086
A. Pengertian Manusia
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa
istilah, antara lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya.
Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa.
Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah.
Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam. Namun
dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang
paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran
dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah
SWT. Dimana dalam melakukan sesuatu, manusia memiliki keterbatasan dan
ketidaksanggupan. Manusia juga ciptaan Allah yang lemah. Oleh karena itu,
manusia tidak terlepaskan dari harapan-harapan dan doa agar harapan tersebut
terkabulkan. Dan begitu pula dengan kematian, manusia selaku ciptaan Allah SWT
yang bernyawa, maka kita tdak terlepas dari kematian dan kita tidak mengetahui
kapan kematian itu akan menghampiri kita. Oleh sebab itu, kita harus bersiap
siab untuk mengantisipasi datangnya maut dengan memperbanyak berbuat kebajikan
dimuka bumi ini.
B. Pengertian Harapan
Harapan dalam kehidupan manusia merupakan cita-cita,
keinginan, penantian, kerinduan supaya sesuatu itu terjadi. Didalam menantikan
adanya sesuatu yang terjadi dan diharapkan, manusia melibatkan manusia lain
atau kekuatan lain diluar dirinya sesuatu terjadi, selain hasil usahanya yang
telah dilakuka dan ditunggu hasilnya. Jadi, yang diharapakan itu adalah hasil
jerih payah dirinya dan bantuan kekuatan lainnya. Bahkan harapan itu tidak
bersifat egosentris berbeda dengan keinginan yang menurut kodratnya bersifat
egosentris, usahanya adalah memiliki. Harapan tertuju kepada “Engkau” sedankan
keinginan “aku”, harapan itu ditutunjukkan kepada orang lain atau kepada Tuhan.
Keinginan itu untuk kepentingan dirinya meskipun pemenuhan keinginan itu
melalui pemenuhan keingingan orang lain. Misalnya melakukan perbuatan sedeqah
kepada orang lain: orang lain terpenuhi keinginan dan sekaligus orang yang
bersedeqah juga terpenuhi keiinginannya, yaitu kebahagiaan sewaktu berbuat baik
kepada orang lain.
Menurut macam-macamnya ada harapan yang optimis dan
ada harapan yang pesimistis (tipis harapan). Harapan yang optimis artinya
sesuatu yang akan terjadi itu sudah memberikan tanda-tanda yang dapat
dianalisis secara rasioal, bahwa sesuatu yang aka terjadi bakal muncul. Dalam
harapan pesimistis ada tanda-tanda rasional tidak bakal terjadi.
Harapan itu ada karena manusia itu hidup penuh
dengan dinamikanya, penuh dengan keinginannya atau kemauannya. Harapan untuk
setiap orang berbeda-beda kadarnya. Orang yang wawsan berfikir luas, harapannya
pun akan luas. Demiian pula orang yang berwawasan pikiran sempit, maka akan
sempit pula harapannya.
Besar kecilnya harapan sebenarnya tidak di tentukan
oleh luas atau tidaknya wawasan berfikir seseorang, tetapi kepribadian
seseorang dapat menentukan dan mengontrol jenis, macam, dan besar kecilnya
harapan tersebut. Bila kepribadian seseorang kuat, jenis dan besarnya harapan
akan berbeda dengan orang yang kepribadianya lemah. Kepribadian yang kuat akan
mengontrol harapan seefektif seefesien mungkin sehingga tidak merugikan bagi
dirinya atau bagi orang lain, untuk masa kin atau untuk masa depan, bagi masa
di dunia atau di masa akhirat kelak.
Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha
atau berkerja kerasnya seseorang.orang yang berkerja keras akan mempunyai
harapan yang besar untuk memperoleh harapan yang besar, tetapi kemampuannya
kurang, biasanya disertai dengan bantuan unsur dalam, yaitu berdoa.
C. Pengertian DOA
Orang yang berdoa bukan hanya sekedar sadar bahwa kekuatannya lemah,
tetapi ada unsure keyakinan bahwa berdoa itu merupakan kewajiban.
“Dan berfirman Tuhan kamu: berdoalah kamu kepadaKu,
juga Aku akan mengabulkan doa mu” (QS. Al-mukminun 60,68)
“Maka wajib atas kamu berdoa” H.R. Turmidzi
“Hal lain yang menyebabkan harapan disertai doa ialah
kesadaran bahwa mansia itu lemah” QS. An-Nisa, 28
Kelemahan manusia itu, dilukiskan sebagai berikut:
1.
Manusia hidup kondisi ketidakpastian. Hal yang penting bagi keamanan dan
kesajahteraan manusia berada diluar jangkauannya dengan kata lain, manusia ditandai
oleh ketidak pastian.
2.
Terbatas kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan untuk mempe-ngaruhi
kondisi hidupnya. Pada titik tertentu, kondisi manusia ada dalam kaitan konflik
antara keinginan dan cita-cita dengan lingkugannya, yang ditandai oleh ketidakberdayanya.
3.
Manusia hidup bermasyarakat, yang ditandai dengan adanya alokasi teratur
dari berbagai fungsi, fasilitas, pembagian kerja, produksi, dan ganjaran.
Manusia membutuhkan kondisi imperatif (keterpaksaan), yakni adanya suatu
tingkat superordinasi dan subordinasi atau berbagai aturan dalam
hubungan manusia.
Kemudian masyarakat beraada ditengah tengah kondisi
kelangkaan, yang menyebabkan adanya perbedaan distribusi barang dan nilai.
Dengan demikian timbullah deprivasi (perampasan) yang bersifat relatif.
Dalam konteks “ketidakpastian” manusia ditunjukkan
kenataan semua usaha manusia bahwa, betapapun ia merencanakan dengan baik dan
melaksanakannya dengan saksama, ia tetap tidak terlepas dari kekecewaan. Dalam
usahanya, mansia melibatkan emosi yang tinggi sehingga kekecewaan ini akan
membawa luka yang dalam. Dalam dnia tekologi modern pun, yang penuh dengan
perhitungan kebe-runtungan tetap merupakan suatu berkat dari ketidakpastian.
Dalam konteks “ketidakmugkinan” ditunjukan bahwa semua keinginan tidak dapat
terkabul. Kema-tian, penderitaan, kecelakaan, dan seterusnya, itu semua
menandai eksistensi manu-sia. Pegalamam manusia dalam konteks “ ketidakpastian”
atau “ketidakmungkinan” membawanya keluar dari situasi prilaku social dan
batasan kultural dan tujuan dan norma sehari hari. Resep-resep social dan
kultural tidak memeiliki kelengkapan total sebagai penyediaan “mekanisme”
penyusuaian. Kedua hal ini menghadapkan manusia pada kondisi “titik kritis
“dengan lingkungan prilaku sehari-hari yang terstruktur. Maka dari semua
peristiwa ini, yang ada hanya doa dan harapan.
Doa dan harapan pada hakikatnya merupakan proses
hubgungan antara manusia dengan Tuhannya dan atara manusia dengan manusia.
Proses hubungan ini lebih lanjut dapat diartikan memohon pertolongan,
mengingat, meminta perlin-dungan, mendekatkan diri (silaturrahmi dengan
manusia, taqarrub dengan Tuhan).
D. Pengertian Kematian dan Maut
Pembicaraan
mengenai kematian atau maut ini meliputkan pembicaraan ten-tang arti kematian,
proses kematian, fungsi kematian dan maknanya. Setiap saat manusia dikungkung
oleh kematian, dan setiap hari kita berjumppa dengan iring-iringan jenazah.
Penyebab kematian bermacam-macam seperti kece-lakaan, perang, serangan
penyakit, dan lain-lain.
Biasanya orang
takut mati dan kematian itu mengejutkan, bahkan ada orang yang tidak mau
melihat orang yang mati. Tetapi, ada juga orang yang bersahabat dengan kematian
karena orang tersebut mempunyai prinsip bahwa hidup ini menuju mati, mati
adalah sesuatu yang menarik dan menghibur serta penawar kesulitan. Pendapat ini
cukup beralasan, tetapi lebih penting lagi mencari makna maut.
Semua makhluk
hidup yang ada di muka bumi tidak kekal, pada suatu saat nanti pasti mengalami
kematian. Karena manusia sadar atau tidak sadar terhadap kematian, maka kmatian
atau maut menimbulkan persoalan bagi manusia. Misalnya, manusia yang menyadari
kematian dan berusaha sebaik-baiknya untuk menghadapi kematian. Sebab kematian
merupakan bagian dari proses kehidupan mansia sebagai makhluk tuhan. Manusia
yang tidak menadari kematian sering terjerumus kedalam sikap dan prilaku yang
tidak sesuai dengan agama.
Manusia
mengakhiri hidupnya didunia ini dengan kematian, semanya ini adalah pengalaman.
Kematian manusia menimbulkan problema besar. Mnusia merasa bingung dan
tercengan dalam menghadapi kematian. Sikap manusia terhadap kematian beraneka
ragam, ang bersifat budaya dan ada yang bersifat keagamaan, bahkan ada yang
berusaha mengatasi peristiwa kematian tersebut. Bagi kita yang masi hidup,
kematian merupakan data empiris. Tetapi, dapatkah kita dengan data-data empiris
ini mengambil kesimpulan yang menyeluruh? Jawabanya sangat sulit, sebab
kematian adalah pengalaman. Kesimpulan tentang kematian sering diperoleh dari
sumber-sumber agama atau kepercayaan, seperti dikaitkan dengan masalah surge
dan neraka.
1.
Pengetian Mati
Kata mati
berarti tidak ada gersang, tandus, kehilagan akal dan hati nurani, kosong,
berhenti, padam, buruk, lepasnya ruh dari jasad QS. AL-Baqarah 28, 164 Al-Ahzab
52 Al-An’am 95. Pengertian mati yang sering dijumpai dalam istilah sehari-hari
:
a.
Kemusnahan dan kehilangan total ruh dari jasad.
b.
Terputusnya hubungan antara ruh dan badan.
c.
Terhentinya budi daya manusia secara total.
Mengenai
pengertian mati yang pertama dan kedua diatas, kalau dikaji dengan
keterangan-keterangan yang bersumber dari agama (islam), maka kematian bukanlah
kemusnahan atau terputusnya hubungan. Kematian hanya lah terhentinya budi daya
manusia pada alam pertama, yang menanti akan dilanjutkan kehidupannya pada alam
kedua. Ajaran agama menggabarkan konsepsi adanya pertalian alam dunia dan
akhirat serta menggabarkan prinsip tanggup jawab manusia selama hidup didunia.
Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW. Sebagai berikut:
“apabila anak adam telah mati, terputuslah dari
padanya budidayanya kecuali 3 perkara:
sedeqah jariyah, ilmu yang berguna, atau anak soleh yang mendoakan kebaikan
bagi kedua orang tuanya”
Demikian pula difirmankan Allah SWT:
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang
yang gugur dijalan Allah (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka
itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. QS. Al-Baqarah 54
2.
Proses kematian (sakaratul maut).
Proses
kematian seseorang beraneka ragam, mulai dari proses mati dengan tenang sampai
pada proses mati dengan terlebih dahulu mengalami kecelakaan dan sebagainya.
Ini semua peristiwa lahir. Demikian pula dalam sikap batin, manusia menghadapi
kematian bermacam-macam. Menurut ukuran agama, misalnya, ada yang mati dalam
keadaan iman atau sebaliknya. Kesemuanya mempunyai penilaian atau penghargaan
menurut dimensi agama yang berbeda-beda. Seseorang yang mati syahid (membela
agama) kedudukannya berbeda dengan seseorang yang mati bukan syahid.
Proses
kematian manusia tidak dapat diketahui atau digambarkan dengan jelas kerena
menyangkut segi fisik dan segi rohani. Dari segi fisik dapat diketahui secara
klinis yaitu seseorang dikatakan mati apabila pernafasannya dan denyut
jantungnya berhenti. Dari segi rohani ialah proses ruh manusia melepaskan diri
dari jasadnya. Proses kematian dari segi rohani ini sulit digambarkan secara
indrawi, tetapi nyata terjadi.
Istilah untuk
proses kematian adalah sakaratul maut. Artinya bingung, ketakutan, dan
kedahsyatan saat sedang dicabut ruhnya dari badan perlahan-lahan. Menjadi beku,
pertama kakinya dingin membeku, perlahan-lahan bergeser kepaha sampai
kerongkongan, kemudia mata terbelalak keatas mengikuti lepas ruhnya.
3.
Fungsi kematian
Fungsi
kematian ada apabila jawabannya bersumber dari ajaran-ajaran agama. Ajaran
agama tidak memandang semata-mata kematian fisik, tetapi berfungsi roha-ninya.
Yaitu memberikan pelepasan kepada manusia sesuai dengan amal perbuatannya
sewaktu hidup. Orang yang mengikuti ajaran agama dengan sebenarnya dan
sebaiknya-baiknya akan dijamin masuk surga dan sebaliknya, orang yang tidak
mengikuti ajaran agama akan masuk neraka. Kalau demikian, kematian itu dapat
merupakan bencana atau nikmat. Fungsi kematian adalah untuk menghentikan
budidaya, prestasi, dan sumbanagn seluruh potensi kemanusiaannya. Maka kematian
itu bukan akibat kesalahanya atau dosa kepada orang lain, atau tumbal,
melainkan karena takdir.
4.
Sikap menghadapi kematian
Sikap
menghadapi kematian adalah kecendrungan perbuatan manusia dalam meghadap
kematian yang diyakininya bakal terjadi. Sikapnya bermacam-macam, sesuai dengan
keyakinan dan kesadarannya.
a.
Orang yang menyiapkan dirinya dengan amal perbuatan yang baik karena
menyadari bahwa kematian bakal dating dan mempunyai makna rohaniah.
b.
Orang yang mengabaikan peristiwa kematian, yang mengganggap kemati-an
sebagai peristiwa alamiah yang tidak ada makna rohaniahnya.
c.
Orang yang merasa takut atau keberatan untuk mati karena terpukau oleh
dunia materi.
d.
Orang yang ingin melarikan diri dari kematian karena menganggap bahwa
kematian itu merupakan bencana yang merugikan, mungkin karena banyak dosa hidup
tanpa norma atau beratnya menghadapi keharusan menyiaplkan diri untuk mati.
Dari uraian
diatas dapat dikemukakan pokok-pokok pikiran tentang mati sebagai berikut:
a.
Mati adalah berhentinya budi daya manusia seara total.
b.
Proses kematian menyangkut segi fisik dan segi rohani.
c.
Sikap manusia menghadapi kematian bermacam-macam.
d.
Kematian merupakan pengalaman akhir dari hidup seseorang.
e.
Kesimpulan, konsepsi, atau pengertian tentang kematian lebih banyak
diperoleh dari sumber-sumber agama seperti wahyu atau ajaran agama lainnya.
5.
Makna kematian
Menurut
B.S.Mardiatmadja (1987), makna dibalik kematian itu adalah maut sebagai
putusnya segala relasi, sebagai kritik atas hidup, sebagai pelepas, sebagai
awal hidup baru, dan hanya tuhan yang merupakan penguasa hidup dan maut.
Maut sebagai
putusnya segala relasi, maut adalah putusnya segala relasi karena segala relasi
terputus dengannya. Mati merpuakan perpisahan, sebab si mati tidak dapat
bertemu dengan kita, dan kita tidak dapat bertemu dengan simati. Si mati tidak
dapat melakukan sesuatu yang tidak sempat dilakukannya, demikian pula yang
hidup tidak dapat mengerjakan sesuatu untuk simati, misalnya membalas kebaikan,
memujinya dan sebagainya.
Maut sebagai
kritik atas hidup, maut adalah arah utama dari hidup. Segala macam dimensi
kebanggaan menjadi lenyap. Yang cantik, kekar, cerdas, dan sebagainya, menjadi
layu dan lenyap. Tidak ada sedikitpun harta benda yang dimiliki terbawa
kekuburan. Hanya batu nisan dan upacara penguburan antara sikaya dan simiskin.
Si mati sama saja, baik orang terhormat ataupun gembel. Maut adalah
kesamarataan yang adil kepada semua manusia. Segala macam keangkuhan, tirani
atau kekuasaan menjadi ciut dihadapan maut.
Maut sebagai
pelapasan, pahit getirnya mengurangi kehidpuan di zaman modern, semakin
sukarnya menghadi tuntutan zaman seperti sekolah, mencari nafkah, mencari
kerja, tuntutan lingkungan dan sebagainya keadaan lingkungan yang kejam,
penindasan, pemerasaan, bahkan memadu cintapun mungkin semakin terasa
mengandung racun, semuanya itu dihayati sehingga sampai pada pemikiran bahwa
maut merupakan pelepasan dari penderitaan hidup. Dalam kasus-kasus di kota
besar, sering terjadi pelajar membunuh diri demi membebaskan diri dari
penderitaan, dari kerasnya persaingan hidup, atau merasa terasing, tidak
merasakan cinta dan kasih saying orang tuanya.
Maut sebagai
awal hidup baru, dalam suatu keyakinan agama, mati itu adalah awal dari hidup.
Bahkan dalam bahasa agama, orang yang mati dalam jalan membela agamanya, tidak
dikatakan mati, tetapi mereka itu hidup QS. Al-Baqarah, 154. Jadi, mati dalam
hal ini merupakan perahilan kehidupan baru. Tetapi, pernyataan ini hanya
sebagai harapan manusia, sebab menusia yang sudah mati tidak dapat hidup
kembali. Dalam suatu kepercayaan dikatakan bahwa kematian merupakan buah
pekerjaan dan sukses hidup yang sejati sehingga orang yang sudah dapat
ditentukan daya tahan hidupnya menurut ilmu kedokteran, dapat dengan tenang
menghadapi maut. Dengan kesadaran semacam ini, kematian dianggap sebagai
menyambut persatuan dengan orang yang tercintai. Kesadaran semacam ini
merupakan “pengharapan”. Bila manusia mau tabah menghadapi kematian, maka perlu
kepastian tentang hidup. Hal ini penting sebab kematian tetap akan dapat
menjemput manusia. Maka lebih bijaksana apabila manusia menyambut dengan penuh
kesadaran. Atau sama sekali jangan memikirkan kematian, sebab kematian itu
bukan urusan manusia.
Tuhan sebagai
penguasa hidup dan mati, seseorang yang menganut agama atau suatu kepercayaan
mengakui bahwa tuhan adalah penguasa hidup dan mati. Keyakinan ini tidak
berlaku bagi seorang yang bernama Nabi Isa a.s. Nabi Isa dengan membawa suatu
tanda (mu’jizat), mampu meniupkan ruh sehingga burung menjadi hidup dan menghidupkan
orang yang mati dengan seizin Allah (QS Ali-Imran, 49). Nabi Isa dapat
melakukan demikian, tetapi itu pun seizin tuhan. Dengan demikian, tetaplah
hidup dan mati itu milik tuhan. Nabi isa pun kematiannya masih misterius. “Nabi
Isa tidak mati; tetapi diangkat Allah kesisiNya(QS An-Nisaa 157). Kematian
semua manusia, atau isa dengan mu’jizatNya dapat menghidupkan orang yang mati
dan ia sendiri tidak mati, adalah atas kehendak tuhan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia adalah
makhluk ciptaan Allah yang lemah dan memiliki keterbatasan dalam berbuat atau
melakukan suatu tindakan. Oleh karena itu, manusia tidak pernah terlepas dari
doa dan harapan dan Allah memerintahkan kepada manusia untuk berdoa kepadanya
niscanya Allah akan mengabulakan doa mereka.
Manusia
sebagai makhluk yang bernyawa, tidak pernah terlepas dari kema-tian. Kita tidak
dapat bersembunyi dari maut karena janji Allah itu benar adanya. Oleh karena
itu, dalam menghadapi kematian, kita selaku manusia hendaknya memperbanyak amal
atau pahala. Karena denagn amal lah kita dapat mendapatkan kehidupan yang
tenang di akhirat kelak
B.
Saran
Hidup di dunia
ini hanya sementara dan sudah kodratnya manusia mengharapkan kehidupan yang
layak dimuka bumi ini. Oleh karena itu jangan pernah berhenti berdoa kepadaNya
karena hanya kepadaNyal lah kita bergantung dan berserah diri. Kemudian,
perbanyaklah berbuat kebajikan di dunia untuk persiapan kita menghadapi
kematian yang telah Allah janjikan kepada kita selaku makhluk yang bernyawa.
Daftar Pustaka
Soelaeman Munandar, Ilmu Budaya Dasar, ( Bandung: PT Refika Aditama, 2005)
Tri Prasetya Joko, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998)
https://aristasefree.wordpress.com/tag/pengertian-manusia-menurut-agama-islam/
Tags:
MAKALAH