2.1.
Masa Kekhalifan Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Abu
Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-tamimi. Di zaman pra
Islam bermana Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh nabi menjadi Abdullah. Ia
termasuk salah seorang sahabat yang utama. Dijuluki Abu Bakar karena dari
pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk islam. Gelar Ash-Shiddiq
diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa,
terutama Isra’ dan Mi’raj.[4]
Seringkali menggantikan Rasulullah disaat-saat penting atau jika Rasulullah
berhalangan, Rasulullah mempercayainyasebagai pengganti untuk menangani
tugas-tugas keagamaan dan atau mengurusi
persoalan-persoalan actual di Madinah. Pilihan umat terhadap tokoh ini
sangatlah tepat.
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika ia di angkat menjadi khalifah seperti yang di atas. Secara lengkaf isi pidatonya sebagai berikut :
“Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan
urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku
menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat
salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah,
sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah
aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah
kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana
aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku.
Ucapan yang pertama sekali yang diucapkan oleh Abu Bakar ketika di
bai’at, ini menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam
pemerintahan. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan
ketataan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta
shalat sebagai intisari takwa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan
Abu bakar melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam
kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama, di antara kebijaksanaannya ialah
sebagai berikut :
Kebijaksanaan pengurusan terhadap Agama
Ada
beberapa kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar yang menyangkut terhadap Agama antara
lain :
1.
Memerangi
Nabi palsu, orang-orang yang murtad (Riddah) dan tidak mengeluarkan
zakat
Pada
awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari ummat
Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara pertentangan tersebut
ialah timbulnya orang-orang yang murtad (kaum Riddah), orang-orang yang tidak
mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi, seperti
Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani Tamim, Al
Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad, serta
beberapa pemberontakan dari beberapa kabilah
Untuk
mengembalikan mereka pada ajaran Islam, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
membentuk sebelas pasukan dengan pemimpinnya masing-masing. Setiap pemimpin
pasukan mendapat tugas untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas daerah yang
ditentukan. Abu Bakar
menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak
melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak atau wanita
atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali untuk dimakan.
Di antara wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada mereka ialah; “Jika kalian
melewati suatu kaum yang secara khusus melakukan ibadah di biara-biara,
biarkanlah mereka dan apa yang mereka sembah.”
2. Pengumpulan Al-Qur’an
Selama
peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang tewas. Karena
orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika
bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari
Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu
“kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn
Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya. Para ahli sejarah menyebutkan
bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah
Abu Bakar.
3. Ilmu Pengetahuan
Pola
pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi
materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri
dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain
sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini
disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk
setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan
oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini
adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para
sahabat Rasul terdekat. Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng
pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai
tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.
Kebijaksanaan Kenegaraan
Ada
beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan,[ yang
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bidang eksekutif
Pendelegasian
terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk
pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, dan Zaid bin
tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Serta Umar bin
Khathab sebagai hakim Agung.
. 2. Pertahanan dan Keamanan
Dengan
mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi
keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas
di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid
bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3. Yudikatif
Fungsi
kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan selama masa pemerintahan Abu
bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini
karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal
‘alim.
4. Sosial Ekonomi
Sebuah
lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari
zakat, infak, sedekah, harta rampasan, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut
digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan
aturan yang ada.
Penyebaran dan Kekuasaan islam pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Islam
pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan
didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah Islam, yaitu dengan dakwah
dan perang. Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah,
Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar
kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu
keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah
Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk
memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat
membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat
perkembangan Islam dengan cara membunuh
sahabat Nabi
Pada
tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan persia. Pada bulan
Muharram tahun 12 H (6333 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai.
Musanna dan pasukannya dikirim ke persia menghadapi perlawanan sengit dari
tentara kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan
Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa pasukannya
membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju wilayah
persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera duserbu.
Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah Islam
disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian Rantai.
Pada
tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan Kerajaan Romawi dengan membentuk
empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima dengan
tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Kempat kelompok tentara dan
panglimanya itu adalah sebagai berikut :
1.
Abu
Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
2.
Amru
bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu
berada di bawah kekuasaan Romawi Timur.
3.
Syurahbil
bin Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania.
4.
Yazid
bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan.
Perjuangan tentara-tentara Muslim tersebut untuk menaklukkan
Persia dan Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan Umar bin khathab.
Peradaban
Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bentuk peradaban yang paling
besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa
pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq
memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah
kurma, kulit binatang, dan dari hafalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan
sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa
orang penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama
kainya penghimpunan ini. Sejak saat itulah Al-Qur’an dikumpulkan pada satu
Mushaf.
Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut :
Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut :
Dalam bidang penataan sosial
ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk
kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal
dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari rampasan perang
dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul Mal.
Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan
untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat
yang berhaq menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
Praktik pemerintahan khalifah
Abu Bakar yang terpenting adalah suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri
dengan menunjuk umar sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor Abu Bakar
menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor utama adalah
kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di
Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat Islam kejurang perpecahan, bila
tidak merujuk seorang untuk menggantikannya.
2.2. Masa Kekhalifan
Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)
Umar bin Khaththab nama lengkapnya
adalah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy dari suku
Adi, salah satu suku yang terpandang mulia. Umar dilahirkan di Mekkah empat
tahun sebelum kelahiran nabi saw. Ia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih
dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayahnya,dan berdagang
hingga ke Syiria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy untuk
berunding dan mewakilinya jika da persoalan dengan suku-suku lain. Umar masuk
islam pada tahun kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabt
terdekat Nabi saw serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh nabi mengenai
hal-hal yang berhak menganti Rasulullah dalam memimpin umat setelah wafatnya
Rasulullah saw. Dengan memilih dan membai’at Abu Bakar sebagai khalifah
RAsulullha sehinggaia mendapat penghormatan yang tinggi dan dimintai
nasihatnyanserta menjadi tangan kanan khalifah yang baru itu. Sebelum meninggal
dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khaththab menjadi penerusnya. Rupanya
masa dua tahun belumlah cukup mwnjamin stabilitas keamanan terkendali, maka
penunjukan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perselisihan dikalangan
umat Islam. Ketika Umar telah menjadi khalifah, ia berkata kepada umatnya:[5]
“Orang-orang Arab seperti halnya
seekor unta yang keras kepala dan ini
akan bertalian dengan pengendara dimana jalan yang akan dilalui, dengan nama
Allah, begitulah aku akan menunjukkan kepada kamu ke jalan yang harus engkau
lalui.[6]
Pemerintahan dan Peradaban islam pada Masa Khalifah Umar bin
Khatthab
Selama
pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil
alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir,
Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi.
Umar
melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat
kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang
baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh
wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan
merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga
memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar dikenal dari gaya hidupnya yang
sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di
zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah,
tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan
Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ada
beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin Khtthab, yang
meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan
agama.
Perkembangan Politik
Pada
masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil,
usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan
daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu‘anhu segera mengatur administrasi
negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Perluasan penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada
masa Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya
itu tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan.
Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti
Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil
alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi
(Byzantium).
Administrasi
pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria,
Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab mulai
dirintis tata cara menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi.
Mulai sejak masa Umar pemerintahan dikelola oleh pemerintahan pusat dan
pemerintahan propinsi.
Karena
telah banyak daerah yang dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan
administrasi pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan,
dimana kekuasaan seorang hakim (yudikatif) terlepas dari pengaruh badan
pemerintahan (eksekutif). Adapun hakim yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang
yang mempunyai reputasi yang baik dan mempunyai integritas dan keperibadian
yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan sebagai Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur
al-Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn Shamit sebagai Qadhi Palestina,
Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi kufah.
Pada
masa Umar ibn Khatab juga mulai berkembang suatu lembaga formal yang disebut
lembaga penerangan dan pembinaan hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya
sistem atau badan kemiliteran. Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi
Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena wilayah Islam
bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam dan
peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Lalu umar
mencanangkan administrasi / tata negara, yaitu :
Susunan kekuasaan
1. Khalifah (Amiril Mukminin), Berkedudukan di ibu kota Madinah yang
mempunyai wewenang kekuasaan.
2. Wali (Gubernur), Berkedudukan di ibu kota Propensi yang mempunyi
kekuasaan atas seluruh wiyalayah Propensi.
3. Tugas pokok pejabat, Tugas pokok pejabat, mulai dari kholifah,
wali beserta bawahannya bertanggung jawab atas maju mundurnya Agama islam dan
Negara. Disamping itu mereka juga sebagai imam shalat lima waktu di masjid
4. Membentuk dewan-dewan Negara, Guna menertipkan jalannya
administrasi pemerintahan, Kholifah Umar membentuk dewan-dewan Negara yang
bertugas mengatur dan menyimpan uang serta mengatur pemasukan dan pengeluaran
uang negara, termasuk juga mencetak mata uang Negara.
5. Dewan tentara, Bertugas mengatur ketertiban tentara, termsuk
memberi gaji, seragam/atribut, mengusahakan senjata dan membentuk pasukan penjaga
tapal batas wilayah negara.
6. Dewan pembentuk Undang-undang, Bertugas membuat Undang-undang dan
peraturan yang mengatur toko-toko, pasar, mengawasi timbangan, takaran, dan
mengatur pos informasi dan komonikasi.
7. Dewan kehakiman, Bertukas dan menjaga dan menegakkan keadilan,
agar tidak ada orang yang berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain. Hakim
yang termashur adalah Ali bin Abi Thalib.
8. Perkembangan Ekonomi, Karena perluasan daerah terjadi dengan
cepat, dan setelah Khalifah Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh
administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pada masa ini juga mulai
diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian
pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata
uang, dan membuat tahun hijiah. Dan menghapuskan zakat bagi para Mu’allaf.
Perkembangan
pengetahuan
Pada
masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak
diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam
waktu yang terbatas. Jadi kalau ada diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis
harus perdi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para
sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di Madinah. Dengan meluasnya
wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab, nampaknya khalifah memikirkan
pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin
Khatab memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai
satu kota, hendaknya mereka mendirikan
Masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan
dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang
pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga
menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan
menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas
mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran Islam lainnya seperti fiqh kepada penduduk
yang baru masuk Islam.
Diantara
sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khatab ke daerah adalah Abdurahman
bin Ma’qal dan Imran bin al-Hashim. Kedua orang ini ditempatkan di Basyrah.
Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke
Mesir. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk dihalaman mesjid
sedangkan murid melingkarinya.
Meluasnya
kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena
mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi
mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat
agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong
lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.
Pada
masa khalifah Umar bin Khatab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan
menulis al-Qur'an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam.
Pendidikan pada masa Umar bin Khatab ini lebih maju dibandingkan dengan
sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai
tampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar
bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu
pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan
hal diatas penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan dimasa khalifah
umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam
keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, disamping telah ditetapkannya mesjid
sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam
diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa,
menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Perkembangan
Sosial
Pada
masa Khalifah Umar ibn Khatthab ahli al-dzimmah yaitu penduduk yang memeluk
agama selain Islam dan berdiam diwilayah kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri
dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi. Mereka mendapat perhatian, pelayanan
serta perlindungan pada masa Umar. Dengan membuat perjanjian, yang antara lain
berbunyi ;
Keharusan
orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para tentara Muslim
yang memasuki kota mereka, selama tiga hari berturut-turut.
Pada
masa umar sangat memerhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin
dan anak yatim piatu, juga mendapat perhatian yang besar dari umar ibn Khathab.
Perkembangan
Agama
Di
zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan)
pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun
kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah
Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis,
ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu
dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu.
Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan
demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat
Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul
dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu,
wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria,
sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Dalam kata lain. Islam pada zaman
Umar semakin berkembang.
Jadi
dapat disimpulkan, keadaan agama Islam pada masa Umar bin Khatthab sudah mulai
kondusif, dikarenakan karena kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana.
Pada masa ini Islam mulai merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan
negara-negara yang kuat, agar islam dapat tersebar kepenjuru dunia.
[1] Ahmad Amin, Islam
Dari Masa ke Masa (Terjemahan dari Yaumul Islam), Bandung: Rosda, 1987,
hlm. 80.
[2] Penggantian (terutama di lingkungan
pimpinan tertinggi negara) karena pewarisan, proses pergantian kepemimpinan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
[3] Samsul Munir
Amir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2014, hlm. 93.
[4] Hassan Ibrahim
Hassan, Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Safaqi Al-Ijtima’I, Jilid
I, Kairo: Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah, cetakan ke-9, 1979, hlm. 205.
[6] Hassan Ibrahim
Hassan, Tarikhul-Islam, As-Siyasi Ad-Dini As-Safaqi Al-Ijtima’I, Kairo:
Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah, cetakan ke-9, 1979, hlm. 210.
Tags:
MAKALAH