A.
Peranan Ushul Fiqh
Studi ushul fiqh baru terasa penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya tidak terdapat dalam perbendaharaan fiqh lama. Disamping itu, dengan maraknya para peminat hukum perbandingan mazhab, bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang lebih kuat, serta adanya upaya untuk memparbarui hukum Islam, akan semakin terasa betapa pentingnya peranan ushul fiqh.[2]
Tentunya peranan ushul fiqh
sangat bermanfaat bagi para Mujtahid dalam mengambil suatu hukum. tidak
terlepas juga pentingnya bagi Muttabi’ untuk mengikuti suatu mazhab. Peran
utama ushul fiqh adalah mendidik seseorang agar memahami hukum yang ia terima
itu berdasarkan dalil syar’i, sehingga ia tidak terlalu menggantungkan diri
pada pemahaman orang lain yang tidak ia ketahui dasarnya, dengan demikian ia
mengikuti orang lain itu mengetahui dasar-dasar hukumnya bukan hanya sekedar
pokoknya ikut.[3]
Peranan ushul fiqh semakin
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, apalagi ketika
dihadapkan oleh perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern. Para
Mujtahid mengerahkan semua kemampuannya dalam memutuskan hukum yang disebabkan
karena kecanggihan tersebut. Tidak sedikit permasalahan yang timbul didalam
masyarakat dunia dengan hadirnya penemuan-penemuan baru oleh para Ilmuwan.
Diera Globalisasi ini,
permasalah yang timbul bukan hanya dari berbagai penemuan baru. Pengaruh
budaya, makanan, dan berbagai hal baru dalam Islam juga membutuhkan suatu
pengambilan hukum yang tepat. yakni, melalui peran ushul fiqh dan para Mujtahid
Kebutuhan terhadap ushul fiqh
ini senantiasa tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak
dinamis terutama atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
seakan hukum Islam itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Banyak persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu
ditetapkan status hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada
masa-masa yang telah berlalu. Misalnya masalah tranplasi organ tubuh manusia,
cloning, qasar shalat karena waktu tempuh dan lain sebagainya[4]
Tidak benar pendapat yang mengatakan
bahwa ilmu ushul fiqh tidak dibutuhkan lagi karena pintu ijtihad sudah ditutup,
karena menurut kami pintu ijtihad terbuka sampai hari kiamat kelak, tentu
dengan syarat-syarat yang berlaku. Ulama yang berfatwa bahwa pintu ijtihad sudah
tertutup adalah dikarenakan dulu mereka melihat fenomena kelancangan orang
bodoh terhadap syariah Allah, mencetuskan hukum berdasarkan nafsu dan
menyebarkannya di antara orang yang tidak memahami ushul fiqh. Orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad juga tetap membutuhkan ilmu ini. Mereka cukup mempelajari
kaidah-kaidah ushul fiqh hingga rujukan yang digunakan mujtahid sebagai
landasan pendapat mereka, dasar-dasar madzhab mereka, dan sesekali dapat
membandingkan dan mengunggurkan (tarjih) salah satu pendapat dan mengeluarkan
hukum sesuai dengan metode yang digunakan para imam mujtahid dalam menetapkan
dan mencetuskan hukum.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah
agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target
ushul fiqih itu ialah agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam
meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
Melalui ushul
fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli
yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Islam. Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan sosial yang terus berkembang. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan)
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
Oleh karena itu, peran Ushul
Fiqh sangat berpengaruh besar didalam Islam, karena dapat mengambil kesimpulan
hukum berdasarkan dari dalil-dalil yang kuat, tidak hanya melalui kemampuan
logika saja. Suatu pengambilan hukum tanpa mempelajari serta memahami dengan
benar ilmu ushul fiqh, hanya kedustaan semata. Melalui ushul fiqh seseorang
dapat mengambil atau menetapkan suatu hukum yang tepat dan tidak bersifat
personal melainkan harus bersifat umum.
B. Peranan
Ushul Fiqh dalam Perkembangan Fiqh
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai
hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya
ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka Fiqh tidak mampu menjawabnya,
karena fiqh hanya bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus
tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu
permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf.[5]
Fiqih dalam Islam sangat
penting fungsinya karena ia menuntun manusia kepada kebaikan dan bertakwa
kepada Allah SWT. Setiap saat manusia itu mencari atau mempelajari keutamaan
fiqih, karena fiqih menunjukkan kita kepada sunnah RasulullahSAW
serta memelihara manusia dari bahaya-bahaya kehidupan.
Pokok dari ilmu Fiqh, yaitu
bahasan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali dan kedua tentang
dalil-dalil tafsili.[6] Dikemukakan
oleh al-Jurjani’:
“Fiqh menurut bahasa berarti
paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Menurut istilah: Fiqh ialah
mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliah (mengenai perbuatan, prilaku,)
dengan melalui dalil-dalil yang terperinci. fiqh adalah ilmu yang dihasilkan
oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan.”[7]
Berdasarkan pendapat-pendapat
diatas fiqh hanya penetapan hukum dari suatu masalah. Karena ushul fiqh adalah
cara untuk mendapatkan fiqh, mustahil mendapatkan sesuatu tanpa adanya cara
yang ditempuh. Nah, disinilah peranan
penting Ushul Fiqh dalam menetapkan hukum (fiqh). Abdul Wahab Khalaf
memberikan definisi ushul fiqh sebagai berikut:
“Ushul Fiqh ialah ilmu tentang
kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan
hukum-hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Atau
kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan
(mengambil) hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci”[8]
Tujuan mempelajari ushul fiqh
adalah untuk jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk
mengistimbatkan satu hukum dar dalil-dalinya. dengan menggunakan ushul fiqh
itu. Seseorang dapat terhindar dari jurang taklid, sebagaimana seorang mujtahid
menggunakannya dalam mengistimbatkan furu’ (cabang) dari ushul (asal). Begitu
juga dengan yang dilakukan oleh seorang muttabi dalam mengembalikan furu’
(cabang) kepada ushul (asal).[9]
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu
yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan
suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses
tersebut itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang
ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami
ushul fiqh. Karena ushul fiqh adalah modal utama dalam menentukan fiqh. Ushul fiqh
merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan objeknya selalu
dalil hukum, sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf yang diberi
hukumnya.[10]
Perkembangan ilmu Fiqh sangat
dipengaruhi oleh ushul fiqh. Fiqh menyangkut dengan amalan-amalan mukallaf.
Dalam melakukan amalan-amalan tersebut diharapkan mempunyai dasar dari
al-Qur’an dan Hadist. Maka, peran Ushul fiqh adalah mencari dasar-dasar dari
al-Qur’an dan Hadist yang akan dijadikan sebagai rujukan dalam mengambil hukum.
Sehingga fiqh semakin berkembang karena didasarkan oleh ushul fiqh
Dengan ushul fiqh dapat
dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang secara dhahir kelihatan
bertentangan satu sama lain. Dengan demikian, yang menjadi tujuan hakiki adalah
mempedomani dan mengamalkan hukum-hukum Allah yang diperoleh melalui
kaidah-kaidah ushul fiqh tersebut.[11]
Dengan kaidah-kaidah ushul fiqh, pengambilan fiqh yang akan diamalkan akan
lebih jauh dari kebohongan.
Target yang hendak dicapai oleh
ushul fiqih ialah tercapainya kemampuan seorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk
mengetahui metodeistinbath hukum dari dalil-dalilnya
dengan jalan yang benar. Dengan demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih berarti, seorang
mujtahid dalam ber-ijtihad-nya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.[12]
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlak perlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhab yang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa pengetahui
ilmu tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.
Dengan demikian, peranan ushul
fiqih dalam pengembangan fiqih Islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum-hukmu
syara’ dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang
dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam dan sebagai
penyaring pemikiran-pemikiran seorang mujtahid. Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqddamah berkata:
“sesungguhnya ilmu ushul itu merupakan syari’ah yang termulia, tertinggi
nilainya, dan terbanyak kaidahnya” (Ibnu Khaldun: 0452)[13]
Berdasarkan hal tersebut di
atas, para ulama memadang ilmu ushul fiqih sebagai ilmudharuri yang penting dan harus dimiliki
oleh setiap faqih dan dipandang sebagai ilmu syari’ah yang terpenting dan
tertinggi nilainya.
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlakperlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhabyang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa engetahui ilmu
tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.[14]
Dalam perkembangan fiqh telah
melahirkan mazhab-mazhab sebagai bukti bahwa fiqh terus berkembang, yang
terkenal adalah empat mazhab yakni, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Ulama
besar inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan fiqh. Para Imam Mazhab dari
keempat mazhab tersebut sepakat dengan dalil yang masing-masing Mazhab
menambahkan metode istimbat hokum lainnya. Misalnya, ulama’ ushul fiqh dari
kalangan Hanafiah mengakui teori-teori ushul fiqh imam syafi’I, tetapi mereka
menambah metode atau teori lainnya, yaitu istihsan dan ‘Uruf dalam
mengistimbathkan hukum. Ulama’ ushul fiqh Malikiyah juga melakukan hal yang
sama yaitu dengan menambahkan Ijma’ ahlul Madinah karena
statusijma’ ahlul Madinah merupakan sunnah yang secara turun
temurun dilaksanakan sejak zaman Rasullullah SAW sampai pada zaman mereka.
Disamping itu ulama’ Malikiyah menambahkan metode Maslahatul
Mursalah dan Sadd al-Zari’ah. Kesemuaan tersebut
menggunakan dasar-dasar atau ushul.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu
meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari kekeliruan. Sebaliknya,
bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah
agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum
sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2.
Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum
Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan
mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi
untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3.
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang
tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya ushul fiqh. Jika
terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum.
Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau
perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat juz’i, sehingga
menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4.
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang
dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan suatu
hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut
itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin
mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B.
Saran-saran
1.
Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi
masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat
dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry
Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul
Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka
Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras,
Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh:
Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria
Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin,
M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen
Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal,
9.
[6] Amir
Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul
Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[9] A. Basiq
Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2010), hal. 17.
[10] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan satu-satunya agama
yang mengatur berbagai aspek dalam kehidupan, sehingga melahirkan banyak
disiplin ilmu, salah satunya adalah Ilmu Ushul Fiqh. Pada zaman Rasulullah belum
ada pembagian khusus tentang ilmu Ushul Fiqh. Karena pada saat itu segala
permasalahan ditumpahkan langsung kepada Rasullah, kemudian Rasullah menjawabnya
melalui wahyu dan ilham dari Allah, tanpa memerlukan dasar-dasar dan
kaidah-kaidah untuk mengistimbatkan hukum.
Namun,
seiring perkembangan Islam semakin meluas keseluruh penjuru dunia. Tentunya
banyak sekali permasalahan-permasalahan yang timbul. Untuk menjawab menjawab
berbagai permasalahan-permasalahan ini, para sahabat berfatwa menurut nash-nash
yang mereka pahami. Bila jawabannya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadist,
mereka melakukan ijtihad.[1]
Untuk melakukan ijtihad dibutuhkan ilmu khusus dalam mengijtihadkan
suatu masalah, yaitu dengan mengetahui Ushul.
Memahami
ushul fiqh merupakan modal utama dalam mengistimbatkan suatu perkara. Fiqh
muncul karena adanya ushul fiqh. Dengan demikian, Ushul fiqh mempunyai peranan
penting dalam perkembangan fiqh. Mengambil hukum tanpa dasar hanyalah suatu
kedustaan yang nyata. Lain halnya dengan metode Mujtahid dalam mengambil hukum.
Kebutuhan terhadap ushul fiqh ini senantiasa
tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak dinamis terutama
atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga seakan hukum Islam
itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Banyak
persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu ditetapkan status
hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada masa-masa yang telah
berlalu.
B.
Rumusan Pembahasan
1.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh?
2.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam perkembangan
Fiqh?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh.
2.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam
perkembangan Fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan Ushul Fiqh
Studi ushul fiqh baru terasa
penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya tidak
terdapat dalam perbendaharaan fiqh lama. Disamping itu, dengan maraknya para
peminat hukum perbandingan mazhab, bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang
lebih kuat, serta adanya upaya untuk memparbarui hukum Islam, akan semakin
terasa betapa pentingnya peranan ushul fiqh.[2]
Tentunya peranan ushul fiqh
sangat bermanfaat bagi para Mujtahid dalam mengambil suatu hukum. tidak
terlepas juga pentingnya bagi Muttabi’ untuk mengikuti suatu mazhab. Peran
utama ushul fiqh adalah mendidik seseorang agar memahami hukum yang ia terima
itu berdasarkan dalil syar’i, sehingga ia tidak terlalu menggantungkan diri
pada pemahaman orang lain yang tidak ia ketahui dasarnya, dengan demikian ia
mengikuti orang lain itu mengetahui dasar-dasar hukumnya bukan hanya sekedar
pokoknya ikut.[3]
Peranan ushul fiqh semakin
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, apalagi ketika
dihadapkan oleh perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern. Para
Mujtahid mengerahkan semua kemampuannya dalam memutuskan hukum yang disebabkan
karena kecanggihan tersebut. Tidak sedikit permasalahan yang timbul didalam
masyarakat dunia dengan hadirnya penemuan-penemuan baru oleh para Ilmuwan.
Diera Globalisasi ini,
permasalah yang timbul bukan hanya dari berbagai penemuan baru. Pengaruh
budaya, makanan, dan berbagai hal baru dalam Islam juga membutuhkan suatu
pengambilan hukum yang tepat. yakni, melalui peran ushul fiqh dan para Mujtahid
Kebutuhan terhadap ushul fiqh
ini senantiasa tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak
dinamis terutama atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
seakan hukum Islam itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Banyak persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu
ditetapkan status hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada
masa-masa yang telah berlalu. Misalnya masalah tranplasi organ tubuh manusia,
cloning, qasar shalat karena waktu tempuh dan lain sebagainya[4]
Tidak benar pendapat yang mengatakan
bahwa ilmu ushul fiqh tidak dibutuhkan lagi karena pintu ijtihad sudah ditutup,
karena menurut kami pintu ijtihad terbuka sampai hari kiamat kelak, tentu
dengan syarat-syarat yang berlaku. Ulama yang berfatwa bahwa pintu ijtihad sudah
tertutup adalah dikarenakan dulu mereka melihat fenomena kelancangan orang
bodoh terhadap syariah Allah, mencetuskan hukum berdasarkan nafsu dan
menyebarkannya di antara orang yang tidak memahami ushul fiqh. Orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad juga tetap membutuhkan ilmu ini. Mereka cukup mempelajari
kaidah-kaidah ushul fiqh hingga rujukan yang digunakan mujtahid sebagai
landasan pendapat mereka, dasar-dasar madzhab mereka, dan sesekali dapat
membandingkan dan mengunggurkan (tarjih) salah satu pendapat dan mengeluarkan
hukum sesuai dengan metode yang digunakan para imam mujtahid dalam menetapkan
dan mencetuskan hukum.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah
agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target
ushul fiqih itu ialah agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam
meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
Melalui ushul
fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli
yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Islam. Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan sosial yang terus berkembang. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan)
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
Oleh karena itu, peran Ushul
Fiqh sangat berpengaruh besar didalam Islam, karena dapat mengambil kesimpulan
hukum berdasarkan dari dalil-dalil yang kuat, tidak hanya melalui kemampuan
logika saja. Suatu pengambilan hukum tanpa mempelajari serta memahami dengan
benar ilmu ushul fiqh, hanya kedustaan semata. Melalui ushul fiqh seseorang
dapat mengambil atau menetapkan suatu hukum yang tepat dan tidak bersifat
personal melainkan harus bersifat umum.
B. Peranan
Ushul Fiqh dalam Perkembangan Fiqh
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai
hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya
ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka Fiqh tidak mampu menjawabnya,
karena fiqh hanya bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus
tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu
permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf.[5]
Fiqih dalam Islam sangat
penting fungsinya karena ia menuntun manusia kepada kebaikan dan bertakwa
kepada Allah SWT. Setiap saat manusia itu mencari atau mempelajari keutamaan
fiqih, karena fiqih menunjukkan kita kepada sunnah RasulullahSAW
serta memelihara manusia dari bahaya-bahaya kehidupan.
Pokok dari ilmu Fiqh, yaitu
bahasan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali dan kedua tentang
dalil-dalil tafsili.[6] Dikemukakan
oleh al-Jurjani’:
“Fiqh menurut bahasa berarti
paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Menurut istilah: Fiqh ialah
mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliah (mengenai perbuatan, prilaku,)
dengan melalui dalil-dalil yang terperinci. fiqh adalah ilmu yang dihasilkan
oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan.”[7]
Berdasarkan pendapat-pendapat
diatas fiqh hanya penetapan hukum dari suatu masalah. Karena ushul fiqh adalah
cara untuk mendapatkan fiqh, mustahil mendapatkan sesuatu tanpa adanya cara
yang ditempuh. Nah, disinilah peranan
penting Ushul Fiqh dalam menetapkan hukum (fiqh). Abdul Wahab Khalaf
memberikan definisi ushul fiqh sebagai berikut:
“Ushul Fiqh ialah ilmu tentang
kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan
hukum-hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Atau
kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan
(mengambil) hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci”[8]
Tujuan mempelajari ushul fiqh
adalah untuk jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk
mengistimbatkan satu hukum dar dalil-dalinya. dengan menggunakan ushul fiqh
itu. Seseorang dapat terhindar dari jurang taklid, sebagaimana seorang mujtahid
menggunakannya dalam mengistimbatkan furu’ (cabang) dari ushul (asal). Begitu
juga dengan yang dilakukan oleh seorang muttabi dalam mengembalikan furu’
(cabang) kepada ushul (asal).[9]
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu
yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan
suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses
tersebut itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang
ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami
ushul fiqh. Karena ushul fiqh adalah modal utama dalam menentukan fiqh. Ushul fiqh
merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan objeknya selalu
dalil hukum, sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf yang diberi
hukumnya.[10]
Perkembangan ilmu Fiqh sangat
dipengaruhi oleh ushul fiqh. Fiqh menyangkut dengan amalan-amalan mukallaf.
Dalam melakukan amalan-amalan tersebut diharapkan mempunyai dasar dari
al-Qur’an dan Hadist. Maka, peran Ushul fiqh adalah mencari dasar-dasar dari
al-Qur’an dan Hadist yang akan dijadikan sebagai rujukan dalam mengambil hukum.
Sehingga fiqh semakin berkembang karena didasarkan oleh ushul fiqh
Dengan ushul fiqh dapat
dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang secara dhahir kelihatan
bertentangan satu sama lain. Dengan demikian, yang menjadi tujuan hakiki adalah
mempedomani dan mengamalkan hukum-hukum Allah yang diperoleh melalui
kaidah-kaidah ushul fiqh tersebut.[11]
Dengan kaidah-kaidah ushul fiqh, pengambilan fiqh yang akan diamalkan akan
lebih jauh dari kebohongan.
Target yang hendak dicapai oleh
ushul fiqih ialah tercapainya kemampuan seorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk
mengetahui metodeistinbath hukum dari dalil-dalilnya
dengan jalan yang benar. Dengan demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih berarti, seorang
mujtahid dalam ber-ijtihad-nya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.[12]
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlak perlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhab yang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa pengetahui
ilmu tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.
Dengan demikian, peranan ushul
fiqih dalam pengembangan fiqih Islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum-hukmu
syara’ dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang
dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam dan sebagai
penyaring pemikiran-pemikiran seorang mujtahid. Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqddamah berkata:
“sesungguhnya ilmu ushul itu merupakan syari’ah yang termulia, tertinggi
nilainya, dan terbanyak kaidahnya” (Ibnu Khaldun: 0452)[13]
Berdasarkan hal tersebut di
atas, para ulama memadang ilmu ushul fiqih sebagai ilmudharuri yang penting dan harus dimiliki
oleh setiap faqih dan dipandang sebagai ilmu syari’ah yang terpenting dan
tertinggi nilainya.
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlakperlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhabyang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa engetahui ilmu
tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.[14]
Dalam perkembangan fiqh telah
melahirkan mazhab-mazhab sebagai bukti bahwa fiqh terus berkembang, yang
terkenal adalah empat mazhab yakni, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Ulama
besar inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan fiqh. Para Imam Mazhab dari
keempat mazhab tersebut sepakat dengan dalil yang masing-masing Mazhab
menambahkan metode istimbat hokum lainnya. Misalnya, ulama’ ushul fiqh dari
kalangan Hanafiah mengakui teori-teori ushul fiqh imam syafi’I, tetapi mereka
menambah metode atau teori lainnya, yaitu istihsan dan ‘Uruf dalam
mengistimbathkan hukum. Ulama’ ushul fiqh Malikiyah juga melakukan hal yang
sama yaitu dengan menambahkan Ijma’ ahlul Madinah karena
statusijma’ ahlul Madinah merupakan sunnah yang secara turun
temurun dilaksanakan sejak zaman Rasullullah SAW sampai pada zaman mereka.
Disamping itu ulama’ Malikiyah menambahkan metode Maslahatul
Mursalah dan Sadd al-Zari’ah. Kesemuaan tersebut
menggunakan dasar-dasar atau ushul.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu
meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari kekeliruan. Sebaliknya,
bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah
agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum
sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2.
Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum
Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan
mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi
untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3.
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang
tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya ushul fiqh. Jika
terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum.
Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau
perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat juz’i, sehingga
menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4.
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang
dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan suatu
hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut
itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin
mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B.
Saran-saran
1.
Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi
masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat
dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry
Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul
Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka
Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras,
Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh:
Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria
Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin,
M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen
Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal,
9.
[6] Amir
Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul
Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[9] A. Basiq
Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2010), hal. 17.
[10] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan satu-satunya agama
yang mengatur berbagai aspek dalam kehidupan, sehingga melahirkan banyak
disiplin ilmu, salah satunya adalah Ilmu Ushul Fiqh. Pada zaman Rasulullah belum
ada pembagian khusus tentang ilmu Ushul Fiqh. Karena pada saat itu segala
permasalahan ditumpahkan langsung kepada Rasullah, kemudian Rasullah menjawabnya
melalui wahyu dan ilham dari Allah, tanpa memerlukan dasar-dasar dan
kaidah-kaidah untuk mengistimbatkan hukum.
Namun,
seiring perkembangan Islam semakin meluas keseluruh penjuru dunia. Tentunya
banyak sekali permasalahan-permasalahan yang timbul. Untuk menjawab menjawab
berbagai permasalahan-permasalahan ini, para sahabat berfatwa menurut nash-nash
yang mereka pahami. Bila jawabannya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadist,
mereka melakukan ijtihad.[1]
Untuk melakukan ijtihad dibutuhkan ilmu khusus dalam mengijtihadkan
suatu masalah, yaitu dengan mengetahui Ushul.
Memahami
ushul fiqh merupakan modal utama dalam mengistimbatkan suatu perkara. Fiqh
muncul karena adanya ushul fiqh. Dengan demikian, Ushul fiqh mempunyai peranan
penting dalam perkembangan fiqh. Mengambil hukum tanpa dasar hanyalah suatu
kedustaan yang nyata. Lain halnya dengan metode Mujtahid dalam mengambil hukum.
Kebutuhan terhadap ushul fiqh ini senantiasa
tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak dinamis terutama
atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga seakan hukum Islam
itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Banyak
persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu ditetapkan status
hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada masa-masa yang telah
berlalu.
B.
Rumusan Pembahasan
1.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh?
2.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam perkembangan
Fiqh?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh.
2.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam
perkembangan Fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan Ushul Fiqh
Studi ushul fiqh baru terasa
penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya tidak
terdapat dalam perbendaharaan fiqh lama. Disamping itu, dengan maraknya para
peminat hukum perbandingan mazhab, bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang
lebih kuat, serta adanya upaya untuk memparbarui hukum Islam, akan semakin
terasa betapa pentingnya peranan ushul fiqh.[2]
Tentunya peranan ushul fiqh
sangat bermanfaat bagi para Mujtahid dalam mengambil suatu hukum. tidak
terlepas juga pentingnya bagi Muttabi’ untuk mengikuti suatu mazhab. Peran
utama ushul fiqh adalah mendidik seseorang agar memahami hukum yang ia terima
itu berdasarkan dalil syar’i, sehingga ia tidak terlalu menggantungkan diri
pada pemahaman orang lain yang tidak ia ketahui dasarnya, dengan demikian ia
mengikuti orang lain itu mengetahui dasar-dasar hukumnya bukan hanya sekedar
pokoknya ikut.[3]
Peranan ushul fiqh semakin
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, apalagi ketika
dihadapkan oleh perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern. Para
Mujtahid mengerahkan semua kemampuannya dalam memutuskan hukum yang disebabkan
karena kecanggihan tersebut. Tidak sedikit permasalahan yang timbul didalam
masyarakat dunia dengan hadirnya penemuan-penemuan baru oleh para Ilmuwan.
Diera Globalisasi ini,
permasalah yang timbul bukan hanya dari berbagai penemuan baru. Pengaruh
budaya, makanan, dan berbagai hal baru dalam Islam juga membutuhkan suatu
pengambilan hukum yang tepat. yakni, melalui peran ushul fiqh dan para Mujtahid
Kebutuhan terhadap ushul fiqh
ini senantiasa tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak
dinamis terutama atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
seakan hukum Islam itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Banyak persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu
ditetapkan status hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada
masa-masa yang telah berlalu. Misalnya masalah tranplasi organ tubuh manusia,
cloning, qasar shalat karena waktu tempuh dan lain sebagainya[4]
Tidak benar pendapat yang mengatakan
bahwa ilmu ushul fiqh tidak dibutuhkan lagi karena pintu ijtihad sudah ditutup,
karena menurut kami pintu ijtihad terbuka sampai hari kiamat kelak, tentu
dengan syarat-syarat yang berlaku. Ulama yang berfatwa bahwa pintu ijtihad sudah
tertutup adalah dikarenakan dulu mereka melihat fenomena kelancangan orang
bodoh terhadap syariah Allah, mencetuskan hukum berdasarkan nafsu dan
menyebarkannya di antara orang yang tidak memahami ushul fiqh. Orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad juga tetap membutuhkan ilmu ini. Mereka cukup mempelajari
kaidah-kaidah ushul fiqh hingga rujukan yang digunakan mujtahid sebagai
landasan pendapat mereka, dasar-dasar madzhab mereka, dan sesekali dapat
membandingkan dan mengunggurkan (tarjih) salah satu pendapat dan mengeluarkan
hukum sesuai dengan metode yang digunakan para imam mujtahid dalam menetapkan
dan mencetuskan hukum.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah
agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target
ushul fiqih itu ialah agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam
meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
Melalui ushul
fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli
yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Islam. Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan sosial yang terus berkembang. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan)
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
Oleh karena itu, peran Ushul
Fiqh sangat berpengaruh besar didalam Islam, karena dapat mengambil kesimpulan
hukum berdasarkan dari dalil-dalil yang kuat, tidak hanya melalui kemampuan
logika saja. Suatu pengambilan hukum tanpa mempelajari serta memahami dengan
benar ilmu ushul fiqh, hanya kedustaan semata. Melalui ushul fiqh seseorang
dapat mengambil atau menetapkan suatu hukum yang tepat dan tidak bersifat
personal melainkan harus bersifat umum.
B. Peranan
Ushul Fiqh dalam Perkembangan Fiqh
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai
hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya
ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka Fiqh tidak mampu menjawabnya,
karena fiqh hanya bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus
tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu
permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf.[5]
Fiqih dalam Islam sangat
penting fungsinya karena ia menuntun manusia kepada kebaikan dan bertakwa
kepada Allah SWT. Setiap saat manusia itu mencari atau mempelajari keutamaan
fiqih, karena fiqih menunjukkan kita kepada sunnah RasulullahSAW
serta memelihara manusia dari bahaya-bahaya kehidupan.
Pokok dari ilmu Fiqh, yaitu
bahasan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali dan kedua tentang
dalil-dalil tafsili.[6] Dikemukakan
oleh al-Jurjani’:
“Fiqh menurut bahasa berarti
paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Menurut istilah: Fiqh ialah
mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliah (mengenai perbuatan, prilaku,)
dengan melalui dalil-dalil yang terperinci. fiqh adalah ilmu yang dihasilkan
oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan.”[7]
Berdasarkan pendapat-pendapat
diatas fiqh hanya penetapan hukum dari suatu masalah. Karena ushul fiqh adalah
cara untuk mendapatkan fiqh, mustahil mendapatkan sesuatu tanpa adanya cara
yang ditempuh. Nah, disinilah peranan
penting Ushul Fiqh dalam menetapkan hukum (fiqh). Abdul Wahab Khalaf
memberikan definisi ushul fiqh sebagai berikut:
“Ushul Fiqh ialah ilmu tentang
kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan
hukum-hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Atau
kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan
(mengambil) hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci”[8]
Tujuan mempelajari ushul fiqh
adalah untuk jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk
mengistimbatkan satu hukum dar dalil-dalinya. dengan menggunakan ushul fiqh
itu. Seseorang dapat terhindar dari jurang taklid, sebagaimana seorang mujtahid
menggunakannya dalam mengistimbatkan furu’ (cabang) dari ushul (asal). Begitu
juga dengan yang dilakukan oleh seorang muttabi dalam mengembalikan furu’
(cabang) kepada ushul (asal).[9]
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu
yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan
suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses
tersebut itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang
ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami
ushul fiqh. Karena ushul fiqh adalah modal utama dalam menentukan fiqh. Ushul fiqh
merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan objeknya selalu
dalil hukum, sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf yang diberi
hukumnya.[10]
Perkembangan ilmu Fiqh sangat
dipengaruhi oleh ushul fiqh. Fiqh menyangkut dengan amalan-amalan mukallaf.
Dalam melakukan amalan-amalan tersebut diharapkan mempunyai dasar dari
al-Qur’an dan Hadist. Maka, peran Ushul fiqh adalah mencari dasar-dasar dari
al-Qur’an dan Hadist yang akan dijadikan sebagai rujukan dalam mengambil hukum.
Sehingga fiqh semakin berkembang karena didasarkan oleh ushul fiqh
Dengan ushul fiqh dapat
dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang secara dhahir kelihatan
bertentangan satu sama lain. Dengan demikian, yang menjadi tujuan hakiki adalah
mempedomani dan mengamalkan hukum-hukum Allah yang diperoleh melalui
kaidah-kaidah ushul fiqh tersebut.[11]
Dengan kaidah-kaidah ushul fiqh, pengambilan fiqh yang akan diamalkan akan
lebih jauh dari kebohongan.
Target yang hendak dicapai oleh
ushul fiqih ialah tercapainya kemampuan seorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk
mengetahui metodeistinbath hukum dari dalil-dalilnya
dengan jalan yang benar. Dengan demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih berarti, seorang
mujtahid dalam ber-ijtihad-nya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.[12]
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlak perlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhab yang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa pengetahui
ilmu tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.
Dengan demikian, peranan ushul
fiqih dalam pengembangan fiqih Islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum-hukmu
syara’ dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang
dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam dan sebagai
penyaring pemikiran-pemikiran seorang mujtahid. Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqddamah berkata:
“sesungguhnya ilmu ushul itu merupakan syari’ah yang termulia, tertinggi
nilainya, dan terbanyak kaidahnya” (Ibnu Khaldun: 0452)[13]
Berdasarkan hal tersebut di
atas, para ulama memadang ilmu ushul fiqih sebagai ilmudharuri yang penting dan harus dimiliki
oleh setiap faqih dan dipandang sebagai ilmu syari’ah yang terpenting dan
tertinggi nilainya.
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlakperlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhabyang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa engetahui ilmu
tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.[14]
Dalam perkembangan fiqh telah
melahirkan mazhab-mazhab sebagai bukti bahwa fiqh terus berkembang, yang
terkenal adalah empat mazhab yakni, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Ulama
besar inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan fiqh. Para Imam Mazhab dari
keempat mazhab tersebut sepakat dengan dalil yang masing-masing Mazhab
menambahkan metode istimbat hokum lainnya. Misalnya, ulama’ ushul fiqh dari
kalangan Hanafiah mengakui teori-teori ushul fiqh imam syafi’I, tetapi mereka
menambah metode atau teori lainnya, yaitu istihsan dan ‘Uruf dalam
mengistimbathkan hukum. Ulama’ ushul fiqh Malikiyah juga melakukan hal yang
sama yaitu dengan menambahkan Ijma’ ahlul Madinah karena
statusijma’ ahlul Madinah merupakan sunnah yang secara turun
temurun dilaksanakan sejak zaman Rasullullah SAW sampai pada zaman mereka.
Disamping itu ulama’ Malikiyah menambahkan metode Maslahatul
Mursalah dan Sadd al-Zari’ah. Kesemuaan tersebut
menggunakan dasar-dasar atau ushul.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu
meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari kekeliruan. Sebaliknya,
bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah
agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum
sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2.
Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum
Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan
mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi
untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3.
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang
tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya ushul fiqh. Jika
terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum.
Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau
perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat juz’i, sehingga
menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4.
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang
dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan suatu
hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut
itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin
mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B.
Saran-saran
1.
Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi
masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat
dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry
Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul
Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka
Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras,
Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh:
Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria
Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin,
M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen
Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal,
9.
[6] Amir
Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul
Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[9] A. Basiq
Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2010), hal. 17.
[10] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan satu-satunya agama
yang mengatur berbagai aspek dalam kehidupan, sehingga melahirkan banyak
disiplin ilmu, salah satunya adalah Ilmu Ushul Fiqh. Pada zaman Rasulullah belum
ada pembagian khusus tentang ilmu Ushul Fiqh. Karena pada saat itu segala
permasalahan ditumpahkan langsung kepada Rasullah, kemudian Rasullah menjawabnya
melalui wahyu dan ilham dari Allah, tanpa memerlukan dasar-dasar dan
kaidah-kaidah untuk mengistimbatkan hukum.
Namun,
seiring perkembangan Islam semakin meluas keseluruh penjuru dunia. Tentunya
banyak sekali permasalahan-permasalahan yang timbul. Untuk menjawab menjawab
berbagai permasalahan-permasalahan ini, para sahabat berfatwa menurut nash-nash
yang mereka pahami. Bila jawabannya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadist,
mereka melakukan ijtihad.[1]
Untuk melakukan ijtihad dibutuhkan ilmu khusus dalam mengijtihadkan
suatu masalah, yaitu dengan mengetahui Ushul.
Memahami
ushul fiqh merupakan modal utama dalam mengistimbatkan suatu perkara. Fiqh
muncul karena adanya ushul fiqh. Dengan demikian, Ushul fiqh mempunyai peranan
penting dalam perkembangan fiqh. Mengambil hukum tanpa dasar hanyalah suatu
kedustaan yang nyata. Lain halnya dengan metode Mujtahid dalam mengambil hukum.
Kebutuhan terhadap ushul fiqh ini senantiasa
tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak dinamis terutama
atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga seakan hukum Islam
itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Banyak
persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu ditetapkan status
hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada masa-masa yang telah
berlalu.
B.
Rumusan Pembahasan
1.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh?
2.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam perkembangan
Fiqh?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh.
2.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam
perkembangan Fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan Ushul Fiqh
Studi ushul fiqh baru terasa
penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya tidak
terdapat dalam perbendaharaan fiqh lama. Disamping itu, dengan maraknya para
peminat hukum perbandingan mazhab, bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang
lebih kuat, serta adanya upaya untuk memparbarui hukum Islam, akan semakin
terasa betapa pentingnya peranan ushul fiqh.[2]
Tentunya peranan ushul fiqh
sangat bermanfaat bagi para Mujtahid dalam mengambil suatu hukum. tidak
terlepas juga pentingnya bagi Muttabi’ untuk mengikuti suatu mazhab. Peran
utama ushul fiqh adalah mendidik seseorang agar memahami hukum yang ia terima
itu berdasarkan dalil syar’i, sehingga ia tidak terlalu menggantungkan diri
pada pemahaman orang lain yang tidak ia ketahui dasarnya, dengan demikian ia
mengikuti orang lain itu mengetahui dasar-dasar hukumnya bukan hanya sekedar
pokoknya ikut.[3]
Peranan ushul fiqh semakin
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, apalagi ketika
dihadapkan oleh perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern. Para
Mujtahid mengerahkan semua kemampuannya dalam memutuskan hukum yang disebabkan
karena kecanggihan tersebut. Tidak sedikit permasalahan yang timbul didalam
masyarakat dunia dengan hadirnya penemuan-penemuan baru oleh para Ilmuwan.
Diera Globalisasi ini,
permasalah yang timbul bukan hanya dari berbagai penemuan baru. Pengaruh
budaya, makanan, dan berbagai hal baru dalam Islam juga membutuhkan suatu
pengambilan hukum yang tepat. yakni, melalui peran ushul fiqh dan para Mujtahid
Kebutuhan terhadap ushul fiqh
ini senantiasa tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak
dinamis terutama atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
seakan hukum Islam itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Banyak persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu
ditetapkan status hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada
masa-masa yang telah berlalu. Misalnya masalah tranplasi organ tubuh manusia,
cloning, qasar shalat karena waktu tempuh dan lain sebagainya[4]
Tidak benar pendapat yang mengatakan
bahwa ilmu ushul fiqh tidak dibutuhkan lagi karena pintu ijtihad sudah ditutup,
karena menurut kami pintu ijtihad terbuka sampai hari kiamat kelak, tentu
dengan syarat-syarat yang berlaku. Ulama yang berfatwa bahwa pintu ijtihad sudah
tertutup adalah dikarenakan dulu mereka melihat fenomena kelancangan orang
bodoh terhadap syariah Allah, mencetuskan hukum berdasarkan nafsu dan
menyebarkannya di antara orang yang tidak memahami ushul fiqh. Orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad juga tetap membutuhkan ilmu ini. Mereka cukup mempelajari
kaidah-kaidah ushul fiqh hingga rujukan yang digunakan mujtahid sebagai
landasan pendapat mereka, dasar-dasar madzhab mereka, dan sesekali dapat
membandingkan dan mengunggurkan (tarjih) salah satu pendapat dan mengeluarkan
hukum sesuai dengan metode yang digunakan para imam mujtahid dalam menetapkan
dan mencetuskan hukum.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah
agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target
ushul fiqih itu ialah agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam
meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
Melalui ushul
fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli
yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Islam. Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan sosial yang terus berkembang. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan)
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
Oleh karena itu, peran Ushul
Fiqh sangat berpengaruh besar didalam Islam, karena dapat mengambil kesimpulan
hukum berdasarkan dari dalil-dalil yang kuat, tidak hanya melalui kemampuan
logika saja. Suatu pengambilan hukum tanpa mempelajari serta memahami dengan
benar ilmu ushul fiqh, hanya kedustaan semata. Melalui ushul fiqh seseorang
dapat mengambil atau menetapkan suatu hukum yang tepat dan tidak bersifat
personal melainkan harus bersifat umum.
B. Peranan
Ushul Fiqh dalam Perkembangan Fiqh
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai
hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya
ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka Fiqh tidak mampu menjawabnya,
karena fiqh hanya bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus
tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu
permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf.[5]
Fiqih dalam Islam sangat
penting fungsinya karena ia menuntun manusia kepada kebaikan dan bertakwa
kepada Allah SWT. Setiap saat manusia itu mencari atau mempelajari keutamaan
fiqih, karena fiqih menunjukkan kita kepada sunnah RasulullahSAW
serta memelihara manusia dari bahaya-bahaya kehidupan.
Pokok dari ilmu Fiqh, yaitu
bahasan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali dan kedua tentang
dalil-dalil tafsili.[6] Dikemukakan
oleh al-Jurjani’:
“Fiqh menurut bahasa berarti
paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Menurut istilah: Fiqh ialah
mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliah (mengenai perbuatan, prilaku,)
dengan melalui dalil-dalil yang terperinci. fiqh adalah ilmu yang dihasilkan
oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan.”[7]
Berdasarkan pendapat-pendapat
diatas fiqh hanya penetapan hukum dari suatu masalah. Karena ushul fiqh adalah
cara untuk mendapatkan fiqh, mustahil mendapatkan sesuatu tanpa adanya cara
yang ditempuh. Nah, disinilah peranan
penting Ushul Fiqh dalam menetapkan hukum (fiqh). Abdul Wahab Khalaf
memberikan definisi ushul fiqh sebagai berikut:
“Ushul Fiqh ialah ilmu tentang
kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan
hukum-hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Atau
kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan
(mengambil) hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci”[8]
Tujuan mempelajari ushul fiqh
adalah untuk jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk
mengistimbatkan satu hukum dar dalil-dalinya. dengan menggunakan ushul fiqh
itu. Seseorang dapat terhindar dari jurang taklid, sebagaimana seorang mujtahid
menggunakannya dalam mengistimbatkan furu’ (cabang) dari ushul (asal). Begitu
juga dengan yang dilakukan oleh seorang muttabi dalam mengembalikan furu’
(cabang) kepada ushul (asal).[9]
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu
yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan
suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses
tersebut itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang
ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami
ushul fiqh. Karena ushul fiqh adalah modal utama dalam menentukan fiqh. Ushul fiqh
merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan objeknya selalu
dalil hukum, sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf yang diberi
hukumnya.[10]
Perkembangan ilmu Fiqh sangat
dipengaruhi oleh ushul fiqh. Fiqh menyangkut dengan amalan-amalan mukallaf.
Dalam melakukan amalan-amalan tersebut diharapkan mempunyai dasar dari
al-Qur’an dan Hadist. Maka, peran Ushul fiqh adalah mencari dasar-dasar dari
al-Qur’an dan Hadist yang akan dijadikan sebagai rujukan dalam mengambil hukum.
Sehingga fiqh semakin berkembang karena didasarkan oleh ushul fiqh
Dengan ushul fiqh dapat
dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang secara dhahir kelihatan
bertentangan satu sama lain. Dengan demikian, yang menjadi tujuan hakiki adalah
mempedomani dan mengamalkan hukum-hukum Allah yang diperoleh melalui
kaidah-kaidah ushul fiqh tersebut.[11]
Dengan kaidah-kaidah ushul fiqh, pengambilan fiqh yang akan diamalkan akan
lebih jauh dari kebohongan.
Target yang hendak dicapai oleh
ushul fiqih ialah tercapainya kemampuan seorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk
mengetahui metodeistinbath hukum dari dalil-dalilnya
dengan jalan yang benar. Dengan demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih berarti, seorang
mujtahid dalam ber-ijtihad-nya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.[12]
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlak perlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhab yang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa pengetahui
ilmu tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.
Dengan demikian, peranan ushul
fiqih dalam pengembangan fiqih Islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum-hukmu
syara’ dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang
dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam dan sebagai
penyaring pemikiran-pemikiran seorang mujtahid. Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqddamah berkata:
“sesungguhnya ilmu ushul itu merupakan syari’ah yang termulia, tertinggi
nilainya, dan terbanyak kaidahnya” (Ibnu Khaldun: 0452)[13]
Berdasarkan hal tersebut di
atas, para ulama memadang ilmu ushul fiqih sebagai ilmudharuri yang penting dan harus dimiliki
oleh setiap faqih dan dipandang sebagai ilmu syari’ah yang terpenting dan
tertinggi nilainya.
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlakperlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhabyang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa engetahui ilmu
tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.[14]
Dalam perkembangan fiqh telah
melahirkan mazhab-mazhab sebagai bukti bahwa fiqh terus berkembang, yang
terkenal adalah empat mazhab yakni, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Ulama
besar inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan fiqh. Para Imam Mazhab dari
keempat mazhab tersebut sepakat dengan dalil yang masing-masing Mazhab
menambahkan metode istimbat hokum lainnya. Misalnya, ulama’ ushul fiqh dari
kalangan Hanafiah mengakui teori-teori ushul fiqh imam syafi’I, tetapi mereka
menambah metode atau teori lainnya, yaitu istihsan dan ‘Uruf dalam
mengistimbathkan hukum. Ulama’ ushul fiqh Malikiyah juga melakukan hal yang
sama yaitu dengan menambahkan Ijma’ ahlul Madinah karena
statusijma’ ahlul Madinah merupakan sunnah yang secara turun
temurun dilaksanakan sejak zaman Rasullullah SAW sampai pada zaman mereka.
Disamping itu ulama’ Malikiyah menambahkan metode Maslahatul
Mursalah dan Sadd al-Zari’ah. Kesemuaan tersebut
menggunakan dasar-dasar atau ushul.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu
meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari kekeliruan. Sebaliknya,
bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah
agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum
sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2.
Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum
Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan
mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi
untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3.
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang
tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya ushul fiqh. Jika
terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum.
Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau
perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat juz’i, sehingga
menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4.
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang
dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan suatu
hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut
itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin
mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B.
Saran-saran
1.
Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi
masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat
dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry
Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul
Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka
Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras,
Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh:
Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria
Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin,
M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen
Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal,
9.
[6] Amir
Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul
Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[9] A. Basiq
Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2010), hal. 17.
[10] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan satu-satunya agama
yang mengatur berbagai aspek dalam kehidupan, sehingga melahirkan banyak
disiplin ilmu, salah satunya adalah Ilmu Ushul Fiqh. Pada zaman Rasulullah belum
ada pembagian khusus tentang ilmu Ushul Fiqh. Karena pada saat itu segala
permasalahan ditumpahkan langsung kepada Rasullah, kemudian Rasullah menjawabnya
melalui wahyu dan ilham dari Allah, tanpa memerlukan dasar-dasar dan
kaidah-kaidah untuk mengistimbatkan hukum.
Namun,
seiring perkembangan Islam semakin meluas keseluruh penjuru dunia. Tentunya
banyak sekali permasalahan-permasalahan yang timbul. Untuk menjawab menjawab
berbagai permasalahan-permasalahan ini, para sahabat berfatwa menurut nash-nash
yang mereka pahami. Bila jawabannya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadist,
mereka melakukan ijtihad.[1]
Untuk melakukan ijtihad dibutuhkan ilmu khusus dalam mengijtihadkan
suatu masalah, yaitu dengan mengetahui Ushul.
Memahami
ushul fiqh merupakan modal utama dalam mengistimbatkan suatu perkara. Fiqh
muncul karena adanya ushul fiqh. Dengan demikian, Ushul fiqh mempunyai peranan
penting dalam perkembangan fiqh. Mengambil hukum tanpa dasar hanyalah suatu
kedustaan yang nyata. Lain halnya dengan metode Mujtahid dalam mengambil hukum.
Kebutuhan terhadap ushul fiqh ini senantiasa
tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak dinamis terutama
atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga seakan hukum Islam
itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Banyak
persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu ditetapkan status
hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada masa-masa yang telah
berlalu.
B.
Rumusan Pembahasan
1.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh?
2.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam perkembangan
Fiqh?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh.
2.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam
perkembangan Fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan Ushul Fiqh
Studi ushul fiqh baru terasa
penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya tidak
terdapat dalam perbendaharaan fiqh lama. Disamping itu, dengan maraknya para
peminat hukum perbandingan mazhab, bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang
lebih kuat, serta adanya upaya untuk memparbarui hukum Islam, akan semakin
terasa betapa pentingnya peranan ushul fiqh.[2]
Tentunya peranan ushul fiqh
sangat bermanfaat bagi para Mujtahid dalam mengambil suatu hukum. tidak
terlepas juga pentingnya bagi Muttabi’ untuk mengikuti suatu mazhab. Peran
utama ushul fiqh adalah mendidik seseorang agar memahami hukum yang ia terima
itu berdasarkan dalil syar’i, sehingga ia tidak terlalu menggantungkan diri
pada pemahaman orang lain yang tidak ia ketahui dasarnya, dengan demikian ia
mengikuti orang lain itu mengetahui dasar-dasar hukumnya bukan hanya sekedar
pokoknya ikut.[3]
Peranan ushul fiqh semakin
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, apalagi ketika
dihadapkan oleh perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern. Para
Mujtahid mengerahkan semua kemampuannya dalam memutuskan hukum yang disebabkan
karena kecanggihan tersebut. Tidak sedikit permasalahan yang timbul didalam
masyarakat dunia dengan hadirnya penemuan-penemuan baru oleh para Ilmuwan.
Diera Globalisasi ini,
permasalah yang timbul bukan hanya dari berbagai penemuan baru. Pengaruh
budaya, makanan, dan berbagai hal baru dalam Islam juga membutuhkan suatu
pengambilan hukum yang tepat. yakni, melalui peran ushul fiqh dan para Mujtahid
Kebutuhan terhadap ushul fiqh
ini senantiasa tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak
dinamis terutama atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
seakan hukum Islam itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Banyak persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu
ditetapkan status hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada
masa-masa yang telah berlalu. Misalnya masalah tranplasi organ tubuh manusia,
cloning, qasar shalat karena waktu tempuh dan lain sebagainya[4]
Tidak benar pendapat yang mengatakan
bahwa ilmu ushul fiqh tidak dibutuhkan lagi karena pintu ijtihad sudah ditutup,
karena menurut kami pintu ijtihad terbuka sampai hari kiamat kelak, tentu
dengan syarat-syarat yang berlaku. Ulama yang berfatwa bahwa pintu ijtihad sudah
tertutup adalah dikarenakan dulu mereka melihat fenomena kelancangan orang
bodoh terhadap syariah Allah, mencetuskan hukum berdasarkan nafsu dan
menyebarkannya di antara orang yang tidak memahami ushul fiqh. Orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad juga tetap membutuhkan ilmu ini. Mereka cukup mempelajari
kaidah-kaidah ushul fiqh hingga rujukan yang digunakan mujtahid sebagai
landasan pendapat mereka, dasar-dasar madzhab mereka, dan sesekali dapat
membandingkan dan mengunggurkan (tarjih) salah satu pendapat dan mengeluarkan
hukum sesuai dengan metode yang digunakan para imam mujtahid dalam menetapkan
dan mencetuskan hukum.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah
agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target
ushul fiqih itu ialah agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam
meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
Melalui ushul
fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli
yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Islam. Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan sosial yang terus berkembang. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan)
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
Oleh karena itu, peran Ushul
Fiqh sangat berpengaruh besar didalam Islam, karena dapat mengambil kesimpulan
hukum berdasarkan dari dalil-dalil yang kuat, tidak hanya melalui kemampuan
logika saja. Suatu pengambilan hukum tanpa mempelajari serta memahami dengan
benar ilmu ushul fiqh, hanya kedustaan semata. Melalui ushul fiqh seseorang
dapat mengambil atau menetapkan suatu hukum yang tepat dan tidak bersifat
personal melainkan harus bersifat umum.
B. Peranan
Ushul Fiqh dalam Perkembangan Fiqh
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai
hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya
ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka Fiqh tidak mampu menjawabnya,
karena fiqh hanya bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus
tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu
permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf.[5]
Fiqih dalam Islam sangat
penting fungsinya karena ia menuntun manusia kepada kebaikan dan bertakwa
kepada Allah SWT. Setiap saat manusia itu mencari atau mempelajari keutamaan
fiqih, karena fiqih menunjukkan kita kepada sunnah RasulullahSAW
serta memelihara manusia dari bahaya-bahaya kehidupan.
Pokok dari ilmu Fiqh, yaitu
bahasan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali dan kedua tentang
dalil-dalil tafsili.[6] Dikemukakan
oleh al-Jurjani’:
“Fiqh menurut bahasa berarti
paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Menurut istilah: Fiqh ialah
mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliah (mengenai perbuatan, prilaku,)
dengan melalui dalil-dalil yang terperinci. fiqh adalah ilmu yang dihasilkan
oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan.”[7]
Berdasarkan pendapat-pendapat
diatas fiqh hanya penetapan hukum dari suatu masalah. Karena ushul fiqh adalah
cara untuk mendapatkan fiqh, mustahil mendapatkan sesuatu tanpa adanya cara
yang ditempuh. Nah, disinilah peranan
penting Ushul Fiqh dalam menetapkan hukum (fiqh). Abdul Wahab Khalaf
memberikan definisi ushul fiqh sebagai berikut:
“Ushul Fiqh ialah ilmu tentang
kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan
hukum-hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Atau
kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan
(mengambil) hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci”[8]
Tujuan mempelajari ushul fiqh
adalah untuk jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk
mengistimbatkan satu hukum dar dalil-dalinya. dengan menggunakan ushul fiqh
itu. Seseorang dapat terhindar dari jurang taklid, sebagaimana seorang mujtahid
menggunakannya dalam mengistimbatkan furu’ (cabang) dari ushul (asal). Begitu
juga dengan yang dilakukan oleh seorang muttabi dalam mengembalikan furu’
(cabang) kepada ushul (asal).[9]
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu
yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan
suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses
tersebut itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang
ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami
ushul fiqh. Karena ushul fiqh adalah modal utama dalam menentukan fiqh. Ushul fiqh
merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan objeknya selalu
dalil hukum, sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf yang diberi
hukumnya.[10]
Perkembangan ilmu Fiqh sangat
dipengaruhi oleh ushul fiqh. Fiqh menyangkut dengan amalan-amalan mukallaf.
Dalam melakukan amalan-amalan tersebut diharapkan mempunyai dasar dari
al-Qur’an dan Hadist. Maka, peran Ushul fiqh adalah mencari dasar-dasar dari
al-Qur’an dan Hadist yang akan dijadikan sebagai rujukan dalam mengambil hukum.
Sehingga fiqh semakin berkembang karena didasarkan oleh ushul fiqh
Dengan ushul fiqh dapat
dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang secara dhahir kelihatan
bertentangan satu sama lain. Dengan demikian, yang menjadi tujuan hakiki adalah
mempedomani dan mengamalkan hukum-hukum Allah yang diperoleh melalui
kaidah-kaidah ushul fiqh tersebut.[11]
Dengan kaidah-kaidah ushul fiqh, pengambilan fiqh yang akan diamalkan akan
lebih jauh dari kebohongan.
Target yang hendak dicapai oleh
ushul fiqih ialah tercapainya kemampuan seorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk
mengetahui metodeistinbath hukum dari dalil-dalilnya
dengan jalan yang benar. Dengan demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih berarti, seorang
mujtahid dalam ber-ijtihad-nya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.[12]
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlak perlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhab yang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa pengetahui
ilmu tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.
Dengan demikian, peranan ushul
fiqih dalam pengembangan fiqih Islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum-hukmu
syara’ dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang
dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam dan sebagai
penyaring pemikiran-pemikiran seorang mujtahid. Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqddamah berkata:
“sesungguhnya ilmu ushul itu merupakan syari’ah yang termulia, tertinggi
nilainya, dan terbanyak kaidahnya” (Ibnu Khaldun: 0452)[13]
Berdasarkan hal tersebut di
atas, para ulama memadang ilmu ushul fiqih sebagai ilmudharuri yang penting dan harus dimiliki
oleh setiap faqih dan dipandang sebagai ilmu syari’ah yang terpenting dan
tertinggi nilainya.
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlakperlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhabyang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa engetahui ilmu
tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.[14]
Dalam perkembangan fiqh telah
melahirkan mazhab-mazhab sebagai bukti bahwa fiqh terus berkembang, yang
terkenal adalah empat mazhab yakni, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Ulama
besar inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan fiqh. Para Imam Mazhab dari
keempat mazhab tersebut sepakat dengan dalil yang masing-masing Mazhab
menambahkan metode istimbat hokum lainnya. Misalnya, ulama’ ushul fiqh dari
kalangan Hanafiah mengakui teori-teori ushul fiqh imam syafi’I, tetapi mereka
menambah metode atau teori lainnya, yaitu istihsan dan ‘Uruf dalam
mengistimbathkan hukum. Ulama’ ushul fiqh Malikiyah juga melakukan hal yang
sama yaitu dengan menambahkan Ijma’ ahlul Madinah karena
statusijma’ ahlul Madinah merupakan sunnah yang secara turun
temurun dilaksanakan sejak zaman Rasullullah SAW sampai pada zaman mereka.
Disamping itu ulama’ Malikiyah menambahkan metode Maslahatul
Mursalah dan Sadd al-Zari’ah. Kesemuaan tersebut
menggunakan dasar-dasar atau ushul.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu
meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari kekeliruan. Sebaliknya,
bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah
agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum
sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2.
Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum
Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan
mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi
untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3.
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang
tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya ushul fiqh. Jika
terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum.
Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau
perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat juz’i, sehingga
menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4.
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang
dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan suatu
hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut
itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin
mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B.
Saran-saran
1.
Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi
masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat
dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry
Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul
Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka
Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras,
Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh:
Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria
Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin,
M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen
Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal,
9.
[6] Amir
Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul
Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[9] A. Basiq
Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2010), hal. 17.
[10] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan satu-satunya agama
yang mengatur berbagai aspek dalam kehidupan, sehingga melahirkan banyak
disiplin ilmu, salah satunya adalah Ilmu Ushul Fiqh. Pada zaman Rasulullah belum
ada pembagian khusus tentang ilmu Ushul Fiqh. Karena pada saat itu segala
permasalahan ditumpahkan langsung kepada Rasullah, kemudian Rasullah menjawabnya
melalui wahyu dan ilham dari Allah, tanpa memerlukan dasar-dasar dan
kaidah-kaidah untuk mengistimbatkan hukum.
Namun,
seiring perkembangan Islam semakin meluas keseluruh penjuru dunia. Tentunya
banyak sekali permasalahan-permasalahan yang timbul. Untuk menjawab menjawab
berbagai permasalahan-permasalahan ini, para sahabat berfatwa menurut nash-nash
yang mereka pahami. Bila jawabannya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadist,
mereka melakukan ijtihad.[1]
Untuk melakukan ijtihad dibutuhkan ilmu khusus dalam mengijtihadkan
suatu masalah, yaitu dengan mengetahui Ushul.
Memahami
ushul fiqh merupakan modal utama dalam mengistimbatkan suatu perkara. Fiqh
muncul karena adanya ushul fiqh. Dengan demikian, Ushul fiqh mempunyai peranan
penting dalam perkembangan fiqh. Mengambil hukum tanpa dasar hanyalah suatu
kedustaan yang nyata. Lain halnya dengan metode Mujtahid dalam mengambil hukum.
Kebutuhan terhadap ushul fiqh ini senantiasa
tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak dinamis terutama
atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga seakan hukum Islam
itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Banyak
persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu ditetapkan status
hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada masa-masa yang telah
berlalu.
B.
Rumusan Pembahasan
1.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh?
2.
Bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam perkembangan
Fiqh?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh.
2.
Mengetahui bagaimana peranan Ushul Fiqh dalam
perkembangan Fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan Ushul Fiqh
Studi ushul fiqh baru terasa
penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya tidak
terdapat dalam perbendaharaan fiqh lama. Disamping itu, dengan maraknya para
peminat hukum perbandingan mazhab, bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang
lebih kuat, serta adanya upaya untuk memparbarui hukum Islam, akan semakin
terasa betapa pentingnya peranan ushul fiqh.[2]
Tentunya peranan ushul fiqh
sangat bermanfaat bagi para Mujtahid dalam mengambil suatu hukum. tidak
terlepas juga pentingnya bagi Muttabi’ untuk mengikuti suatu mazhab. Peran
utama ushul fiqh adalah mendidik seseorang agar memahami hukum yang ia terima
itu berdasarkan dalil syar’i, sehingga ia tidak terlalu menggantungkan diri
pada pemahaman orang lain yang tidak ia ketahui dasarnya, dengan demikian ia
mengikuti orang lain itu mengetahui dasar-dasar hukumnya bukan hanya sekedar
pokoknya ikut.[3]
Peranan ushul fiqh semakin
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman, apalagi ketika
dihadapkan oleh perkembangan dunia yang semakin canggih dan modern. Para
Mujtahid mengerahkan semua kemampuannya dalam memutuskan hukum yang disebabkan
karena kecanggihan tersebut. Tidak sedikit permasalahan yang timbul didalam
masyarakat dunia dengan hadirnya penemuan-penemuan baru oleh para Ilmuwan.
Diera Globalisasi ini,
permasalah yang timbul bukan hanya dari berbagai penemuan baru. Pengaruh
budaya, makanan, dan berbagai hal baru dalam Islam juga membutuhkan suatu
pengambilan hukum yang tepat. yakni, melalui peran ushul fiqh dan para Mujtahid
Kebutuhan terhadap ushul fiqh
ini senantiasa tidak akan pernah padam, karena masyarakat senantiasa bergerak
dinamis terutama atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
seakan hukum Islam itu senatiasa berpacu dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Banyak persoalan-persoalan yang senantiasa muncul yang perlu
ditetapkan status hukumnya, yang hal itu belum secara tegas dihukumi pada
masa-masa yang telah berlalu. Misalnya masalah tranplasi organ tubuh manusia,
cloning, qasar shalat karena waktu tempuh dan lain sebagainya[4]
Tidak benar pendapat yang mengatakan
bahwa ilmu ushul fiqh tidak dibutuhkan lagi karena pintu ijtihad sudah ditutup,
karena menurut kami pintu ijtihad terbuka sampai hari kiamat kelak, tentu
dengan syarat-syarat yang berlaku. Ulama yang berfatwa bahwa pintu ijtihad sudah
tertutup adalah dikarenakan dulu mereka melihat fenomena kelancangan orang
bodoh terhadap syariah Allah, mencetuskan hukum berdasarkan nafsu dan
menyebarkannya di antara orang yang tidak memahami ushul fiqh. Orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad juga tetap membutuhkan ilmu ini. Mereka cukup mempelajari
kaidah-kaidah ushul fiqh hingga rujukan yang digunakan mujtahid sebagai
landasan pendapat mereka, dasar-dasar madzhab mereka, dan sesekali dapat
membandingkan dan mengunggurkan (tarjih) salah satu pendapat dan mengeluarkan
hukum sesuai dengan metode yang digunakan para imam mujtahid dalam menetapkan
dan mencetuskan hukum.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah
agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari
kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target
ushul fiqih itu ialah agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam
meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
Melalui ushul
fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli
yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Islam. Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan sosial yang terus berkembang. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan)
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
Oleh karena itu, peran Ushul
Fiqh sangat berpengaruh besar didalam Islam, karena dapat mengambil kesimpulan
hukum berdasarkan dari dalil-dalil yang kuat, tidak hanya melalui kemampuan
logika saja. Suatu pengambilan hukum tanpa mempelajari serta memahami dengan
benar ilmu ushul fiqh, hanya kedustaan semata. Melalui ushul fiqh seseorang
dapat mengambil atau menetapkan suatu hukum yang tepat dan tidak bersifat
personal melainkan harus bersifat umum.
B. Peranan
Ushul Fiqh dalam Perkembangan Fiqh
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai
hubungan yang tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya
ushul fiqh. Jika terdapat suatu masalah maka Fiqh tidak mampu menjawabnya,
karena fiqh hanya bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus
tidak bersifat umum. Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu
permasalahan atau perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat
juz’i, sehingga menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf.[5]
Fiqih dalam Islam sangat
penting fungsinya karena ia menuntun manusia kepada kebaikan dan bertakwa
kepada Allah SWT. Setiap saat manusia itu mencari atau mempelajari keutamaan
fiqih, karena fiqih menunjukkan kita kepada sunnah RasulullahSAW
serta memelihara manusia dari bahaya-bahaya kehidupan.
Pokok dari ilmu Fiqh, yaitu
bahasan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali dan kedua tentang
dalil-dalil tafsili.[6] Dikemukakan
oleh al-Jurjani’:
“Fiqh menurut bahasa berarti
paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Menurut istilah: Fiqh ialah
mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliah (mengenai perbuatan, prilaku,)
dengan melalui dalil-dalil yang terperinci. fiqh adalah ilmu yang dihasilkan
oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan.”[7]
Berdasarkan pendapat-pendapat
diatas fiqh hanya penetapan hukum dari suatu masalah. Karena ushul fiqh adalah
cara untuk mendapatkan fiqh, mustahil mendapatkan sesuatu tanpa adanya cara
yang ditempuh. Nah, disinilah peranan
penting Ushul Fiqh dalam menetapkan hukum (fiqh). Abdul Wahab Khalaf
memberikan definisi ushul fiqh sebagai berikut:
“Ushul Fiqh ialah ilmu tentang
kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya yang merupakan cara untuk menemukan
hukum-hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Atau
kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan
(mengambil) hukum syara’ yang amaliah dari dalil-dalil yang terperinci”[8]
Tujuan mempelajari ushul fiqh
adalah untuk jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara untuk
mengistimbatkan satu hukum dar dalil-dalinya. dengan menggunakan ushul fiqh
itu. Seseorang dapat terhindar dari jurang taklid, sebagaimana seorang mujtahid
menggunakannya dalam mengistimbatkan furu’ (cabang) dari ushul (asal). Begitu
juga dengan yang dilakukan oleh seorang muttabi dalam mengembalikan furu’
(cabang) kepada ushul (asal).[9]
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu
yang dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan
suatu hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses
tersebut itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang
ingin mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami
ushul fiqh. Karena ushul fiqh adalah modal utama dalam menentukan fiqh. Ushul fiqh
merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan objeknya selalu
dalil hukum, sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf yang diberi
hukumnya.[10]
Perkembangan ilmu Fiqh sangat
dipengaruhi oleh ushul fiqh. Fiqh menyangkut dengan amalan-amalan mukallaf.
Dalam melakukan amalan-amalan tersebut diharapkan mempunyai dasar dari
al-Qur’an dan Hadist. Maka, peran Ushul fiqh adalah mencari dasar-dasar dari
al-Qur’an dan Hadist yang akan dijadikan sebagai rujukan dalam mengambil hukum.
Sehingga fiqh semakin berkembang karena didasarkan oleh ushul fiqh
Dengan ushul fiqh dapat
dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang secara dhahir kelihatan
bertentangan satu sama lain. Dengan demikian, yang menjadi tujuan hakiki adalah
mempedomani dan mengamalkan hukum-hukum Allah yang diperoleh melalui
kaidah-kaidah ushul fiqh tersebut.[11]
Dengan kaidah-kaidah ushul fiqh, pengambilan fiqh yang akan diamalkan akan
lebih jauh dari kebohongan.
Target yang hendak dicapai oleh
ushul fiqih ialah tercapainya kemampuan seorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untuk
mengetahui metodeistinbath hukum dari dalil-dalilnya
dengan jalan yang benar. Dengan demikian, orang yang mengistinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan. Dengan mengikuti
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih berarti, seorang
mujtahid dalam ber-ijtihad-nya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.[12]
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlak perlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhab yang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa pengetahui
ilmu tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.
Dengan demikian, peranan ushul
fiqih dalam pengembangan fiqih Islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum-hukmu
syara’ dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang
dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam dan sebagai
penyaring pemikiran-pemikiran seorang mujtahid. Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqddamah berkata:
“sesungguhnya ilmu ushul itu merupakan syari’ah yang termulia, tertinggi
nilainya, dan terbanyak kaidahnya” (Ibnu Khaldun: 0452)[13]
Berdasarkan hal tersebut di
atas, para ulama memadang ilmu ushul fiqih sebagai ilmudharuri yang penting dan harus dimiliki
oleh setiap faqih dan dipandang sebagai ilmu syari’ah yang terpenting dan
tertinggi nilainya.
Segi lain orang yang hendak
mendalami fiqih islam adalah kebutuhan pada ilmu ushul fiqih selalu ada. Hal
ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ke tingkat mujtahid mutlakperlu mengetahui kaidah-kaidah
dan undang-undang ushul fiqih. Dan bagi mujtahid madzhabyang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidak mungkin dapat
melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dan
kaidah-kaidahnya. Demikian pula ulama hendak men-tarjih pendapat imam madzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa engetahui ilmu
tersebut, ia tidak mungkin dapat men-tarjih dengan baik dan benar.[14]
Dalam perkembangan fiqh telah
melahirkan mazhab-mazhab sebagai bukti bahwa fiqh terus berkembang, yang
terkenal adalah empat mazhab yakni, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Ulama
besar inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan fiqh. Para Imam Mazhab dari
keempat mazhab tersebut sepakat dengan dalil yang masing-masing Mazhab
menambahkan metode istimbat hokum lainnya. Misalnya, ulama’ ushul fiqh dari
kalangan Hanafiah mengakui teori-teori ushul fiqh imam syafi’I, tetapi mereka
menambah metode atau teori lainnya, yaitu istihsan dan ‘Uruf dalam
mengistimbathkan hukum. Ulama’ ushul fiqh Malikiyah juga melakukan hal yang
sama yaitu dengan menambahkan Ijma’ ahlul Madinah karena
statusijma’ ahlul Madinah merupakan sunnah yang secara turun
temurun dilaksanakan sejak zaman Rasullullah SAW sampai pada zaman mereka.
Disamping itu ulama’ Malikiyah menambahkan metode Maslahatul
Mursalah dan Sadd al-Zari’ah. Kesemuaan tersebut
menggunakan dasar-dasar atau ushul.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu
meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari kekeliruan. Sebaliknya,
bagi nonmujtahid yang mempelajari Fiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah
agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam mazhab dalam meng-istinbath hukum
sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat madzhab tersebut.
2.
Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum
Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan
mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi
untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
3.
Ushul fiqh dan fiqh mempunyai hubungan yang
tidak bisa dipisahkan, Fiqh tidak akan berkembang tanpa adanya ushul fiqh. Jika
terdapat suatu masalah maka fiqh tidak mampu menjawabnya, karena fiqh hanya
bergerak dalam ruang lingkup tertentu atau bersifat khusus tidak bersifat umum.
Fiqh hanya hukum yang telah ditetapkan terhadap suatu permasalahan atau
perkara.Objek pembahasan ilmu fiqh adalah dalil yang bersifat juz’i, sehingga
menghasilkan hukum juz’i pula yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.
4.
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang
dipelajari untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan suatu
hukum yang pasti dalam suatu permasalahan, kesimpulan dari proses tersebut
itulah yang akan dijadikan sebagai hukum atau fiqh. Seseorang yang ingin
mengistimbatkan hukum terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami ushul fiqh.
B.
Saran-saran
1.
Makalah Ushul Fiqh ini diharapkan menjadi
masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara Ushul Fiqh. Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat
dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Basiq Djalil, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Djazuli, Ushul Fiqh, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2012.
Muchsin Nyak Umar, Ushul Fiqh, Ar-Raniry
Press, Banda Aceh, 2008.
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh,Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Satria Effend. M. Zein, Ushul
Fiqh, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2005.
Rahmat Syafi’I, Ushul Fiqh, Pustaka
Setia, Bandung, 2007.
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, Teras,
Yogyakarta, 2009.
[1] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh, (Banda Aceh:
Ar-Raniry Press, 2008), hal. 11.
[2] Satria
Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005), hal. 14.
[3] Zen Amiruddin,
M.Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal. 13.
[4]Drs. H. Zen
Amiruddin, M Si, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.13-14.
[5] Sapiudin
Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal,
9.
[6] Amir
Syarifuddin, , Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011),
hal, 41.
[7] A. Djazuli, , Ushul
Fiqh, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal, 5.
[9] A. Basiq
Djalil, S.H., M.A, Ushul Fiqh ((Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2010), hal. 17.
[10] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 24.
[11] Muchsin Nyak
Umar, Ushul Fiqh…, hal. 8.
[12] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul…., hal. 42-43.
[13] Rahmat
Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 44.
[14] Ibid.,
Tags:
MAKALAH