Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadis. Ulumul hadis terdiri adas dua kata, yaitu ‘ulum dan Al-hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab merupakan jamak dari kata ‘ilm yang berarti “ilmu-ilmu” sedangkan al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” Dengan demikian, gabungan dari dua kata tersebut mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadis nabi SAW.”
Sedangkan menurut Prof. Dr. T.M Hasbi Ash-Shiddiqy menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan “Ilmu Hadits” itu ialah: “ilmu yang berpautan dengan hadits.” Definisi ini beeliau kemukakan, mengingat ilmu yang bersangkut paut dengan hadits itu banyak macamnya.
Pada mulanya, ilmu-ilmu hadis memenag merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadist nabi Saw dan para perawinya, seperti ilmu al-Hadist al-Shahih, ilmu al-mursal, ilmu al-asma wa al-kuna, dan lain-lain. Penulisan ilmu-limu hadist secara parsial dilakukan, khusunya, oleh para ulama abad ke-3 H.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan ulumul hadist, karena masing-masing membicarakan tentang hadist dan perawinya. Akan tetapi, pada masa berikutnya, ilmu-ilmuyang terpisah itu mulai digabungkan dan dijadikan satu, serta selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama ulumul hadist, sebagaimana halnya sebelum disatukan. Jadi, penggunaan lafaz jamak ulumul hadist, setelah mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu ilmu hadist, karena telah terjadi makna perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama “beberapa ilmu yang terpisah” menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah Mushthalah al-Hadist.
Ilmu Hadits Dirayah
Yang dimasud dengan ilmu Hadist Dirayah adalah: “ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan Hadist, sifat-sifat Rawi dan sebagainya”.
Dari penjelasan diatas dapat, maka dapat disimpulkan, bahwa yang menjadi objek pembahasan ilmu hadist Dirayah ini ialah keadaan matan, sanad dan rawi hadist.
Sedangkan tujuan utama mempelajari Ilmu Hadist Dirayah ini ialah: untuk mengetahui dan menetapkan tentang maqbul (dapat diterima) dan mardudnya (tertolaknya) suatu hadist Nabi saw.
Dengan demikian, ilmu Hadist Dirayah merupakan mizan (neraca) yang harus dipergunakan untuk menghadapi ilmu hadist Riwayah.
Menurut Prof. Hasbi, bahwa ilmu hadist Dirayah ini, pada zaman Muaqaddimin dinamai dengan “Ulumul Hadits” dan pada masa yang akhir ini dimasyhurkan dengan nama ‘Ilmu Musthalah”
Ilmu Hadits Riwayah
Jumhur ulama memberikan batasan tentang definisi Ilmu Hadits Riwayah, “Suatu Ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan-perbuatan Nabi, taqrir-taqrir Nabi, dan sifat-sifat beliau”.
Dengan kata lain, Ilmu Hadits Riwayah ialah ilmu yang membahas segala sesuatu yang datang dari nabi, baik sabdanya, perbuatannya,taqrirnya dan sebagainya.
Dalam ilmu ini tidak dibahas tentang kejanggalan-kejanggalan atau cacatnya matan hadits, tidak dibicarakan juga tentang apakah sanadnya bersambung atau tidak, rawinya adil atau tidak.
Dengan demikian yang menjadi objek pembahasan dari ilmu Hadits Riwayah ini adalah, pribadi Nabi dari segi sabdanya, perbuatannya, taqrirnya dan sifat-sifatnya.
Tujuan uatama mempelajari Ilmu Hadits Riwayah ini ialah untuk mengetahui segala yang berpautan dengan pribadi nabi dalam usaha memahami dan mengamalkan ajaran beliau guna memperoleh kemenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
Sejarah karakteristik pertumbuhan, pembentukan dan penghimpunan ulumul hadis
Pertumbuhan ilmu hadits selalu mengiringi pertumbuhan hadits itu sendiri. Pertumbuhan secara etimologi diartikan hal keadaan tumbuh, diperkembangan. Sedangkan pembentukan dapat diartikan proses, cara, perbuatan membentuk. Dan penghimpunan diartikan sebagai proses,cara, pembuatan menghimpun.
Jadi, pertumbuhan ilmu hadis diartikan sebagai perkembangan ilmu hadits mulai dari perintisannya dari tumbuh hingga perkembangnya hingga masa sekarang. Sedangkan pembentukan dan penghimpunan ilmu hadis adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdayaguna terhadap ilmu-ilmu hadits mulai cikal bakalnya hingga hadits bisa menjadi sebuah disiplin ilmu yang berdiri sendiri, sitematis, luas dan lengkap bahasannya.
ilmu hadis secara garis besar dibagi menjadi dua disiplin limu yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis diroyah
Pembedaan di sini perlu dilakukan karena bahwasanya munculnya disiplin ilmu hadis dirayah tidaklah sama waktu dan pencetusnya. Ilmu Hadis Riwayah, yang selanjutnya disingkat IHR, dipelopori oleh Muhammad bin Syihab Az Zuhry (51 – 124 H). Ia adalah orang pertama yang menghimpun hadits Nabi SAW atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II, memerintah tahun 99 – 102 H/717 – 720 M )
Sedangkan Ilmu Hadist Diroyah(IHD)/Ilmu Mustholah Hadits/Ilmu Ushul Hadits/Ushul al-Riwayah dipelopori oleh Al Qadli Abu Muhammad Al Hasan bin Abdurrahman bin Khalad Ar Ramahurzuri (w.360 H).
Pada dasarnya pertumbuhan, pembentukan, dan penghimpunan ilmu hadis dari masa ke masa banyak di pengaruhi kondisi sosial dan politik pada masanya. Secara jelas sejarah telah mengungkap hal tersebut. Pada zaman Nabi SAW di rasa kurang begitu mendesak/perlu adanya ilmu hadits. Pada zaman sahabat juga sama. Baru pada zaman tabi`in, dengan adanya persoalan politik, maka secara otomatis penghimpunan ilmu hadits perlu dilakukan sebagai bentuk penyelamatan hadits itu sendiri. Begitu juga masa sesudahnya, penghimpunan hadits juga banyak dipengaruhi kondisi sosial budaya dan politik serta kebutuhan umat islam sendiri akan ilmu hadits.
Menurut sementara ulama ilmu hadits, pertumbuhan ilmu hadits dibagi menjadi 5 masa/periode dengan karakteristik yang menyertainya. Kelima periode itu adalah periode Rasulullah SAW, periode Sahabat, periode Tabi’in, periode Tabi’ Tabi’in, dan periode setelah Tabi’ tabi’in (abad 4 H).
No
Masa
Karakter
Indikator
Masa Nabi
Telah ada dasar-dasar ilmu hadis.
QS. Al-Hujurat (49: 6 dan Al-Baqarah (2): 282
Masa Sahabat
Timbul secara lisan secara eksplisit.
Periwayatan harus disertai saksi, bersumpah dan, dan sanad.
Masa Tabi`in
Telah timbul secara tertulis tetapi belum terpisah dengan ilmu lain.
Ilmu hadis bergabung dengan fikih dan ushul fikih, seperti al-umm dan ar risalah
Masa Tabi` Tabi`in
Ilmu hadis telah timbul secara terpisah dari ilmu-ilmu lain tetapi belum menyatu.
Telah muncul kitab-kitab ilmu hadis seperti at-tarikh dan al-i`lal karya Muslim, kitabal-asma` wa al kuna dan kitab at-tawarikh karya At-Tirmidzi
Masa setelah Tabi` Tabi`in (abad ke 4 H)
Berdiri sendiri sebagai ilmu hadis.
Ilmu hadis pertama al-muhaddits al-fashilbaynaar -rawiwa al-wa`IkaryaAr-Ramahurmuzi.
Cabang-cabang ilmu hadis
Ilmu dan kaidah hadis tentang rawi dan sanad.
Ilmu Rijal Al-Hadist
Adalah ilmu yang membahas para perawi hadist baik dari sahabat, tabii’in, maupun angkatan-angkatan sesudahnya.
Yaitu ilmu yang mempelajari tentang tokoh atau orang yang membawa hadis, semenjak dari nabi sampai dengan periwayat terakhir (penulis kitab hadis). Hal yang terpenting di dalam Ilmu rijal al-hadis adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja mereka menyampaikan hadis. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak ragamnya ada yang hanya menerangkang riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat saja, ada yang menerangkan riwayat umum para perawi, ada yang menerangkan perawi-perawi yang dipercayai saja, ada yang menerangkan riwayat-riwayat para perawi yang lemah-lemah atau para mudallis atau para pembuat hadist maudhu.
Ilmu Jarh Wa At-Ta’dil.
Adalah ilmu tentang hal ihwal para rawi dalam hal mencatat keaibannya dan menguji keadilannya. Ta’dil artinya menganggap adil seorang rawi yakni memui rawi dengan sifat-sifat yang membawa maqbulnya riwayat. Adapun al jahr atu tajrih artinya mencacatkan, yakni menuturkan sebab-sebab keaiban rawi. Ilmu ini berkaitan dengan hal-hal seperti bid’ah (i’tikad berlawanan dengan dasar syariat), mukhalafah ( perlawanan sifat adil dan dhabith), gholath (kesalahan), jahalahal-hal (tidak diketahui identitasnya), da’wa al-inqitha’ (mendakwa terputusnya sanad). Kaidah tajrih ada dua macam:
Naqd khariji yaitu kritik eksternal, yakni tentang cara dan sahnya riwayat dan tentang kepastian rawi.
Naqd dakhili yaitu kritik internal, yakni tentang makna hadis dan syarat keshahihannya.
Adapun syarat-syarat pentajrih dan penta’dil adalah berilmu, taqwa, wara’, jujur, menjauhi fanatik golongan, mengetahui sebab-sebab ta’dil dan tajrih (mufassar).
Ilmu dan kaidah tentang matan.
Ilmu Gharib al-hadist.
Adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadist yang sukar di ketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum. Yang dibahas oleh ilmu ini adalah lafadz yang musykil dan susunan kalimat sukar dipahami, tujuannya untuk menghindarkan penafsiran menduga-duga. Pada masa tabi’in dan abad pertama hijriyah bahasa arab yang tinggi mulai tidak dipahami oleh umum hanya diketahui secara terbatas. Maka orang yang ahli mengumpulkan kata-kata yang tidak dapat dipahami oleh umum tersebut dan kata-kata yang kurang terpakai dalam pergaulan sehari-hari. Adapun beberapa upaya para ulama muhaditsin untuk menafsirkan keghariban matan hadis, antara lain:
Mencari dan menelaah hadist yang sanadnya berlainan dengan yang bermatan gharib.
Memperhatikan penjelasan dari sahabat yang meriwayatkan hadist atau sahabat lain yang tidak meriwayatkannya.
Memperhatikan penjelasan dari rawi selain sahabat.
Ilmu asbab wurud al-hadist dan tawarikh al-mutun.
Asbab adalah jama’ dari kata masdar sabab yang dalam bahada berarti sama dengan kata an-nabl artinya tali atau berarti saluran, maksudnya ialah segala sesuatu yang menghubungkan dengan benda lain sedang dalam istilah ialah segala sesuatu yang mengantarka pada tujuan. Atau dapat di definisikan sebagai suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum itu sendiri. Sedangkan kata “wurud” artinya sampai, muncul atau mengalir seperti ucapan yang berarti ”air yang memancar atau air yang mengalir”. Jadi asbabul wurud al-hadist ialah sesuatu yang membatasi arti dari suatu hadist baik yang berkaitan dengan arti umum atau khusus, muqayyad, atau muthlaq, dinasakh atau seterusnya. Dengan demikian ilmu asbabul wurud al-hadist menurut istilah adalah suatu ilmu yang membahas masalah sebab-sebab nabi saw menyampaikan sabdanya pada saat beliau menuturkannya. Sedang tata cara untuk mengetahui sebab-sebab lahirnya hadist hanya bisa diketahui dengan periwayatan.
Ilmu nasikh wa al-mansukh.
Ta’rif ilmu nasikh wa al-mansukh adalah ilmu-ilmu yang membahas hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin diambil jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) dan hukum hadis yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.
Ilmu dan kaidah tentang sanad dan matan.
Ilmu ‘ilal al-hadist
Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata yang dapat merusakkan hadits. Jadi Ilmu Ilal Al-Hadist adalah ilmu yang membahas tentang suatu illat yang dapat mencacatkan kesahihan hadist.
Ilmu Fan al-Mubhamat
Adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam atan atau di dalam sanad.
Ilmu At-Tashif Wa At-Tahrif
Ilmu Tashhif wa al-Tahrif adalah: “Ilmu yang menerangkan Hadis-hadis yang sudah diubah titiknya (musahhaf) dan bentuknya (muharraf)”. Diantara kitab ilmu ini adalah kitab: al-Tashhif wa al-Tahrif, susunan al-Daruquthni (358 H) dan Abu Ahmad al-Askari (283 H).
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu Hadits adalah ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Nabi SAW. Perintis pertama Ilmu Hadits adalah Al Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy. Pada mulanya, Ilmu Hadits merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing membicarakan tentang hadits dan para perawinya. Akan tetapi pada masa berikutnya ilmu-ilmu itu digabungkan dan dijadikan satu serta tetap menggunakan nama Ulumul Hadits.