Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Selasa, 25 September 2018

Makalah Pengertian Fillsafat Pendidikan

September 25, 2018 0




Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Oleh karena bersifat filosofis dengan sendirinya filsafat pendidikan ini pada hakekatnya adalah penerapan suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.

Hubungan antara filsafat dan ilmu pendidikan ini merupakan,suatu keharusan. John Dewey, seorang Filosof Amerika mengatakan bahwa filsafat itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Lebih dari itu, memang filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang banyak terdapat dalam lapangan pendidikan.
Oleh karena filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, maka dikupaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Disamping itu, pengalaman pendidik dalam menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dengan realita. Semuanya ini dapat disampaikan kepada filsafat untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk mengembangkan diri.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa filsafat mengadakan pembahasan soal aku dan tujuan, yang perlu menjadi tujuan, yang perlu menjadi perhatian pendidikan sebelum ia terjun aktif dalam prosesnya. Bahwa pandangan filsafat karena akunya manusia (individu) adalah sesuatu yang lain daripada yang lain, yang dapat menjadi landasan pandangan mengenai hakekat anak didik. Berarti pandangan mengenai bentuk kesungguhan (form  substansialis) mengenai manusia ini dapat menjelma menjadi pandangan pendidik mengenai anak didik. Beberapa contoh  diutarakan dibawah ini.
Bila pendidik memandang form substansialitas manusia itu bersifat biologis, dapat mempunyai visi pendidikan yang naturalistis. Pendidik dalam lingkungan ini adalah Jean Jacques Rousseau, yang menuliskan pandangan-pandangannya dalam bukunya yang berjudul Emile. Dalam buku ini dituliskan bahwa latihan indera adalah praktek pendidikan yang amat penting artinya.
Lain halnya bila anak didik dipandang sebagai mahluk spiritual. Landasan untuk menentukan ide dan tujuan pendidikan adalah pandangan keabadian dan ke-Tuhan-an. Anak didik dipandang mempunyai kepribadian bukan sebagai entitet mekanistis belaka.
Filsafat pendidikan telah sewajarnya dipelajari oleh mereka yang memperdalam ilmu pendidikan dan keguruan. Ada beberapa alasan untuk ini :
a)   Adanya problema-problema pendidikan yang timbul dari zaman ke zaman yang menjadi perhatian ahlinya masing-masing. Pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin bangsa dan masyarakat. Banyak tulisan yang dihasilkan oleh ahli pikir, dan tidak jarang gagasan ahli yang satu mempengaruhi ahli-ahli yang lain. Corak gagasan yang berlandaskan filsafat sering timbul dari ahli-ahli pikir ini. Hal ini masuk dalam lapangan filsaafat pendidikan.
b)    Dapatlah diperkirakan bahwa bagi barang siapa yang mempelajari filsafat pendidikan dapat mempunyai pandangan-pandangan yang jangkauannya melampau hal-hal yang ditemukan secara eksperimental atau empiris. Maka dari itu filsafat pendidikan dapat diharapkan merupakan bekal untuk meninjau pendidikan beserta masalah-masalahnya secara kritis.
c)      Dapat terpenuhinya tuntutan intelektual dan akademik. Dengan landasan azas bahwa berfilsafat adalah berpikir logis yang runtut, teratur dan kritis. Maka berfilsafat pendidikan berarti memiliki kemampuan semacam itu. Oleh karena itu diharapkan dapat mempunyai pengaruh terbentuknya pribadi pendidik yang baik.

C.    ANALISIS FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN

a.    Analisa Filsafat Dalam Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Pengertian yang luas dari pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh lodge yaitu bahwa: life is education, and education is life”, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pengaruh pendidikan baginya.
Dalam artinya yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar- dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol. Bagaimanapun luas sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehiupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusianya dan pendidikan formal disekolah hanya bagian kecil saja daripadanya. Tetapi merupakan inti dan bisa lepas kaitanya dengan proses pendidikan secara keseluruhannya.
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula. yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah pendidikan yang sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga  memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
Berikut ini akan dikemukakan bebarapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannyaantara lain:
1.    Masalah kependidkan pertama dan yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan itu. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia itu. Dan bagaimana hubungan anatara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia.
2.    Apakah pendidikan itu berguna untuk membawa kepribadian manusia, apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian manusia itu, ataukah faktor–faktor yang berasal dari luar/ lingkungan dan pendidikan. Mengapa anak yang mempunyai potensi hereditas yang baik pula tidak mencapai kepribadian yang diharapkan: dan kenapa pula anak yang mempunyai potensi hereditas yang tidak baik, walaupun mendapatkan pendidkan dan lingkungan yang baik, tetap tidak berkembang.
3.    Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu. Apakah pendidikan itu untuk individu, atau untuk kepentingan masyarakat. Apakah pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia ataukah untuk Pembinaan masyarakat.apakah pembinaan manusia itu semata-mata untuk dan demi kehidupan real dan material di dunia ini, ataukah untuk kehidupan kelak diakhirat yang kekal ?
4.    Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab terhadap pedidikan itu,dan sampai dimana tanggung jawab tersebut.bagaimana hubungan tanggung jawab antar keluarga, masyarakat, dan sekolah terhadap pendidikan, dan bagaimana tanggung jawab pendidikan tersebut setelah manusia dewasa,dan sebagainya.
5.   Apakah hakikat pribadi manusia itu. Manakah yang lebih utama untuk dididik: akal, perasaan atau kemauannya, pendidikan jasmani atau pendidikan mentalnya, pendidikan skil ataukah intelektualnya ataukah kesemuannya itu.
6.    Apakah isi kurikulum pendidikan relevan  dalam  kehidupan   masyarakat.
7.    Apakah isi kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal, apakah kurikulum yang mengutamakan pembinaan kepribadian dan sekaligus kecakapan untuk memangku suatu jabatan dalam masyarakat, ataukah kurikulum yang luas dengan konsekuensi yang kurang intensive, ataukah deangan kurikulum yang terbatas tetapi intensif penguasaanya dan bersipat praktis pula.
8.    Bagaimana metode pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentralisasi, ataukah otonomi; apakah oleh Negara ataukah oleh swasta, dan sebagainya.)
9.    Bagaimana asas penyelenggara pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentralisasi, ataukah otonomi; apakah oleh negara ataukah oleh swasta, dan sebagainya.

Masalah-masalah tersebut, merupakan sebagian dari contoh–contoh problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis, atau analisa filsafat. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut, analisa filsafat mnggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahanya. Di antara pendekatan (approach) yang digunakan antara lain :
1.    Pendekatan secara spekulatif, yang disebut juga sebagai cara pendekatan reflektif, berarti: memikirkan, mempertimbangkan, juga membayangkan dan menggambarkan. Ini adalah teknik pendekatan dalam filsafat pada umumnya. Dengan teknik pendekatan ini, dimaksudkan adalah memikirkan, mempertimbangkan dan menggambarkan tentang sesuatu obyek untuk mencari hakikat yang sebenarnya. Masalah- masalah kependidikan memang berhubungan dengan hal–hal yang harus diketahui hakikat yang sebenarnya, misalnya apakah hakikatnya mendidik dan pendidikan itu, hakikat manusia, hakikat hidup, masyarakat individu, kepribadian,kurikulum, kedewasaan dan sebagainya.
2.    Pendekatan normatif, artinya nilai atau aturan dan ketentuan yang berlaku dan dijunjung tinggi dalam hidup dan kehidupan manusia. Norma- norma tersebut juga merupakan masalah-masalah kependidikan, di samping dalam usaha dan proses pendidikan itu sendiri, sebagai mana dari kehidupan manusia, juga tidak lepas dari ikatan norma- norma tertentu. Dengan teknik Pendekatan normatif, dimaksudkan adalah berusaha untuk memahami nilai-nilai norma yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia dan dalam proses pendidikan, dan bagaimana hubungan antara nilai-nilai dan norma-norma tersebut dengan pendidikan. Dengan demikian akan dapat dirumuskan petunjuk-petunjuk ke arah mana usaha pendidikan diarahkan.
3.    Pedekatan analisa konsep Artinya pengertian, atau tangkapan seseorang terhadap sesuatu obyek. Setiap orang mempunyai pengertian atau tangkapan yang berbeda-beda mengenai obyek yang sama, tergantung pada perhatian, keahlian dan kecenderungan masing-masing. Konsep seorang pedagang tentang kerbau misalnya, berbeda dengan konsep seorang seniman tentang kerbau yang sama, berbeda pula dengan konsep seorang petani, peternak,seorang guru, seorang anak dan sebagainya. Dengan analisa konsep sebagai Pendekatan dalam filsafat pendidikan, dimaksudkan adalah usaha memahami konsep dari para ahli pendidikan, para pendidik dan orang-orang yang menaruh perhatian atau minat terhadap pendidikan, tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Misalnya konsep mereka tentang anak, tentang jiwa, masyarakat, sekolah, tentang berbagai hubungan (interaksi) yang bersifat pendidikan, serta nilai-nilai dan norma-norma yang berkaitan dengan proses pendidikan, dan segalanya .







    II.            FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM

A.    KONSEP DASAR LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM

Landasan adalah sesuatu yang menjadi sandaran semua dasar dalam suatu bangunan, sedangkan dasar adalah fundamen yang menegakkan suatu bangunan, sehingga menjadi kuat dan kokoh dalam pengembangan pendidikan Islam. Dalam usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan yang tepat sebagai tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu, pendidikan Islam sebagai suatu usaha dalam membentuk manusia dan peradabannya harus mempunyai landasan yang kuat ke mana semua kegiatan itu dihubungkan atau disandarkan. Baik sebagai sumber maupun dasar yang menjadi pedoman penerapan dan pengembangannya. Landasan itu terdiri dari al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, mashlahah al-mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya.  Dasar dan fundamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan yang menjadikan tetap berdiri tegaknya bangunan itu. Dengan demikian, fungsi dari suatu landasan pendidikan Islam adalah di samping tegaknya suatu bangunan dalam dunia pendidikan Islam, juga agar bangunan itu tidak akan terombang-ambing oleh berbagai “persoalan” yang mempengaruhinya dan bahkan dia akan semakin kuat dan tegar di dalam menghadapinya.
Dasar filosofis pendidikan Islam merupakan kajian filosofis mengenai pendidikan Islam yang didasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para sahabat nabi saw sebagai sumber sekunder. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan filsafat Islam adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam[1]. Dasar-dasar pendidikan Islam secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya.
Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama tentu saja al-Qur’an dan sunnah. Al-Qur’an misalnya memberikan prinsip penghormatan kepada akal, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia dan memelihara kebutuhan sosial yang hal ini sangat penting bagi pendidikan.
Dasar pendidikan Islam selanjutnya adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah atas prinsip mendatangkan kemashlahatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia.Kemudian warisan pemikiran para ulama dan cendekiawan muslim yang merupakan dasar penting dalam pendidikan Islam[2]. Di samping itu, di bagian lain Azyumardi Azra juga mengemukakan mengenai sumber dan dasar pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan as-sunnah serta nilai-nilai, norma dan tradisi sosial yang memberi corak keislaman dan dapat mengikuti perkembangannya.
Pendidikan Islam berpangkal dari ajaran Ilahiyah, maka tentu harus bersumber dari kebenaran dan kebesaran Ilahi. Bagi kita sumber kebenaran Ilahi telah diperkenalkan kepada manusia melalui para nabi berupa kitab suci.Dari empat kitab suci yang pernah diturunkan sebagai petunjuk umat manusia, maka sejak kehadiran Rasulullah saw. di muka bumi ini satu yang harus ditegakkokohkan yakni al-Qur’an. Di samping itu ketetapan-ketetapan Rasul saw juga merupakan sumber utama pendidikan Islam.
Pada dasarnya bangunan syari’at dan moralitas Islam itu mempunyai dua sumber pokok yaitu al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. Al-Qur’anadalah kitabullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad bin Abdillah,dengan bahasa Arab yang jelas dan fasih yang secara kronologis diturunkan dalam rentangan waktu kurang lebih 23 tahun, yang memiliki nilai-nilai ibadah. Serta sumber Islam yang kedua adalah al-Sunnah sebagai landasanberfikir dan syari’at terdiri dari segala sesuatu yang berasal dari Rasul saw.

1.      Al-Qur’an (kalamullah)
Al-Qur’an sebagai kalamullah yang mencakup segala aspek persoalan kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan pencipta-Nya,sesama manusia dan alam semesta yang merupakan persoalan mendasar dalam setiap kehidupan manusia. Al-Qur’an memiliki gagasan mendasar yang amat luas dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang semua nya dapat dan harus dijadikan sebagai landasan dasar utama dalam pengembangan Pendidikan Islam. Kedudukan al-Qur’an dalam kerangka Pendidikan Islam bukan saja sebagai dasar bahkan menjadi sumber yang sangat berharga untuk terus digali, dipahami dan diambil intisarinya untuk senantiasa diaktualisasikan dalam hidup dan kehidupan manusia.

2.      Al-Sunnah al-Shohihah
Al-Sunnah bermakna seluruh sikap, perkataan dan perbuatan Rasulullah saw dalam menerapkan ajaran Islam serta mengembangkan kehidupan umat manusia yang benar-benar membawa kepada kerahmatan bagi semua alam, termasuk manusia dalam mengaktualisasikan diri dan kehidupannya secara utuh dan bertanggung jawab bagi keselamatan dalam kehidupannya. Kedudukan al-Sunnah dalam kehidupan dan pemikiran Islam sangat penting, karena di samping memperkuat dan memperjelas berbagai persoalan dalam al-Qur’an, juga banyak memberikan dasar pemikiran yang lebih kongkret mengenai penerapan berbagai aktivitas yang mesti dikembangkan dalam kerangka hidup dan kehidupan umat manusia.

3.      Pemikiran Islam
Pemikiran Islam yakni penggunaan akal budi manusia dalam rangka memberikan makna dan aktualisasi terhadap berbagai ajaran Islam yang disesuaikan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman yang muncul dalam kehidupan umat manusia dalam berbagai bentuk persoalan untuk dicarikan solusinya yang diharapkan sesuai dengan ajaran Islam.

4.      Sejarah Islam
Sejarah kebudayaan Islam merupakan segala dinamika kehidupan dan hasil karya masa lampau yang pernah dan terus dikembangkan dalam kehidupan umat Islam secara terus menerus. Semua ini akan memberikan gambaran bagi pembinaan dan pengembangan Pendidikan Islam yang dapat dijadikan landasan sebagai sumber penting Pendidikan Islam.

5.      Realitas Kehidupan
Realitas kehidupan sekarang ini, yakni kenyataan realitas yang tampak dalam kehidupan secara keseluruhan terutama menyangkut manusia dengan segala dinamikanya, kenyataan alam semesta dengan segala ketersediaannya. Dengan demikian realitas ini menyangkut kehidupan manusia dan berbagai makhluk lainnya serta alam semesta ini semuanya merupakan sumber dalam rangka pengembangan Pendidikan Islam.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa landasan dasar filosofis pendidikan Islam adalah suatu dasar, landasan yang menjadi sumber dibangun dan dikembangkannya pendidikan Islam baik secara filosofis, maupun teoritis dan empiris dalam dunia pendidikan Islam. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pemikiran mengenai landasan yang menjadi sumber dasar pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan al-Sunnah yang menjadi sumber primer lalu pemikiran Islam, sejarah Islam dan realitas kehidupan yang menjadi cabang (furu’) dari pengembangan dua sumber primer tadi. Untuk itu dalam makalah ini sumber yang akan dibahas hanya terpusat pada sumber primer yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah karena dari sinilah ilmu-ilmu Islam yang lain muncul.


B.     ANALISIS AYAT AL-QUR’AN DAN AL-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN DASAR FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM


Berikut beberapa ayat-ayat dalam yang secara eksplisit didalamnya terdapat penjelasan tentang dasar atau landasan dalam Pendidikan Islam. Diantaranya Allah saw berfirman :
Surat al-Baqarah: 129
رَبَّنَا وَٱبعَث فِيهِم رَسُولا مِّنهُم يَتلُواْ عَلَيهِم ءَايَٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلكِتَٰبَ وَٱلحِكمَةَ وَيُزَكِّيهِم إِنَّكَ أَنتَ ٱلعَزِيزُٱلحَكِيمُ

Artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (al-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 129)

Dari ayat yang dipaparkan di atas terdapat kalimat yang menunjukan tentang dasar filosofis Pendidikan Islam yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW yaitu kalimat al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (al-Sunnah). Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah swt sesungguhnya telah mengajarkan kepada Rasul bagaimana cara mendidik dan mengajarkan para sahabatnya dan kaum muslimin tentang Islam yang benar pada waktu itu yaitu dengan berpedoman kepada al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (al-Sunnah). Karena dengan berlandaskan dua landasan primer tersebut konsep Pendidikan Islam akan memiliki arah yang jelas sebagaimana yang telah tertuang dalam penjelasan-penjelasan para ulama yaitu, untuk menyucikan diri-diri umat manusia dari syirk dan akhlak yang buruk, lalu mengajarkan mereka dengan al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (al-Sunnah).Hal ini selaras dengan hadits nabi saw yaitu,
 Yang artinya: “Wahai manusia sesungguhnya aku (Muhammad saw) telah meninggalkan wasiat kepada kalian, barangsiapa yang berpegang teguh kepadanya maka ia tidak akan pernah tersesat selamanya, wasiat itu adalah Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya” (HR. Bukhori dan Muslim)

 III.            KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN


Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 6 komponen, yaitu :
1)        Tujuan Pendidikan
2)        Peserta Didik
3)        Pendidik
4)        Metode Pendidikan
5)        Isi Pendidikan / Materi Pendidikan
6)        Lingkungan Pendidikan
7)        Alat dan Fasilitas Pendidikan
8)        Berikut akan diuraikan satu persatu komponen- komponen tersebut.
1.      Tujuan Pendidikan
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normative dan praktis.
a.    Ilmu pengetahuan normatif
Sebagai ilmu pengetahuan normative, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia.
b.    Ilmu pengetahuan praktis
Tugas pendidikan atau pendidik maupun guru ialah menanamkan sistem-sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.
Tujuan umum pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah laku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.

2.      Peserta Didik
Peserta didik sangat menunjang dalam proses pendidikan, dengan perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengansumsikan peserta didik terdiri darianak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa.
3.      Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidik di sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun nonformal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut yang termasuk kategori pendidik adalah sebagai berikut :
a.    Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh syaifullah yaitu, manusia yang memiliki pandangan hidup yang pasti dan tetap, manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu termasuk cita-cita untuk mendidik.
b.    Orang Tua
Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pendidik utama dan yang pertama yang berlandaskan pada hubungan cinta kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka.
Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah berlangsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkantentang pendidikan.
c.    Guru/Pendidik di Sekolah
Guru sebagai pendidik di sekolah yang secara langsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik harus memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasarkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan maupun cara penyampainnya dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.
d.   Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagamaan sebagai pendidik tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.

4.      Metode Pendidikan
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas dari metode atau bagaimana pendidikan dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik,yaitu :
a)      Metode Diktatoral
Metode ini bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembangan manusia semata-mat ditentukan oleh faktor luar manusia. Metode ini menimbulkan sikap dictator dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
b)      Metode Liberal
Bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam yang secara wajar ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Membiarkan anak berkembang sesuai dengan kodratnya secara bebas.
c)      Metode Demokratis
Bersumber dari teori konvergen yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Didalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat menguasai anak, tetapi harus bersifat membimbing perkembangan anak. Disini tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan.
5.      Isi Pendidikan/Materi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal.Macam-macam pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama, pendidikan social, pendidikan keterampilan, pendidikan jasmani dll.
6.      Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Dalam artian yang sederhana lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekeliling anak didik dan komponen-komponen pendidikan yang lain.   
7.      Alat dan Fasilitas Pendidikan
Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan maka proses pendidikan akan berjalan dengan lancar sehingga  tujuan pendidikan akan mudah dicapai. Misalnya laboratorium  lengkap dengan alat-alat percobaannya, internet dll.




BAB III

KESIMPULAN
Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Pengertian yang luas dari pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh lodge yaitu bahwa: life is education, and education is life, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan danmemberikan pengaruh pendidikan baginya.
Islam sesungguhnya telah memiliki konsep dasar filosofis Pendidikan Islam yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW yaitu berupa al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (al-Sunnah). Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah SWT sesungguhnya telah mengajarkan kepada Rasul bagaimana cara mendidik dan mengajarkan para sahabatnya dan kaum muslimin tentang Islam yang benar pada waktu itu yaitu dengan berpedoman kepada al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (al-Sunnah) tersebut. Karena dengan berlandaskan dua landasan primer tersebut konsep Pendidikan Islam akan memiliki arah yang jelas sebagaimana yang telah tertuang dalam penjelasan-penjelasan para ulama yaitu, untuk menyucikan diri-diri umat manusia dari syirk dan akhlak yang buruk, lalu mengajarkan mereka dengan al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (al-Sunnah).
Dan, Komponen pendidikan merupakan bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan.
Input sistem pendidikan dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
1.   Input masukan (raw input): peserta didik.
       Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti proses pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajar, kepribadian siswa, dan sebagainya.
2.    Input alat (instrumental input) : kurikulum, dan pendidik Komponen masukan yang berperan sebagai alat pendidikan (insrumental input) adalah

semua faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses pembelajaran, misalnya kurikulum, media pengajaran, alat evaluasi hasil belajar, fasilitas/sarana dan prasarana, guru, dan sejenisnya.
3.   Input lingkungan (environmental input) : keadaan cuaca, situasi keamanan masyarakat dll. yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses pendidikan.
Berbagai jenis input pendidikan terseleksi dan akan membentuk komponen-komponen pendidikan, yaitu  Tujuan Pendidikan, Peserta DidiPendidik, Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak DidikIsi Pendidikan, dan Lingkungan pendidikan. Dan komponen-komponen pendidikan di atas saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.



















DAFTAR PUSTAKA




Darajad, Zakiah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1980.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy). Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010.
Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/04/komponen-pendidikan.html





[1] Lihat Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hal 30-31
[2] Lihat Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, hal. 9
Read More

PENGERTIAN IDEALISME, REALISME DAN MATERIALISME DALAM ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

September 25, 2018 0

1.       


a)        IDEALISME

Idealisme adalah suatu aliran filsafat yang paling tua yang umumnya disandarkan dengan filsuf besar Plato. Aliran ini memiliki suatu keyakinan bahwa realitas ini terdiri dari subtansi sebagaimana ide-ide atau spirit. Alam nyata tergantung pada Tuhan sebagai Jiwa Universal. Alam nyata ini adalah pancaran dan ekspresi dari Jiwa Universal itu. Realitas yang sesungguhnya bukanlah terletak pada bendanya, tetapi pada sesuatu yang berada didalam dan mengikat zat tersebut, sehingga ia menjadi wujud. Pengetahuan menurut aliran ini tidak lain adalah yang ada dalam ruang idea.[1]
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan tetap benar[2].
1)        Tokoh-Tokoh Aliran Idealisme
Aliran ini banyak melahirkan tokoh-tokoh besar yang sangat berpengaruh, di antara
nya yaitu:


Ø  Plato (477 -347 SM)
Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Ø  J. G. Fichte (1762-1914 M.)[3]
Ia adalah seorang filsuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin.   Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
Ø  G. W. F. Hegel (1770-1031 M.)[4]
Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang di ilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).
2)        Idealisme dalam Pendidikan
Aliran idealisme terbukti cukup banyak  berpengaruh dalam dunia pendidikan. Idealisme terpusat tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan alam semata.
Bagi aliran idealisme, peserta didik merupakan pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual. Sejak idealisme sebagai aliran filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan filsafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat tapi idealisme. Maka tujuan pendidikan menurut aliran idealisme terbagi atas tiga hal, tujuan untuk individual, masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.

b)       REALISME
Pada hakikatnya kelahiran realisme sebagai suatu aliran dalam filsafat sebagai sintesis antara filsafat idealisme Immanuel Kant di satu sisi dan empirisme John Locke di sisi lainnya. Realisme ini kadang kala disebut juga neo rasonalisme. John Locke memandang bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat metafisik dan universal. Ia berkeyakinan bahwa sesuatu dikatakan benar jika didasarkan pada pengalaman-pengalaman indrawi, sifatnya induksi. John Locke menyangkal kebenaran akal.[5]
Gagasan filsafat realisme terlacak  dimulai sebelum periode abad masehi dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato bernama Aristoteles (384-322 SM). Sebagai murid Plato, sedikit banyak Aristoteles tentu saja memiliki pemikiran yang sangat dipengaruhi Plato dalam berfilsafat. Dalam keterpengaruhannya, Aristoteles memiliki sesuatu perbedaan pemikiran yang membuatnya menjadi berbeda dengan Plato[6].
Aristoteles memandang dunia dalam terma material. Segala sesuatu yang ada dihadapan kita adalah sesuatu yang riil dan terpisah dari alam pikiran, namun ia dapat memunculkan pikiran melalui upaya selektif terhadap berbagai pengalaman dan melalui pendayagunaan fungsi akal. Jadi, realitas yang ada adalah dalam wujud natural, sehingga dapat dikatakan bahwa segala sesuatu selalu digerakkan oleh alam.[7]

c)      MATERIALISME
1.      Sejarah Lahirnya Aliran Filsafat Materialisme
            Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”. Demokritos beserta para pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (yang disebut atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu bergerak, seehingga dengan demikian membentuk realitas pada pancaindera kita.
            Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu meta-fisika materialistis, suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemology yang menjungjung tinggi pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru Feuerbach) dengan materialisme. Jadi, menurut Feuerbach, yang ada hanyalah materi, tidak mengenal alam spiritual. Kepercayaan terhadap Tuhan hanyalah merupakan suatu proyeksi dari kegagalan atau ketidakpuasan manusia mencapai cita-cita kebahagiaan dalam hidupnya. Dengan kegagalan tersebut manusia memikirkan suatu wujud di luar yang dikhayalkan memiliki kesempurnaan, yang merupakan sumber kebahagiaan manusia, suatu wujud yang bahagia secara absolute. Oleh karena iu, Tuhan hanyalah merupakan hasil khayalan manusia. Tuhan diciptakan oleh manusia itu sendiri, secara maya, padahal wujudnya tidak ada.
            Cabang materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan sebagai landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya.
            Comte membatasi pengetahuan pada bidang gejala-gejala (fenomena). Menurut Comte, terdapat tiga perkembangan berpikir yang dialami manusia, yaitu:
1.      Tingkatkan teologis (pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayul dan prasangka)
2.      Tingkatkan metafisik (pola berpikir abstrak)
3.      Tingkatkan positif (pola berpikir yang mendasarkan pada sains)
            Zaman positif (Harun Hadiwijono, 1980) adalah zaman dimana orang tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologi maupun metafisik. Ia tidak lagi melacak awal dan tujuan akhir dari seluruh alam semesta tapi berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan aturan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau disajikan kepadanya.
                                                                                               
            Jadi, dikatakan positivisme, Karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah berdasarkan fakta-fakta, berdasarkan data-data yang nyata, yaitu yang mereka namakan positif.
            Thomas Hobbes sebagai pengikut empirisme materialistis berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberi kepastian. Pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis semata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan (Harun Hadiwijono, 1980).

2.      Tokoh-tokoh Aliran Materialisme
            Terdapat beberapa tokoh-tokoh yang terdapat pada aliran materialisme:
a.       Demokritos (460-360 SM)
Demokritos merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”.
b.      Julien de Lamettrie (1709-1751)
Mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak ada bedanya,karena semuanya dianggap sebagai mesin. Buktinya,bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak),sedangkan jiwa tanpa bahan (badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.
c.       Ludwig Feuerbach (1804-1972)
Ludwig Fuerbach mencanangkan suatu metafisika,suatu etika yang humanistis,dan suatu epistemology yang menjunjung tinggi pengenalan inderawi. Oleh karena itu,ia ingin mengganti idealisme Hegel (guru Feurbach) dengan materialisme.
d.      Karl Marx (1818-1883)
Nama lengkap Karl Heinrich Marx,dilahirkan di Trier,Prusia,Jerman. Sewaktu menjadi mahasiswa ia terpengaruh oleh ajaran Hegel dan dapat mencapai gelar dokter dalam bidang filsafat. Pemikiran Karl mark disebut pula dialektik materialisme dan historis materialisme. Di dalam berpikir,Karl Marx menggunakan dialektika dari Hegel,oleh sebab itu disebut dialektika materialisme. Demikian pula disebut historis materialisme karena berdasarkan kepada perkembangan masyarakat atau sejarah atas materinya.

3.      Konsep Dasar Filsafat Materialisme
            Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau supranatural.
            Filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau pikiran timbul setelah melihat materi. Dengan kata lain materialisme mengakui bahwa materi menentukan ide, bukan ide menentukan materi. Contoh: karena meja atau kursi secara objektif ada, maka orang berpikir tentang meja dan kursi. Bisakah seseorang memikirkan meja atau kursi sebelum benda yang berbentuk meja dan kursi belum atau tidak ada.
1.      Ciri-ciri filsafat materialisme
Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi
Tidak meyakini adanya alam ghaib
Menjadikan panca-indera sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum
Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlaq
2.      Variasi aliran filsafat materialisme
Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme metafisik.
Filsafat Materialisme Dialektika
Materialisme dialektika adalah materialisme yang memandang segala sesuatu selalu berkembang sesuai dengan hukum-hukum dialektika: hukum saling hubungan dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku secara objektif didalam dunia semesta. Pikiran-pikiran materialisme dialekti inipun dapat kita jumpai dalam kehidupan misalnya, “bumi berputar terus, ada siang ada malam”, “habis gelap timbullah terang”, “patah tumbuh hilang berganti” dsb. Semua pikiran ini menunjukkan bahwa dunia dan kehidupan kita senantiasa berkembang.
Filsafat Materialisme Metafisik
Materialisme metafisik, yang memandang dunia secara sepotong-sepotong atau dikotak-kotak, tidak menyeluruh dan statis. Pikiran-pikiran materialisme metafisik ini misalnya: “sekali maling tetap maling”, memandang orang sudah ditakdirkan, tidak bisa berubah.

4.      Pemikiran Filsafat Pendidikan Materialisme
Karakteristik umum materialisme pada abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang (Randal,et.al,1942). Asumsi tersebut menunjukkan bahwa :
1) Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya          ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab akibat). jadi, semua sains merupakan cabang dari sains mekanika;
2) Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berpikir, memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak,system urat saraf, atau orga-organ jasmani yang lainnya.
3) Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita,makna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan, serta kebebasan,hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan, symbol subjektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda.
2.5. Implikasi Aliran Filsafat Materialisme untuk Pendidikan
          Menurut Power (1982), implikasi aliran filsafat pendidikan materialisme, sebagai berikut:
1. Temanya yaitu  manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama.
2.Tujuan pendidikan merupakan perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
3. Isi kurikulum pendidikan yang mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
4. Metode, semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning), operant condisioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetisi.
5.  Kedudukan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka dituntut untuk belajar.
2.6. Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Materialisme untuk Pendidikan
Jika dibandingkan dengan aliran filsafat yang lain aliran filsafat materialisme adalah aliran yang mendapatkan kritikan dari berbagai pihak, terutama dalam anggapannya yang hanya meyakini bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Mereka menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya. Materialisme adalah aliran yang memandang bahwa segala sesuatu adalah relitas, dan realitas seluruhnya adalah materi belaka. Kenyataan bersifat material dipandang bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakannya adalah berasal dari materi dan berakhir dengan materi atau berasal dari gejala yang bersangkutan dengan materi.
Untuk pendidikan, materialisme memandang bahwa proses belajar merupakan proses kondisionisasi lingkungan serta menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis empiris sebagai hasil kajian sains atau alam, sedangkan perilaku sosial sebagai hasil belajar.
Namun meskipun aliran filsafat materialisme mendapat kritikan dari berbagau pihak tapi didalam pendidikan masih sering juga kita temui penerapannya dalam pembelajaran seperti menyodorkan setumpuk buku ke peserta didik .





[1] Filsafat Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hlm. 132
[2] George R. Knight (Terjemahan Dr. Mahmud Arif, M.Ag). Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta:  Gama Media, 2007), hlm. 69.
[3] A. Fuad Ihsan. Filsafat Ilmu (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 160
[4] Ibid, hlm. 161

5Inayah, Filsafat Pendidikan Realisme,

Read More

Post Top Ad

Your Ad Spot