A.
Definisi Asuransi
Kata
asuransi berasal dari bahasa inggris ,
insurance, yang dalam bahasa indonesia telah populer dan diadopsi dalam
kamus besar bahasa indonesia dengan padanan kata ‘’pertanggungan’’ atau “saling
menanggung”. Echols dan shadilly memaknai kata asuransi dengan (a) asuransi,
dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie
(asuransi) dan verzekering (pertanggungan).[1]
Dalam ensiklopedia hukum islam disebutkan bahwa asuransi adalah transaksi perjanjian antara dua belah pihak , pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada si pembayar iuran jika sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
Pada
kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian timbal
balik antara seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena
suatu kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan , yang
mungkin akan di deritanya , karena suatu peristiwa yang tak tentu.
Fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi
syariah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi syariah adalah (ta’min,
takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi tolong menolong antara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah. Adapun akad (perikatan) yang sesuai
dengan syariah adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maisir
(perjudian), riba, zhulm
(penganiayaan) risywah (suap), barang
haram , dan maksiat.
Melihat
dari pada pengertian asuransi tersebut, dapat diketahui bahwa antara asuransi
syariah dan asuransi konvensional mempunyai persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah sama-sama menanggung resiko diantara sesama manusia
sehingga diantara satu dan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko
masing-masing. Perbedaanya dalam asuransi takafful, (syariah) tanggung
menanggung resiko dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko
tersebut. Kedudukan perusahaan asuransi syariah hanya bertindak sebagai
fasilisator saling menanggung diantara peserta asuransi. Adapun diantara
asuransi konvensional menjadi saling
menanggung antara perusahaan dengan peserta asuransi.
Praktik
asuransi islam diberbagai negara terdapat dua mazhab. Mazhab pertama memakai
istilah “takaful” dalam menyebut asuransi islam seperti di Genewa (swiss) dan
malaysia. Penyebutan takaful karena istilah tersebut sudah menjadi merek dagang
dan merek perusahaan asuransi yang berbasis international. Mazhab kedua lebih
banyak memakai istilah “at-ta’min” yang lebih mengacu kepada arti kata yang
murni dan belum dijadikan label merek perusahaan pertanggungan. Pemakaian kata
at-ta’min lebih banyak digunakan di dunia akademis di berbagai negara timur
tengah terutama negara mesir dan sekitarnya. Di indonesia atas rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2001, sebaiknya asuransi yang berbasis islam
digunakan istilah asuransi syariah tanpa menggunakan kata takaful atau
at-ta’min. Oleh karena rekomendasi ini tidak didukung oleh peraturan yang
mengikat maka, dalam praktik perasuransian indonesia melahirkan istilah yang
beragam. Sebagai contoh pada 1994, pertama kali didirikan asuransi islam di
indonesia, istilah yang digunakan adalah takaful, yakni PT Syarikat Takaful
Indonesia.
B.
PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
Perkembangan
asuransi syariah tidak bisa lepas dari perkembangan asuransi konvensional yang
sudah berkembang sejak lama. Praktik usaha yang mirip asuransi sudah
dipraktikkan di Italia sejak 2000 SM. Pada waktu itu saudagar italia membentuk
“ collegia tennirium” yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membnatu
para janda dan anak yatim dari para anggota yang meninggal. [2]
Pada
pra-islam juga disebutkan dalam beberapa literatur hukum islam bahwa ada
kegiatan yang dilakukan oleh suku bangsa arab yang mirip dengan kegiatan
asuransi yang disebut dengan “Aqilah”. Aqilah adalah praktik yang biasa
dilakukan oleh suku arab dalam hal jika seorang anggota suku melakukan
pembunuhan terhadap anggota suku yang lain , maka ahli waris korban pembunuh
itu akan dapat bayaran sejumlah uang darah ( blood money) sebagai kompensasi
yang diberikan oleh keluarga sipembunuh. Pemikiran dasar dari konsep aqilah ini
adalah dimana suku arab telah menyiapkan pembayaran uang kontribusi untuk
kepentingan si pembunuh sebagai pengganti kerugian untuk ahli waris korban.
Kerelaan untuk melakukan pembayaran uang kontribusi seperti itu dapat disamakan
dengan pembayaran premi pada praktik asuransi, sementara itu kompensasi
pemabayaran sejumlah uang sebagaimana konsep aqilah dapat disamakan dengan
penggantian kerugian (indemnity) pada praktik asuransi saat ini, sebagai suatu
bentuk perlindungan dalam bidang keuangan bagi ahli waris dari sebuah kematian
yang tidak diharapkan dari ahli waris korban.
Wiliam
Gibbon adalah orang yang pertama kali mempraktekkan kegiatan asuransi dalam
instrumen perusahaan yang lebih teratur dengan manjemen secara baik.
Selanjutnya, perkembangan asuransi telah memasuki fase yang memberikan muatan
yang sangat besar sebagai aspek bisnis dalam mencari untung yang
sebesar-besarnya. Nilai-nilai sosial sebagai konsep awal sudah mulai
ditinggalkan , hal ini terjadi setelah bisnis asuransi memasuki era modern.
Keberadaan asuransi konvensional ini apabila ditinjau dari hukum perikatan
islam termasuk akad yang haram sebab operasional asuransi operasional ini
mengandung unsur gharar, maysir, dan riba. Atas dasar ini, jawatan kuasa fatwa
malaysia mengeluarkan keputusan praktik asuransi jiwa yang berkembang di
malysia hukumnya haram.
Sehubungan
dengan hal tersebut , beberapa pakar hukum islam mengadakan penelitian dan analisis
terhadap syariat islam. Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam syariat islam
termuat substansi tentang perasuransian yang dapat menghindarkan prinsip
operasional dari unsur gharar , maysir dan riba. Melihat pada hasil tersebut
maka timbul pemikiran untuk mendirikan lembaga asuransi syariah.
Perkembangan
asuransi syariah di masa yang diharapkan akan terus berkembang , seiring dengan
membaiknya perkembangan ekonomi dunia, khusunya indonesia. Meskipun perusahaan
syariah di indonesia masih tergolong sedikit dibandingkan dengan penduduk
indonesia yang sebagian besar beragama islam, di harapkan di waktu-waktu yang
akan datang produk-produk asuransi yang bernilai syariah dapat tumbuh dan
berkembang secara baik. Diharapkan pula, ada perusahaan koperasi konvensional
dalam operasionalnya tidak hanya menghendaki profit dan bonafit saja, tetapi
bersedia mengalihkan operasionalnya kepada prinsip syariah yang mendasarkan
operasionalnya kepada prinsip tolong-menolong dan kejujuran yang sempurna.
C.
DASAR HUKUM ASURANSI SYARIAH
1.
Al-Qur’an
Praktik
asuransi syariah tidak disebutkan secara tegas dalam Al-Quran , tidak satu ayatpun
secara nyata yang menjelaskan tentang asuransi. Al-quran hanya mengakomodasi
beberapa ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik
asuransi, seperti nilai dasar tolong menolong, kerja sama atau semangat untuk melakukan
proteksi peristiwa terhadap peristiwa kerugian yang akan diderita dimasa yang
akan datang. Dengan hal ini, praktik asuransi tidak dilarang dalam syariat
islam , karena prinsip dalam praktik asuransi dalam islam adalah mengajak
kepada kebaikan sesama manusia.[3]
Al-Quran
surat al-maidah (5) ayat 2 , Allah berfirman yang artinya : “tolong menolonglah
kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan jangan tolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada allah, sesungguhnya Allah sangat
berat siksanya”.
Ayat
ini memuat perintah tolong menolong antara sesama manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam bidang asuransi, para nasabah diharapkan dapat memberikan
sebagian uang yang dimiliknya untuk digunakan sebagai dana sosial (tabarru’)
yang digunakan untuk menolong salah satu anggota asuransi yang mengalami
musibah. Dalam kaitan dengan bisnis asuransi, diharapkan manusia mengelola
resiko yang terjadi akibat musibah itu dengan melakukan proteksi (perlindungan)
jiwanya dan hartanya yang diakibatkan dari kerugian tersebut.
2.
Al-Hadis
Hadis
riwayat muslim dari Abu hurairah r.a yang artinya : “ barang siapa yang
melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah SWT akan
melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat, dan Allah SWT senantiasa
menolong hambanya selama ia (suka) menolong saudaranya”.
Dalam
hadis tersebut tersirat adanya anjuran untuk saling membantu antara sesama
muslim didunia ini dengan menghilangkan kesukaran hidup yang dideritanya. Bagi
yang berkelibahan hartanya di anjurkan untuk saling membantu orang-orang yang
berada dalam kesulitan dan apabila ini dilakukan , maka Allah SWT akan
mempermudah urusan dunia dan akhirat baginya. Dalam kaitan dengan asuransi
hadis ini terlihat adanya anjuran agar melaksanakan pembayaran premi asuransi
dalam bentuk dana sosial (tabarru’) yang akan di gunakan untuk mempermudah dan
membantu urusan bagi orang/anggota yang mendapatkan musibah dan bencana.
Rasulullah
SAW menghendaki agar setiap orang mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik
untuk bekal yang akan diberikan untuk anak turunanya dimasa yang akan datang.
Merupakan ahli waris yang berkecukupan secara materi merupakan hal yang sangat
dianjurkan oleh rasulullah SAW. Dalam kaitannya dengan prinsip asuransi yang
terkandung dalam hadis tersebut yaitu mewajibkan anggota nya untuk membayar
uang iuran (premi) yang digunakan sebagai tabungan dan dapat dikembalikan ke
ahli warisnya jika pada salah suatu saat terjadi peristiwa yang merugikan ,
baik dalam bentuk kematian nasabah atau kecelakaan diri.
3.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian
Peraturan
perundangan-undangan ini kurang mengakomodasi asuransi dalam prinsip syariah.
4.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
Memerhatikan
hasil Lokakarya Asuransi syariah DSN-MUI pada tanggal 13-14 Rabiuts Tsani 1422
H/4-5 juli 2001 M, pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan syariah
Nasional pada hari senin 15 muharram
1422 H/9 April 2001 M, dan pendapat saran peserta rapat Pleno dewan
Syariah Nasional pada tanggal 25 jumadil awal 1422 H/15 Agustus 2001 dan Rajab
1422 H/17 oktober 2001 M, maka pada tanggal 17 oktober 2001 memutuskan dan
menetapkan pedoman Umum Asuransi syariah.
Atas
dasar pertimbangan bahwa dengan menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi
kemungkinan terjadi resiko dana tertentu sejak dini. Bahwa salah satu upaya
untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut dapat dilakukan melalui asuransi. Bahwa
oleh karena mayoritas umat islam indonesia, asuransi merupakan persoalan baru
yang masih banyak dipertanyakan , apakah suatu hukum maupun cara aktivitasnya
sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. Sehubungan dengan ini , untuk memenuhi
kebutuhan dan menjawab pertanyaan masyarakat , dewan syariah nasional memandang
perlu menetapkan fatwa tentang asuransi yang berdasarkan syariah untuk
dijadikan pedoman bagi pihak-pihak yang memerlukan.
5.
Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 426/KM.06/2003
tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi
Sementara
belum ada peraturan perundang-undangan tentang asuransi dan reasuransi syariah.
Peraturan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi dan
reasuransi berdasarkan prinsip syariah. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa
setiap pihak dapat melakukan usaha atau usaha reasuransi yang berdasarkan
prinsip syariah (lihat pasal 3 dan 4).
6.
Keputusan Menteri Keuangan RI
Keuntungan
yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam pasal 15-18 mengenai
kekayaan yang diperkenankan harus memiliki dan dikuasai oleh perusahaan
asuransi dan perusahaan dengan prinsip syariah.
7.
Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor
Kep.1499/LK/ 2000 tentang jenis, Penilaian dan pembatasan, Investasi,
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dengan Sistem Syariah
Berdasarkan peraturan ini , jenis investasi bagi perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi syariah terdiri dari hal-hal sebagai berikut:
1.
Deposito dan
sertifikat deposito syariah
2.
Sertifikat
wadiah Bank Indonesia
3.
Saham syariah
yang tercatat di bursa efek
4.
Obligasi
syariah yang tercatat di bursa efek
5.
Surat
berharga syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh pemerintah
6.
Unit
penyertaan reksa dana syariah
7.
Penyertaan
langsung syariah
8.
Bangunan atau
tanah dengan bangunan untuk investasi
9.
Pembiayaan
kepemilikan tanah dan atau bangunan .
kendaraan bermotor dan barang modal dengan skema murabahah(jual beli dengan
pembayaran ditangguhkan)
10.
Pembayaran
modal kerja dengan skema mudharabah (bagi hasil)
11.
Pinjaman
polis
D.
PENDAPAT PARA AHLI HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI
Para
ahli hukum islam berbeda pendapat tentang asuransi, baik asuransi jiwa maupun
kerugian. Perbedaan pendapat ini dapat dimaklumi karena masalah asuransi
termasuk bidang ijtihad. Masalah asuransi tidak disebut secara jelas dan
terperinci dalam Al-quran dan hadis. Pendapat para ahli hukum islam ini
berkisar pada hukum asuransi itu sendiri, apakah haram atau halal hukumnya.
Pendapat yang dikemukakan oleh para ahli hukum islam berkisar pada kebolehan
semua bentuk asuransi, ada yang memperbolehkan asuransi sosial dan
mengaharamkan asuransi yang bersifat komersial, disamping itu ada yang sama
sekali melarangnya dan menetapkan hukum asuransi adalah haram.[4]
Warkum
sumitro, mengemukakan bahwa pada garis besarnya ada 4 macam pandangan para
pakar hukum islam terhadap asuransi adalah :
a.
Asuransi
haram hukumnya dalam segala bentuk dan cara operasionalnya.
Pandangan
ini didukung oleh beberapa para pakar ahli hukum islam, antara lain Yusuf
Al-qardawi, Sayyid sabiq, Abdullah
Al-qalili, dan muhammad Bakhit al-mufth’i. Menurut pandangan kelompok ini
asuransi diharamkan karena beberapa alasan:
1.
Asuransi
mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam syariat islam.
2.
Asuransi
mengandung unsur ketidakpastian
3.
Asuransi mengandung
unsur riba yang dilarang dalam syariat islam
4.
Asuransi
mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan para pesertanya
5.
Asuransi
merupakan jual beli atau tukar menukar
uang tidak secara tunai (aqad sharft)
6.
Asuransi objek
bisnisnya digantung pada hidup dan matinya seseorang , yang berarti mendahului
takdir tuhan.
b.
Asuransi
hukumnya halal atau diperbolehkan dalam syariat islam
Pandangan
ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa,
Mustafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad Nejatullah Siddiqie. Adapun alasan kelompok
ini :
1.
Tidak ada
ketetapan nash baik dalam hadish dan Al-quran yang melarang praktik
perasuransian.
2.
Terdapat
kesepakatan kerelaan dari keuntungan bagi kedua pihak , baik penanggung maupun
tertanggung.
3.
Kemashlahatan
dari usaha asuransi lebih besar dari pada mudaratnya. Saling menguntungkan
kedua belah pihak.
4.
Asuransi
dapat berguna bagi kepentingan umum, sebab premi yang terkumpul dapat di
investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan. Dengan kata
lain kemaslahatan dari usaha asuransi lebih besar dari pada mudaratnya.
5.
Asuransi
dikeloloa berdasarkan akad mudharrabah (bagi hasil)
6.
Asuransi
termasuk kategori koperasi (syirkah).
7.
Asuransi
dianalogikan (di-qiyaskan) dengan dana pensiun atau dana tespen.
c.
Asuransi
hukumnya boleh apabila Asuransi bersifat sosial, sedangkan asuransi yang
bersifat komersial haram hukumnya.
Pendapat
ini dikemukakan/didukung oleh Muhammad Abu zahrah, (Guru besar Hukum islam
Universitas Al-Azhar cairo-Mesir). Alasan bahwa asuransi yang bersifat sosial
diperbolehkan karena jenis asuransi sosial tidak mengandung unsur-unsur yang
dilarang dalam syariat islam. Adapun asuransi yang bersifat komersial tidak
diperbolehkan karena pada asuransi tersebut mengandung hal-hal yang tidak
dibenarkan dalam syariat islam.
d.
Asuransi
Hukum Syubhat.
Kelompok
ini memberi alasan bahwa asuransi yang berkembang saat ini diseluruh dunia
tidak ada dalil syar’i yang mengharamkan atau menghalalkannya. Jika hukum
asuransi dimasukkan dalam kategori syubhat, diharapkan kepada kaum muslimin
supaya hati-hati dalam menyikapinya. Asuransi diperbolehkan kalau dalam keadaan
darurat dan sangat dibutuhkan. Kiranya setelah lahirnya asuransi syariah ,
tidak ada lagi istilah syubhat dalam menghadapi masalah keragu-raguan dalam
berasuransi.
Memperhatikan
berbagai pandangan para pakar hukum Islam terhadap asuransi , ada yang
memperbolehkan dan ada yang mengharamkan dan ada pula yang mengatakan bahwa
asuransi itu merupakan sesuatu yang syubhat, maka dicarilah jalan keluarnya
dengan memberikan alternatif bentuk asuransi yang sesuai dengan prinsip-prinsip
yang dibenarkan dalam syariat islam. Dalam kaitan ini, Majelis Ulama indonesia
pada tanggal 16 desember 2003 telah mengeluarkan Fatwa tentang haramnya bunga
yang ditarik oleh perusahaan asuransi yang mengelola dana premi melalui
deposito di bank konvensional. Untuk mendukung operasional asuransi syariah di
indonesia Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah mengeluarkan fatwa nomor
21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman Umum Asuransi Syariah.
E.
PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN KONVENSIONAL
M. sholahuddin, mengemukakan bahwa terdapat perbedaan yang sangat
mendasar antara asuransi syariah dengan konvensional. Asuransi konvensional
umumnya memakai dasar ikatan pertukaran, ialah pertukaran antara pembayaran
premi asuransi dengan uang pertanggungjawaban. Dalam syariat islam , pertukaran
ini harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima
sehingga mengandung unsur ketidakpastian akad. Permasalahan lainnya apabila
putus ditengah jalan tidak dapat dipastikan berapa haknya yang akan diperoleh
dan kemungkinan besar hangus sehingga mengandung unsur dzalim. Dana yang
dihimpun oleh lembaga asuransi kemudian mereka investasikan untuk usaha , jadi
dasar pijaknya adalah sistem bunga, sehingga mengandung unsur riba.[5]
Dengan hal ini dapat diketahui bahwa praktik asuransi jiwa konvensional
hukumnya menurut syariat islam adalah haram.
Unsur maysir (perjudian) atau untung-untungan dalam konsep asuransi
konvensional tampak pada adanya kontribusi premi kecil dari tertanggung dan
harapan klaim yang berlipat ganda kelak di kemudian hari, namun apabila evement
tidak terjadi maka premi yang telah dibayarkan tersebut hangus, serta adanya
kemungkinan perusahaan asuransi akan devisit bila klaim lebih besar dari pada
kontribusi nasabah.
Asuransi konvensional mengenal istilah uang hangus atau loss premium,
yaitu peserta tidak sanggup lagi melanjutkan perjanjian atau putus ditengah
perjanjian, tidak dapat menarik uangnya karena uang tersebut oleh perusahaan
asuransi telah dibebankan kepada berbagai berbagai biaya penutupan sehingga
polis tidak memiliki nilain tunai. Padahal dalam hal bermualat tidak dibenarkan
adanya praktik yang saling menzalimi. Oleh sebab itu para ahli hukum islam
tidak dibenarkan adanya uang hangus. Adapun dalam asuransi syariah tidak
mengenal adanya loss premium karena perusahaan hanya sebagai pemegang amanah
dari peserta untuk mengelola dananya. Jika peserta mengundurkan diri sebelum
perjanjian berakhir, ia masih dapat mengambil uangnya sebagai hasil
tabungannya.
F.
PRINSIP-PRINSIP ASURANSI SYARIAH
1.
Saling
Bertanggung Jawab
Kehidupan diantara
sesama muslimterikat dalam suatu kaidah yang sama dalam menegakkan nilai-nilai
Islam.Sehubungan dengan hal ini,kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi
tanggung jawab sesama muslim.Asuransi syariah memiliki rasa tanggung jawab
bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah dengan
niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas itu merupakan
ibadah kepada Allah SWT.
Tentang tanggung
awab bersama dalam kehidupan masyarakat,Allah berfirman dalam suratAli Imran
ayat 103, yang artinya:” Dan berpegang
teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam), dan janganlah kamu
bercerai-berai dan kenanglah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu
bermusuh-musuhan (semasa jahiliyah dahulu), lalu Allah menyatukan diantara hati
kamu (sehingga kamu bersatu- padu dengan nikmat Islam), maka menjadilah kamu
dengan nikmat Allah itu orang-orang Islam yang bersaudara. Dan kamu dahulu
telah berada di tepi jurang neraka (disebabkan kekufuran kamu semasa
jahiliyah), lalu Allah selamatkan kamu dari neraka itu (disebabkan nikmat Islam
juga). Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat keteranganNya,
supaya kamu mendapat pertunjuk hidayahNya”
Hadis-hadis Nabi
mengenai Tanggung Jawab :
Kedudukan
persaudaraan orang yang beriman satu dengan lainnya ibarat satu tubuh, bilamana
anggota tubuh sakit, maka akan dirasakan sakitnya oleh seluruh anggota tubuh
lainnya (HR. Bukhori-Muslim).
Seorang mu’min
dengan mu’min lainnya (dalam satu masyarakat ibarat seluruh bangunan, yang mana
tiap-tiap bangunan tersebut mengukuhkan bagian bangunan lainnya. (HR.
Bukhori-Muslim).
Setiap orang dari
kamu, adalah pemikul tanggung jawab, dan setiap kamu bertanggung jawa terhadap
orang-orang yang dibawah tanggung jawab kamu. (HR. Bukhori-Muslim)
Seseorang tidak
boleh dianggap beriman sehingga ia mengasihi saudaranya segaimana mengasihi
dirinya sendiri. (HR. Bukhori)
Barangsiapa yang
tidak mempunyai perasaan belas kasihan, maka ia juga tidak mendapat belas
kasihan (dari Allah). (HR. Bukhori)
2.
Saling
Bekerja Sama (Tolong-Menolong)
Para peserta
asuransi syariah diharapkan saling bekerjasama dan saling bantu membantu dalam
mengatasi kesulitan yang dialami karena suatu musibah yang dideritanya .Sikap
saling membantu dalam kebaikan adalah sejalan dengan firman Allah dalam Q.S. Al
Maidah ayat 2 yang artinya :”Tolong
menolonglah kamu dalam kebajikan dan janganlah tolong menolong dalam kabatilan
(perkara-perkara yang menimbulkan permusuhan”).
Dalil lain
mengenai Bekerjasama terdapat dalam Q.S. Al Baqarah : 177 :
“Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan membelikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan dan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan memerdekakan
hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila berjanji, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan merekalah
orang-orang yang bertaqwa.
“Barangsiapa yang
memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi hajatnya.
Hadits Riwayat
Dhuad dan Abu Daud
“Allah senantiasa
menolong hamba selagi hamba tersebut menolong saudaranya”
3.
Saling
Melindungi Dari Segala Penderitaan
Para peserta
asuransi syariah diharapkan dapat berperan sebagai pelindung bagi peserta lain
yang sedang menderita kerugian atau terkena musibah.Dalam Q.S. Quraisy :4 Allah
berfirman yang artinya :“Yang telah
memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan dari
ketakutan”.Dalam Q.S. Al Baqarah :126 Allah berfirman yang artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa : “Ya
Rabb-ku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki
dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah
dan hari kemudin”.kedua ayat ini Allah mengharapkan agar manusia dalam
kehidupannya supaya selalu berusaha saling melindungi dari segala penderitaan
dan ketakutan ,berusaha agar selalu dalam kehidupannya selalu aman dan selamat
sentosa.
Sehubungan dengan
saling melindungi dari penderitaan ,rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang
Hadits diriwayatkan Ibnu Majah bersabda yang artinya :”Sesungguhnya orang yang beriman itu adalah barangsiapa yang memberi
keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa manusia” (H.R. Ibnu
Majah).dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda :Tidaklah disebut beriman seseorang itu apabila ia tidur nyenyak dengan
perut kenyang, sedangkan tetangganya meratap kelaparan. (HR. Al Bazaar).Daalam
kedua hadis ini dapat kita ketahui bahwa Rasulullah SAW menghendaki agar dalam
kehidupan ini ,manusia harus saling melindungi sehingga tidak timbul kesulitan
dan penderitaan dalam kehidupannya.
G.
JENIS DAN PRODUK ASURANSI SYARIAH
1.
Asuransi Syariah Keluarga (Asuransi Jiwa)
Adapun asuransi
jenis asuransi syariah keluarga (asuransi jiwa) dibagi dua macam,sebagai
berikut :[6]
1.
Asuransi
syariah dengan unsur tabungan antara lain :
·
Asuransi
syariah berencana atau dana investasi
·
Asuransi
syariah dana haji
·
Asuransi
syariah pendidikan atau dana siswa
2.
Asuransi
syariah tanpa unsur tabungan,meliputi :
·
Asuransi
syariah berjangka
·
Asuransi
syariah majelis taklim
·
Asuransi
syariah khairat keluarga
·
Asuransi
syariah pembiayaan
·
Asuransi
syariah kecelakaan diri
·
Asuransi
syariah wisata dan perjalanan
·
Asuransi
syariah kecelakaan siswa
·
Asuransi
syariah perjalanan haji dan umroh
2. Asuransi Syariah Umum
(Asuransi Umum)
Adapun
jenis asuransi syariah yang bersifat umum antara lain :
1.
Asuransi
syariah kebakaran
2.
Asuransi
syariah kendaraan bermotor
3.
Asuransi
syariah risiko pembangunan
4.
Asuransi
syariah pengangkutan barang
5.
Asuransi
syariah risiko mesin
Konsep
Al-Mudharabah yang diterapkan pada asuransi Islam mempunyai tiga unsur,sebagai
berikut :
1.
Dalam
perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi,perusahaan diamanatkan
untuk menginvestasikan dan mengusahakan pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam
bentuk musyarakah,mudharabah,murabahah
dan wadiah.
2.
Perjanjian
antara peserta dan perusahaan asuransi berbentuk perkongsian untuk bersama-sama
menanggung risiko usaha dengan prinsip bagi hasil yang porsinya masing-masing
telah disepakati bersama.
3.
Dalam
perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi telah ditetapkan bahwa
ebelum bagian keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha dan investasi,terlebih
dahulu diselesaikan klaim manfaat takaful dari para peserta yang mengenal
musibah.
H.
KENDALA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
1.
Kendala-kendala yang Dihadapi
Dalam perkembangannya
asuransi syariah menghadapi beberapa kendala, di antaranya :[7]
1.
Rendahnya
tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah yang relatif
baru dibanding dengan asuransi konvensional yang telah lama dikenal oleh
masyarakat, baik nama dan operasinya.
2.
Asuransi
bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan masyarakat
dalam hal pendanaan atau pembiayaan.
3.
Asuransi
syariah sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lainmasih dalam proses
mencari bentuk.
4.
Rendahnya
profesionalisme sumber daya manusia (SDM) menghambat lajunya pertumbuhan
asuransi syariah.
5.
Berkaitan
dengan poin tersebut, sumber daya manusia dalam bidang asuransi syariah masih
sangat rendah.
6.
Kurangnya
sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan asuransi syariah,sehingga
kurangnya perhatian masyarakat tentang arti pentingnya keberadaan asuransi
syariah.
7.
Masih
terbatasnya produk-produk yang ditawarkan oleh asuransi syariah.
2.
Strategi Pengembangan Asuransi Syariah
1.
Perlu
strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memahami pemahaman
masyarakat tntang asuransi syariah.
2.
Sebagai
lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah tentunya aspek syiar Islam
merupakan bagian dari operasi asuransi terssebut.
3.
Dukungan dari
berbagai pihak,terutama pemerintah,ulama,akademisi, dan masyarakat diperlukan
untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasinal asuransi syariah.
4.
Perlunya
upaya sosialisasi yang lebih baik dan serius kepada masyarakat,sehingga mereka
benar-benar mengenal apa itu asuransi syariah.
5.
Meningkatkan
produk-produk asuransi syariah sehingga lebih beragam dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
6.
Perlu
meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang asuransi
syariah ,sehngga dapat memberikansumbangan bagi pengembangan asuransi syariah
saat ini dan masa yang akan datang.
TENTANG REASURANSI
SYARIAH
1.
REASURANSI SYARIAH
Reasuransi dalam Bahasa Belanda disebut
“hervezekering” yang berarti
pertanggungan ulang.Dalam bahasa Inggris disebut “reinsurance” yang berati sama seperti dalam bahasa Belanda yaitu
pertanggungan ulang.Lembaga reasuransi merupakan lembaga hukum yang yang sudah
lama diatur dalam pasal 27 KUHD.[8]
Menurut Hal Cockerell (1993
: 13), reasuransi adalah :
“Suatu
sistem di mana para perusahaan asuransi menyerahkan seluruh atau sebagian dari
pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung lain yang dikenal sebagai
penanggung ulang”.
Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan
asuransi.Perusahaan reasuransi syariah adalah perusahaan yang dalam
melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah;
Catatan:
dalam literatur hukum (prndang-undangan) Indonesia, kata syariah
diidentikkan benar dengan hukum Islam, fikih Islam atau syariat Islam.
(Lihat a.l. UU RI No. 21 th. 2008 angka 6 dan angka 9).
2. TUJUAN REASURANSI SYARIAH
Untuk mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterima perusahan
asuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada perusahaan
reasuransi sebagai penanggung lain. Dengan pertanggungan ulang ini, penanggung
pertama dapat mengurangi atau memperkecil risiko-risiko yang diterimanya dari
sisi kerugian materil.
3.
HUBUNGAN ASURANSI & REASURANSI
Hubungan antara asuransi dan reasuransi adalah mutual
relationship, yang tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Asuransi akan
sulit berkembang tanpa reasuransi, sebaliknya reasuransi tidak pernah ada tanpa
asuransi.
Hubungan keduanya
dinyatakan dalam bentuk kerjasamatreaty yaitu perjanjian bisnis
yang mengikat kedua pihak di mana reasuransi memberikan kapasitas otomatis
kepada asuransi dan sebaliknya asuransi wajib mensesikan portfolionya sesuai
syarat-syarat yang disepakati keduanya.
Sedangkan kerjasamanya fakultative, merupakan
bentuk kerjasama pilihan, yang sifatnya tidak wajib dalam memberikan dukungan
reasuransinya. Dalam kedua bentuk kerjasama tersebut, didasarkan pada
proses underwriting yangprudent. Ini berarti tidak
seluruh portofolio penutupan asuransi syariah, akan mendapat backup dari
reasuransi syariah
4.
PREMI REASURANSI
Dalam asuransi
jiwa untuk penentuan premi harus diperhatikan ialah penentuan tarif (rate
making), karena hal tersebut akan menentukan besarnya premi yang akan
diterima.Tarif atau premi yang ditetapkan harus bisa menutupi claim (risiko)
serta biaya-biaya asuransi, dan sebagian dari jumlah penerimaan perusahaan
(keuntungan).
5.
KLAIM REASURANSI
Bagian
penting dalam administrasi reasuransi adalah menangani klaim. Suatu perusahaan
asuransi membeli reasuransi untuk mendapat penggantian atas klaim yang
ditanggung pada saat klaim tersebut jatuh tempo. Untuk memastikan bahwa klaim
yang sah dibayar tepat pada waktunya, setipa perjanjian reasuransi mencantumkan
ketentuan klaim.
6.
JENIS REASURANSI
Ditinjau dari ruang lingkup pada
dasarnya ada 2 jenis reasuransi, yaitu:
1.
Specific/Facultative Reinsurance, yaitu aktivitas
penempatan reasuransi yang didasarkan pada kepentingan masing-masing pihak.
Perusahaan asuransi boleh menawarkan atau tidak menawarkan risiko yang di luar
batas kemampuan membayar kepada reasuransi, sebaliknya reasuransi boleh
menerima atau menolak apabila ditawari risiko tersebut.
2.
Automatic/Treaty Reinsurance, yaitu perjanjian
reasuransi di mana perusahaan asuransi setuju atas penempatan kelebihan risiko
kepada reasuransi dan reasuransi secara otomatis menyetujui atas penempatan
kelebihan risiko tersebut dari perusahaan asuransi sampai batas jumlah tertentu
yang telah disetujui bersama.
3.
Facultative Obligatory Reinsurance, yaitu gabungan antara facultative insurancedengan treaty
insurance. Perusahaan asuransi boleh menempatkan atau tidak menempatkan
kelebihan risiko kepada reasuransi. Akan tetapi apabila perusahaan asuransi
berkehendak menempatkan kelebihan risiko, maka reasuransi harus menerimanya
sampai batas jumlah yang disetujui bersama.
7.
PROSPEK REASURANSI SYARIAH
Reasuransi
Syariah di Indonesia sudah mulai tumbuh dan berkembang, yang ditandai dengan
penambahan beberapa perusahaan Reasuransi baik dari Nasional maupun dari
Internasional (ASEAN), untuk mendukung dan membantu mekanisme dan kegiatan
transfer of risk dari perusahaan asuransi syariah.
8.
REASURANSI SYARIAH YANG BEROPERASI DI INDONESIA
Jumlah perusahaan reasuransi syariah
yang beroperasi di Indonesia ada 7 perusahaan, yang terdiri dari 4 perusahaan
reasuransi syariah dalam negeri dan 3 perusahaan reasuransi syariah dari luar
negeri. Pangsa pasar reasuransi di Indonesia masih terbuka lebar, karena
reasuransi dalam negeri masih menguasai 20% dari total premi yang diasuransikan
ulang. Sisanya 80% dikuasai oleh reasuransi luar negeri. Berikut daftar
reasuransi syariah yang beroperasi di Indonesia.
1.
PT. Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo Syariah Unit)
2.
PT. Reasuransi Nasional Indonesia (Nasre Syariah)
3.
PT Maskapai Reasuransi Indonesia, Tbk (Marein)
4.
PT. Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu-Re)
5.
ASEAN Retakaful Labuhan-Malaysia
6.
Takaful-re Bahrain
7.
Milea Retakaful Singapor
PRINSIP-PRINSIP REASURANSI SYARIAH
1.
Prinsip-prinsip Umum dan Reasuransi
a.
Prinsip iktikad baik
Prinsip ini dimuat
dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa setiap perjanjian harus
dilaksanakan dengan iktikad baik.Prinsip ini juga berlaku bagi dunia
perdagangan sebagaimana tersebut dalam Pasal 281 KUHD.kalau prinsipini tidak
ada,maka tidak sah perjanjian tersebut.
b.
Prinsip Insurable Interest
Prinsip ini disebut
juga dengan kepentingan yang dipertanggungjawabkan adalah hak dan kewajiban
tertanggung terhadap benda pertanggungan.
c.
Prinsip Indemnitas
Yang dimaksud dengan prinsip
indemnitas adalah prinsip ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam pasal 252
dan 253 KUHD.Isi dari prinsip ini adalahkeseimbangan,seimbang dengan jumlah
ganti rugi dengan kerugian yang benar-benar diderita oleh tertanggung dan
keseimbangan antara jumlah pertanggungan dengan nilai sebenarnya benda
pertanggungan.
d.
Prinsip Subrogasi
Dalam prinsip
ini,erjadi penyerahan hak menuntut dari tertanggung kepada penanggubg,manakala
jumlah ganti kerugian sepenuhnya sudah diganti oleh penanggung (lihat pasal 284 KUHD).
e.
Prinsip Kontribusi
Prinsip ini terjadi kalau terjadi double reinsurance sebagaimana tersebut
dalam pasal 278 KUHD.Prinsip ini jarang terjadi dalam asuransi,kecuali apabila
dalam satu-satunya polis ditandatangani lebih dari satu penanggung ulang.
f.
Prinsip
Follow the Fortune
Prinsip ini merupakan kata singkat
dari the insurer follows the fortunes of
the ceding company yakni penanggung ulang mengikuti suka duka penanggung
pertama.
g.
Prinsip Pertanggungan Kembali
Prinsip memberi
kemungkinan untuk memutuskan perjanjian pertanggungan secara sepihak (Pasal 272 KUHD) dengan cara
memberitahukan bukan melalui pengadilan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Manan,Hukum Ekonomi Syariah,Kencana Prenada Media
Gruop,Jakarta.2012
AM.Hasan Ali,Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam,Prenada Media,Jakarta.2004
pta-jambi.go.id/.../Asuransi%20dan%20Reasuransi%2..
yada-katahati.blogspot.com/.../asuransi-dalam-perspektif-Islam
Tags:
MAKALAH