggar kebiasaan relatif longgar atau tidak begitu berarti, misalnya pelanggarnya menjadi bahan gunjingan warga masyarakat. Contoh lain dalam kehidupan masyarakat ada kebiasaan mengirimkan makanan kepada tetangga sekitar. Seperti halnya apabila suatu keluarga mengalami peristiwa menggembirakan seperti kelahiran anaknya, pernikahan atau pesta ulang tahun. Apabila ada suatu keluarga mengalami hal tersebut tidak melakukan kebiasaan itu, maka ada kecenderungan keluarga tersebut akan menjadi bahan gunjingan warga masyarakat.


Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh anggota masyarakat, maka bagi yang tidak melaksanakan dianggap melanggar hukum. Dengan demikian, pelanggarnya dianggap melanggar hukum. Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan secara berulang-ulang dalam hal yang sama. Kebiasaan dalam kehidupan masyarakat juga dijadikan pedoman hidup bersama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh anggota masyarakat, maka bagi yang tidak melaksanakan dianggap melanggar pelaksanaan hukum. Dengan demikian bagi pelanggarnya disebut melanggar hukum.

Contohnya adalah seorang makelar menerima komisi 2% dari hasil penjualan barang atau pembelian barang sebagai upah dan hal ini terjadi berulang-ulang, maka bagi komisioner lainnya akan menerima komisi 2%, maka timbullah suatu kebiasaan yang lambat laun berkembang menjadi hukum kebiasaan.

Selain kebiasaan juga berlaku adat-istiadat (custom). Adat istiadat dipandang penting bagi kehidupan suatu masyarakat. Masyarakat Indonesia kaya akan adat istiadat atau adat kebiasaan yang hidup di lingkungan suku-suku bangsa di tanah air Indonesia.

Contoh tindak mencuri merupakan bentuk kejahatan serius terhadap adat istiadat yang sangat menekankan penghargaan terhadap hak milik pribadi. Bagi masyarakat tertentu mencuri merupakan perbuatan tabu yang menurut adat istiadat bersifat melarang. Contoh lain tentang perkawinan antarkerabat dekat atau makan daging manusia, masyarakat menganggap tabu. Sanksi bagi pelanggarnya lebih keras dibandingkan pelanggaran terhadap cara, kebiasaan, dan tata kelakuan.

Contoh kebiasaan dalam hukum adat

BUDAYA KEKERASAN TERHADAP PENCURI

Banyaknya suku yang ada di Indonesia membuat Indonesia juga dipenuhi oleh berbagai macam adat dan kebiasaan beserta hukum – hukumnya. Diantara adat – adat atau kebiasaan tersebut terdapat beberapa adat yang bertentangan dengan hukum positif yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah budaya kekerasan yang terjadi kepada maling atau pencuri yang mencuri di daerah tersebut yang mungkin sampai sekarang masih berlaku. Contoh budaya kekerasan ini di ikuti oleh masyarakat di Bojonegoro. Mungkin bukan hanya di Bojonegoro saja budaya atau kebiasaan ini, namun sesuai dengan tugas yaitu hukum adat disekitar saya jadi saya mengambil contoh di daerah Bojonegoro.
Indonesia memiliki hukum positif sebagai aturan yang mengatur masyarakatnya. KUHP, KUHPER adalah beberapa produk dari hukum positif tersebut. Selain KUHP dan KUHPER, Indonesia juga memiliki peraturan yang menjadi dasar segala sumber hukum di Indonesia, Yaitu UUD 1945. Undang – Undang ini menjadi dasar dalam membuat perundang – undangan. Jadi semua undang – undang yang ada di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Hukum adat sendiri adalah aturan yang tidak tertulis dan diikuti serta dipatuhi masyarakat di daerah tertentu dan biasanya ada sejak jaman dulu. Hukum positif sanksinya nyata, berupa denda atau pidana penjara. Tetapi jika hukum adat berbeda, sanksinya berupa sanksi sosial atau dikeluarkan dari masyarakat tersebut. Tetapi biasanya masyarakat lebih sering mematuhi hukum adat karena sudah ada sejak jaman dulu dan menjadi kebiasaan hingga sekarang.
Hukum positif sendiri berupa hukum yang tertulis. Sedangkan hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis. Adat atau kebiasaan yang berada di Indonesia harus sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Tetapi dalam kenyataannya, banyak juga adat atau kebiasaan yang sangat berlawanan dengan hukum positif yang ada. Seperti halnya menghajar pencuri yang seperti pada kebiasaan masyarakat Bojonegoro. Kekerasan seperti ini sudah sangat sering terjadi dan hingga sekarang masih diberlakukan di daerah tersebut.
Sebenarnya kebiasaan ini sudah sangat berlawanan dengan hukum positif di Indonesia. Tetapi kebiasaan ini terjadi sejak dulu sebelum ditegakkannya hukum positif, sehingga kebiasaan tersebut tetap berlaku sampai sekarang dan menjadi sebuah hal yang wajar di masyarakat. Dalam hukum positif kita, pencuri tidak boleh di hakimi sendiri atau di hajar oleh warga, karena bertujuan untuk melindungi hak asasi untuk hidup si pencuri tersebut. Seharusnya maling atau pencuri di tangkap dan diamankan oleh hansip atau masyarakat yang berjaga di daerah itu yang memiliki wewenang untuk mengamankan daerah tersebut dan kemudian dibawa ke tempat yang aman agar maling atau pencuri tersebut tidak kabur baru kemudian menghubungi pihak yang berwajib (dalam hal ini kepolisian). Setelah itu baru kepolisian menangkap maling atau pencuri itu untuk dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. Namun yang terjadi di masyarakat sangat berbeda. Apabila terdapat maling atau pencuri di daerah tersebut pasti di keroyok, di hajar sampai babak belur bahkan kadang di arak mengelilingi daearah itu, bahkan sampai menimbulkan kematian bagi si pencuri. Sebenarnya tujuan kebiasaan itu baik dan tidaklah salah, hanya memberikan efek jera dan malu bagi si pencuri agar tidak mengulangi perbuatan mencuri yang dilakukannya. Tetapi kekerasan yang terjadi kadang menimbulkan efek yang jauh dari tujuan budaya tersebut, contohnya sampai pencuri tersebut meninggal karena di hajar masyarakat seperti yang sering terjadi di daerah Bojonegoro. Jika sudah terjadi kejadian yang demikian, sudah pasti tidak ada yang bisa disalahkan atas tindakan kekerasan tersebut. Hal ini sudah tentu membuat keluarga pencuri tidak bisa menerima kejadian itu dan membuat kesulitan kepolisian untuk melakukan proses penyidikan kasus pencurian yang dilakukan si pencuri tadi. Hingga saat ini belum ada upaya dari kepolisian untuk menangani kebiasaan masyarakat untuk menghakimi sendiri pencuri tadi.
Namun sekarang pertanyaannya adalah Bagaimana cara aparat penegak hukum untuk menangani budaya ini?. Beberapa cara agar kekerasan ini tidak terjadi sudah dijalankan. Seperti mengamankan pencuri ke pos hansip, mengamankan pencuri ke rumah ketua RT, kepala desa atau tokoh dalam masyarakat itu, langsung membawa pencuri tersebut ke kantor polisi, bahkan polisipun langsung turub tangan atau mengawal dan mengamankan si pencuri tersebut. Tetapi tetap saja pencuri masih terkena pukulan, tendangan bahkan lemparan batu dari masyarakat yang entah bagaimana caranya bisa dilakukan. Memang perbuatan mencuri yang dilakukan si pencuri itu salah. Namun jika budaya ini tetap berjalan tidak menutup kemungkinan semakin banyak pencuri yang dihajar masyarakat hingga meninggal. Budaya seperti ini sudah pasti sulit dihilangkan, karena budaya ini sudah terjadi sejak dulu dan tetap berjalan hingga sekarang.
Pengroyokan yang dilakukan terhadap maling atau pencuri memanglah salah. Namun kepolisian sendiri sepertinya tidak menyalahkan kebiasaan masyarakat tersebut. Alasannya kepolisiian merasa terbantu dengan kebiasaan masyarakat ini. Dengan maling atau pencuri dikeroyok, pasti maling atau pencuri itu tidak mungkin kabur karena sudah pasti kondisi fisik pencuri itu sudah babak belur. Tetapi jika dilihat dari hukum positif kita, Pengroyokan yang dilakukan terhadap maling atau pencuri adalah salah. Yang berhak mengadili adalah kepolisian dan pengadilan
Tindakan pencurian sebenarnya dilarang dan sudah ada di Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XXVI tentang Pencurian, pasal 362 dengan penjara paling lama 5 tahun. Di dalam bab tersebut sudah dijelaskan tentang larangan pencurian beserta lama pidana penjaranya atau pidana dendanya. Namun tindakan pencurian masih saja ada dan masih tetap dilakukan. Alasannya sederhana, karena faktor ekonomi. Kemiskinanlah yang membuat orang nekat untuk melakukan perbuatan mencuri hanya untuk memenuhi kebutuhan faktor ekonominya. Selain itu seharusnya mengroyok pencuri dapat dikenakan pasal penganiayaan Bab XX, pasal 351. Tetapi hingga sekarang belum terdapat kasus jika pengeroyokan kepada pencuri dapat dikenakan pasal 351 tentang penganiayaan. Berarti hal ini membuktikan bahwa kebiasaan tersebut tidak dapat dimasuki oleh hukum yang ada di Indonesia.

Berikut adalah isi dari pasal 362 tentang pencurian.

Pasal 362
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksut untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dipidana paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Berikut adalah isi dari pasal 351 tentang penganiayaan.

Pasal 351
1.    Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahundelapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2.    Jika perbuatan mengakibatkan luka – luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3.    Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4.    Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5.    Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Tetapi masalahnya jika mengeroyok atau menghakimi sendiri perampok termasuk dalam pasal 351 tentang pencurian, masalahnya terletak pada siapa yang disalahkan dan siapa yang akan dijadikan tersangkan dalam pengeroyokan tersebut. Apakah kepala desa? Atau tokoh masyarakat? Atau hansip atau yang menjaga daerah tersebut?. Hal ini yang sulit dilakukan. Karena pengroyokan sudah pasti dilakukan lebih dari 2 orang. Jika dilihat kasusnya adalah mengeroyok orang yang mencuri. Dapat diperkirakan yang mengeroyok hampir orang satu kampung. Jika seperti itu maka akan sangat sulit untuk menjadikan atau mencari tersangka dalam kasus tersebut.

Jika kekerasan tidak cocok untuk memberi pelajaran atau membuat kapok pencuri, lalu cara apa yang kiranya dianggap pas untuk memberi pelajaran atau membuat kapok pencuri?. Pertanyaan tersebut yang masih belum terjawab, sampai saat ini yang dianggap ampuh untuk membuat kapok pencuri hanyalah kekerasan atau pengroyokan. Banyak kasus seorang pencuri adalah seorang residivis, berarti dia pernah dipenjara atas kasus yang sama. Hal ini membuktikan bahwa orang yang melakukan kejahatan termasuk orang yang mencuri, banyak yang tidak takut akan hukuman pidana atau hukuman penjara. Mereka kebanyakan lebih takut jika ketahuan warga lalu dikeroyok dan diarak, bahkan mereka lebih takut dikeroyok masyarakat hingga mati. Berarti mereka lebih takut kepada sanksi sosial yang diberikan masyarakat daripada takut kepada hukum yang ada.
Menurut analisis bahasan saya di atas. Sudah sangat jelas bahwa kebiasaan menghajar pencuri sangat berlawanan dengan hukum positif yang ada di Indonesia. Harus ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum serta pemerintah untuk menghilangkan kebiasaan ini. Karena kebiasaan ini di anggap tidak pantas di mata hukum. Sebagai warga negara yang taat dengan hukum, jika kita berada dalam masyarakat yang memiliki kebiasaan seperti itu, kita harus menyadarkan masyarakat bahwa kebiasaan yang seperti itu sangat tidak baik. Karena selain aparat penegak hukum serta pemerintah yang berusaha menghilangkan kebiasaan tersebut, pertama – tama harus dari dalam dirilah yang sadar bahwa kebiasaan mengeroyok pencuri adalah tindakan yang salah dan menjurus ke arah kriminal dan agar kebiasaan tersebut bisa hilang dan Indonesia menjadi negara yang benar – benar menjadi sebuah negara penegak dan taat pada hukum
Kesimpulan saya dalam bahasan saya ini, seharusnya adat, budaya dan kebiasaan harus berjalan selaras dan seimbang dengan hukum positif yang ada di Indonesia dan seharusnya suatu kebiasaan bisa menimbulkan keadilan bagi suatu masyarakat yang berasal dari daerah itu maupun berasal dari luar daerah itu. Jika memberikan sanksi sosial selayaknya tidak boleh melanggar hukum – hukum yang ada di Indonesia. Jadi kebiasaan kekerasan terhadap pencuri seharusnya dihilangkan karena kekerasan sendiri sudah termasuk tindakan kejahatan dan dapat dikenakan pasal pidana sekaligus melanggar hak asasi manusia si pencuri karena pencuri juga manusia walupun yang mereka lakukan adalah tindakan kriminal.


PENGERTIAN DAN CONTOH KAIDAH AGAMA
      Kaidah agama adalah aturan tingkah laku yang berupa perintah-[erintah,larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang diyakini oleh penganutnya sebagai berasal dari tuhan.
      Para pemeluk agam mengakui dan berkeyakinan, bahwa peraturan-peraturan hidup berasal dari tuhan dan merupakan tuntutan hidup kea rah jalan yang benar.
      Kaidah agama dibedakan atas kaidah agama yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan(kaidah ibadat) dan kaidah agama yang mengatur hubungan manusia dengan sesame dan bersifat kemasyarakatan(kaidah muamalat). Di samping itu, dalam agama islam dikenal juga kaidah atau norma yang terkait dengan keyakinan (keimanan)(kepada Allah, malaikat, kitab, nabi/rasul, kiamat, dan qadha dan qadhar). Dan juga dikenal dengan kaidah akhlak yaitu yang berupa norma-norma kesusilaan atau moral dan kesopanan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan allah, dan manusia dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu, kaidah agama memiliki nilai-nilai yang fundamental yang mewarnai berbagai kaidah social yang lain, seperti kaidah kesusilaan,kesopanan, dan hukum. Namun demikian, dalam konteks kajian(syariah) adalah kaidah yang mengatur hubungan manusia secara praktis yang dilaksankan sehari-hari, yang meliputi kaidah ubudiyah(ibadat) dn muamalat.
      Misalnya, kaidah ibadat menyatakan bahwa bagi pemeluk agama islam harus melaksanakann shalat, puasa,zakat, dan haji bagi yang mampu. Sedangkan kaidah muamalat misalnya: dilarang melaksanakan transaksin ribawi,dilarang melakukan menipuan, dilarang berzina dan lain-lain.
      Kaidah agama itu bersifat umum dan mendunia(universal), karena itu ia berlaku bagi seluruh golongan manusia di dunia ini.
      Pelanggaran terhadap kaidah agama akan mendapatkan sanksi yang berupa skisa di neraka. Namun demikian, dalam kaidah agama islam bila kaidah agama tersebut kemudian dilembagakan menjadi kaidah hukum maka dapat dikenakan sanksi dunia. Misalnya, hukuman bagi pencuri menurut agama islam adalah dipotong tangannya, maka apabila aturan ini dijadikan kaidah hukum yang berlaku(hukum positif) maka hukuman tersebut harus dijalankan seperti yang tertulis dalam kaidah agama. Bila tidak dijalankan hukuman potong tangan ini maka pelakunya mendapatkan sanksi diakhirat(neraka).

SUMBER KAIDAH-KAIDAH HUKUM
      Kita telah mengadakan tinjauan selayang pandang atas lapangan kaidah-kaidah hukum. Kita telah mengetahui apa yang menjadi tujuan hukum dan kita telah mendapatkan pandangan tertentu dari isi peraturan-peraturan hukum untuk mendapatkan keterangan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam, tetapi yang timbul dengan sendirinya.
1.      Pertama-tama sumber dari kaidah-kaidah hukum itu meminta perhatian kita, dari manakah datangnya hukum itu, siapakah yang mengadakan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa itu dalam masyarakat ?
Sepintas lalu kita akan menjawab,seolah-olah adalah yang sudah sewajarnya: tentu dari pengundang-undang, dari penguasa yang mempunyai kekuasaan untuk mengadakan undang-undang.berkali-kali dalam tinjauan kita, kita telah menjumpai undang-undang sebagai sumber hukum yang terutama, yang dalam hal initraktatpun dapat dimasukan. Maka segeralah dapat dipastikan dengan tegas; kaidah-kaidah hukum banyak itu memang berasal dari pengundang-undang, yang menuliskan hukum dalam berbagai undang-undang dan membukukannya dalam kitab undang-undang.
Dari hukum perdata internasional kita telah mengetahui, bahwa pengaturan mengenai avarijgrosse yang mula-mulanya berasal dari kebiasaan dari para peniaga yang mengadakan kontrak-kontrak, kemudian berkali-kali dirubah oleh persidangan para sarjana dan peniaga.juga dari hukum antar penegasan dengan undang-undang, telah menimbulkan azas-azas yang penting dan diterima oleh umum bahwa pada pertentangan-pertentangan kepentingan yang baru, yang timbul dengan tiba-tiba penyelesaian hukum didapatkan dengan jalan kebiasaan singkat(kort gebruik) atau keputusan sepihak dan pihak-pihak lainnya.
2.      Jadi kita menghadapi kenyataan yang kita dapat ungkiri;undang-undang tidak menimbulkan semua hukum. Selainnya hukum terdapat pula kebiasaan, dan bukan kebiasaan yang ditunjukan oleh undang-undang, tetapi kebiasaan yang ada di luar undang-undang. Dan selain dari itu ada suatu hal lain, yang dapat menjadi pokok pangkal kebiasaan di kemudian hari, tetapi dalam pada itu belum menjadi kebiasaan.
3.      KESIMPULAN

Dalam hukum di kenal pula apa yang disebut kebiasaan ketatanegaran ini mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan. Bahkan seringkali kebiasaan ketatanegaraan ini dapat menggeser peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
Sanksi itu terdapat tidak hanya di bidang norma-norma hukum, tetapi juga di bidang norma norma agama, kesusilaan dan sopan santun. Jadi tidaklah benar pendapat-pendapat yang mengatakan, bahwa sanksi itulah yang membedakan norma-norma hukum dari norma-norma social lainnya.
      Kebiasaan merupakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan secara berulang-ulangan dalam waktu yang relatif lama. Kebiasaan keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun bukan aturan, kebiasaan masyarakat berpengaruh terhadap perilaku keseharian warga masyarakat.
     Kaidah agama adalah aturan tingkah laku yang berupa perintah-[erintah,larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang diyakini oleh penganutnya sebagai berasal dari tuhan.
      Para pemeluk agam mengakui dan berkeyakinan, bahwa peraturan-peraturan hidup berasal dari tuhan dan merupakan tuntutan hidup kea rah jalan yang benar.
      Kaidah agama dibedakan atas kaidah agama yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan(kaidah ibadat) dan kaidah agama yang mengatur hubungan manusia dengan sesame dan bersifat kemasyarakatan(kaidah muamalat). Di samping itu, dalam agama islam dikenal juga kaidah atau norma yang terkait dengan keyakinan (keimanan)(kepada Allah, malaikat, kitab, nabi/rasul, kiamat, dan qadha dan qadhar). Dan juga dikenal dengan kaidah akhlak yaitu yang berupa norma-norma kesusilaan atau moral dan kesopanan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan allah, dan manusia dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu, kaidah agama memiliki nilai-nilai yang fundamental yang mewarnai berbagai kaidah social yang lain, seperti kaidah kesusilaan,kesopanan, dan hukum. Namun demikian, dalam konteks kajian(syariah) adalah kaidah yang mengatur hubungan manusia secara praktis yang dilaksankan sehari-hari, yang meliputi kaidah ubudiyah(ibadat) dn muamalat.

DAFTAR PUSTAKA


Kusnardi, Moh. 1976.hukum tata negara Indonesia.jakarta pusat.fakultas hukum universitas Indonesia.
Tobing,M.L.1983. sekitar pengantar ilmu hukum.jakarta pusat.erlangga
Medali MGMP Kab. Jombang
Hasanuddin,dr. 2004. Pengantar ilmu hukum. Jakarta. Pt.pustaka al husna baru
Kan, van j. 2011. Pengantar ilmu hukum. Jakarta. Pustaka sarjana


Read More

MAKALAH DASAR ONTOLOGIS DAN EPISMOLOGI PANCASILA

November 12, 2015 0





Dasar Ontologi
Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
Kesesuaian hubungan negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat. Yaitu sebagai berikut :

·
         Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu,  rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
·         Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.


Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:

·         Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan, dan sebagainya.
  • Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
  • Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
  • Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

Dasar Epistemologi
Epistimologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, epistimologi adalah suatu teori pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan metode keilmuan, sah disebut keilmuan. Kata-kata sifat keilmuan lebih mencerminkan hakikat ilmu daripada istilah ilmu sebagai kata benda. Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut syarat keilmuan yaitu bersifat terbuka dan menjunjung kebenaran diatas segala-segalanya (Jujun S. Suriasumantri, 1991, hal 9).
Epistimologi dari pendidikan pancasila menurut sila-sila pancasila :
1.       Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa
Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui akal atau panca indra dan dari ide atau Tuhan. Bila dilihat dari pendidikan maka dapat diketahui apakah ilmu dapat mealui rasio dari Tuhan.
2.       Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Pancasila adalah ilmu yang mealui perjuangan yang sesuai dengan logika . dengan ilmu diharapkan tidak ada lagi kekerasan dan kesewenang-wenangan manusia terhadap yang lainnya. Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan secara teknik edukatif lebih sederhana. Komunikasi antar guru dan siswa juga sangat penting.
3.       Sila Ketiga : Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya pengetahuan atau pendidikan manusia merupakan hasil dari kerja sama dengan lingkungannya.
4.       Sila keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Manusia diciptakan Alah sebagai pemimpin dimuka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia dan seorang pemimpin harus punya syarat yaitu bijaksana. Jadi dalam hal ini diperlukan suatu ilmu yaitu ilmu keguruan agar menjadi guru ideal.
5.       Sila Kelima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Adil disini dalam arti luas, seimbangn antara ilmu umum dengan agama. Dan untuk mendapatkannya dapat dilakukan pendidikan secara informal, formal, dan non-formal.

Secara umum dipahami bahwa epistemologi menjadi landasan nalar filsafat, untuk memberikan keteguhan dan kekukuhannya bahwa manusia dapat memperoleh kebenaran dan pengetahuan. Di bawah ini, dapat disebutkan beberapa nilai penting epistemologi, yaitu:
1)      Epistemologi memberikan kepercayaan bahwa manusia mampu mencapai pengetahuan. Kita ketahui bahwa pada masa Yunani Kuno, ada kelompok sophis yang menggugat kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan, dan masa kini kelompok ini lebih dikenal dengan skeptisisme dan agnotisisme. Kelompok ini menegaskan bahwa manusia tidak memiliki pengetahuan, karena tidak ada fondasi yang pasti bagi pengetahuan kita. Untuk itulah, maka kajian epistemologi penting guna mengupas problematika ini sehingga kita dapat menyatakan bahwa manusia dapat memperoleh pengetahuan dan mendapatkan kepastian.
2)      Epistemologi memberikan manusia keyakinan yang kuat akan pandangan dunia (world view) dan ideologi yang dianutnya. Agama berisi pandangan dunia, pandangan dunia diperoleh melalui penalaran filsafat yang basisnya epistemologi. Karena itu, jika epistemologinya kokoh, maka kajian filsafatnya juga akan kokoh sehingga pandangan dunia dan ideologi, serta agama yang dianut pun akan memiliki kekokohan dan keutuhan.
3)      Di dunia ini banyak aliran pemikiran yang berkembang dan terus disosialisasikan oleh para penganutnya. Karena setiap aliran pemikiran didapat dari penyimpulan pengetahuan, ini berarti pemikiran juga berurusan dengan epistemologi. Untuk itu, epistemologi akan memberikan kita kemampuan untuk memilih dan memilah pemikiran yang berkembang dan membanding-bandingkannya sehingga diketahui mana yang benar dan mana yang keliru.
4)      Epistemologi mengukuhkan nilai dan kemampuan akal serta kebenaran dan kesahihan metodenya dalam mendapatkan pengetahuan yang benar. Bagi kalangan empirisme, indera merupakan jalan utama memperoleh pengetahuan. Adapun akal, tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang dunia, karena—seperti dikatakan David Hume—semua yang masuk akal tentang dunia adalah bersifat induktif, dan pemikiran induktif tidak menjamin kebenaran hasilnya. Jadi epistemologi akan mengkaji leshahihan metode akal atau pun metode empiris.
5)      Salah satu hal yang sering kita lakukan adalah tindakan akumulatif pengetahuan. Artinya, manusia memiliki kemampuan untuk memperbanyak pengetahuan dari berbagai hal yang umumnya telah kita ketahui terlebih dahulu. Untuk itulah, epistemologi memberikan sarana bagi manusia untuk melipatgandakan pengetahuannya dari bahan-bahan dasar yang telah ada dalam mentalnya melalui teknik-teknik yang sistematis dan teratur. 












Kesimpulan
Pandangan para ilmuan tentang pentingnya pertimbangan nilai memang dapat dibedakan menjadi dua kelompok, namun keduanya tidak saling bertentangan. Pertimbangan nilai etik dan kemanfaatan tidak dimaksudkan untuk mengubah ciri-ciri metode ilmiah, melainkan untuk menjamin kepentingan masyarakat.
Landasan ontologis dari ilmu pengetahuan adalah analisi tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Objek materi ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris.
Landasan epistemologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang proses tersusunnya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan disusun melalui proses yang disebut metode Ilmiah (keilmuan). Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.

Landasan aksiologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang penerapan hasil-hasil temuan ilmu pengetahuan. Penerapan ilmu pengetahuan di maksudkan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan keluhuruan hidup manusia




Oleh: Nora Maghfirah
Read More

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN

November 12, 2015 0





A.    Kelahiran Usman bin Affan
Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwa’i bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin ‘Adnan.[1]

Usman ibn ‘Affan ibn Abdillah ibn Umayyah ibn ‘Abdi Syams ibn Abdi mannaf ibn Qushayi lahir pada tahun 576 M di Thaif. Ibunya adalah Urwah, putrinya Ummu hakim al-Baidha, putri Abdul muttalib, nenek nabi SAW. Ayahnya ‘Affan adalah seorang saudagar yang kaya raya dari suku Quraisy-Umayyah. Nasab Usman melalui garis ibunya bertemu dengan nasab nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf ibn Qushayi. Kalau Usman bersambung melalui Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Abdi Manaf. Baik suku Umayyah maupun suku Hasyim sejak sebelum islam sudah mengadakan persaingan dan permusuhan yang sangat keras. Setelah islam Nabi berusaha mendamaikan kedua suku maupun suku-suku lain melalui ikatan perkawinan dan juga melancarkan dakwah islam.[2]

Ada juga yang meriwayatkan Ia lahir di Mekah lima tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW atau lima tahun setelah peristiwa perang Gajah yang menyerang Ka’bah. Ia berwajah tampan dan berkulit halus dan putih, jenggotnya lebat, bagian depan kepalanya botak, dan tangannya kekar. Ia mengikrar diri masuk Islam dihadapan Nabi setelah diajak masuk Islam oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Setelah masuk Islam pamannya mengikatnya dengan tali sambil berujar “apakah kamu masih menyukai agama nenek moyangmu setelah kamu menganut agamamu itu.” “demi Allah, aku tidak akan melepaskan mu sebelum kamu keluar dari agamamu itu” “demi Allah, aku sama sekali tidak akan keluar dari agama baruku ini” jawab Usman dengan tegas. Akhirnya, pamannya putus asa dan membiarkan Usman memeluk agama Islam.
Ia termasuk salah satu diantara sepuluh sahabat yang mendapat jaminan Surga dan termasuk salah satu dari juru tulis Al-Qur’an. Ia ikut shalat menghadap dua kiblat dan ikut berhijrah dua kali. Ia juga mengikuti semua perperangan bersama Nabi, kecuali perang Badar. Saat itu ia sedang merawat isterinya Ruqayyah binti Rasulullah yang sedang sakit keras.
Ia digelar Dzu An-Nurain (pemilik dua cahaya), karena ia menikahi dua putrid Rasulullah SAW. Ia menikahi Ruqayyah kemudian Ummu Kultsum setelah Ruqayyah meninggal. Rasulullah bersabda, “seandainya kami memiliki tiga, niscaya kami akan menikahkan dia kepada anda”
Sejak sebelum masuk islam ia memang terkenal sebagai seorang pedagang yang sangat kaya raya. Ia sosok yang terkenal pemalu. Juga terkenal dengan dermawannya. Bahkan, ia pernah menanggung semua perlengkapan separuh dari pasukan kaum Muslimin dalam perang Al-Asrah. Ia pernah membelikan sumur Raumah dari kaum Yahudi. Setelah itu menafkahkannya. Pada saat Rasulullah wafat, Usman baru berusia 58 tahun.[3]

B.     Proses Pengangkatan Usman bin Affan
Seperti janji yang dikatakan khalifah Umar dalam pidato inagurasinya sebagai khalifah, dia telah membentuk majlis khusus untuk pemilihan khalifah berikutnya. Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri dari enam sahabat dari berbagai kelompok sosial yang ada. Mereka adalah Ali bin Abi thalib, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair, Sa’ad bin Abi waqas, dan Thalhah. Namun pada saat pemilihan berlangsung, Thalhah tidak sempat hadir, sehingga lima dari enam anggota panitia yang melakukan pemilihan.[4]
Menjelang wafatnya Umar bin khattab, ia membuat tim formatur untuk memilih calon khalifah. Akhirnya Usman ibn ‘Affan terpilih menjadi khalifah III dari al-Khulafa al-Rasyidin pengganti Umar. Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Abd al-Rahman ibn ‘Auf  sebagai ketua tim pelaksanaan pemilihan khalifah, pasca wafatnya Umar ibn Khattab, berkata kepada Usman ibn ‘Affan disuatu tempat sebagai berikut:
“Jika saya tidak membaiatmu (Usman) maka siapa yang kau usulkan? Ia (Usman) berkata “Ali”. Kemudian Ia (Abd al-Rahman bin Auf) berkata kepada Ali, jika saya tidak membaiatmu, maka siapa yang kau usulkan untuk dibai’at? Ali berkata, “Usman”. Kemudian Abd al-Rahman bin Auf bermusyawarah dengan tokoh-tokoh lainnya, ternyata mayoritas memilih Usman sebagai khalifah.”
Memperhatikan percakapan dari dua sahabat tersebut, maka tampaklah bahwa sesungguhnya Usman dan Ali tidak ambisius menjadi khalifah, justru keduanya saling mempersilahkan untuk menentukan khalifah secara musyawarah.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf berkata kepada Ali sambil memegang tangannya, ”engkau punya hubungan kerabat dengan Rasulullah dan sebagaimana diketahui, Engkau lebih dulu masuk Islam. Demi Allah jika aku memilihmu, engkau mesti berbuat adil. Dan jika aku memilih Usman, engkau mesti patuh dan taat.” Kemudian Ibn Auf menyampaikan hal yang sama kepada lima sahabat lainnya. Setelah itu ia berkata kepada Usman, “aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rosul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.” Usman berkata, ”baiklah.”
Abdurrahman langsung membaiatnya saat itu juga diikuti oleh para sahabat dan kaum muslim. Orang kedua yang membaiat Usman adalah Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian kaum muslim bersepakat menerima Usman sebagai khalifah setelah Umar bin Khattab. Haris bin Mudhrab berkata,”aku berjanji pada masa Umar, kaum muslim itu tidak merasa ragu bahwa khalifah berikutnya adalah Usman.”
Masa kekhalifahannya adalah sebelas tahun sebelas bulan dan tujuh belas hari. Beliau di baiat pada awal bulan Muharam tahun dua puluh empat Hijriah dan terbunuh pada tanggal delapan belas Dzulhijjah tahun tiga puluh lima Hijriah. Adapun usia beliau telah mencapai lebih dari delapan puluh tahun. Shalih bin Kaitsan berkata, “ beliau wafat pada usia delapan puluh tahun beberapa bulan.” Dikatakan, “ delapan puluh empat tahun.” Qatadah berkata, “ beliau meninggal pada usia delapan puluh delapan tahun atau Sembilan tahun.”




C.    Peradaban Pada Masa Usman bin Affan
1.      Pembukuan Al-qur’an
Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga setelah Abu Bakar al-shiddiq r.a. dan Umar bin Khattab r.a. ketika ditinggalkan oleh Umar bin Khattab, umat islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia muslimpun telah bertambah luas. Khalifah Umar berhasil menciptakan stabilitas sosial politik didalam negeri sehingga ia dapat membagi perhatiannya untuk memperluas wilayah islam. Dan ketika Usman menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan sebagian besar garis politik Umar. Ia melakukan berbagai Ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru. Perluasan itu memunculkan situasi sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Banyak hal baru yang harus diantisipasi oleh penguasa muslim untuk menyatukan umat, yang terdiri atas berbagai suku dan bangsa. Salah satu hal yang muncul akibat perluasan wilayah islam adalah munculnya berbagai perbedaan qira’ah Al-qur’an. Itu karena setiap daerah memiliki dialeg bahasa tersendiri, dan setiap kelompok umat islam mengikuti qiroah para sahabat terkemuka. Sebagaimana diketahui ada beberapa orang sahabat yang menjadi kiblat atau rujukan bagi kaum muslim mengenai bacaan Al-qur’an.
Dimasa Rasulullah dan dua khalifah sebelumnya keadaan itu tidak menimbulkan permasalahan karena para sahabat bias mencari rujukan yang pasti mengenai bacaan yang benar dan diterima. Namun seiring  perubahan zaman dan perbedaan latar belakang sosial budaya mayarakat islam, persoalan itu semakin meruncing dan berujung pada persoalan aqidah. Sebagian kelompok umat menyalahkan kelompok lain karena perbedaan gaya dan qiraah Al-qur’an. Bahkan mereka saling mendustkan, menyalahkan bahkan mengkafirkan.
Kenyataan itu mendorong usman untuk berijtihad melakukan sesuatu yang benar-benar baru. Pada akhir 24 H awal 25 H, Usman mengumpulkan para sahabat lalu empat orang diantara mereka menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan umat islam. Keempat kodifikasi panitia itu adalah para penghafal al-Qur’an yang telah dikenal baik yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harist ibn Hisyam.
Panitia kodifikasi itu bekerja sangat cermat dan hati-hati.mereka menghimpun berbagai qiraah yang ada ditengah umat kemudian memilih salah satunya yang dianggap paling dipercaya. Mereka langsung menuliskan dalam satu mushaf lafal atau bacaan yang disepakati bersama.  Yang tersusun rapi dan sistematis. Panitia kodifikasi Al-qur’an bekerja dengan cermat, teliti, dan hati-hati sehingga menghasilkan sebuah mushaf. Sebetulnya karya itu bukan murni dilakukan khalifah Usman, karena gagasan itu telah dirintis sejak kepemimpinan Abu Bakar dan diteruskan khalifah Umar. Mushaf usmani itupun tuntas disusun dan mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama itu diperintahkan untuk dibakar.

2.      Masa pemerintahan
Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua periode, yaitu pada periode kemajuan dan periode kemunduran sampai ia terbunuh. Periode I, pemerintahan Usman membawa kemajuan luar biasa berkat jasa panglima yang ahli dan berkualitas dimana peta islam sangat luas dan bendera islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah Tripoli, Syprus di front al-maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke Tunisia). Di al-maghrib, diutara sampai ke Aleppo dan sebagian Asia kecil, di Timur laut sampai ke Ma wara al-Nahar –Transoxiana, dan di Timur seluruh Persia bahkan sampai diperbatasan Balucistan (sekarang wilayah Pakistan), serta Kabul dan Ghazni. Selain itu ia juga berhasil membetuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh dan menghalau serangan-serangan di laut tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali dilaut dalam sejarah islam.
Pada periode ke-II, kekuasaannya identik dengan kemunduran dengan kemunduran dengan huruhara dan kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat. Sebagian ahli sejarah menilai bahwa Usman melakukan nepotisme. Ia mengangkat sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan strategis yang paling besar dan paling banyak menyebabkan suku-suku dan kabila-kabila lainnya merasakan pahitnya tindakan Usman tersebut.
Para pejabat dan para panglima era Umar hampir semuanya dipecat oleh Usman, kemudian mengangkat dari keluarga sendiri yang tidak mampu dan tidak cakap sebagai pengganti mereka. Adapun para pejabat Usman yang berasal dari famili dan keluarga dekat, diantaranya Muawiyah bin Abi sofyan, Gubernur Syam, satu suku dan keluarga dekat Usman. Oleh karena itu, Usman diklaim bahwa ia telah melakukan KKN.
Namun pada kenyataannya bukan seperti apa yang telah dituduhkan kepada Usman, dengan berbagai alasan yang dapat dicatat atau digaris bawahi bahwa usman tidak melakukan nepotisme, diantaranya:
a.       Para gubernur yang diangkat oleh Usman tidak semuanya family usman. Ada yang saudara atau anak asuh,ada yang saudara susuan, ada pula saudara tiri.
b.      Ia mengangkat familinya tentunya atas pertimbangan dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
c.       Meskipun sebagian pejabat diangkat dari kalangan family, namun mereka semuanya punya reputasi yang tinggi dan memiliki kemampuan. Hanya saja faktor ekonomi yang menyatukan untuk memprotes guna memperoleh hak mereka. Situasi ini dimanfaatkan oleh orang oportunis menyebarkan isu sebagai modal bahwa usman telah memberikan jabatan-jabatan penting dan strategis kepada famili, yang akhirnya menyebabkan khalifah usman terbunuh.
Melihat fakta-fakta tersebut diatas,jelas bahwa nepotisme Usman tidak terbukti. Karena pengangkatan saudara-saudaranya itu berangkat dari profesionalisme kinerja mereka dilapangan. Akan tetapi memang pada masa akhir kepemimpinan Usman para gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama dalam bidang ekonomi. Mereka diluar kontrol Usman yang memang sudah berusia lanjut sehingga  rakyat menganggap hal tersebut sebagai kegagalan Usman, sampai pada akhirnya Usman mati terbunuh.
Pada masa pemerintahannya, harta berlimpah, sampai-sampai ia pernah mengutus budak perempuan untuk menimbangnya. Ia adalah orang pertama yang memperluas Masjidil Haram dan Mesjid Nabawi, membangun pangkalan angkatan laut, menyuruh membentuk kepolisian Negara, dan mendirikan gedung pengadilan. Ia juga yang mendahulukan khutbah pada shalat Ied dan menembahkan azan pada shalat Jum’at.[5]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwa’i bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin ‘Adnan.
2.      Pemilihan khalifah usman bin affan atas rekomendasi dari umar dengan membentuk tim formatur yang terdiri dari enam sahabat dari berbagai kelompok social yang ada. Dan pada masa pemerintahannya beliau melakukan perluasan diberbagai wilayah dan berjasa atas pembukuan al quran.
3.      Pembunuhan Usman bin Affan adalah bentuk ketidak puasan pihak-pihak yang secara prinsip merugikan kepentingan kelompok, bukan suatu pertimbangan kemaslahatan umat islam.

B.     Saran-saran
1.      Makalah Pendidikan Sejarah Perkembangan Islam ini diharapkan menjadi masukan dan bahan tambahan dalam memahami sejarah seluk beluk tenteng Usman bin Affan.  Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat dikembangkan oleh para pembaca.











DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud, Ilamilogi Ajaran, dan peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Khairul Amru Harahap, tokoh-tokoh besar Islam sepanjang sejarah, Jakarta: Al-Kaustar 2009.
Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008





[1] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 323.
[2] Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hal. 89.
[3] Khairul Amru Harahap, tokoh-tokoh besar Islam sepanjang sejarah, (Jakarta: Al-Kaustar 2009), hal. 16-17.
[4] Abu Su’ud, Ilamilogi Ajaran, dan peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hal. 60.
[5] Khairul Amru Harahap,..., hal. 18.
Read More

MAKALAH MULTIKULTURALISME - ILMU BUDAYA DASAR

November 12, 2015 0





 Pengertian Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya.


Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui (politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan. Pengertian kebudayaan di antara para ahli harus dipertaruhkan atau dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli dengan konsep yang dipunyai ahli lainnya.


Karena multikulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Pendidikan yang dianggap wahana paling tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme. Sebab, dalam tataran ideal, pendidikan seharusnya bisa berperan sebagai “juru bicara” bagi terciptanya fundamen kehidupan multikultural yang terbebas dari kooptasi negara.
Harus diakui bahwa multikulturalisme kebangsaan Indonesia belum sepenuhnya dipahami oleh segenap warga masyarakat sesuatu yang given, takdir Tuhan, dan bukan faktor bentukan manusia. Masyarakat majemuk (plural society) belum tentu dapat dinyatakan sebagai
Masyarakat multikultural (multicultural society), karena bias saja di dalamnya terdapat hubungan antarkekuatan masyarakat varian budaya yang tidak simetris yang selalu hadir dalam bentuk dominasi, hegemoni dan kontestasi. Konsep masyarakat multikultural sebenarnya relatif baru. Sekitar 1970-an, gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada. Kemudian diikuti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lain-lainnya.

B.     Multikultur dan Suku Bangsa
Multikultural setiap suku bangsa tentu sangat berkaitan karena keanekaragaman suku bangsa menyebabkan perbedaan multikultural antara satu suku dengan suku bangsa lainnya. Setiap suku bangsa mempunyai mempunyai corak masing-masing dalam budayanya yang dapat menjadi identitas bagi suatu suku bangsa. Dengan budaya yang berbeda tersebut menyebabkan adanya perubahan menuju lebih baik disetiap suku bangsa.
Suku bangsa adalah kelompok masyarakat dengan corak kebudayaan yang khas (Koentjaraningrat). Kelompok social bukan merupakan kelompok yang statis. Setiap kelompok social selalu mengalami perkembangan atau perubahan. Beberapa kelompok social sifatnya lebih stabil dari pada kelompok lainnya. Strukturnya tidak banyak mengalami peubahan yang mencolok.
Namun, adapula kelompok sosial yang mengalami perubahan yang cepat, walaupun tidak ada pengaruh dari luar. Dalam pergaulan antar suku bangsa di indonesia, atribut-atribut sosial yang di miliki oleh masing-masing suku bangsa yang berbeda sering kali menimbulkan sikap prasangka dari warga suku bangsa yang satu terhadap suku bangsa yang lain.
Berikut beberapa Suku Bangsa yang ada di Indonesia :
1.      Suku Dayak
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
Pada tahun (1977-1978) saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
2.      Suku Batak
Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Orang Batak termasuk ras Mongoloid Selatan yang berbahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum).
3.      Suku Aceh
Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang mendiami ujung utara Sumatra. Mereka beragama Islam. Bahasa yang dipertuturkan oleh mereka adalah bahasa Aceh yang masih berkerabat dengan bahasa Mon Khmer (wilayah Champa). Bahasa Aceh merupakan bagian dari bahasa Melayu-Polynesia barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia.
Banyak dari budaya Aceh yang menyerap budaya Hindu India, dimana kosakata bahasa Aceh banyak yang berbahasa Sanskerta. Suku Aceh merupakan suku di Indonesia yang pertama memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan Islam. Masyarakat Aceh mayoritas bekerja sebagai petani, pekerja tambang, dan nelayan.
Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, Kamboja.Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Sedangkan bangsa India kebanyakan dari Gujarat dan Tamil, dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh. (Kamaruz Bustamam, 2012)

C.    Tipolologi Masyarakat Majemuk dan Problemanya
Pierre van de Berghe, mengemukakan beberapa tipelogi masyarakat majemuk sebagai berikut:
1.      Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kebudayaan, tepatnya subkebudayaan yang berbeda satu dengan lainnya.
2.      Memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer.
3.      Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
4.      Secara relatif, sering terjadi konflik antarkelompok.
5.      Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan ketergantungan ekonomi.
6.      Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain.
Masyarakat majemuk memiliki beberapa permasalahan, antara lain:
1.      Konflik berasal dari kata configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain.
2.      Perbedaan Kepentingan. Masing-masing individu memiliki keinginan yang berbeda-beda, sehingga menyebabkan kepentingan yang berbeda-beda. Di antaranya adalah perbedaan kepentingan untuk memperoleh kasih sayang, harga diri, penghargaan yang sama, dan memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
Perbedaan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase yaitu :
a.       Fase disorganisasi yang terjadi karena kesalah pahaman (akibat pertentangan antara  harapan dengan standar normatif).
b.      Fase disintegrasi (konflik) yaitu pernyataan tidak setuju dalam berbagai bentuk seperti timbulnya massa, protes, aksi mogok dsb. Walter W. Martin dkk  mengemukakan tahapan disintegrasi , sbb:
1.      Ketidak sepahaman anggota kelompok tentang tujuan sosial yang hendak dicapai.
2.      Norma sosial yang tidak dihayati dalam kelompok bertentangan satu sama lain.
3.      Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
3.      Prasangka dan Diskriminasi. Prasangka dan Diskriminasi adalah dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuh-kembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Prasangka memiliki dasar pribadi, dimana setiap orang memiliki. Perbedaan pokok antara prasangka dan diskriminatif adalah bahwa
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan.  Sebab-sebab
a.       timbulnya Prasangka dan Diskriminasi :
1.      Latar belakang sejarah.
2.      Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situsional.
3.      Bersumber dari faktor kepribadian.
4.      Perbedaan keyakinan, keperacayaan dan agama.
4.      Etnosentrisme yaitu anggapan suatu bangsa/ras yang cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai suatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan beranggapan bahwa bangsa/ras lain kurang baik dimata mereka. Akibatnya adalah penampilan ethnosentri yang dapat menjadi penyebab utama dalam kesalahan dalam berkomunikasi.

D.    Perbedaan Konsep Multikultur dan Majemuk
Konsep dan kerangka dalam multikulturalisme dipaparkan oleh B. Hari Juliawan dengan membagi multikulturalisme dengan menggunakan empat kerangkanya.
1.      Pertama kerangka multikulturalisme berkenaan dengan istilah multikulturalisme itu sendiri. Multikulturalisme menunjukan sikap normatif tentang fakta keragaman. Multikulturalisme memilih keragaman kultur yang diwadahi oleh negara, dengan kelompok etnik yang diterima oleh masyarakat luas dan diakui keunikan etniknya. Kelompok etnik tidak membentuk okomodasi politik, tetapi modifikasi lembaga publik dan hak dalam masyarakat agar mengakomodasi keunikannya.
2.      Kerangka multikulturalisme kedua, merupakan turunan kerangka yang pertama nyaitu akomodasi kepentingan, dikarenakan jika kita ambil saripati dari multikulturalisme adalah manajemen kepentingan. Kepentingan di sini merupakan yang relevan dari konsep multikulturalisme yang terbagi menjadi dua macam kepentingan yang bersifat umum dan khusus. Kepentingan yang bersifat umum pemenuhan yang sama pada setiap orang tanpa membedakan identitas kultur. Sedangkan kepentingan khusus pemenuhan yang terkait dengan aspek khusus kehidupan (survival) kelompok yang bersangkutan. Misalkan kelompok masyarakat adat dapat melaksanakan adatnya masing-masing tanpa intimidasi dari pemerintah dan kekuatan kelompok yanga lain.
3.      Kerangka multikulturalisme yang ketiga merupakan ideologi politik dengan menjadikan setiap orang atau kelompok minor dapat menyampaikan aspirasi politiknya tanpa terjadinya penindasan dan ancaman.
4.      Kerangka keempat berkaitan dengan puncak dan tujuan dari multikulturalisme yang pantas diperjuangkan dikarenakan dibalik itu ada tujuan hidup bersama, dengan pemenuhan hak-hak hidup. Hal tersebut dikarenakan dalam multikulturalisme merupakan penghargaan terhadap perbedaan.
Konsep masyarakat majemuk | Ciri masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman budaya yang tinggi.
Menurut Furnivall, masyarakat majemuk (plural society) merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen dan tatanan sosial yang hidup berdampingan, tetapi tidak terintegrasi dalam satu kesatuan politik. (Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam Nasikun, 2006. 39-40).
Menurut Clifford Geertz, meskipun masyarakat Indonesia telah terbentuk sejak tahun 1945 dengan sistem sosial masyarakat yang bersifat multietnik, multiagama, multibahasa, dan multiras cenderung tidak banyak berubah dan sulit terintegrasi.
Berdasarkan struktur sosialnya, di dalam masyarakat Indonesia terdapat banyak perbedaan budaya dan adat istiadat antar suku bangsa di Indonesia. Di berbagai daerah dapat ditemukan keanekaragaman suku bangsa dan agama. Misalnya, suku bangsa Aceh yang mayoritas beragama Islam, suku bangsa Batak yang mayoritas beragama Kristen, suku bangsa Minangkabau di Sumatra Barat, dan suku bangsa Melayu di Sumatra Selatan yang mayoritas beragama Islam. Selain itu, di Jawa terdapat suku Sunda yang menggunakan bahasa Sunda dan suku bangsa Jawa yang menggunakan bahasa Jawa.

E.     Monokultural dan Dominasi Kultural
Konsep monokulturalisme seperti diungkapkan oleh Kymlicka berangkat dari asumsi bahwa perbedaan itu adalah pemicu terjadinya konflik dan perpecahan, oleh karena itu seminimal mungkin perbedaan harus dihilangkan dengan cara menutup peluang terjadinya perbedaan dengan melakukan penyeragaman di dalam suatu komunitas atau kelompok misalnya, dan bila terjadi perlawanan dari sekelompok kecil komunitas maka solusi paling ideal adalah mengeluarkan mereka dari komunitas agar keutuhan tetap dapat terjaga.
Monokulturalisme berasal dari kata; mono (satu/seragam/tunggal) dan kultural (budaya atau kebudayaan), dan isme (paham) yang secara etimologi berarti paham budaya tunggal sehingga pada satu wilayah geografis tertentu hanya ada satu budaya yang dianut. Hal ini juga bermaksud tidak mengakui adanya keragaman dan menginginkan keseragaman. Seorang dikatakan monokulturalisme dilihat dari sejauh mana individu tersebut memegang nilai dari salah satu variabel budaya.
Monokulturalisme merupakan sebuah idelogi atau konsep yang memiliki kehendak akan adanya penyatuan kebudayaan (homogentitas). Dalam monokulturalisme, ditandai adanya proses asimilasi, yakni percampuran dua kebudayaan atau lebih untuk membentuk kebudayaan baru. Sebagai sebuah ideologi, monokulturalisme dibeberapa negara dijadikan landasan kebijakan dan atau strategi pemerintah menyangkut kebudayaan dan sistem negara.



BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.
2.      Multikultural setiap suku bangsa tentu sangat berkaitan karena keanekaragaman suku bangsa menyebabkan perbedaan multikultural antara satu suku dengan suku bangsa lainnya.
3.      Monokulturalisme berasal dari kata; mono (satu/seragam/tunggal) dan kultural (budaya atau kebudayaan), dan isme (paham) yang secara etimologi berarti paham budaya tunggal sehingga pada satu wilayah geografis tertentu hanya ada satu budaya yang dianut.
5.      Konsep dan kerangka dalam multikulturalisme dipaparkan oleh B. Hari Juliawan dengan membagi multikulturalisme dengan menggunakan empat kerangkanya.
a.       Pertama kerangka multikulturalisme berkenaan dengan istilah multikulturalisme itu sendiri.
b.      Kerangka multikulturalisme kedua, merupakan turunan kerangka yang pertama nyaitu akomodasi kepentingan.
c.       Kerangka multikulturalisme yang ketiga merupakan ideologi politik.
d.      Kerangka keempat berkaitan dengan puncak dan tujuan dari multikulturalisme yang pantas diperjuangkan dikarenakan dibalik itu ada tujuan hidup bersama.




DAFTAR PUSTAKA
Bustamam Kamaruz-Ahmad, Acehnologi (Yogyakarta: Diandra Primamitra Media, 2012.
Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2006.
Read More

Post Top Ad

Your Ad Spot