084
A. ALIRAN-ALIRAN
KALAM
Menurut
Ibn Khaldun, Ilmu kalam adalah Ilmu berisi tentang alasan-alasan yang
mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil
pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan
aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah. Selain itu ilmu kalam adalah ilmu yang
membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan dengan
bukti-bukti yang meyakinkan. Dalam ilmu kalam membahas tentang cara ma’rifat (mengetahui
secara mendalam) yakni tentang sifat-sifat Allah dan para Rasul-nya dengan
menggunakan dalil-dalil yang pasti guna mencapai kebahagiaan hidup abadi. Ilmu
ini termasuk induk ilmu agama dan paling utama, bahkan paling mulia, karena
berkaitan dengan zat Allah dan zat para rasul-nya.
1.
Khawarij.
Khawarij Berasal
dari kata kharaja yang berarti keluar. Pada awalnya, Khawarij merupakan
aliran atau fraksi politik, kelompok ini terbentuk karena persoalan kepemimpinan
umat islam, tetapi mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri
umat, aliran mereka yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar (murtakib
al-kaba’ir). menurut Khawarij orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil
tahkim telah melakukan dosa besar. Orang islam yang melakukan dosa besar, dalam
pandangan mereka berarti telah kafir, kafir setelah memeluk Islam berarti
murtad dan orang murtad halal dibunuh berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa
nabi muhammad saw bersabda: Man baddala dinah faktuluh, atas dasar
premis-premis yang dibangunnya Khawarij berkesimpulan bahwa orang yang terlibat
dan menyetujui tahkim harus dibunuh. Bagi mereka, pembunuhan terhadap
orang-orang yag dinilai telah kafir adalah ibadah.
2.
Murji’ah
Kelompok
Murji’ah yang dipelopori oleh Ghilam Al-Dimasyqi berpendapat mereka bersifat
netral dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlambat dan menyetujui
tahkim dalam ajaran aliran ini, orang islam yang melakukan dosa besar tidak
boleh dihukum kedudukannya dengan hukum dunia. Mereka tidak boleh ditentukan
akan tinggal di neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan di akhirat.
Dan bagi mereka Iman adalah pengetahuan tentang Allah secara mutlak. Sedangkan
kufur adalah ketidaktahuan tentang Tuhan secara mutlak, iman itu tidak bertambah
dan tidak berkurang. Imam Al-Syahrastani menjelaskan bahwa Murji’ah terbagi
menjadi 6 subsekte.
3.
Qodariah
Qodariah
adalah aliran yang memandang bahwa Manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan
dalam menentukan perjalanan hidupnya. menurut paham ini manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. aliran
ini disebut Qadariyah karena memandang bahwa manusia memiliki kekuatan (qudrah)
untuk menentukan perjalanan hidupnya dan untuk mewujudkan perbuatannya.menurut
temuan sementara ajaran ini pertamakali dikenalkan oleh Ma’bad al-Juhani karena
tidak terdapat bukti yang otentik tentang siapa yang pertama kali membentuk
ajaran Qadariyah.
4.
Jabariyah
Menurut
aliran ini manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perjalanan
hidup dan mewujudkan perbuatannya, mereka hidup dalam keterpaksaan ( jabbar),
karena aliran ini berpendapat sebaliknya, bahwa dalam hubungan dengan manusia, tuhan itu
maha kuasa.karena itu, tuhanlah yang menentukan perjlanan hidup manusia dan yang
mewujudkannya. Ajaran ini dipelopori oleh Al-ja’d bin Dirham.
5.
Mu’tazilah
Mu’tazilah
secara etimologi berasal dari kata a’tazala yang berarti mengambil jarak atau
memisahkan diri. Secara terminologi adalah aliran theologi Islam yang memberi
porsi besar kepada akal atau rasio di dalalm membahas persoalan-persoalan
ketuhanan.kelompok ini banyak menggunakan kekuatan akal sehingga diberi gelar Kaum
Rasionalis Islam dan dikenal dengan nama Muktazilah yang didirikan oleh Washil
bin Atha.muncul akibat kontroversi yang terjadi dikalangan ummat islam setelah
perang saudara antara pihak Ali bin Abi Thalib melawan Zubayr dan Thalhah.
Ajaran
pokok aliran Muktazilah adalah panca ajaran atau Pancasila Muktazilah, yaitu :
a. Ke-Esaan
Tuhan (Al-Tauhid)
b. Keadilan
Tuhan (Al-Adl)
c. Janji dan
ancaman (Al-Wa’d wa Al-Wa’id)
d. osisi antara
2 tempat (Al-Manzilah bainal Manzilatain)
e. Amar ma’ruf
nahi munkar (Al-Amr bil Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar).
6.
Ahlu sunnah wal jama’ah
Ahu
sunnah wal jama’ah terbentuk akibat dari adanya penentangan terhadap aliran
Muktazilah oleh orang Muktazilah itu sendiri, mereka adalah Abu al-Hasan, Ali
bin Isma’il bin Abi basyar ishak bin Salim bin isma’il bin abd Allah bin Musa
bin Bilal bin Abi burdah amr bin Abi musa al-asy’ari.Imam al-asy’ari (260-324 H),
menurut Abubakar isma’il al-Qairawani adalah seorang penganut Muktazilah selama
40 tahun kemudian ia menyatakan keluar dari muktazilah. setelah itu ia
mengembangkan ajaran yang mengimbangi terhadap gagasan–gagasan Muktazilah.
Ajaran
pokok Ahlu sunnah wal jama’ah tidak sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam
al-asy’ari. Para pelanjutnya antara lain Imam abu manshur al-maturidi yang
kemudian mendirikan aliran Maturidiyyah yang ajarannya lebih dekat dengan
muktazilah. Imam al- maturidi pun memiliki pengikut yaitu al-bazdawi yang
pemikirannya tidak selamanya sejalan dengan gagasan gurunya. Oleh karena itu
para ahli menjelaskan bahwa maturidiah terbagi menjadi dua golongan:
a. Golongan
Maturidiah Samarkand, yaitu para pengikut Imam al-maturidi.
b. golongan
Maturidiah Bukhara,yaitu para pengikut Imam al-bazdawi yang tampaknya
lebih
dekat dengan ajaran al-asy’ari.
B. ALIRAN-ALIRAN
FIQIH
Secara
historis, hukum Islam telah menjadi dua aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad
saw. Dua aliran tersebut adalah Madrasat al-Madinah dan Madrasat al-Baghdad
atau Madrasat al-Madis dan Madrasat al-Ra’y. Ibnu al-Qayim al-Jauziyyah
menyebutnya sebagai Ahl al-Zhahir dan Ahl al-Ma’na. Aliran Madinah terbentuk
karena sebagian besar sahabat tinggal di Madinah, dan aliran Bagdad atau Kufah
juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota tersebut. Maka, atas
jasa para sahabat Nabi Muhammad saw yang tinggal di Madinah, terbentuklah
fuqaha sab’ah (ahli hukum) yang juga mengajarkan dan mengembangkan gagasan
guru-gurunya dari kalangan sahabat. Di antara fuqaha sab’ah adalah Sa’id bin
al-Masayyab.
Salah satu murid Said bin al-Musayyab adalah Ibnu Syihab al-Zuhri.
Sedangkan di antara murid Ibnu Syihab al-Zuhri adalah Imam Malik, pendiri
aliran Maliki. Di antaranya, ajaran Imam Malik yang paling terkenal adalah ia
menjadikan ijma dan amal ulama Madinah sebagai hujah. Jasa sahabat Nabi
Muhammad saw, yang tinggal di Bagdad, terbentuklah aliran ra’yu. Di antara
sahabat yang tinggal di Kufah adalah Abd Allah bin Mas’ud, muridnya adalah
al-Aswad bin Yazid al-Nakha’i, Amir bin Syarahil al-Sya’bi, dan Abu Hanifah
pendiri mazhab Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanafiah adalah sangat ketat
dalam penerimaan Hadis dan banyak menggunakan ra’yi. Di antara pendapatnya
adalah bahwa bendak wakaf boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan, kecuali
wakaf tertentu karena ia berpendapat bahwa benda yang telah diwakafkan masih
tetap menjadi miliki yang mewakafkan. Istimbath al-ahkam yang digunakannya
adalah analogi (qiyas) ia menganalogikan wakaf kepada pinjam-meminjam (al-‘ariyyah).
Setelah melalui perkembangan panjang, produk hukum mengkristal
menjadi mazhab-mazhab fiqih yang tetap bertahan dan diikuti sampai saat ini.
Ulama-ulama fikih mengembangkan dua pendekatan yang berbeda terhadap fikih.
Satu didasarkan kepada pemikiran (ra’yi) dan analogi (qiyas). Pendekatan ini
diwakili oleh ulama-ulama Iraq. Satunya, produk hukum didasarkan pada sunnah,
tradisi-tradisi Nabi. Pendekatan kedua diwakili oleh ulama-ulama Hijaz, dan di
kalangan orang-orang Iraq, terdapat sedikit hadis, karena itu mereka lebih
menonjol menggunakan pendekatan analogi, sehingga mereka disebut ahlu al ra’yi.
Tokoh-tokoh Kufah (Irak) yang menjadi pusat mazhab dari jama’ah dan sahabat
adalah imam Hanafiah. Sedangkan di Hijaz adalah Malik bin Annas, dan sesudahnya
asy Syafi’i.
Sejalan dengan perkembangan hukum, telah melalui proses yang
panjang dan kemudian produk hukumnya mengkristal menjadi mazhab-mazhab fiqih
yang tetap bertahan dan diikuti sampai saat ini, yaitu mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi’i, dan Hambali.
Pertama, Abu Hanifah al-Nu’man ibnu Sabit, berasal dari
keturunan Persia dan lahir di Kufa pada tahun 700 M. Ayahnya bekerja sebagai
pedagang dan Abu Hanifah sendiri sambil berdagang mementingkah ilmu
pengetahuan. Abu Hanifah belajar pada gurunya Hammad, dan setelah gurunya
Hammad meninggal dunia, Abu Hanifah menggantikan tempat yang ditinggalkan
gurunya itu. Setelah Abu Hanifah menjadi masyhur, kepadanya jabatan resmi
ditawarkan di zaman Dinasti Bani Umayyah dan kemudian juga di zaman Dinasti
Bani Abbas. Tetapi kedua tawaran tersebut di tolah oleh Abu Hanifah dan atas
penolakannya itu akhirnya dimasukkan ke dalam penjara dan meninggal dunia di
tahun 767 M.
Mazhab Hanafi, merupakan mazhab yang resmi digunakan oleh kerajaan
Usmani dan di zaman Bani Abbas banyak dianut di Irak. Sekarang penganut mazhab
itu banyak terdapat di Turki, Suriah, Afganistan, Turkistan, dan India.
Beberapa negara masih memakai mazhab ini sebagai mazhab resmi seperti Suria,
Lebanon, dan Mesir.
Malik ibnu Anas, lahir di Madinah pada 713, dan meninggal pada
tahun 795 M dan berasal dari Yamam. Malik, tidak pernah meninggalkan kota itu
kecuali untuk melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Karya besar yang ditinggal
Malik, bernama al-Muwatta suatu buku yang sekaligus merupakan buku hadis dan
buku fiqih. Khalifah Harun al-Rasyid, berusaha membuat buku ini sebagai buku
hukum yang berlaku untuk umum di zamannya, tetapi tidak disetujui oleh Malik.
Dalam perkembangan pemikiran hukumnya, Malik banyak berpegang pada sunnah Nabi
dan sunnah Sahabat. Dalam hal adanya perbedaan antara sunnah, ia berpegang pada
tradisi yang berlaku di masyarakat Medinah, karena ia berpendapat bahwa tradisi
yang terbentuk di Medinah berasal dari sahabat, dan tradisi sahabat lebih kuat
dipakai sebagai sumber hukum. Dalam proses menetapkan hukum, apabila Malik,
tidak dapat memperoleh dasar hukum dalam al-Qur’an dan sunnah, Malik, memakai
qiyas dan al-masalih al-mursalah, yaitu masalah umum. Mazhab Malik, banyak
dianut di Hijaz, Maroko, Tunis, Tripoli, Mesir Selatan, Sudan, Bahrain, dan
Kuwait, yaitu di dunia Islam sebelah Barat dan kurang di dunia Islam sebelah
Timur.
Ketiga, Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, lahir di Gaza tahun 767
M dan berasal dari suku bangsa Quraisy, meninggal di Mesir pada tahun 820 M. Ia
meninggalkan pekerjaannya dan tinggal di Baghdad beberapa tahun untuk
mempelajari ajaran-ajaran hukum yang ditinggalkan Abu Hanifah, maka ia mengenal
secara dekat fiqih Malik dan fiqih Abu Hanifah. Pada memikiran hukumnya,
al-Syafi’i dikenal meninggalkan dua bentuk mazhab, yaitu bentuk bantuk baru dan
bentuk lama. Bentuk lama disusun di Baghdad dan terkandung dalam al-Risalah,
al-Umm, dan al-Mabsut. Bentuk baru disusun di Mesir dan disini al-Syafi’i,
merubah sebagian dari pendapat-pendapat lama. Dalam pemikiran hukumnya,
al-Syafi’i, berpegang pada lima tidak diketahui adanya perselisihan mereka di
dalamnya, pendapat yang dalamnya terdapat perselisihan dan qiyas atau analogi.
al-Syafi’i, banyak memakai sunnah Nabi sebagai sumber hukum, bahkan membuat
sunnah dekat derajatnya dengan al-Qur’an. Pemikiran Istihsan yang dibawa Abu
Hanifah dan pemikiran al-masalih al-mursalah oleh Malik, ditolak oleh al-Syafi’i
sebagai sumber hukum. Dalam perkembangannya, al-Syafi’i lah ahli hukum Islam
pertama yang menyusun ilmu usul al-fiqh, ilmu tentang dasar-dasar hukum dalam
Islam, sebagai terkandung dalam buku al-Risalah. Mazhab imam al-Syafi’i banyak
berkembang dan dianut didaerah pedesaan Mesir, Palestina, Suriah, Libanon,
Irak, Hijaz, India, Indonesia, dan juga di Persia dan Yaman.
Ke empat, Ahmad ibnu Hambal, lahir di Bagdad tahun 780 M
berasal dari keturunan Arab dan ia meninggal di Bagdad pada tahun 855 M. Dalam
pemikiran hukumnya, Ahmad ibn Hambal menggunakan lima sumber, yaitu al-Qur’an,
sunnah Nabi, pendapat sahabat yang diketahui tidak mendapat tantangan dari
sahabat lain, pendapat seseorang atau beberapa sahabat, dengan syarat sesuai
dengan al-Qur’an serta sunnah Nabi, hadis mursal, dan qiyas, tetapi hanya dalam
keadaan terpaksa. Penganut mazhab Ahmad ibnu Hambal, terdapat di Irak, Mesir,
Suria, Palestina, dan Arabia. Di Saudi Arabia mazhab Ahmad ibnu Hambal
merupakan mazhab resmi dari negara. Dilihat dari sisi pengikutnya, diantara
keempat mazhab yang ada sekarang, mazhab Ahmad ibn Hambal termasuk paling kecil
penganutnya.
C. ALIRAN-ALIRAN
TASAWUF
Dari
segi kebahasaan (linguistik) terdapat sejumlah kata atau istilah yang
dihubungkan orang dengan tasawuf. harun nasution menyebutkan ada lima istilah
yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (abl al-sufafab), yaitu orang
yang ikut pindah dengan nabi dari mekkah ke madinah, saf, yaitu barisan yang
dijumpai dalam melaksanakan salat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci,
shophos (bahasa yunani: hikmah), dan suf (kain wol kasar).
Aliran-aliran
dalam tasawuf terbagi kepada 5 bagian, yaitu:
1.
Tasawuf Akhlaki
Menurut Amin Syukur, ada
dua Aliran dalam Tasawuf.
Pertama, Aliran Tasawuf sunni, yaitu bentuk Tasawuf yang
memagari dirinya dengan al-quran dan al-hadis secara ketat, serta mengaitkan
ahwal (keadaan) dan maqammat (tingkat kerohaniaan) mereka pada dua sumber
tersebut. Kedua, Aliran Tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang
bercampur dengan ajaran filsafat komprom, dalam pemakaian term-term filsafat
yang maknanya disesuaikan dengan Tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf yang
berbau filsafat ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan juga
tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai filsafat.
Para ahli Tasawuf pada umumnya
membagi Tasawuf menjadi tiga bagian yakni: Tasawuf falsafi,
akhlaqi, dan amali. Tujuan Tasawuf ini sama, namun berbeda dalam
pendekatan yang digunakan:
a.
Pendekatan Tasawuf falsafi
adalah rasio/akal pkiran, yakni menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran
yang terdapat dikalangan para filosof, seperti filsafat tentang tuhan, manusia,
dan hubungan manusia dengan tahun.
b.
Pendekatan Tasawuf akhlaqi
adalah pendekatan yang terdiri dari takhalli (yang mengosongkan diri dari
akhlak yang buruk), tahalli ( menghiasi dengan akhlak yang terpuji), tajalli
(terbukanya dinding penghalang) yang membatasi manusia dengan tuhannya.
c.
Pendekatan taswuf amali adalah
pendekatan amali wirid , yang selanjutnya mengambil bentuk tarikat.
2.
Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah rasio (akal pikiran), yakni menggunakan
bahan-bahan atau kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof,
seperti filsafat tentang tuhan, manusia, dan hubungan manusia dengan
tuhan. Tasawuf falsafi merupakan tindak lanjut dari pemikiran
mutakallimin yang membaur dengan filsafat metafisika. Pada tingkat awal ia
merupakan upaya menjembatan aqidah dengan filsafat, maka kaum sufi berusaha
membuat formulasi baru yang mempertemukan pemikiran dengan perenungan terutama
pada konsep etika, estetika, dan kesatuan wujud. Konsep etika disosialisasikan
dengan rasa ingin tahu terhadap tuhan, sehingga perlu menghindar dari
keduniaan.
Secara etimologi istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki
padanan. kata falsafah (arab), philoshopy (inggris), philosopia (latin) semua
istilah itu bersumber pada istilah yunani philosophia. Istilah yunani philen
berarti mencintai, sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya istilah sophos
berarti bijaksana, sedangkan Sophia berarti kebijaksanaan.
Dengan demikian ada dua arti filsafat secara etimologi. Pertama,
apabila istilah filsafat mengacu kepada philein dan shopos, maka berarti
mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana. Kedua, apabila filsafat mengacu
kepada kata philos dan Sophia, maka artinya adalah teman kebijaksanaan
(kebijaksanaan dimaksudkan sebagai kata benda).
a.
Ciri-Ciri Filsafat
Melalui filsafat diidentifikasikan masalah-masalah tertentu (yang
semula menimbulkan keragu-raguan), kemudian diusahakan mencapai
penyelesaiannya. Bersifat berarti mencari kebanaran, dari kebenaran untuk
kebenaran, tentang segala sesuatu yang dipermasalahkan, dengan berfikir secara
radikal, sistematik, universal.
Berfikir radikal yaitu berfikir sampai ke akar-akarnya, dan tidak
kepala tanggung, hingga kepada konsekuensi-konsekuensi terakhir. Sistematik
yaitu secara teratur dan tersusun sehingga merupakan pengertian yang
sistematis, dan bahwa pendalaman mengenai hakikat sesuatu itu disertai
pembuktian yang dapat diterima akal dari tersusun berjalain dan dapat dipertanggungjawabkan.
Universal yaitu berfikir secara keseluruhan dan tidak hanya bagian-bagian
tertentu saja. Misalnya berfikir tentang hujan, bukanlah sebatas hujan yang
kemaren atau hari ini, tapi seluruh yang terjadi beberapa hari yang lewat.
b.
Sumber-Sumber Filsafat
Sumber filsafat itu dimulai dari ketakjuban, dengan keheranan.
Hanya manusia yang dapat takjub, yang menjadi subjek adalah manusia yang
menjadi objeknya segala sesuatu yang tidak jelas yang belum ada hukumnya.
c.
Tujuan Filsafat untuk Mencari
Kebenaran
Para filosof mencari kebenaran filsafat adalah untuk meluruskan
benang yang basah dan sebagainya, Ia mencari kebenaran itu demi kebenaran itu
sendiri. Dari itu filosof adalah orang yang berani dalam berfikir, ia berani
menyaksikan kenyataan yang dihadapinya, warisan (adat, anggapan, umum,
kepercayaan, dan pengetahuan). Pikiran ilmuan membatasi diri pada peristiwa
hujan yang tadi sebagai contohnya, dari yang terbatas yaitu khusus, bergerak
pada umum inilah pemikiran filsafat.
3.
Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni banyak berkembang di dunia Islam, terutama di
negara-negara yang dominan bermazhab Syafi’i. Tasawuf ini sering digandrungi
orang karena paham atau ajaran-ajarannya tidak terlalu rumit.
a.
Ciri-ciri Tasawuf Sunni
yaitu:
Melandaskan diri
padaAl-quran dan As-Sunnah, tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat
sebagaimana terdapat pada ungkapan-ungkapan Syathahat. lebih bersifat
mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan manusia. kesinambungan
antara hakikat dengan syari’at. lebih terkonsentrasi pada pembinaan, pendidikan
akhlak, dan pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan-latihan) dan langkah
takhalli, tahalli, dan tajalli.
Tasawuf sunni ialah Aliran tasaawuf yang berusaha
memadukan aspek hakikat dan syari’at, yang senantiasa memelihara sifat
kezuhudan dan mengkonsentrasikan pendekatan diri kepada allah, dengan berusaha
sungguh-sugguh berpegang teguh terhadap ajaran al-Qur’an, Sunnah dan Sharah
para sahabat. Dalam kehidupan sehari-hari para pengamal Tasawuf ini
berusaha untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian, jabatan,
dan menjauhi hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukan ibadahnya.
Latar belakang
munculnya ajaran ini tidak telepas dari pecekcokan masalah aqidah yang melanda
para ulama fiqh dan Tasawuf lebih-lebih pada abad kelima
hijriah Aliran syi’ah al-islamiyah yang berusaha untuk memngembalikan
kepemimpinan kepada keturunan ali bin abi thalib.
Dimana syi’ah lebih banyak mempengaruhi para sufi dengan doktrin
bahwa imam yang ghaib akan pindah ketangan sufi yang layak menyandang gelar
waliyullah, dipihak lain para sufi banyak yang dipengaruhi oleh filsafat
Neo-Platonisme yang memunculkan corak pemikiranTasawuf falsafi yang
tentunya sangat bertentangan dengan kehidupan para sahabat dan tabi’in. dengan
ketegangan inilah muncullah sang pemadu syari’at dan hakikat yaitu Imam
Ghazali.
Salah satu tokoh Tasawuf sunni adalah Hasan al-Basri
adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’ dan
zahid. Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id al-Hasan ibnu Abi al-Hasan. Lahir di
Madinah pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Setahun sesudah
perang Shiffin dia pindah ke Bashrah dan menetap di sana sampai ia meninggal
tahun 110 H. setelah ia menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajian disana
karena keprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah
terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu akses dari kemakmuran ekonomi yang
dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu. Gerakan itulah yang menyebabkan
Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan
kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalah zuhud
serta khauf dan raja’.
Dasar pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap
kehidupan duniawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi.
Prinsip kedua Hasan al-Bashri adalah al-khouf dan raja’. Dengan
pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering
melalakukan perintah-Nya. Serta menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh karena
itu, prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan
muhasabah agar selalu memikirkan kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan
yang hakiki dan abadi.
4.
Tasawuf Syi’i
Tasawuf syi’i atau syiah. Kaum syiah merupakan golongan yang
dinisbatkan kepada pengikut Ali bin Abi Thalib. Dalam sejarahnya, setelah
perang shiffin, orang-orang pendukung fanatik Ali memisahkan diri dan banyak
berdiam di daratan Persia, dan di Persia inilah kontak budaya antara Islam dan
Yunani telah berjalan sebelum dinasti Islam berkuasa disini.
Oleh karena itu, perkembangan Tasawuf syi’i dapat di
tinjau melalui kaca mata keterpengaruhan Persia oleh pemikiran-pemikiran
filsafat Yunani.
Ibnu Khaldun dalam AL-Muqaddimah telah menyinggung soal kedekatan
syi’ah denganTasawuf, Ibnu Khaldun melihat
kedekatan Tasawuf filosofis dengan sekte Isma’iliyyah dari Syiah.
Sekte ini menyatakan terjadinya hulul atau ketuhanan pada imam mereka.
Menurutnya kedua kelompok ini memiliki kesamaan, khususnya dalam persoalan quthb
dan abdal. Bagi para sufi filosof quthb adalah puncaknya kaum ‘arifin,
sedangkan abdal merupakan perwakilan.
Ibnu Khaldun menyatakan doktrin seperti ini mirip dengan doktrin
Isma’iliyyah tentang imam dan para wakil. Begitu juga dengan pakaian compang-camping
yang disebut-sebut berasal dari imam Alina mustahil ada dua cahaya utama secara
bersamaan. Pensucian akhlak dapat digambarkan dengan salah satu dari tiga jalan
berikut ini, dimana masing-masing jalan ini bagi setiap orang tidaklah mudah.
Jalan pertama: Adanya hubungan dengan seorang ruhaniawan suci yang
telah tersucikan jiwa dan akhlaknya. Dengan kekuatan jiwa dan bimbingan
paripurna, ia akan menjauhkan seluruh sifat jelek dan akhlak buruk darinya. Dan
hal ini tidak mungkin kecuali dengan inayah dan pertolongan jiwa suci Wali Ashr
Ajf.
Jalan kedua: Yang mungkin bagi kita, meskipun berat dan sulit
adalah sekali dalam sehari semalam atau sekali dalam sepekan, kita duduk
merenungi dan memikirkan nikmat-nikmat Tuhan yang ada disekitar kita.Hingga
dengan sendirinya (secara fitrawi) terbukti bahwa nikmat-nikmat Tuhan mustahil
untuk dapat dihitung. Hal ini bisa menyebabkan munculnya usaha yang patut dan
layak dalam mensyukuri nikmat-nikmat Tuhan. Namun, kesulitan pada bentuk ini
adalah ketidak sucian jiwa yang menjadi penghalang manusia dalam mengikuti cara
dan gagasan seperti ini, karena itu jalan ini pun adalah sulit.
Jalan ketiga adalah dengan membentuk majelis-majelis nasehat dan
akhlak serta dengan dukungan kehendak jiwa yang kuat sembari mengingat
nikmat-nikmat Tuhan, kita kenalkan pendengaran hati kita pada hal-hal yang demikian
ini.
Dan kondisi-kondisi ini butuh kesinambungan, karena itu jika
pengadaannya hanya sekali dalam sebulan atau sekali dalam setahun saja maka
tidak akan pernah mencapai hasil sebab jiwa kita mesti senantiasa didesak untuk
mengulangi bahasan-bahasan ini hingga menjadi kesenangan baginya.
Kesimpulannya, pemilik bashirah dapat mendapatkan nikmat agung ini melalui satu
di antara tiga jalan tersebut.
5.
Tasawuf Iluminasi
Selanjutnya konsep Filsafat Iluminasi yang dibangunnya juga
merupakan sebuah kritik epistemologis terhadap kaum paripatetik yang selalu
mengajukan formula-formula dalam memahami hakikat ketuhanan. Kaum paripatetik
selalu menggunakan ‘Ilm al-Hushuli sebagai epistemologinya, sementara itu bagi
Suhrawardi epistemologi kaum paripatetik tidak mampu memberikan pengetahuan
yang sejati.
Pengetahuan hushuli terbagi ke dalam dua jenis sarana untuk
mencapainya. Pertama diperoleh dengan memaksimalkan fungsi indrawi atau
observasi empiris. Melalui indra yang dimiliki, manusia mampu menangkap dan
menggambarkan segala objek indrawi sesuai dengan justifikasi indrawi yaitu
melihat, mendengar, meraba, mencium dan merasa. Kedua diperoleh melalui sarana
daya pikir (observasi rasional), yaitu upaya rasionalisasi segala objek rasio
dalam bentuk spiritual (ma’qulat) secara silogisme yaitu menarik kesimpulan
dari hal-hal yang diketahui kepada hal-hal yang belum diketahui.
Sementara itu untuk melawan epistemologi kaum paripatetik, Suhrawardi
memperkenalkan epistemologi Hudhuri atau pengetahuan dengan kehadiran
(observasi rohani) yaitu pengetahuan yang bersumber langsung dari pemberi
pengetahuan tertinggi berdasarkan musyahadat (pengungkapan tabir) dan
iluminasi. Konsep ilmu hudhuri ini dikembangkan Suhrawardî dengan penekanan
pada aspek ketekunan dalam mujahadat, riyadhat dan ibadah dari pada
memaksimalkan fungsi rasio, atau dengan kata lain ilmuh hudhuri lebih
menekankan olah dzikir dari pada olah pikir.
Konsep epistemologi Hudhuri ini dimulainya dengan menjelaskan
hakikat cahaya. Menurut Suhrawardi, cahaya adalah sesuatu hal yang tak perlu
dijelaskan atau diterangi lagi karena ia sudah terang dengan sendirinya.
Selanjutnya cahaya ini terbagi pada dua jenis yaitu pertama cahaya murni atau
Nur Al-Mujarrad yang merupakan cahaya yang berdiri sendiri dan cahaya temaram
atau Nur Al-Aridh yang merupakan cahaya yang tidak mandiri.
Konsep epistemologis inilah yang akhirnya memberikan pengetahuan
pada manusia yaitu dengan memaksimalkan oleh dzikirnya agar tetap dekat dengan
Tuhan atau Nur al-Anwar dan mendapatkan Iluminasi pengetahuan. Selain itu
Suhrawardi menegaskan bahwa disamping ada dasar pengetahuan akan tetapi
pengetahuan yang sebenarnya ialah sesuatu yang datang dari dalam dirinya sendiri
dalam makna lahir dari pengenalan terhadap dirinya sendiri, hal inilah yang
dalam ajaran Tasawuf dikenal dengan ma’rifah. Dalam
tradisi Tasawuf, ma’rifah adalah konsep tertinggi dalam perjalanan manusia
yang dalam hal ini juga berarti pengetahuan yang Ilahi. Dari sini cahaya
dipancarkan kepada setiap orang yang dikehendaki-Nya yaitu melalui pengungkapan
tabir yang akhirnya terpatri dalam diri manusia dan dengan sadar menghilangkan
keragu-raguan.
Tags:
MAKALAH