MAKALAH SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ABBASYIAH - Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Rabu, 27 Januari 2016

MAKALAH SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ABBASYIAH




A.    Sejarah Berdirinya DAULAH ABBASIYAH

Kekuasaan dinasti Abbasiyah atau khalifah abbasiyah, sebagaimana melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah. Dinamakan bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturun al- abbas pamannya Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh oleh Abdullah Al-Saffan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-abbas. Kekuasaan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintah yang diterapkan berbeda-beda     

Menjelang akhir daulah Umayyah I, terjadinya bermacam macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1.        Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.        Meresahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberikan kesempatan dalam pemerintahan.
3.        Pelanggaran terhadap ajaran islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan daulah Umawiyah. Gerakan ini menghimpun:
a.         Keturuna Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b.         Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim Al-Iman;
c.         Keturunan bangsa Persia pemimpinnnya Abu Muslim Al-Khurasany;
Mereka memutuskan kegiatannnya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132H/750 M tumbanglah daulah Umawiyah dengan terbunuhnya marwan mulailah berdirinya daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah Bin Muhammad, dengan gelar Abu Al-Abbas Al-Saffah, pada tahun 132-136H /750 -754 M.
Antara daulah Umawiyah dan daulah Abbasiyah terdapat beberapa perbedaan:
1)        Umawiyah masih mempertahankan dan mengagungkan ke Araban murni, baik Khalifah atau pegawai dan rakyatnya. Akibatnya, terjadilah semacam kasta dalam negara yang masih Arab murnimenduduki kelas tertinggi di samping keturunan campuran dan orang asing yang disebut Mawali. Abbasiyah tidak seketat itu lagi, hanya khalifah yang dari Arab sehingga istilah Mawali lenyap, bahkan para menteri, gubernur, panglima dan pegawai diangkat dari golongan Mawali, terutama keturuna Persia.
2)        Ibu kota Umawiyah, Damaskus, masih bercorak adat jahiliyahyang ditaburi oleh kemegahan Byzantium dan Persia. Sedangkan ibu kota Abbasiyah, Baghdad, sudah bercelup Persia secara keseluruhan dan dijadikan kota Internasional.
3)        Umawiyah bukan keluarga Nabi, sedangkan Abbasiyah mendasarkan kekhalifahan pada keluarga (Abbas adalah paman Nabi). Pada awal pergerakannya mereka membentuk gerakan Hasyimiyah yang menghimpunkan keturunan bani Hasyim yang terdiri dari Alawiyah dan Abbasiyah, walaupun pada akhirnya yang menjadi khalifah adalah keturunan Abbas sedangkan keturunan Ali ditindas.
4)        Kebudayan Umawiyah masih bercorak Arab jahiliyah dengan kemegahan bersyair dan berkisah. Sedangkan kebudayaan Abbasiyah membuka pintu terhadap samua kebudayaan yang maju sehingga berasmilasilah kebudayaan Arab, Persia, Yunani dan Hindu.
5)        Khalifah Umawiyah gemar kepada syair dan kasidah seperti zaman kemegahan kesusasteraan Arab jahiliyah. Sedangkan khalifah Abbasiyah, terutama pada masa Abbasiyah I, gemar kepada ilmu pengetahuan akibatnya ilmu pengetahuan menjadi pesat dan bahkan mencapai masa keemasan.
Pada masa daulah Abbasiyah berkali-kali terjadi perubahan corak kebudayaan Islam sesuai dengan terjadinya perubahan di bidang politik ekonomi dan sosial:
1.      Masa Abbasiyah I, semenjak lahirnya daulah Abbasiyah tahun 132 H/1750 M sampai meninggalkan khalifah Al-Wasiq tahun 232 H/847 M.
2.      Masa Abbasy II tahun 232-334 H/847-946 M mulai khalifah Al-Mutawakkil sampai berdirinya daulah Buwaihi di Baghdad.
3.      Masa Abbasy III tahun 334-447 H/946-1055 M, dari berdirinya daulah Bawaihi sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad.
4.      Masa abbasy IV tahun 447-656 H/1055-1258 M dari masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pemimpin Hulagu.
Politik yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah I:
1.      Kekuasaan sepenuhnya dipegang olehg khalifah yang mempertahankan keturunan Arab murni dibantu oleh Wazir, Menteri, Gubernur dan para panglima beserta pegawai-pegawain yang berhasil dari berbagai bangsa dan pada masa ini yang sedang banyak di angkat dari golongan Mawali turunan Persia.
2.      Kota Baghdad sebagai ibu kota  sebagai ibu kota negara, menjadi kegiatan politik, sosial, dan budaya dijadikan sebuah kota internasioanal yang terbuka untuk seluruh bangsa dan keyakinan sehingga berkumpullah disana bangsa-bangsa Arab, Turki, Persia, Romawi, Qibthi, Hindi, Kurdi, dan sebagainya.
3.      Ilmu pengetahuan di pandang sebagai sesuatu yang sangat pentingdan mulia, para khalifah dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan para khalifah sendiri pada umumnya adalah ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana dan memuliakan pujangga.
4.      Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan pikiran dibebaskan benar-benar dari belenggu taklid, kondisi yang menyebabkan orang sangat leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang termasuk aqidah, filsafat, ibadah, dan sebagainya.
5.      Para menteri turunan Persia diberikan hak penuh dalam menjalankan pemerintahan sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamadun Islam. Mereka sangat mrncintai ilmu dan mengorban kekayaannya untuk meningkatkan kemerdekaan rakyat dan memajukan ilmu pengetahuan.
B.     Khalifah Bani Abbasiyah
Masa proode Abu-Al-abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu pembina abu sebenarnya dari daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far Al-Manshur (754-775). Dia dengan kersa menghadapi lawannya dari Bani Umayyah, Khawarij, Dan Juga Syi’ah yang merasa di kucilkan dari kekuasaan.
Pada awalnya ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat dengan Kuffah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Al-Manshur memindahkan ibu kota negara ibu kota yang baru di bangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Catresiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota baru ini Al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahan. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama diangkat adalah Khalid bin Barmark, berasal dari Balk, Persia. Juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia juga menunjuk Muhammad  ibn Abd Al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.
Khalifah manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadoci, dan Cicilia pada tahun 756-758 M. 




C.    Periode Daulah Abbasiyah
a.    Priode Pertama (750-847)
Sebagaimana telah kita ketahui daulah Abbasiyah didirikan oleh ibnu Abbas yang sekaligus pendiri dinasti Abbasiyah dikatakan demikian dan dalam daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain. Ternyata dia tidak lama dia berkuasa hanya pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh Abu Ja’far al-Mansyur untuk menunjang langkah menuju masa kejayaan diambil beberapa kebijakan oleh khalifah baru itu seperti memindahkan ibu kota ke Baghdad kota baru yang indah itu yang dibangun di tepi aliran sungai Tigris Efrat sengaja dibangun untuk menjadi ibu kota daulah Abbasiyah. Pada periode pertama, pemerintah Bani Abbas mencapai masa keemasan.
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik Dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tinggi. Priode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam. Namun menurun priode ini terakhir, pemerintah Bani Abbas mulai menurun bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. 


b.    Periode Kedua (232 H/ 847 M-334 H/ 945 M)
Kebijakan khalifah al-Mu’tasim (833-842) untuk memilih anasif Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abbasiyah terutama di latar belakangi oleh persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun. Di masa al-mu’tasim (833-842 M) dan khalifah sesudahnya, al-Wasiq (842-847) mereka mampu mengendalikan mereka. Akan tetapi khalifah al-Mutawakkil (847-861) yang merupakan awal dari priode ini adalah seorang khalufah yang lemah. Pada masanya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat setelah al-Mutawakkil wafat mereka telah memilih dan mengangkat khalifah sesuai dengan ke\ehendak mereka dengan demikian bani Abbasiyah tidak mempunyai kekuasaan, meskipun resminya merekalah penguasa.
Usaha untuk melepaskan dari dominasi tentara Turki itu selalu gagal. Adanya persaingan internal di kalangan tentara Turki, mereka memang mulai lemah.
Mulailah khalifah ar-Radi menyerahkan kekuasaan kepada Muhammad bin Raiq, Gubernuh Wasiq dari Bashrah. Disamping itu, Kilalifahi memberikan gelar amirul umara (panglima para panglima). Meskipun dmikian keadaan bani Abbas tidak menjadi lebih baik dari 12 khalifah pada priode ini hanya 4 orang yang wafat wajar, sedangkan selebihnya kalau tidak dibunuh, mereka digulingkan dengan paksa.
Pemberontakan masih bermunculan pada priode ini seperti pemberontakan Zanj di daratan rendah Iraq Selatan dan pembrontakan karamitah yang berpusat di Bahrain. Namun bukan itu semua yang menghambat upaya mewujudkan kekuasaan kesatuan politik daulah Abbasiyah.
c.    Periode Ketiga
Posisi daulah Abbasiyah yang berada dibawah kekuasaan bani Buaihi merupakan ciri utama priode ketiga ini keadaan khalifah sangat buruk ketimbang dimasa sebelumnya. Lebih-lebih karena bani Buaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan khalifah tidak lebih setiap pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi membagi kekuasaannya menjadi tiga saudara.
Ali menguasai wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan menguasai wilayah bagian utara dan Ahmad menguasai wilayah al-Ahwaz, Wasit, dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi merupakan pusat pemerintahan Islam. Karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa Ali bin Buwaihi yang memiliki kekuasan bani Buwaihi.
d.   Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/1199 M)
Priode keempat ini ditandai oleh kekuasaan bani Seljuk dalam daulah Abbasiyah. Kehadiran bani seljuk diatas ”undangan” khalifah untuk melumpuhkan kekuatan bani kewibawaannya dalam bidang Agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-orang syi’ah.
e.    Peiode Kelima (590/1199 M-656 H/1258 M)
Telah terjadi perubahan besar-besaran dalam kekhalifahan Abbasiyah dalainim priode kelima ini. Pada priode, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan disekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masaa inilah datang tentara Mongol dan Tartar menghancurkan baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1258 M.
Faktor-faktor yang membuat daulah Abbasiyah menjadi lemah dan kemudian hancur dapat di kelompokkan menjadi faktor-faktor intern dan ekstrn diantara faktor-faktor intrn adalah:
1.      Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah terutama Arab, Persia, dan Turki.
2.      Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran   agama yang ada dan berkembang menjadi petumpahan darah.
3.      Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang berkepanjangan.
4.      Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian sebagai bentrokan politik.
Sedangkan faktor-faktor ekstrn yang terjadi adalah:
1.      Berlangsungnya perang salip yang berkepanjangan dalam beberapa gelombang. Dan yang paling menentukan adalah
2.      Sebuah pasukan Mongol dan Tarta di pimpi oleh Hulagu Khan yang berhasil menjarah semua Persia baik kekuasaan maupun pusat ilmu yaitu perpustakaan Dibaghdad.
D.    Perkembangan ilmu pada masa Abbasiyah
Abad X masehi disebut abad pembangunan daulah Islam dimana dunia Islam mulai, dan Cordoba Spanyol sampai ke Multan Pakistan meluasnya pembangunan di segala bidang, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dunia Islam pada waktu itudalam keadaan maju, jaya, makmur sebaliknya dunia baratmasih dalam keadaan gelap, bodoh, primitif. Dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan dilaboratorium dan observasi.
Dunia barat masih sibuk dengan jampi-jampi dan dewa-dewa. Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad telah menimbulkan dorongan untuk menumbuhkan suatu kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahaun lapangan agama (Ilmu Aqli), bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudian ketika Islam keluar dari Jazirah Arab, mereka menemukan pembendaharaan Yunani. Dorongan dari agama ditambah pengaruh dari pembendaharaan Yunani menimbulkan dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan di bidang akal (Ilmu Aqli).
Dikatakan pembendaharaan Yunani karena pada waktu Islam datang, Ilmu Yunani sudah mati yang tinggal hanyalah buku-bukunya saja. Ketika Islam sampai Byzantium, Persia, dan lain-lain, mereka tidak lagi menjumpai ilmu Yunani dipelajari orang, yang didapati hanyalah tabib Yunani, perkembangan baru tidak di perolehi lagi.
Diceritakan asal mula kedatanga kebudayaan Yunani adlah filosof-filosof yunani yang lari dinegaranya karena di kejar-kejar oleh rajanya akibat perbedaan madzhab. Sebenarnya  merekalah penyusun ilmu secara sistematis, namun ketika yunani dijajah bangsa romawi, raja-rajanya yang berbangsa Kristen tidak mentolerir. Masa raja konstanti agung (wafat 366M) perpustakaan yang didirikan oleh raja perbeku yang liberal, dibubarkan atau dimusnahkan, pengetahuan dianggap sebagai sihir yang dikutuk, filsafat dan ilmu dibasmi.
Kaisar Yustinius pada tahun 529 M menutup sekolah filsafat yang masih ada pengajarnya diusir. Sarjana itu kemudian lari ke Persia dan mendapatkan kedudukn terhormat di istana Kisra Anusirwan (531-578 M) dan aliran filsafat neo Plato yang mereka bawa diterima baik. Didirikanlah di Yunde Sahpur sebuah perguruan tinggi, dimana sarjana itu mengajar bermacam ilmu, antara lain kedokteran dan filsafat. Sekolah ini berurat dan berakar dikota ini sampai berdirinya daulah Abbasiyah, seperti halnya Harran menjadi pusat kegiatan Yunani di Irak, dimana penduduknya berbicara bahasa Arab.
Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh Khalifah Ja’far al-Mansur setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H-762 M) dan menjadikan sebagai ibu kota negara. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dan berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Baghdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama, seperti fiqih, tafsir, tauhid,hadis, atau ilmu lain seperti ilmu bahasa dan ilmu sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah penterjemahan buku yang berasal dari luar.

1.      Perkembangan Ilmu Naqli
Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Quran dan Hadis), yaitu yang berhubungan dengan agama Islam. Ilmu ini mulai disusun dasar perumusannya pada sekitar 200 tahun setelah hijrah Nabi sehingga menjadi ilmu yang kita kenal sekarang. Ilmu-ilmu itu antara lain:
a.       Ilmu Tafsir
Al-Quran adala sumber dari agama Islam. Oleh karena itu segala perilaku umat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung didalamnya. Sebab untuk memahami suatu kitab tidak cukup hanya mengerti bahasanya saja tetapi diperlukan keseimbangan taraf pengetahuan antara buku yang dibaca dengan pembacanya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkannya. Yang pertama antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Ubai ibn Ka’ab. Cara saabat-sahabat ini menafsirkan ialah denagn menafsirkan ayat dengan hadis atau atsar atau kejadian yang mereka saksikan ketika ayat itu turun. Sesudah itu bangun para tabi’in yang mengambil tafsir para sahabat tersebut diatas.
 Tafsir pada masa ini ditambah dengan cerita Israiliyat. Terahir bangunlah para mufasir dengan cara menyebutkan satu ayat kemudian menerangkan tafsirnya yang diambil dari shabat dan tabi’in. Tafsir yang seperti ini yang termasyhur diantaranya tafsir Ibnu Jarir At-Tabary. Kemudian ketika kebangunan ilmumpengetahuan menuncak maka mempengaruhi pula ilmu penafsiran Al-Quran. Tafsir pda masa ini mencakup segala ilmu yang ada baik mengenai aliran keagamaan, peraturan tentang hukum, ataupun ilmu lainnya yang terkandung di dalamnya seperti tafsir Abu Yusuf Abu Salman al-Kuswani. Dengan demikian dari tafsir yang ada cara penafsirannya ada dua macam:
·      Tafsir bil ma’sur, yaitu memikirkan Al-Quran dengan hadis Nabi.
·      Tafsir bil ra’yi, yaitu penafsiran Al-Quran dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
b.      Ilmu Hadis
Hadis adalah sumber hukum Islam setelah Al-Quran. Karena kedudukannya itu, maka setiap abad umat Islam selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Usaha pelestarian dan pengembangannya terjadi pada dua periode besar: masa Mutaqaddimin dam masa Mutaakhirin.
Usaha Mutaqaddimin dapat dibagi menjadi beberapa shop:
1)      Masa Turunnya Wahyu.
2)      Masa Khullafau ar-Rasyidin (12-40 H)
3)      Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in (40 H- akhir abad 1 H)
4)      Masa Pembukuan Hadits (awal-akhir abad ke II H)
5)      Masa Pentasihan dan Penyaringan Hadits (awal-akhir abad III)
Usaha pelestarian masa mutaakhirin menjadi beberapa tahap yang masing-masing mempunyai ciri sendiri:
1.      Abad keempat Hijriyah
2.      Abad kelima sampai abad ketujuh para ulama hanya berusaha untuk memperbaiki susunan kitab
c.      Ilmu Kalam
Lahirnya ilmu Kalam karena dua faktor:
1.      Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya musuh memakai senjata itu.
2.      Karena semua masalah termasuk masalah agama telah dikisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.



d.      Ilmu Tasauf
Ilmu Tasauf adalah ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, serta bersunyi diri beribadah. Dalam sejarah sebelumnya timbul aliran Tasauf  terlebih dahulu muncul aliran Zuhud.
Di Basrah sebagai kota yang tenggelam dalam kemewahan, aliran Zuhud mengambil corak lebih ekstrim sehingga akhirnya meningkat kepada ajaran mistik. Zahid-Zahid yang terkenal disini adalah Hasan al-Bashri (110 H) dan Rabiah al-Adawiyah (185 H).
Dari kedua kota ini aliran Zuhud pindah ke kota lain. Di Persia (Khurasan) muncul Ibrahin bin Adhaya (162 H) dan muridnya Syafiq al-Baighi (194 H). Di Madinah muncul Ja’far al- Sidiq (148 H).
e.       Ilmu Bahasa
Dalam masa Abbasiyah ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan suburnya karena bahasa Arab yang semakin dewasa dan menjadi bahasa Internasional. Ilmu bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh. Yang dimaksud dengan ilmu Bahasa adalah nahwu, sharafi ma’ani, bayan, bad’arudh, qamus dan insya.
Kota- kota Bashrah dan Kuffah merupakan pusat pertumbuhan dan kegiatan ilmu lughah. Keduanya berlomba-lomba dalam bidang tersebut ssehingga terkenal sebutan aliran Bashrah dan Kuffah. Masing-masing penduduknya merasa bangga dengan alirannya. Aliran Bashrah lebih banyak terpengaruh dengan mantik dibandingkan dengan aliran Kuffah. Dalam zaman ini di ciptakan kitab-kitab yang bernilai ilmu nahwu, sarafi ma’ani, arrudh, qamus, dan ilmu maqarnad. Diantara ulama-ulama termsyhur dalam masa ini:
1.        Sibawaihi, wafat 153 H
2.        Muaz al- Harro (wafat, 187 H) yang mula-mula membuat tahrif.
3.        Al-Kasai (wafat, 190 H) mengarang kitab tata bahasa
4.        Abu Usman al-Maziny (wafat 249 H) karangannya banyak tentang nahwu.

f.       Ilmu Fiqh
Zaman Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamadun Islam telah melahirkan ahli-ahli hukum yang tersohor dalam sejarah Islam dengan kitab-kitab fiqh yang terkenal sampai sekarang. Para fuqaha yang lahir dizaman ini terbagi dua aliran: ahli hadits dan ahli ra’yi.
Ahli hadits adalah aliran yang mengarang yang berdasarkan hadits. Pemuka aliran ini adalah imam Malik dengan pengikut pengikutnya, pengikut imam Syafi’i, pengikut Sufyan, dan pengikut imam Hambali.

Ahli ra’yi adalah aliran yang mempergunakan akal dan pikiran dalam menggali hukum. Pemuka aliran ini adalah Abu Hanifah dan teman-temannya fuqaha dari Iraq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot