107
2.1. Pengertian ‘Ulumul Hadits
Secara umum ‘ulumul hadits terdiri dari dua, yaitu ilmu dan hadits.
Secara sederhana ‘ulum (ilmu) artinya pengetahuan, knowledge, dan
science. Sedangkan hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw, baik perkataan, perbuatan, maupun persetujuan atau sifat.
2.2. Hadits ditintau dari Sumber Berita
Dilihat dari
sumber berita atau penerimaan hadits terbagi menjadi empat macam, yaitu qudsi,
marfu’,mauquf dan maqthu’. Secara umum hadits yang sumber beritanya
berasal dari Allah dinamakan hadits qudsii, jika sumber beritanya bersal
dari Nabi disebut hadits marfuu’, jika sumber beritanya berasal dari
para sahabat disebut hadits mauquuf, dan jika sumber beritanya berasal
dari thabi’in disebut hadits maqthuu’.
Sumber berita utama di atas tidak dapat menentukan keshahihan
hadits, sekalipun datangnya dari Allah atau Nabi karena tinjauan kualitas
shahih, hasan, dan dha’if tidak hanya dilihat dari sumber berita, tetapi lebih
dilihat daari sifat-sifat para pembawa berita. Dengan demikian, hadits qudsii,
marfuu’, mawquuf, dan maqthuu’ tidak mutlak keshahihannya, terkadang
shahih, hasan, dan dhaif. Masing-masing hadits tersebut akan dijelaskan secara
terperinci berikut ini.
1.
Hadits Qudsii
Menurut bahasa, kata Al-Qudsii adalah nisbah dari kata al-quddus
yang artinya “suci” (ath-thahaata dan at-tanziih). Hadits ini
dinamakan suci (al-qudsii) karena disandarkan kepada Dzat Tuhan yang
Mahasuci. Atau dinisbatkan pada kata ilaah (Tuhan) maka disebut Hadits Ilaahii
dan dinisbatkan kepada Rabb
(Tuhan), maka disebut pula Hadits Rabbaanii. Sedang menurut istilah,
hadit qudsii adalah: Sesuatu yang dipindahkan dari Nabi saw serta
penyandarannya kepada Allah ta’ala.
Perbedaan
Al-Qur’an dan hadits Qudsii adalah:
a)
Al-Qur’an lafadh dan maknanya dari Allah, sedangkan hadits qudsii
lafadhnya dari Allah dan maknanya dari Rasul,
b)
Al-Qur’an bernilai ibadah apabila dibaca, sedangkan hadits qudsii
tidak bernilai ibadah apabila dibaca,
c)
Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawaatir,[1]
sedangkan hadits qudsii tidak diriwayatkan secara mutawaatir.
Jumlah hadits qudsii menurut Mahmud Thahan dalam bukunya Taysir
Mushthalahal Hadits adalah sekitar 200 buah hadits. Salah satu contoh
hadits qudsii yang diriwayatkan Abu Hurairah yaitu: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, dia berkata; telah
bersabda Rasulullah saw “Ketika Allah menetapkan penciptaan makhluk, Dia
menuliskan dalam kitab-Nya ketetapan untuk diri-Nya sendiri: Sesungguhnya
rahmat-Ku (kasih sayangku) mengalahkan murka-Ku”(diriwayatkan oleh Muslim begitu juga oleh
al-Bukhari, an-Nasa-i dan Ibnu Majah)
Adapun lafadh-lafadh yang digunakan
Rasulullah dalam meriwayatkan hadits qudsii adalah: Rasulullah saw bersabda pada
apa yang diriwayatkan dari Tuhannaya:..., ataupun Allah ta’ala berfirman, pada
apa yang diriwatkannya kepada Rasulullah saw.
Diantara buku hadits qudsii Adalah Al-Ittihaaf As-Saniiyah bi
Al-ahaadiits Al-qudsiiyyah yang ditulis oleh Abdul Ra’uf Al-Munawi. Di
dalamnya terdapat 272 buah hadits.
2.
Hadits Marfuu’
Secara bahasa marfuu’ adalah isim maf’ul
dari kata rafa’a yang artinya terangkat, sedangkan lawan katanya adalah wadha’a
yang artinya terletak. Hadits marfuu’ adalah hadits yang terangkat
sampai ke Rasulullah saw. Menurut istilah adalah: Apa-apa yang di sandarkan
kepada Rasulullah dari perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun diamnya.
Secara umum hadits marfuu’ mempunyai
beberapa contoh, yaitu:
a)
Marfuu’ Qawlii contohnya bahwasanya para sahabat atau selainnya
mengatakan (Rasulullah saw telah berbuat seperti ini ...),
b)
Marfuu’ fi’lii contonya bahwasanya para sahabat atau selainnya
mengatakan (Rasulullah saw telah berbuat seperti ini ...),
c)
Marfuu’ taqriirii contohnya bahwasanya para sahabat atau selainnya
megatakan (seseorang melakukan sesuatu ketika ada Rasulullah saw seperti ini
...) akan tetapi Rasululah saw tidak mengingkari perbuatan tersebut.
Hadits marfuu’
bisa dibagikan menjadi dua macam, yaitu:
Di-Marfuu’-Kan
Secara Tegas (Shariih). Hadits yang di-marfuu’-kan kepada Nabi
saw dengan shariih adalah hadits yang tegas-tegas dikatakan oleh seorang
sahabat bahwa hadits tersebut didengar atau dilihat dan atau disetujui dari
Rasulullah saw, misalnya perkataan sahabat kata: Aku mendengar Rasulullah
saw berkata:...., Diceritakan kepadaku oleh Rasulullah saw begini, Berkatalah
Rassulullah saw, Rasulullah saw menceritakan begini.
Di-Marfuu’-Kan
Secara Hukum (Hukmii). Maksudnya, hadits tersebut seolah-olah lahirnya
dikatakan oleh sahabat (mauquuf lafalnya),
tetapi hakikatnya disanadrkan kepada Rasulullah saw (di-hukumi marfuu’),
3.
Hadits Mauquuf
Mauquuf secara
bahasa waqaf, yang artinya berhenti atau stop. Di dalam Al-Qur’an
terdapat tanda-tanda waqaf yang
harus dipatuhioleh pembacanya. Menurut pengertian istilah ulama hadits ialah: hadits
yang disandarkan kepada seorang sahabat, tidak sampai kepada Nabi saw, ataupun
sesuatu yang disandarkan kepada sahabat,baik pekerjaan, perbuatan, dan
persetujuan, baik tersambung sanadnya maupun terputus.
Hadits mauquuf mempunyai beberapa contoh, yaitu:Mauquuf qauli (perkataan)
seperti: Ali bin Abi Thalib ra berkata: berbicaralah kepada manusia sesuai
dengan apa yang mereka ketahuai, Apakah engkau menghendaki Allah dan Rasul-Nya
didustakan?.[2]
Mauquuf fi’li (perbuatan), seperti perkataan Al-Bukahri: dan Ummu Ibnu
Abbas sedangkan ia bertayammum.[3]
Mauquuf taqriirii (persetujuan) seperti perkataan tabi’in: Aku melakukan
begini di hadapan salah seorang sahabat dan ia ia tidak mengingkariku.
Hukum hadits mauquuf. Sebagian ulama memasukkaan hadits mauquuf
ke dalam golongan hadits dhaif.
Karena menurut ulama tersebut, hadits mauquuf sama dengan hadits marfuu’, yaitu ada
yang shahih, hasan ,dan dha’if. Walaupun mauquuf shahih pada umummnya tidak dapat
dijadikan hujjah, karena ia hanya perkataanatau perbuatan sahabat semata.
Hadits mauquuf dinilai
marfuu’. Sebagaimana keterangan di atas, hadits mauquuf tidah dapat dijadikan hujjah,kecuali jika
hadits tersebut dipandang marfuu’ secara hukum.
4.
Hadits Maqthuu’
Menurut bahasa, kata maqthuu’ berasal dari kata qatha’a-yuqathi’u yang
artinya terpotong atau terputus, sedangkan lawan katanya washala-yuwashilu yang
artinya tersambung ata terhubung. Menurut istilah, hadits maqthuu’ adalah
sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabi’in atau orang setelahnya, baik dari
perkataan atau perbuatan.
Hadits maqthuu’
mempunyai beberapa contoh, yaitu: Hadits maqthuu’ qaulii (dalam
bentuk perkataan) seperti kata Al-Hasan Al-Bashri tentang shalat di belakang
ahli bid’ah: Shalatlah dan bid’ahnya atasnya.[4]
Hadits maqthuu’ fi’li (dalam bentuk perbuatan) sebagaimana perkataan
Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muntasyir: Masyruq memanjangkan selimut antara
ia dan istrinya memerima shalatnya, bersunyi dari mereka dan dunia mereka.
Hadits maqthuu’ tidak dapat dijadikan hujjah dalam hukum
syara’ sekalipun shahih, kaerana ia bukan yang datang dari Nabi. Ia hanya
perkataan atau perbuatan sebagian atau salah seorang umat islam.
Adapun kitab-kitab
yang di pandang banyak terdapat hadits mauquuf dan maqthuu’ adalah: Mushannaf Abii Syaybah, Mushannaf
‘Abd Ar-Razzaaq. Dan Tafsir Ibnu Jariir, Ibnu Haatiim, dan
Al-Mundzir,
2.3. Hadits Ditinjau dari Persambungan Sanad
Hadits ditinjau
dari persambungan sanad terbagi
menjadi dua macam, yaitu:
1.
Hadits Muttashil / Mawshuul
Dari segi bahasa, Muttashil
adalah isim fa’il dari kata ittashala-yattashilu yang mempunyai
makna bersambung, dan lawan katanya adalah munqati’, yaitu yang
terputus.menurut istilah hadits muttashil atau mawshul adalah: sesuatu
yang bersambung sanadnya sampai akhir, baik marfuu’ (disandarkan kepada Nabi saw)
maupum mauquuf (disandarkan kepada seorang sahabat)
Dari definisi di atas jelas bahwa hadits muttashil / mawshuul adalah
hadits yang bersambung sanadn-nya, baik periwayatannyaitu datang dari Nabi saw
ataupun dari seorang sahabat, bukan dari tabi’in
2.
Hadits Musnad
Dari segi bahasa, musnad berasal dari kata asnada-yusnidu
yang bermakna menyandarkan, menggabungkan, atau menisbatkan adapun
musnad berarti disandarkan, digabungkan,atau dinisbatkan.
Menurut istilah: hadits musnad adalah sesuatu yang bersambung sanadnya dan
marfuu’ disandarkan kepada Nabi saw.[5]
Dengan definisi di atas jelas bahwa hadits musnad adalah hadits ang bersambung sanad-nya
dari awal sampai akhir, tetapi
sandarannya hanya kepada Nabi saw, tidak pada sahabat dan tidak pula pada tabi’in.
2.4. Hadits Ditinjau dari
Segi Sifat Sanad dan Cara Penyampaian
Hadits ditijuau
dari segi sifat sanad dan cara penyampaian terbagi menjadi beberapa macam:
1.
Hadits mu’an’an
Dari segi bahasa mu’an’an adalah isim maf’ul dari ‘an’ana-yu’an’inu
yang berarti dari. Menurut istilah, hadits mu’an’an adalah hadits
yang didisebutkan dalam sanadnya diriwayatkan oleh si Fulan dari si Fulan,
dengan tidak menyebutkan perkataan memberitakan,menggambarkan,dan atau
mendengar.
Contoh hadits mu’an’an adalah: Memberitakan kepada kami
Al-Hasan bin Arafah, memberitakan kepada kami isma’il bin iyasy dari Yahya
bin Abu Amru Asy-Syaybani dari Abdullah bin Ad-Daylami berkata: Aku
mendengar Abdullah bin Amr, aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya
Allah swt menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan gelap (kebodohan), kemudian dia
sampaikan kepada mereka di antara cahaya-Nya.[6]
Para ulama berbeda pendapat tentang hadits ini. Diantara mereka ada
yang berpendapat bahwa hadits ini tergolong munqathi’ (terputus sanad-nya)
atau mursal berarti dihukumi dha’if, tidak dapat diamalkan sehingga ada
penjelasan ke-muttashil-annaya.
2.
Hadits Muannan
Menurut bahasa, kata muannan berasala dari kata annana-yuanninu
yang berarti menggunakan kata anna dan anna yang berarti bahwasanya,
sesunnguhnya. Menurut istilah, hadits muannan adalah hadits yang
dikatakan dalam sanadnya memberitakan kepada kami bahwasanya si Fulan memberitakan
kepadanya begini.
Contoh hadits muannan adalah: memberitakan Malik dari
Ibnu Syihab bahwasanya Sa’id bin Al-Musayyab berkata begini.
Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang hukum hadits muannan,
di antara mereka berpendapat hadits muannan tergolong munqathi’ sehingga
adapenjelasan bahwa ia mendengar berita tersebut melalui jalan sanad lain,
atau ada indikator lain yang menunjukkan bahwa ia menyaksikan atau
mendengarnya.
3.
Hadits Musalsal
Menurut bahasa, musalsal berasal dari kata salsala-yusalsilu
yang berarti berantai dan bertali-temali. Hadits ini
dinamakan musalsal karena ada kesamaan dengan rantai (silsilah) dalam
segi pertemuan masing-masing perawi, atau ada kesamaan dalam bagian-bagiannya[7].
Menurut istilah musalsal adalah keikutsertaan para perawi
dalam sanad secara berturut-turut pada satu sifat atau pada satu keadaan,
terkadang bagi para perawi dan terkadang bagi perawinya.[8]
Dari definisi di atas musalsal dapat dibagi kepada beberapa
macam,yaitu sebagai berikut:
a)
Musalal keadaan
perawi (Musalsal bi Ahwaal Ar-Ruwaat). Adalah keadaan perawi terkadang
dalam perkataan qawlii, perbuatan fi’li, atau keduanya (perkataan
dan perbuatan atau qawlii dan fi’li). Contoh musalsal
qawlii adalah Hadits Mua’adz bin Jabal, bahwasanya Nabi saw bersabda
kepadanya: Hai Mua’adz sesungguhnya aku mencintaimu, maka katakanlah pada
setiap setelah shalat: Ya Allah Tolonglah aku untuk dzikir kepada-Mu, syukur
kepada-Mu, dan baik dalam ibdah kepada-Mu.[9]
Contoh musalsal fi’li adalah: Hadits Abu Hurairah dia
berkata: Abu Al-Qasim (Nabi) saw memasukkan jari-jari tangannya kepada
jari-jari tanganku (jari-jemari) bersabda: “Allah menciptakan bumi pada hari
sabtu.”[10]
Contoh musalsal qawkii dan fi’li sekaligus adalah: Hadits
Anas bin Malik ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Seorang hamba tidak mendapatkan
manisnya iman sehingga beriman kepada ketentuan Allah (qadar), baik dan buruk,
manis dan pahitnya,” Rasulullah sambil memegang jenggot dan bersabda: “Aku
beriman kepada ketentuan Allah (qadar), baik dan buruk, manisa dan pahitnya,”[11]
b)
Musalsal sifat
periwayat (Musalsal bi Shiifat Ar-RuwaahI). Adalah musalsal yang
dibagi menjadi qawlii dan fi’li. Contoh musalsal qawlii adalah
Bahwasanya sahabat bertanya kepada Rasulullah saw tentang amal yang paling
disukai Allah swt agar diamalkan, maka Nabi membacakan mereka Surah Ash-Shaff.
Contoh musalsal fi’li adalah Hadits Ibnu Umar secara
marfuu’: penjual dan pembeli boleh mengadakan khiyaar (memilih jadi atau tidak)
c)
Musalsal dalam
sifat periwayatan (Musalsal bi Shifaat Ar-Riwaayah). Dalam musalsal jenis
ini terbagi menjadi tiga macam, yaitu musalsal dalam bentuk ungkapan
penyampaian periwayatan (adaa’), musalsal pada waktu periwayatan,
dan musalsal pada tempat periwayatan.
Terkadang
hadits terjadi musalsal dari awal sampai akhir dan terkadang sebagian musalsal terputus
di permulaan atau di akhir. Oleh karena itu, Al-Iraqi berkata: “sedikit sekali
hadits musalsal yang selamat dari
kedha’ifan,” dimaksudkan di sini sifat musalsal, bukan pada asal matan
karena sebagian matan shahih. Ibnu Hajar berkata: “Musalsal yang
paling shahih di dunia adalah musalsal hadits membaca Surat Ash-Shaff.
Adapun
kitab-kita yang membahas tentang hadits musalsal adalah: Al-Musalsalaat
Al-Kubraa karya As-Suyuthi, memuat 85buah hadits, Al-Manaahil As-salsalah
fii Al-Ahaadiits Al-Musalsalah, karya Muhammad Abdul Baqi Al-Ayyubi,
mengandung sebanyak 212 buah hadits, Al-Musalsalaat, karya Al-Hafizh
Ismail bin Ahmad bin Al-Fadhal At-Taymi (w. 535 H).
4.
Hadits ‘Aalii dan Naazil
Dari segi bahasa, ‘aalii adalah isim fa’il dari kata al-’uluwwu
yang berarti tinggi, lawan dari an-nuzuul yang artinya rendah
dan turun. sedangkan An-naazil berasal dari kata an-nuzul yang
berarti turun. Dalam istilah muhaddisin, hadits ‘ali adalah: “ suatu
hadis yang sedikit jumlah perawinya sampai kepada Rasulullah saw dibandingkan
dengan sanad lain. Sedangkan hadits naazil menurut istilah ulama
hadits adalah: “hadits yang banyak jumlah perawinya sampai kepada Rasulullah
saw dibandingkan dengan sanad lain.
Hadits ‘Aalii dibagi menjadi dua macam, yaitu: ‘Aalii muthlak, yaitu
yang lebih dekat para perawinya dalam sanad dengan Rassulullah saw. ‘Aalii
nisbii atau idhaafii yaitu hadits yang dekat atau sedikit jumlah
perawinya dalam sanad.
Sedangkan pembagian hadits Naazi merupakan lawan dari macam-macam
hadits ’Aalii di atas.
Mayoritas utama menilai hadits ’aali
lebih utama dari hadits naazil, karena ia lebih jauh dari
kemungkinan-kemungkinan cacat. Ibnu Al – Madani
berkata: “Naazil itu tercela”. Ini jika sama-sama kuat sanad nya.
[12]
Kitab-Kitab yang terkenal
diantaranya: Tsulaatsiiyaat Al-Bukhaarii yang ditulis oleh Ibnu hajar. Tsulaatsiiyaat
Ahmad bin Hambal, karya
As-Syafarini.
Ringkasan
Macam-Macam Hadist Dari Berbagai Tijauan
[1] Mutawatir menurut bahasa berarti المتتابع yang berarti yang berlanjut, berurutan. Artinya Sesuatu yang datang
kemudian atau secara beriring-iring antara yang satu dengan lainnya tanpa adanya jarak.
[2] HR. Al-Bukhari
[3] HR.Al-Bukhari
[4] HR.Al-Bukhari
[5] Mahmud Thahan, Taysir Mushtalahal Al-Hadits,
hal.104
[6] HR.Al-Bukhari
[7] Abdul Majid Khan Ulumul hadits, Jakarta:AMZAH
2013 edisi kedua hal. 269
[8] Mahmud Thahan Taysir ... hal.141
[9] HR. Abu Dawud
[10] HR. Al-Hakim
[11] HR. Al-Hakim secara musalsal
[12] Mahmud Thahan Taysir ... hal.140
Tags:
MAKALAH