BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya,
seperti yang berkaitan dengan konteks amal ibadah pokok seperti shalat, selain
itu islam juga mengatur hubungan sosial kemasyarakatan maupun dalam hal
pendistribusian kesejahteraan (kekayaan) dengan cara menafkahkan harta yang
dimiliki demi kesejahteraan umum seperti adanya perintah zakat, infaq,
shadaqah, qurban, hibah dan wakaf.
Di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah umat Islam yang beberapa diantaranya telah mengenal wakaf dengan baik . Potensi wakaf sebagai salah satu sumber dana publik mendapat perhatian cukup dari masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya bermunculan lembaga-lembaga amal yang salah satu peranannya adalah mengelola dana umat, dalam hal ini termasuk wakaf. Dengan adanya pengelolaan wakaf dari lembaga lembaga amal diharapkan wakaf dapat memajukan kesejahteraan umum.Pada umumnya wakaf diartikan dengan memberikan harta secara sukarela untuk digunakan bagi kepentingan umum dan memberikan manfaat bagi orang banyak seperti untuk masjid, mushola, sekolah, dan lain-lain. Dengan seiring berjalannya waktu wakaf nantinya tidak hanya menyediakan sarana ibadah dan sosial tetapi juga memiliki kekuatan ekonomiyang berpotensi antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perludikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Saat ini definisi wakaf lebih mudah dipahami, yaitu wakaf
diartikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Lalu pengertian harta benda wakaf sendiri
juga mengalami perubahan maksud yang lebih mudah, yaitu bahwa harta benda wakaf ialah harta benda yang
diwakafkan oleh wakif, yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka
panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah. Harta benda wakaf
tersebut dapat berupa harta benda tidak
bergerak maupun yang bergerak.
Setelah mengetahui harta benda wakaf, maka proses selanjtnya yang
harus di ketahui adalah, mekanisme pelaksanaan wakaf tersebut guna menghindari perwakafan
yang tidak terdata sehingga dapat menimbulkan persengketaan di kemudian hari.
B.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis,
maka penulis merumuskan masalah yang hendak dibahas dalam makalah ini, yakni
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan wakaf?
2. Apa yang dimaksud dengan harta benda wakaf?
3. Apa saja syarat-syarat harta yang ingin di wakafkan?
4.
Bagaimana
mekanisme pelaksanaan harta wakaf?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf
Wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan
umum menurut syariah[1].
Kata
wakaf berasal dari bahasa Arab “waqafa”. Asal kata “waqafa” berarti menahan
atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri. Kata
“waqafa-yaqifu-waqfan” sama artinya dengan “habas-yahbisu-tahbisan”.
Kata
al-waqf dalam bahasa Arab dapat berarti menahan, menahan harta untuk
diwakafkan, tidak dipindah-milikkan. Oleh karena itu para ahli fikih (fuqaha)
berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka
berbeda pula dalam memandang pengertian wakaf itu secara substansial.
1. Imam
Hanafi
Wakaf
adalah menahan suatu benda yang menurut hokum, tetap milik si wakif (orang yang
mewakafkan) dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Oleh karena
itu mazhab Hanafi mendefinisikan wakaf adalah “tidak melakukan suatu tindakan
atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai milik, dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan
datang”[2].
2. Mazhab
Maliki
Madzhab
Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang
dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif
berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali
wakafnya.
Perbuatan
si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima
wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah atau menjadikan hasilnya
untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Dengan istilah lainnya adalah
pemilik harta menahan benda tersebut dari penggunaan secara pemilikan tetapi
memperbolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian
manfaat benda secara wajar sedangkan benda tersebut tetap menjadi milik si
wakif. Perwakafan tersebut berlaku untuk masa tertentu dan karenanya tidak
boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal.[3]
3. Mazhab
Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal
Wakaf
dalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna
prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang
diwakafkan, seperti: perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang
lain, baik itu dengan pertukaran atau tidak. Apabila wakif meninggal dunia,
maka harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya.
Wakif
menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih (orang yang
diberi wakaf) sebagai sedekah mangikat, dimana wakif tidak dapat melarang
penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadhi berhak
memaksanya agar memberikannya kepada mauquf ‘alaih. Oleh karena itu mazhab
Syafii mendefinisikan wakaf adalah “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu
benda yang berstatus sebagai milik Allah SWT dengan menyedekahkan manfaatnya
kepada suatu kebajikan (sosial)”[4].
B. Harta Benda Wakaf
Harta
benda wakaf adalah harta benda dimiliki dan dikuasai oleh pewakaf secara sah
dan merupakan salah satu unsur penting dalam perwakafan. Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang wakaf menegaskan bahwa salah satu syarat utama yang harus
dipenuhi mengenai harta benda wakaf adalah harta benda yang hendak diwakafkan
dimiliki dan dikuasai oleh pewakaf secara sah.
Dari
pengertian di atas dapat dipahami harta benda yang dapat diwakafkan oleh wakif
hanya harta yang nyata-nyata dimiliki dan dikuasai sepenuhnya oleh pewakaf
secara sah. Seorang pewakaf tidak bisa mewakafkan harta yang diperoleh secara
sah, akan tetapi tidak dimilikannya atau dikuasai pada saat itu.
Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 pasal 16 tentang harta benda wakaf, harta benda wakaf itu
terdiri dari:
a. Benda
tidak bergerak.
b. Benda
bergerak[5]
Peraturan
perundangan perwakafan menegaskan bahwa yang dimaksud dengan benda tidak
bergerak tersebut meliputi: hak atas tanah, hak atas bangunan, hak atas
tanaman, hak milik atas satuan rumah susun dan benda tidak bergerak lain. Sesuai
ketentuan peraturan perundangan-undangan perwakafan, bahwa hak atas tanah yang
menjadi objek wakaf tersebut adalah hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundangan baik sudah maupun yang
belum terdaftar. Hak-hak yang sudah terdaftar, misalnya Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai. Sedangkan yang belum terdaftar, misalnya
Hak Milik Adat, Hak atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara yang dimiliki
seseorang.
Selain
hak atas tanah, hak yang dapat diwakafkan adalah ahak atas bangunan atau bagian
bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dikemukakan di atas. Misalnya
seseorang memiliki beberapa petak toko di suatu pusat perbelanjaan. Pemilik
toko tersebut dapat mewakafkan satu petak atau beberapa petak dari bangunan
toko yang dimilikinya itu.
Selanjutnya
yang dapat diwakafkan oleh seseorang pewakaf adalah tanaman dan benda lain yang
berkaitan dengan tanah. Dalam hal ini yang diwakafkan adalah berupa pohon atau
pokok tanaman yang berada dan tumbuh di atas tanah, sedangkan tanahnya tidak
diwakafkan. Misalnya wakaf pohon kelapa, wakaf pohon sawit, wakaf pohon durian
dan lain-lain sebagainya. Wakaf pohon ini banyak ragamnya, misalnya dengan cara,
setiap panen kelapa, hasil penjualan buah kelapa dari pokok kelapa yang
diwakafkan itu diserahkan kepada Nazhir Mesjid. Hasil penjualan panen buah
kelapa tersebut terus diserahkan selama pokok kelapa itu berbuah atau selama
diperlukan.
Selain
benda tidak bergerak, benda yang bergerak juga dapat diwakafkan, asalkan saja
benda tersebut tidak habis karena dikonsumsi seperti beras, minyak makan,
kue-kuean, minuman dan barang-barang lainnya yang dapat habis karena
dikonsumsi. Pasal 16 ayat (3) UU Wakaf menegaskan benda-benda bergerak yang
dapat diwakafkan adalah berupa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan,
hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan
ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku[6].
Wakaf
berupa benda bergerak misalnya wakaf uang, uang wakaf ini kemudian
diinvestasikan, dan hasil investasi yang diperoleh dipergunakan sesuai dengan
kehendak pewakaf, misalnya untuk membantu fakir miskin, biaya pendidikan dan
lain-lain. Wakaf uang ini potensinya sangat besar, sebab selain pewakaf tidak
mesti kaya (karena uang lima ratus rupiah pun dapat diwakafkan) , juga lebih
mudah untuk diinvestasikan. Dengan mudahnya untuk diinvestasikan tentu akan
lebih cepat untuk menghasilkan, kalau wakaf sudah menghasilkan maka pewakaf
akan lebih cepat untuk memperoleh aliran pahala.
Objek
wakaf berupa logam mulia, misalnya berupa koin mas, atau barang-barang
perhiasan lainnya. Sedangkan objek wakaf berupa surat berharga misalnya berupa
saham di perusahaan, pada saat perusahaan membagi deviden atas saham-saham,
maka dividen atas saham yang telah diwakafkan dipergunakan sesuai dengan tujuan
yang dikemukakan oleh pewakaf pada saat berwakaf.
Benda
bergerak lainnya yang dapat diwakafkan adalah kenderaan, misalnya pemilik
kenderaan mewakafkan kenderaan yang
dimilikinya untuk transport anak-anak Panti Asuhan. Selanjutnya benda bergerak
yang dapat diwakafkan adalah hak atas kekayaan intelektual (HAKI), misalnya
seorang pengarang buku, mewakafkan hak cipta yang dimilikinya atas sebuah buku,
selanjutnya royalti yang diperoleh dari penjualan buku tersebut dimanfaatkan
sesuai dengan tujuan wakaf oleh pengarang buku yang telah mewakafkan haknya.
Selain
benda-benda bergerak yang dikemukakan diatas,
yang digolongkan kepada benda bergerak
yang dapat diwakafkan adalah hak sewa. Misalnya seseorang pewakaf
menyewa sebuah rumah selama dua tahun, kemudin hak sewa selama dua tahun
tersebut diwakafkan untuk kepentingan tempat tinggal pelajar dan mahasiswa yang
sedang menuntut ilmu. Begitu juga benda-benda bergerak lainnya yang dapat
dipergunakan sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
C. Syarat-Syarat Harta Yang di Wakafkan
Adapun
syarat sahnya harta wakaf, adalah :
a. Harta
yang diwakafkan harus merupakan harta yang bernilai (mal mutaqowwam).
Mutaqowwam adalah segala sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan dalam
keadaan normal (bukan dalam keadaan darurat) dan memiliki nilai (harga). Contoh
barang yang tidak mutaqowwam yaitu buku-buku anti Islam, peternakan babi, dan
lain sebagainya.
b. Harta
yang akan diwakafkan harus jelas sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan.
c. Milik
pewakaf secara penuh. Contoh : X mewasiatkan pemberian rumah kepada Y. Kemudian
Y mewakafkannya kepada Z, sementara X masih hidup. Wakaf ini tidak syah karena
syarat kepemilikan pada wasiat ialah setelah yang berwasiat wafat. Contoh lain
mewakafkan barang gadai, barang curian, dsb.
d. Harta
tersebut bukan milik bersama (musya’) dan terpisah. Para ulama sepakat bahwa
harta wakaf tidak boleh berupa harta yang bercampur, khususnya untuk masjid dan
kuburan karena wakaf tidak terlaksana kecuali harta itu terpisah dan bebas
(independen). Contoh : A mewakafkan sebagian dari harta bersama untuk dijadikan
masjid atau pemakama n maka ini tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum,
kecuali apabila bagian yang diwakafkan tersebut dipisahkan dan ditetapkan
batas-batasnya.
e. Syarat-syarat
yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf. Syarat yang ditetapkan pewakaf
dapat diterima asalkan tidak melanggar prinsip dan hukum syariah/wakaf ataupun
menghambat pemanfaatan barang yang diwakafkan.Pengertian Harta Benda Wakaf.
D.
Mekanisme Pelaksanaan
Harta Wakaf
Setelah
mengetahui pengertian wakaf dan pengertian harta benda wakaf, maka kita hal
yang harus dimengerti ialah, bagaimana mekanisme pelaksanaan harta wakaf yang
terjadi didalam masyarakat. Adapun mekanisme yang harus dilakukan seseo-rang
sebelum menyerahkan harta wakaf yaitu,
1.
Mekanisme Penyerahan Harta Benda
Yang Tidak Bergerak (Tanah)
a. Calon
Wakif (orang yang ingin mewakafkan) melakukan musyawarah dengan keluarga untuk
mohon persetujuan untuk mewakafkan sebagian tanah miliknya.
b. Syarat
tanah yang diwakafkan adalah milik Wakif baik berupa pekarangan, pertanian
(sawah-tambak) atau sudah berdiri bangunan boleh berupa tanah dan bangunan
prduktif, atau bila tanah negara sudah dikuasai lama oleh nadzir/pengurus
lembaga sosial-agama dan berdiri bangunan sosial-agama.
c. Calon
Wakif memberitahukan kehendaknya kepada Nadzir (orang yang diserahi mengelola
harta benda wakaf) di Desa/Kelurahan
atau Nadzir yang ditunjuk.
d. Nadzir
terdiri dari
i.
Nadzir
Perorangan biasa disebut Nadzir Desa/Kelurahan atau Nadzir yang ditunjuk
(Minimal 3 orang maksimal 5 orang berdomisili KTP di kecamatan wilayah tempat
Objek Wakaf)
ii.
Nadzir
Organisasi contoh Pengurus NU atau Pengurus Muhammadiyah di tingkat kecamatan
atau kabupaten.
iii.
Nadzir Badan
Hukum (memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku)
e. Calon
Wakif dan Nadzir memberitahukan kehendaknya kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) yaitu Kepala KUA yang mewilayahi tempat objek wakaf guna
merencanakan Ikrar Wakaf dengan membawa bukti asli dan foto copy kepemilikan (Sertifikat
Hak, HGB, Petok atau Keterangan Tanah Negara (yang sdh dikuasai Lembaga Sosial
dan didirikan bangunan sosial)
f. Bila
objek yang diwakafkan berasal dari sertifikat hak milik yg dipecah (tidak
diwakafkan keseluruhan) maka perlu dipecah dulu sesuai dengan luas yang
diwakafkan (proses pemisahan/pemecahan sertifikat di BPN). Bila dari tanah
yasan/bekas hak adat, atau dari tanah Negara perkiraan luas yang diwakafkan
mendekati luas riel,
g. Calon
Wakif & Nadzir memenuhi persyaratan administrasi yang dibutuhkan (lihat
lampiran persyaratan administrasi) Diusakan persyaratan administrasi telah
lengkap sebelum dilaksanakan Ikrar Wakaf
h. Setelah
persyaratan diperiksa dan cukup memenuhi syarat, Ikrar Wakaf dilaksanakan di
depan PPAIW dan diterbitkan Akta Ikrar Wakaf (untuk wakaf baru/wakifnya masih
ada) atau Akta Ikrar Pengganti Ikrar Wakaf (untuk wakaf telah lama dilakukan
oleh wakif dibawah tangan dan wakifnya telah meninggal dunia, ahli waris hanya
mendaftarkan wakaf)
i.
Nadzir atau
orang yang ditunjuk mendaftarkan Tanah Wakaf ke Kantor BPN setempat untuk
mendapatkan sertifikat Tanah Wakaf sesuai dengan persyaratan yang ada.
2.
Mekanisme Penyerahan Harta Benda
Yang Bergerak (Wakaf Tunai)
Wakaf tunai
adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan
hukum dalam bentuk uang tunai. Hukum wakaf tunai telah menjadi perhatian para
fuqaha’.Cara melakukan wakaf tunai (mewakafkan
uang,) menurut mazhab hanafi, ialah dengan menjadikannya modal usaha
dengan cara mudharabah atau mubadha’ah.
Sedang keuntungannya disedekahkan kepada pihak
wakaf[7]
Adapun
mekanisme yang harus dilakukan oleh seorang wakif adalah sebagai berikut
1.
Wakaf uang yang dapat diwakafkan
adalah mata uang rupiah
2.
Dalam hal uang yang akan diwakafkan
masih dalam mata uang asing, maka harus
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam rupiah[8].
3.
Wakif yang akan mewakafkan uangnya
diwajibkan untuk:
a.
Hadir di Lembaga Keuangan Syari'ah
Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya;
b.
Menjelaskan kepemilikan dan asal
usul yang akan diwakafkan;
c.
Menyetor secara tunai keLKS-PWU;
d.
Mengisi formulir peryataan kehendak
wakif yang berfungsi sebagai akta ikrar wakaf.
4.
Dalam hal wakif tidak dapat hadir
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka wakif dapat menunjuk wakil
atau kuasanya.
5. Wakif dapat
menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan
PPAIW yang selanjutnya nazhir menyerahkan akta ikrar wakaf tersebut kepada LKS[9].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Wakaf berarti menahan harta dan
memberikan manfaatnya di jalan Allah SWT atau dapat dikatakan juga perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.Masih cukup banyak harta benda wakaf, terutama yang berupa tanah, yang
belum dikelola secara baik dan maksimal.
2. Harta
benda wakaf adalah harta benda dimiliki dan dikuasai oleh pewakaf secara sah
dan merupakan salah satu unsur penting dalam perwakafan. Harta benda wakaf itu
terdiri dari:
a. Benda
tidak bergerak.
b. Benda
bergerak
3. Adapun
syarat sahnya harta wakaf, adalah :
a.
Harta yang
diwakafkan harus merupakan harta yang bernilai (mal mutaqowwam).
b.
Harta yang akan
diwakafkan harus.
c.
Milik pewakaf
secara penuh.
d.
Harta tersebut
bukan milik bersama (musya’) dan terpisah.
e.
Syarat-syarat
yang ditetapkan pewakaf terkait harta wakaf.
4.
Adapun mekanisme pelaksanaan harta wakaf
antaralain:
a.
Mekanisme Penyerahan Harta Benda
Yang Tidak Bergerak (Tanah)
o Calon Wakif melakukan
musyawarah dengan keluarga untuk mohon persetujuan untuk mewakafkan sebagian
tanah miliknya.
o Syarat tanah
yang diwakafkan adalah milik Wakif.
o Calon Wakif
memberitahukan kehendaknya kepada Nadzir.
o Calon Wakif
dan Nadzir memberitahukan kehendaknya kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW).
o Bila objek
yang diwakafkan berasal dari sertifikat hak milik yg dipecah (tidak diwakafkan
keseluruhan) maka perlu dipecah dulu.
o Calon Wakif
& Nadzir memenuhi persyaratan administrasi.
o Setelah
persyaratan diperiksa dan cukup memenuhi syarat, Ikrar Wakaf dilaksanakan di
depan PPAIW.
o Nadzir atau
orang yang ditunjuk mendaftarkan Tanah Wakaf ke Kantor BPN.
b.
Mekanisme Penyerahan Harta Benda
Yang Bergerak (Wakaf Tunai)
o Wakaf uang
yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah
o Wakif yang
akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:
§ Hadir di
Lembaga Keuangan Syari'ah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan
kehendak wakaf uangnya;
§ Menjelaskan
kepemilikan dan asal usul yang akan diwakafkan;
§ Menyetor
secara tunai keLKS-PWU;
§ Mengisi
formulir peryataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai akta ikrar wakaf.
o Dalam hal
wakif tidak dapat hadir maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
o Wakif dapat
menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan PPAIW.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhu
al-Islami wa ‘Adillatuhu (Damaskus: Dar al-Fkr,
1985, Juz x)
Khosyi’ah Siah, Wakaf dan Hibah
Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di Indonesia, (Bandung : CV. Pustaka
Setia, 2010)
Muhammad, Abu As-Su’ud, Risalatu fi Jawazi Waqfi An- Nuqud, Beirut; Dar Ibn-Hazm,
1997
Abu As-Su’ud Muhammad, Risalatu fi Jawazi Waqfi An-Nuqud (Beirut; Dar
Ibn-Hazm, 1997).
Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004
[1] Khosyi’ah Siah,
Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di Indonesia, (Bandung
: CV. Pustaka Setia, 2010) hal:15
[2]
Ibid, hal: 18
[3]
Ibid, hal: 19
[4] Ibid, hal:
19
[5] Pasal 16
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
[6] Pasal 15-16
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
[7] Dr. Wahbah
Az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa ‘Adillatuhu (Damaskus: Dar al-Fkr, 1985, Juz x) hal. 7610.
[8] Abu As-Su’ud
Muhammad, Risalatu fi Jawazi Waqfi An-Nuqud (Beirut; Dar Ibn-Hazm,
1997), hal. 20-21.
[9] Pasal 28-31 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004