Tujuan Percobaan
- Untuk mengetahui cara pembuatan suspensi semen pemboran dan komposisi semen pemboran.
- Untuk pembuatan cetakan sampel dalam pengujian Compressive Strength dan Shear Bond Strength.
- Mengetahui densitas suspensi semen dengan menggunakan alat mud balance.
- Mengetahui efek penambahan zat additif terhadap densitas suspensi semen.
Teori Dasar
Pembuatan suspensi semen dimulai dengan persiapan peralatan dan material semen, baik berupa semen portland, air dan additive.
Semen portland merupakan semen yang banyak digunakan dalam industri perminyakan karena semen ini termasuk semen hidrolis dalam arti akan mengeras bila bertemu atau bercampur dengan air. Semen portland memiliki 4 komponen mineral utama, yaitu C3S, C2S,C3A, dan C4AF.
C3S atau Tricalcium Silicate merupakan komponen terbanyak dari semen portland komponen ini memberi strength yang terbesar pada awal pengerasan. C2S atau Dicalcium silicate , komponen ini sangat penting dalam memberikan final strength semen. C3A atau Tricalcium Alluminate walaupun kadarnya kecil dari komponen silicate namun berpengaruh pada rheologi suspensi semen dan mebantu proses pengerasan awal pada semen. C4AF atau Tetra Calcium Alluminaferite, Komponen ini hanya sedikit pengaruhnya pada strength semen.
API (American Petroleum Institute) telah melakukan klarifikasi semen kedalam gelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan. Pengklarifikasi ini didasari atas kondisi sumur dan sifat – sifat semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi sumur tersebut meliputi kedalaman sumur. Temperatur, tekanan, dan kandungan yang terdapat pada fluida formasi (seperti sulfat dan sebagainya). Klasifikasi semen yang dilakukan API terdiri dari :
Kelas A
Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan) sampai 6000 ft. Semen terdapat dalam tipe biasa (ordinary type) saja.
Kelas B
Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan tinggi (moderate dan high sulfate resistant)
Kelas c
Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan mempunyai sifat high-early strength (proses pengerasan cepat). Semen ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
Kelas D
Semen kelas D digunakan untuk kedalaman 6000 ft sampai 12000 ft dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis Moderate dan high sulfate resistant.
Kelas E
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 6000 ft sampai 14000 ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis Moderate dan high sulfate resistant.
Kelas F
Semen kelas F digunakan dari kedalaman 10000 ft sampai 16000 ft dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis high sulfate resistant
Kelas G
Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan merupakam semen dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini dapat dipakai untuk sumur dalam dan range temperatur yang cukup besar. Semen ini tersedia dalam jenis Moderate dan high sulfate resistant.
Kelas H
Semen kelas H digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan merupakan pula semen dasar. Dengan penambahan accelerator dan retarder, semen ini dapat digunakan pada range kedalaman dan temperatur yang besar. Semen ini hanya tersedia dalam jenis moderate sulfat resistant.
Untuk mengkondisikan suspensi semen pada saat penyemenan pada lubang bor, semen juga dapat diberi beberapa zat tambahan atau additif yang memiliki fungsi bermacam – macam agar pekerjaan penyemenan dapat memperoleh hasil yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Sampai saat ini lebih dari 100 additif telah dikenal, additif – additif tersebut dikelompokkan dalam 8 katagori yaitu :
Accelerator
Yaitu Additive yang dapat mempercepat proses pengerasan suspensi semen.
Retarder
Yaitu additive yang dapat memperlambat proses pengerasan suspensi semen.
Extender
Yaitu additive yang digunakan untuk mengurangi densitas dari suspensi semen.
Weighting Agent
Yaitu additive yang dapat menambah densitas dari suspensi semen
Dispersant
Yaitu additive yang dapat mengurangi viscositas suspensi semen
Fluid Loss Control Agent
Yaitu digunakan untuk mencegah hilangnya fas liquid suspensi semen kedalam formasi sehingga terjaga kandungan cairan pada suspensi semen.
Loss Circulation Control Agent
Yaitu additive yang mengontrol hilangnya suspensi semen kedalam formasi yang lemah atau berguna.
Specially Additive
Yaitu additive khusus yang digunakan untuk suatu tujuan tertentu.
Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah berat bubuk semen, air pencampur, dan additive terhadap volume bubuk semen, air pencampur dan additif.
Dirumuskan sebagai berikut :
SGS = (Ws+Wadd+Wair )/(Vs+Vadd+Vair)
Dimana :
SGS = densitas suspensi semen
Ws = berat bubuk semen
Wadd = berat additive
Wair = berat air
Vs = volume bubuk semen
Vadd = volume additif
Vair = volume air
Densitas supensi semen sanagat berpengaruh terhadap tekanan hidrostatik supensi semen didalm lubang sumur. Apabila formasi tidak sanggup menahan tekanan suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi pecah sehingga akan terjadi loss cicculation.
Ada dua jenis additif yang berhubungan dengan control density, yaitu Extender dan Weighting Agent. Extender adalah additif yang digunakan dalam suspensi semen untuk mengurangi densitas susoensi semen dan juga berfungsi untuk menambah yied slurry. Extender yang berupa clay juga dapat berfungsi mengurangi air bebas (free water) dalam suspensi semen, selain itu dapat juga berupa gas yang dilarutkan dalam suspensi semen seperti nitrogen/ udara yang hasilnya memberikan compressive strength yang cukup.
Weighting Agen adalah additif yang digunakan untuk menambah densitas suspensi semen, berupa material dengan densitas lebih berat dari densitas suspensi semen yang harus memenuhi persyartaan sebagai berikut :
Disribusi ukuran partikel dari material additif harus cocok (compatible) dengan ukuran partikel semen. Ukuran partikel additif yang lebih besar dari partikel semen akan cenderung mengendap sedangkan partikel berukuran lebih kecil memiliki kecenderungan menambah viscositas suspensi semen
Kadar air yang terkandung dalam material additif tidak banyak (unhidrous)
Material additif harus sukar bereaksi (inert) dengan semen, baik pada saat pencampuran dalam suspensi semen maupun saat proses hidrasi semen dan juga compatible dengan additif lain yang mengkin dicampurkan dalam semen.
Densitas suspensi semen yang rendah sering digunakan dalam operasi primary cementing dan remedial cementing guna menghindari terjadinya fracture pada formasi yang lemah. Untuk menurunkan densitas dapat dilakukan dengan menambahkan clay atau zat – zat kimia silikat jenis extender atau menambahkan bahan – bahan yang dapat memperbesar volume suspensi semen, seperti pozzolan.
Sedangkan densitas suspensi semen yang tinggi digunakan bila tekanan formasi cukup besar. Untuk memperbesar densitas dapat ditambahkan pasir ataupun material – material pemberat kedalam suspensi semen, seperti barite.
Pengukuran densitas dilaboratorium berdasarkan dari data berat dan volume tiap komponen yang ada dalam suspensi, sedangkan dilapangan menggunakan alat pressurized mud balance.
Alat dan Bahan
1.3.1. Alat
1. Cement Mixer
2. Timbangan digital
3. Aluminium foil
4. Gelas ukur
5. Cetakan sampel kubik dan silinder
6. Stop watch
7. Mud Balance
1.3.2. Bahan
1. Air
2. Semen portland
3. Bentonite
4. Grease
Cement Mixer Timbangan digital
Mud balance Stop watch
Gambar 1.1 Alat Percobaan Pembuatan Suspensi Semen, Cetakan Sampel dan Pengujian Densitas Suspensi Semen.
Prosedur Percobaan
Pembuatan Suspensi Semen Dan Cetakan Sampel
Menimbang bubuk semen sebanyak 350 gram dengan timbangan digital.
Mengukur air dengan WCR (Water Cement Ratio) yang diinginkan. Harga WCR tidak boleh melebihi kadar air maksimum maupun kurang dari kadar air minimum.
Menimbang additive bentonite sebanyak 6 gram
Mencampur bubuk semen dengan additive bentonite pada kondisi kering
Memasukkan air sebanyak 213 ml ke dalam blender, kemudian menjalankan mixer pada kecepatan 4000 rpm dan memasukkan campuran semen dan additive bentonite kedalamnya tidak lebih dari 15 detik, lanjutkan pengadukan pada kecepatan tinggi 1200 rpm selama 35 detik
Mengoleskan grease ke dalam cetakan kubik sedangkan untuk cetakan silinder casing tidak diolesi grease
Menuangkan sampel suspensi semen dari mixer kedalam cetakan yang telah tersedia untuk kemudian digunakan dalam pengujian compressive strength dan shear bond strength
Membungkus cetakan sampel dengan plastik transparan , memberi label lalu merendamnya dalam ember.
Pengujian Densitas Suspensi Semen
Mengkalibrasi peralatan pressurized mud balance dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Membersihkan peralatan mud balance
Mengisi cup dengan air hingga penuh lalu ditutup dan membersihkan bagian luarnya
Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula
Menempatkan rider pada posisi skala 8,33 ppg (densitas air)
Meneliti nuvo glass, bila tidak seimbang mengkalibrasikan screw sampai seimbang.
Menyiapkan suspensi semen yang telah dibuat dari komposisi 350 gram semen portland, 5 gram bentonite dan 204 ml air kemudian mengukur densitas suspensi semen dangan menggunakan rumus :
SGS = (Ws+Wadd+Wair )/(Vs+Vadd+Vair)
Dimana :
SGS = densitas suspensi semen
Ws = berat bubuk semen
Wadd = berat additive
Wair = berat air
Vs = volume bubuk semen
Vadd = volume additif
Memasukkan suspensi semen kedalam cup mud balance, kemudian cup ditutup dan semen yang melekat pada dinding bagian luar dibersihkan sampai bersih
Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, kemudian atur rider hingga seimbang
Membaca skala sebagai densitas suspensi semen pengukuran
Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengujian Densitas Suspensi Semen
Bahan SGS Mud Balance SGS Perhitungan WCR
350 gram semen + 213 mL air 11,7 ppg 14,47 60,86 %
350 gram semen+ 213 mL air + 6 gram bentonite 13,2 ppg 14,69 57,30 %
Perhitungan
1.6.1 Sampel 1
Diketahui :
Msemen = 350 gr
Madd Bentonite = 6 gr
Vair = 204 ml
ρ Semen = 3,15 gr / ml
ρ Bentonite = 2,5 gr / ml
ρ Air = 1 gr / ml
Ditanya :
SGS = ?
WCR = ?
Jawab :
Volume semen = m/ρ
= (350 gr)/(3,15 gr⁄ml)
= 111,11 ml
Volume bentonite = m/ρbentonite
= (6 gr)/(2,5 gr⁄ml)
= 2,4 ml
SGS = (Msemen+Mbentonite+Mair)/(Vsemen+V bentonite+Vair) x 8,33
= (350 gr+6 gr+204 gr)/(111,111 mL+2,4 mL+204 mL) x 8,33
= (560 gr)/(317,51 ml) x 8,33
= 14,69 gr/mL
WCR = Mair/(Msemen+Mbentonite) x 100 %
= (204 gr)/(350 gr+6 gr) x 100 %
= 57,30 %
1.6.2 Sampel 2
Diketahui :
Msemen
Mair
Vair
ρ Semen
ρ Air
Ditanya :
SGS = ?
WCR = ?
Jawab :
Volume semen = m/ρ
= (350 gr)/(3,15 gr⁄ml)
= 111,11 ml
Mair = V x ρ
= 213 ml x 1 gr/ml
= 213 gr
SGS = (Msemen+Mair)/(Vsemen+Vair) x 8,33
= (350 gr+213 gr)/(111,111 mL+213 mL) x 8,33
= (563 gr)/(324,11 ml) x 8,33
= 14,47 gr/mL
WCR = Mair/Msemen x 100 %
= (213 gr)/(350 gr) x 100 %
= 60,86 %
Pembahasan
Penggunaan additif pada semen biasa dilakukan dalam operasi penyemenan sumur minyak, gas dan panas bumi. Sifat bubur semen harus disesuaikan dengan kondisi formasi. “Kualitas bubur semen yang digunakan akan ditinjau dari parameter kualitasnya yakni nilai Compressive Strength yang cukup besar dan Thickening Time yang tepat” (Lisa at al’, 2017).
Pengontrolan dan penyemenan pemboran merupakan kunci keberhasilan penyemenan. Kegagalan proses penyemenan dapat terjadi karena mekanisme pendorong bubur semen yang tidak sempurna sehingga lubang anulus tidak terisi penuh oleh bubur semen dan juga diakibatkan kurang baiknya perencanaan pembuatan bubur semen. Tujuan penyemenan selubung sumur minyak dan gas yakni : (Lisa at al’, 2017)
Memisahkan lapisan produktif dan non produktif.
Mencegah kerusakan korosi rangkaian selubung oleh cairan pada formasi yang bersifat asam yang tinggi.
Melakukan penyemenan pada selubung sampai ke permukaan sehingga akan menahan semua berat selubung
Menutup zona hilang sirkulasi atau zona bertekanan abnormal.
Additif pada semen berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan densitas, menaikkan kekuatan (strength), mempercepat atau memperlambat waktu pengerasan, mengatur hilangnya air lapisan ke formasi, menaikkan atau menurunkan kekentalan (viskositas) dan mencegah hilangnya sirkulasi semen.
Jenis zat additive sebagai berikut :
Silica flour digunakan untuk penyemenan sumur bersuhu tinggi. Digunakan untuk mencegah terjadinya pengurangan nilai Compressive Strength.
Accelerator digunakan untuk mempercepat waktu pengerasan semen sehingga Thickening Time menjadi lebih singkat. Digunakan untuk penyemenan sumur dangkal, temperatur dan tekanan rendah.
Retarder digunakan untuk memperlambat pengerasan semen sehingga memperpanjang waktu pemompaan bubur semen. Digunakan pada sumur dengan kedalaman 6000-25000 ft dan temperatur dasar sumur antara 170ºF sampai 500ºF
Extender berfungsi menurunkan densitas suspensi semen hingga menghindari hilangnya semen masuk ke dalam formasi yang bertekanan rendah.
Heavy-Weight additive digunakan untuk menambah berat densitas suspensi semen.
Fluid Loss Control berfungsi mencegah hilangnya fasa fluida semen kedalam formasi sehingga kandungan cairan pada semen terjaga.
Sifat fisik semen pemboran antara lain Thickening Time, Compressive Strength dan Shear Strength :
Thickening Time adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mencapai konsistensi maksimum 100 BC. Waktu yang diperlukan antara 3-3,5 jam untuk penyemenan pada kedalaman 6000-18000 ft.
Compressive Strength adalah kekuatan semen untuk menahan tekanan dari arah horizontal sedangkan Shear Strength menahan tekanan dari arah vertikal.
Pada percobaan kali ini kami menggunakan zat aditif berupa bentonite sebanyak 6 gr dimana bentonite masuk kedalam kategori extender dimana digunakan untuk mengurangi densitas dari suspensi semen.
Klasifikasi yang dilakukan AI terhadap semen yakni :
Kelas A digunakan pada kedalaman 0-6000 ft.
Kelas B digunakan pada kedalaman 0-6000 ft dan memiliki sifat kandungan sulfat menengah dan tinggi (moderate dan high sulfat resistant).
Kelas C digunakan untuk kedalaman 0-6000 ft dan memiliki sifat high early strength (proses pengerasan cepat). Tersedia dalam jenis moderate dan high resistant.
Kelas D digunakan untuk kedalaman 6000-12000 ft dan untuk kondisi sumur yang mempunyaitekanan dan temperatur tinggi.
Kelas E digunakan untuk kedalaman 6000-14000 ft dan untuk kondisi sumur yang tinggi dan temperatur yang tinggi.
Kelas F digunakan untuk kedalaman 10000-16000 ft dan untuk kondisi sumur yang memiliki tekanan dan bertemperatur tinggi.
Kelas G digunakan pada kedalaman 0-8000 ft dan digunakan pada sumur dasar.
Kelas H digunakan dari kedalaman 0-=8000 ft.
Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai perbans=dingan antara jumlah berat bubuk semen, air pencampur dan aditif terhadap jumlah volume bubuk semen, air pencampur dan aditif. Densitas sangat berpengaruh dalam tekanan hidrostatis suspensi semen didalam lubang umur. Apabila formasi tidak sanggup menahan tekanan dari suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi pecah sehingga akan terjadi Loss Circulation. Densitas suspensi semen yang rendah sering digunakan dalam operasi primary cementing dan remedial cementing guna menghindari terjadinya fracture pada formasi yang lemah. Sedangkan densitas suspensi semen yang tingg digunakan bila tekanan formasi yang cukup besar. Kegunaan dari densitas yakni untuk mengetahui kekuatan atau kekokohan dari suspensi semen. Jika tekanan hidrostatik lebih besar dari densitas maka akan terjadi Loss Circulation. Sedangkan tekanan hidrostatik lebih kecil dari densitas akan menyebabkan kick lalu menjadi blow out.
Semen memiliki fungsi yakni :
Merekatkan casing dengan dinding sumur pemboran.
Melindungi casing dari fluida reservoir.
Memisahkan zona-zona dari reservoir.
Melindungi casing dari mekanisme yang mengganggu.
Dan juga jika ingin mendapatkan densitas yang bagus atau lebih tinggi tambahilah zat aditif.
Dipercobaan kali ini kita menggunakan dua sampel dimana sampel pertama memiliki komposisi yakni 350 gr semen, 204 ml air, 6 gr bentonite. Sedangkan sampel kedua memiliki komposisi 350 gr semen, 213 ml air. Pertama-tama menimbang komposisi dari kedua sampel tersebut sesuai dengan takarannya menggunakan timbangan digital. Lalu mencampurkan semen dan aditif dalam keadaan kering. Lalu masukkan air kedalam cup mixer lalu mixer selama 15 detik kemudian masukkan campuran semen dan aditif lalu mixer selama 1 menit. Lakukan hal yang sama pada sampel kedua. Setelah itu kita membersihkan alat pressured mud balance lalu mengisi air hingga penuh pada cup dan bersihkan juga bagian luarnya. Setelah bersih masukkan suspensi semen sampel satu dan dua secara bergantian dan liat nilai densitasnya yakni didapat sampelpertama yakni 13,2 ppg dan sampel kedua 11,7 ppg. Setelah menggunakan mud balance kita langsung memasukkan suspensi semen kedalam cetakan silinder dan cetakan kubik.
Disini kita mendapat densitas yang berbeda yakni sampel pertama yang ditambahi bentonite didapatkan salinitasnya 13,2 ppg dan sampel kedua didapatkan 11,2 ppg. Nampak sekali perbandingannya. Namun pasti ada kesalahan disini atau ada yang perlu dicari kebenarannya karena nilai sampel pertama yang diberi bentonite lebih besar densitasnya dibanding nilai sampel kedua. Karena seharusnya menggunakan bentonite itu densitasnta berkurang. Mungkin saja itu pengaruh dari jumlah air yang berbeda pada sampel pertama dan kedua.
1.7 Discussion
The use of additives in cement is usually carried out in the operation of cementing oil, gas and geothermal wells. The nature of the cement slurry must be adjusted to the conditions of the formation. "The quality of the cement slurry used will be reviewed in terms of its quality parameters, which are quite large Compressive Strength value and Thickening Time" (Lisa at al ', 2017).
Drilling control and cementing are the keys to successful cementing. The failure of the cementing process can occur because the mechanism of cement slurry is imperfect so that the annulus hole is not completely filled with cement slurry and also due to poor planning of making the slurry. The purpose of cementing the oil and gas well casing is: (Lisa at al ', 2017)
1. Separating productive and non-productive layers.
2. Prevents damage to the casing circuit by liquid in high acidic formations.
3. Cement the casing to the surface so that it will hold all the weight of the casing
4. Closing the zone of loss of circulation or the zone of abnormal pressure.
Additives to the cement function to increase or decrease density, increase strength, speed up or slow down hardening time, regulate loss of layer water to the formation, increase or decrease viscosity and prevent loss of circulation of cement.
Types of additives as follows:
1. Silica flour is used for cementing high temperature wells. Used to prevent a reduction in the value of Compressive Strength.
2. Accelerator is used to speed up the hardening time of the cement so that the Thickening Time becomes shorter. Used for cementing shallow wells, low temperature and pressure.
3. Retarder is used to slow the hardening of the cement thereby extending the pumping time of the cement slurry. Used in wells with a depth of 6000-25000 ft and well bottom temperatures between 170ºF to 500ºF
4. The extender functions to reduce the density of the cement suspension to avoid the loss of cement entering the formation with low pressure.
5. Heavy-weight additives are used to increase the density of the cement suspension.
6. Fluid Loss Control serves to prevent the loss of the cement fluid phase into the formation so that the liquid content in the cement is maintained.
Drilling cement physical properties include Thickening Time, Compressive Strength and Shear Strength:
1. Thickening Time is the time required for cement to reach a maximum consistency of 100 BC. The time needed is between 3-3.5 hours for cementing at a depth of 6000-18000 ft.
2. Compressive Strength is the strength of the cement to withstand the pressure from the horizontal direction while Shear Strength withstand the pressure from the vertical direction.
In this experiment we used an additive of 6 grams of bentonite in which bentonite belongs to the extender category which is used to reduce the density of the cement suspension.
AI's classification of cement is:
1. Class A is used at depths of 0-6000 ft.
2. Class B is used at depths of 0-6000 ft and has medium and high sulfate content (moderate and high sulfate resistant).
3. Class C is used for depths of 0-6000 ft and has high early strength properties (fast hardening process). Available in moderate and high resistant types.
4. Class D is used for depths of 6000-12000 ft and for well conditions that have high temperatures and temperatures.
5. Class E is used for depths of 6000-14000 ft and for high well conditions and high temperatures.
6. Class F is used for depths of 10000-16000 ft and for well pressure and high temperature conditions.
7. Class G is used at depths of 0-8000 ft and is used at bottom wells.
8. Class H is used from depths of 0 = 8000 ft.
Density of cement suspension is defined as the ratio between the amount of weight of cement powder, mixing water and additives to the total volume of cement powder, mixing water and additives. The density is very influential in the hydrostatic pressure of the cement suspension in the age pit. If the formation is not able to withstand the pressure from the cement suspension, it will cause the formation to break so that there will be a Loss Circulation. Low cement suspension density is often used in primary cementing and remedial cementing operations to avoid fractures in weak formations. Whereas a high density cement suspension is used when the formation pressure is large enough. The usefulness of density is to determine the strength or robustness of a cement suspension. If the hydrostatic pressure is greater than the density, there will be a Loss Circulation. While the hydrostatic pressure is smaller than the density will cause the kick and then blow out.
Cement has a function namely:
1. Attach the casing to the wall of the drilling well.
2. Protect the casing from reservoir fluid.
3. Separating zones from reservoirs.
4. Protect the casing from disruptive mechanisms.
And also if you want to get a good density or higher additives.
In this experiment we used two samples where the first sample had a composition of 350 grams of cement, 204 ml of water, 6 grams of bentonite. While the second sample has a composition of 350 gr of cement, 213 ml of water. First of all weigh the composition of the two samples in accordance with their measurements using a digital scale. Then mix the cement and additives in a dry state. Then put the water into the mixer cup then mixer for 15 seconds then add the mixture of cement and additives then mixer for 1 minute. Do the same with the second sample. After that we clean the pressured mud balance tool then fill the water to the full in the cup and also clean the outside. After cleaning, insert the suspension of cement one and two samples alternately and see the density value, ie the first sample is obtained, namely 13.2 ppg and the second sample is 11.7 ppg. After using the mud balance, we immediately put the cement suspension into cylindrical and cubic molds.
Here we get a different density ie the first sample added by bentonite obtained a salinity of 13.2 ppg and the second sample obtained 11.2 ppg. What a comparison. But there must be an error here or there is a need to find the truth because the value of the first sample given bentonite is greater in density than the value of the second sample. Because it is supposed to use bentonite the density is reduced. It might be the effect of different amounts of water on the first and second samples.
1.8 Kesimpulan
Komposisi dari suspensi semen yakni 22.6gr semen, 350ml air dan 6gr zat aditif yakni bentonite. Dan cara membuatnya yaitu dengan mencampurkan semua komposisi yang telah ditentukan lalu dimixer.
Membuat cetakan sampel untuk pengujian compressive strength dan shear bond strength menggunakan suspensi semen yang telah dibiarkan mengeras.
Densitas pada sampel 1 menggunakan zat aditif bentonite mendapatkan harga densitas 13,2 ppg. Densitas pada sampel 2 tanpa menggunakan zat aditif yakni 11,7 ppg.
Bentonite berguna untuk menurunkan densitas termasuk kategori extender. Sampel 1 menggunakan bentonite namun nilainya besar itu karena bisa saja berpengaruh dari perbedaan nilai air. Jika densitas hingga dari tekanan hidrostatik akan menyebabkan kick sedangkan densitas kecil dari tekanan hidrostatik maka akan menyebabkan lost circulation. Nilai densitas berbanding lurus dengan tekanan formasi.
Referensi
Lamura, Lisa. Ainurridha, Kemal Ahmad. Lilik Zabihi (2017). Pengujian Compressive Strength dan Thickening Time pada Semen Pemboran Kelas 6 Dengan Penambahan Aditif Retarder. Jurnal Petro 12017. Vol VI (2). 49-54.
API Spec, IDA, Spesicication For Cement and Material For Well Cementing, 23nd Edition, 2002, Waington DC:API.