108
A.
Rasionalisme
1.
Pengertian
Rasionalisme
Secara
etimologis rasionalisme berasal dari bahasa Inggris yaitu rationalism. Kata ini
berakar dari kata dalam bahasa latin ratio yang berarti “akal”. Menurut A.R.
lacey berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah : sebuah pandangan yang
berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme
adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide
yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran hakiki.
Sementara
itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang
pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia
menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului dan
bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahaun yang diperoleh melalui akal
yang memenuhi semua syarat pengetahuan ilmiah alat terpenting dalam memperoleh
pengatahun dan mengetes pengetahuan. “Pengalaman hanya dipakai untuk
mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal”.
2.
Pendiri
Filsafat Rasionalisme
Rasionalisme dipelopori oleh Rene
Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern. Ia ahli dalam
ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu
pengetahuan harus satu, tanpa bandinganya, harus disusun oleh satu orang,
sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus
dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah
(clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti,
karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis. Rene
Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme berpendapat, bahwa sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh
lewat akal lah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan
ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti
yang di contohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme
adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik),
yang pernah diterima tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu
pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat
itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan. Descartes menginginkan cara
yang baru dalam berpikir, maka diperlikan titik tolak pemikiran yang pasti yang
dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo sum (saya berfikir
maka saya ada). Jelasya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.
Oleh
pelopor rasionalisme, DESCARTES, memang dikatakan dengan amat tegas, bahwa
manusia itu terdiri dari jasmaninya dengan keluasanya (extensio) serta
budi dengan kesadaranya. Kesadaran ini rohani dan yang bertindak itu sebenarya
budilah. Dalam pengetahuan dan pengenalan misalnya, satu-satunya pengetahuan
yang benar itu hanya yang bersumber pada kesadaran. Jiwa dan badan memang terhubungkan,
akan tetapi hubungan ini sejajar, jadi tidak merupakan kesatuan. Ada pengaruh
jiwa kepada badan, akan tetapi pengaruh ini hanya secara materi, tetaplah kedua
hal tersebut berdampingan. Dalam pada itu murid-muridnya melihat persesuaian
atau harmoni antara badan dan jiwa itu pada pencciptanya. Tuhan dari semula dan
dari keabadian sudahlah menyesuaikan dua hal yang bertentangan ini. Sebagai dua
buah jam sudahlah jasmani dan rohani dalam manusia disesuaikan oleh
penciptanya. Seperti kita ketahui dari renungan rasionalistis ini adalah yang
sampai kepada paham panteisme, yaitu SPINOZA.
3.
Tokoh-Tokoh
Rasionalisme
Tokoh-tokoh
terpenting aliran rasionalisme adalah:
a.
Blaise Pascal
b.
Cristian Wolf
c.
Rene Descartes
d.
Baruch Spinoza
e.
G.W Leibnitz
Pemikiran Pokok Descartes, Spinoza, Dan
Leibniz
Mereka adalah tokoh
besar filsafat rasionalisme sebelum itu, pengertian rasionalisme diuraikan
lebih dahulu. Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafat. Pada zaman
modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes yang dibicarakan
setelah ini. Setelah priodermi rasionalisme dikembangkan secara sempurna oleh
liagu yang kemudian terkenal sebagai tokoh rasionalisme dalam sejarah.
A.
Deskartes (
1596-1650)
Descartes
lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada tahun 1650. bukunya di caurs deia
methode (1537) dan meditations (1642) kedua buku ini saling melengkapisatu sama
lain. Didalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal itu,
metode ini juga sering disebut cogito Descartes, atau metode catigo saja. Ia
mengatahui bahwa tidak mudah meyakinkan tokooh-tokoh gereja. Bahwa dasar
filsafat haruslah rasio (akal) untuk meyakinkan orang bahwa dasar filsafat
haruslah akal, ia menyusun argumentasi yang sangat terkenal.
Untuk
menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dahulu
segala sesuatu yang dapat diragukan). Didalam mimpi seolah olah seorang
mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi
(juga) begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi dan kenyataan gaib. Tidak
ada batas yang tegas antara mimpi dan jaga. Tatkala bermimpi, rasa-rasanya
seperti bukan mimpi.
Benda-benda dalam
mimpi, halusinasi, ilusi dan kejadian dengan roh halus itu, bila dilihat dari
posisi kita juga, itu tidak ada. Akan tetapi benda-benda itu sunguh-sunguh ada
bila dilihat dari posisi kita dalam mimpi. Halusinasi. Ilusi dan roh halus
B.
Spinoza (
1632-1677 M)
Spinoza
dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677 M. Nama aslinya
Banich SPINOZA. Setelah ia mengucilkan dirinya dari agama yahudi, ia mengubah
namanya menjadi Benedictus De Spinoza ia hidup dipinggiran kota dan baik
Spinoza maupun Leibniz ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu. Dua tokoh
terakhir ini menjadi substansi sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan
mereka berdua juga mengikuti metode Descartes, tiga filosof ini, descartos,
spinozo dan leigniz, biasanya dikelompokkan dalam satu mazhab. Yaitu
rasionalisme.
C. Leibniz (1646-1716)
Gotifried Willheim Von
Leibniz lahir pada tahun 1646 dan meninggal pada tahun 1716. Ia filosofi jerman
metamatikawan, menjadi atasan, pembantu pejabat tinggi negara. Pusat
metafisikanya adalah ide tentang substansi yang di kembangkan dalam konsep
monad. Metafisika Leigniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoz
sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza ,alam semesta ini
mekanistis dan keseluruhnya bergantung pada sebab, sementara substansi pada
leignizadalah tujuan. Penentuan prinsip filsafat (eiguiz ialah prinsip akan
yang mencukupi, yang secara sederhana dapat di rumuskan sesuatu harus mempunyai
masalah bahkan tuhan harus mempunyai masalah untuk setiap yang di ciptaan-nya.
Kita lihat bahwa prinsip ini menuntun filsafat Leigniz.
Masalahnya
ialah setiap subtansi itu bebas, dan karena itu sesuatu yang lain tidak dapat
melakukan sesuatu kepadanya satu sama lainya. Descartes menemui kesulitan dalam
menyelesaikan hubungan mind dan body. Spinoza,
sebagai monis, menyelesaikan masalah ini dengan cara yang amat sederhana:
karena hanya ada satu substansi, maka persoalan ini tidak ada padanya. Akan
tetapi, Leibniz adalah pluralis; ada lebih dari satu substansi, yang tidak
dapat saling berintraksi. Monad itu tidak mempunyai jendela,
mereka tidak memahami satu sama lain. Ia mengatakan, “Tidak ada yang dapat
masuk dan keluar”. Dan Leibniz tidak mau mengambil penyelesaian lama
bahwa monad-monad itu berkombinasi dan berkombinasi lagi untuk
membentuk susunan. Jadi, bagaimana monad berubah? Mereka harus
mempunyai perubahan tatkala meraka diciptakan tuhan, dalam dirinya sendiri.
Jadi, perubahan monad ada secara internal, deprogram oleh
tuhan tatkala menciptakanya. Perhatikan, monad itu imaterial,
jadi ia “berkembang” tidak dapat dipahami oleh dunia fisik. Pertumbuhan (termasuk
perubahan tentunya) terjadi secara internal, terjadi antarmonad, ini hanya
dipahami oleh dunia monad itu. Disini kelihatan bahwa Leibniz
seorang idealis.
A. Empirisme
1.
Pengertian empirisme
Empirisme adalah salah satu aliran
dalam filosof yang menekankan peran pengalaman dalam memperoleh pengetahuan
serta pengertian itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme
diambil dari bahasa Yunani yaitu empeiria yang berarti
coba-coba atau pengalaman. Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan
dengan aliran positivisme logis (logical positivism) dan
filsafat Ludwig wittegenstein. Akan tetapi, teori makna
dan empirisme selalu harus di pahami lewat penafsiran pengalaman.
Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak di peroleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indra manusia, yaitu mata,
lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu
yang sesuai dengan pengalaman manusia. Para penganut aliran empiris dalam
berfilsafat bertolak belakang dengan para penganut rasionalisme. Mereka
menentang pendapat-pendapat para penganut rasionalisme yang di dasarkan atas
kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Menurut pendapat penganut empirisme,
metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat apriori tetapi posteriori. Yaitu
metode yang berdasarkan atas hal-hal yang datang, terjadinya atau adanya
kemudian.
Bagi para empirisme sumber
pengetahuan yang menandai itu adalah pengalaman. Yang dimaksud pengalaman
disini adalah pengalaman lahir yang menyangkut pribadi manusia. Sedangkan akal
manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan
atau data yang di peroleh melalui pengalaman. Penganut empirisme
berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia, yang
jelas-jelas mendahului rasio.
Jonh locke (1632-1704) salah seorang
penganut empirisme, yang juga “bapak empirisme” mengatakan bahwa pada waktu
manusia dilahirkan, keadaan akalnya masih bersih ibarat kertas yang
kosong yang belum tertuliskan apapun (tabula rasa). Selain jonh locke pada era
modern, muncul pula George barkeley (1685-1753) yang berpandangan bahwa seluruh
gagasan dalam pikiran atau idea datang dari pengalaman. Oleh karena itu, tidak
ada jatah bagi gagasan yang lepas begitu saja dari pengalaman dan idea
datang dari pengalaman.
Empirisme dan rasionalisme
berkembang pesat, hingga melahirkan positivme. Aliran ini di perkenalkan oleh
Auguste Comte (1798-1857) yang di lahirkan di Montpellier pada tahun 1798 dari
keluarga pegawai negeri yang beragama katholik.karya utama Auguste Comte
adalah coursed philosophie positive, yaitu “khusus tentang filsafat positif” (1830-1842).
2.
Tokoh–tokoh empirisme
Diantara tokoh dan pengikut aliran
empirisme adalah:
Francis Bacon (1210-1292)
Menurutnya pengetahuan yang
sebenarnya adalah pengetahuan yang di terima orang melalui persentuhan indrawi
dan dunia fakta. Dari dogma-dogma di ambil kesimpulan, menurut Bacon ilmu yang
benar adalah ilmu yang telah terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, di
perkuat sentuhan kemudian indrawi.
Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Tokoh ini di lahirkan sebelum
waktunya ketika ibunya tercekam rasa takut oleh ancaman penyerbuan armada
Spanyol ke Inggris. Hobbes belajar di universitas Oxford, kemudian menjadi
pengajar pada suatu keluarga yang terpandang. Hubungan dengan keluarga tersebut
memberi kesempatan kepadanya untuk membaca buku-buku, bepergian ke negeri asing
dan berjumpa dengan tokoh-tokoh penting. Karya utamanya dalam filsafat adalah leviathan
(1651), mengeks-presikan pandangannya tentang hubungan antara alam, manusia,
dan masyarakat.
Menurut Hobbes, seluruh dunia, termasuk
juga manusia, merupakan suatu proses yang berlangsung dengan tiada
henti-hentinya atas dasar hukum-hukum mekanisme saja. Adapun bagian ajaran
Hobbes termasyhur adalah pendapatnya tentang filsafat politik. Hal
tersebut mengakibatkan suatu egoisme radikal: homo homini lupus
(manusia adalah manusia bagi manusia). Akan tetapi, dalam keadaan demikian, manusia
justru tidak mampu mempertahankan adanya, itulah sebabnya, manusia mengadakan
perjanjian, yaitu bahwa mereka akan takluk pada suatu kewibawaan.
Filsafat hobbes mewujudkan suatu
system yang lengkap mengenai keterangan tentang “yang ada” secara mekanis. Dengan
demikian, ia merupakan seorang materialis di bidang ajaran tentang antropologi
serta seorang absolute di bidang ajaran tentang negara.
John Locke (1632-1704 M)
Ia adalah filsof inggris yang banyak
mempelajari agama Kristen. Filsafat Locke dapat di katakana anti metafisika,
bahkan locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran sistematis
yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi. Buku locke, essay
concerning human understanding (1689M), di tulis berdasarkan satu
premis, yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman. Locke menolak
adanya innate idea termasuk apa yang di ajarkan oleh
Descartes, clear and distinct idea. Adequate idea dari
Spinoza, truth of reason dari leibniz, semuanya di tolaknya. Yang innate (bawaan)
itu tidak ada.
George Berkeley (1665-1753 M)
Lahir di irlandia, ia menjadi uskup
anglikan di cloyne (irlandia). Sebagai penganut empirisme, barkeley
mencanangkan teori yang di namakan immaterialisme atas dasar prinsip-prinsip
empirisme. Barkeley berpendapat bahwa sama sekali tidak ada substansi-substansi
material, yang ada hanyalah pengalaman dalam ruh saja. Esse estrepcipi
(being is being perceived), yang artinya dalam dunia material sama saja
dengan ide-ide yang saya alami. Sebagai mana dalam bioskop, gambar-gambar film
pada layar putih di lihat para penonton sebagai benda-benda yang riil dan
hidup. Ia juga mengakui adanya Allah, sebab Allah- lah yang merupakan asal usul
ide-ide yang saya lihat.
David Hume (1711-1776 M)
Menurut para penulis sejarah
filsafat, empirisme berpuncak pada David Hume sebab ia menggunakan
prinsip-prinsip empiristis dengan cara yang paling radikal, terutama pengertian
substansi dan kausalitas (hubungan sebab akibat) yang menjadi objek kritiknya.
Buku hume, Treatise of Human Nature (1739 M), di tulisnya tatkala ia masih
muda, yaitu berumur 20 tahunan. Ia menulis buku yang memang yang memang
terkenal, An Enquiry concerning human understanding. Baik Treatise maupun Enquiry, keduanya
menggunakan metode empirisme, sama dengan John Locke.
Herbert Spencer (1820-1903)
Filsafat Herbert Spencer berpusat
pada teori evolusi. Sembilan tahun sebelum terbit karya Darwin yang terkenal,
The Origen of Spesies (1859 M), menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena
atau gejala-gejala. Kita mendeduksi materi menjadi atom-atom, kemudian atom
kita bagi menjadi lebih kecil sampai akhirnya pada unsur yang tidak dapat
di bagi lagi karena kecilnya. Akan tetapi, bagian yang terkecil itu tidak dapat
di pahami. Jadi, ruang dan waktu pada akhirnya adalah dua objek yang tidak
dapat kita ketahui. Gerakpun demikian karena gerak itu berada di ruang dan
waktu.
3.
Jenis – jenis empirisme yaitu :
a. Empirisme Kritisme
Disebut
juga machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistic.
Aliran ini di dirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini ingin
“membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan,
kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran
ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau
sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat di katakan sebagai
kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tetapi secara sembunyi-sembunyi,
karena di tuntut oleh tuntutan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti
metafisik.
b. Empirisme Logis
Analisis logis modern dapat di
terapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis
berpegang pada pandangan-pandangan berikut :
·
Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal
dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat di buktikan dengan mengacu pada
pengalaman.
·
Semua proposisi yang benar dapat dapat dijabarkan (di
reduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih
merupakan data indera yang ada seketika.
·
Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang
terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
c. Empirisme Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa
semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak
dapat di lacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal
kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah
menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat.
Ada pihak yang belum dapat menerima
pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapat memberikan kepada kita suatu
pengetahuan yang belum pasti (probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan–pernyataan
empiris, dapat di terima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk
mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untuk keraguan. Dalam
situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: aku merasa yakin (I feel
certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada
pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data
inderawi untuk setiap benda, dan bukti–bukti tidak dapat di timba sampai habis
sama sekali.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
apa yang telah kami uraikan diatas maka kami dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
Rasionalisme
adalah paham yang mengangap bahwa pikiran dan akal merupakan dasar satu-satunya
untuk memecahkan kebenaran lepas dari jangkauan indra Descartes, spinoza dan
Leibniz mereka adalah tokoh besar dalam filsafat rasionalisme. Resionalisme ada
dua macam: dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama
rasionalisme adalah lawan autoritas. Dalam bidang filsafat rasionalisme adalah
lawan empirisme.
Empirisme merupakan suatu doktrin
filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan
mengecilkan peranan akal. Sebagai suatu doktrin empirisme merupakan lawan dari
rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang
sempurna tidak di peroleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber
dari panca indera manusia. Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan
suatu rekayasa dari berbagai macam kasus yang unik khusus yang kemudian
dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus tersebut
kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara
induktif berarti berfikir dari kasus menjadi kasus umum.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Tafsir,Filsafat Umum,Bandung,PT Remaja Rosdakarya,2000.
Asmoro
Achmad,Filsafat Umum,Jakarta,PT RajaGrafindo Persada,1995.
Poedjawijatna,Pembimbing
kearah Alam Filsafat,Jakarta,Rineka Cipta,1997.
Surajiyo,
Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, PT Bumi Aksara,2005.
Amma06.blogspot.com/2009/02/tokoh-tokoh-filsafat-modern.html
Hakim, Abdul, Atang, Drs., dan
Drs.Beni, Ahmad, Saebani,M.Si.,filsafat umumdari mitologi sampai teofisolofi,Bandung,Pustaka
Setia,2008.