a)
Tipologi
Mediator
Mediator dalam
dalam menjalankan proses mediasi memperlihatkan sejumlah sikap yang
mencerminkan tipe mediator. Sikap mediator dapat dianalisis dari dua sisi
dimana mediator melakukan sutu tindakan semata-mata ingin membantu dan
mempercepat proses penyelesaian sengketa. Pada sisi lain, tindakan mediator
dalam melakukan negosiasi tidak seluruhnya dapat memuaskan para pihak yang
bersengketa. Dari sikap mediator tersebut dapat diidentifikasi tipe-tipe
mediator antara lain;
a) Mediator Otoritatif
Tipe
Otoritatif adalah mediator dimana dalam proses mediasi dia memiliki kewenangan
yang besar dalam mengontrol dan memimpin pertemuan antar pihak. Keberlangsungan
pertemuan para pihak sangat tergantung pada mediator, sehingga peran para pihak
sangat terbatas dalam mencari dan merumuskan peyelesaian sengketa mereka.
Mediator dengan tipe ini dapat pula menghentikan pertemuan antar para pihak,
jika ia merasakan pertemuan tersebut tidak efektif, tanpa meminta pertimbangan
dari para pihak.
Dalam
proses mediasi, mediator dengan tipe otoritatif lebih banyak mengajukan
pertanyaan kepada para pihak seputar akar persoalan utama yang menjadi sumber
sengketa. Mediator otoritatif tidak banyak mendengarkan cerita dari pihak yang
bersengketa, tetapi lebih banyak menggali cerita dari pihak. Pada sisi ini para
pihak terlihat agak pasif dalam mengemukakan persoalannya, sehingga lebih
banyak bergantung pada mediator.
Mediator
dengan tipe Otoritatif dapat mempercepat penyelesaian sengketa dan tidak
berlarut-larut, karena ia terlibat cukup aktif menggali informasi dari pihak,
yang pada taraf tertentu kelihatannya ia melakukan “interogasi” kepada para
pihak. Mediator jenis ini aktif menawarkan solusi kepada para pihak, sehingga
mereka leluasa memilih opsi tersebut. Namun, tindakan mediator yang bertipe
otoritatif sangat berpeluang untuk gagalnya penyeleseian sengketa melalui jalur
mediasi, karena para pihak terkesan tidak bebas merumuskan opsi bagi
penyelesaian sengketa mereka.
b) Mediator Sosial Network
Mediator
dengan tipe sosial network adalah tipe mediator di mana ia memiliki jaringan
sosial yang luas untuk mendukung kegiatannya dalam menyelesaikan sengketa.
Mediator ini memiliki hubungan dengan sejumlah kelompok sosial yang ada dalam
masyarakat. Kelompok sosial dimaksud bertugas membantu masyarakat dalam
penyelesaian sengketa, misalnya antara dua tetangganya, rekan kerjanya, teman
usahanya atau antara kerabatnya. Mediator yang bertipe sosial network dalam
menjalankan proses mediasi lebih menekankan bagaimana para pihak menyelesaikan
sengketa melalui jaringan sosial yang ada ia miliki guna membantu para pihak
dalam menyelesaikan sengketa.
Mediator
sosial network mengarahkan sengketa yang ia tangani kepada pola-pola
penyelesaian sengketa yang ia peroleh ketika ia bergabung dalam kelompok
sosial. Keberadaan mediator jenis ini cukup penting, terutama ketika proses
mediasi mengalami jalan buntu. Jaringan sosial yang dimiliki, akan
memudahkannya dalam mempertahankan proses mediasi yang sedang berlangsung.
c) Mediator Independen
Mediator
independen adalah tipe mediator dimana ia tidak terikat dengan lembaga sosial
dan instusi apapun dalam menyelesaikan sengketa para pihak. Mediator jenis ini
berasal dari masyarakat yang dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan
sengketa mereka. Ia betul-betul bebas dari pengaruh mana pun, sehingga ia
sangat leluasa menjalankan tugas mediasi. Mediator jenis ini sengaja diminta
oleh para pihak, karena memiliki kapasitas dan skill dalam penyelesaian sengketa. Umumnya tipe mediator ini
berasal dari tokoh masyarakat, tokoh adat atau ulama yang cukup berpengalaman
dalam menyelesaikan sengketa.
Independensi
mediator tidak hanya dari sisi lembaga dan keberadaannya dalam masyarakat,
tetapi juga indenpenden dalam menjembatani, menegosiasi, dan mencari opsi bagi
penyelesaian sengketa para pihak. Ia menjaga imparsialitas dan netralitas dari pengaruh mana pun termasuk dari
para pihak. Mediator jenis ini semata-mata memfokuskan diri pada upaya
strategis yang dapat diambil untuk mengakhiri sengketa para pihak. Mediator
independen sangat bebas melakukan kreasi untuk menciptakan sejumlah opsi, tanpa
tergantung pada pihak mana pun.
i)
Tahapan Proses
Mediasi
a)
Tahap
pembentukan forum
Pada
awal mediasi, sebelum rapat antara mediator dan para pihak, mediator
menciptakan atau membentuk forum, setelah forum terbentuk, diadakan rapat
bersama.
Mediator
memberi tahu kepada para pihak mengenal bentuk dari proses, menjelaskan aturan
dasar, bekerja berdasar hubungan perkembangan dengan para pihak dan mendapat
kepercayaan sebagai pihak netral, dan melakukan negosiasi mengenai wewenangnya
dengan para pihak, menjawab pertanyaan para pihak, bila para pihak sepakat
melanjutkan perundingan, para pihak diminta komitmen untuk mentaati aturan yang
berlaku.
b)
Tahap
pengumpulan dan pembagian informasi
Setelah
tahap awal selesai, maka mediator meneruskannya dengan mengadakan rapat
bersama, dengan meminta pernyataan atau penjelasan pendahuluan pada
masing-masing pihak yang bersengketa. Pada tahap informasi, para pihak yang
mediator dalam acara bersama. Apabila para pihak setuju meneruskan mediasi,
mediator kemudian mempersilakan masin-masing pihak menyajikan versinya mengenai
fakta dan patokan yang diambil dalam sengketa tersebut.
Mediator
boleh mengajukan pertanyaan untuk mengembangkan informasi, tetapi tidak
mengijinkan pihak lain untuk mengajukan pertanyaan atau melakukan intruksi
apaun. Mediator memberi setiap pihak dengan pendapat mengenai versinya atas
sengketa tersebut.
Mediator
harus melakukan kualifikasi fakta yang telah disampaikan, karena fakta yang
disampaikan para pihak merupakan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan
oleh masing-masing pihak agar pihak lain menyetujuinya. Para pihak dalam
menyampaikan fakta memiliki gaya dan versi yang berbeda-beda, ada yang santai,
ada yang emosi, ada yang tidak jelas, ini semua harus diperhatikan oleh
mediator. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi terhadap informasi yang
disampaikan oleh masing-masing pihak, mediator secara netral membuat kesimpulan
atas penyajian masing-masing pihak, mengulangi fakta-fakta esensial menyangkut
setiap perspektif atau patokan mengenai sengketa.
c)
Tahap
penyelesaian masalah
Selama
tahap tawar-menawar atau perundingan penyelesaian problem, mediator bekerja
dengan para pihak secara bersama-sama dan kadang terpisah, menurut
keperluannya, guna membantu para pihak merumuskan permasalahan, menyusun agenda
untuk membahas masalah dan mengevaluasi solusi. Pada tahap ketiga ini terkadang
mediator mengadakan “caucus” dengan
masing-masing dalam mediasi. Suatu caucus
merupakan pertemuan sendiri para pihak
pada satu sisi dengan mediator. Mediator menggunakan caucus (bilik kecil) untuk mengadakan pertemuan pribadi dengan para
pihak secara terpisah, dalam hal ini mediator dapat melakukan tanya jawab
secara mendalam dan akan memperoleh informasi yang tidak diungkapkan pada suatu
kegiatan mediasi bersama.
Mediator
juga dapat membantu suatu pihak untuk menentukan alternatif-alternatif untuk
menyelesaikannnya, mengeksplorasi serta mengevaluasi pilihan-pilihan,
kepentingan dan kemungkinan penyelesaian secara lebih terbuka. Apabila mediator
akan mengadakan caucus, harus
menjelaskan penyelenggaraan caucus
ini kepada para pihak, menyusun perilaku mediator sehubungan dengan caucus yang mencakup kerahasiaan yaitu
mediator tidak akan mengungkapkan apapun pada pihak lain, kecuali sudah diberi
wewenang untuk itu, hal ini untuk menjaga netralitas dari mediator dan akan
memperlakukan yang sama pada para pihak.
d)
Tahap
pengambilan keputusan
Dalam
tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator untuk memilih
solusi yang dapat disepakati bersama atau setidaknya solusi yang dapat diterima
terhadap masalah yang diidentifikasi. Setelah para pihak mengidentifikasi
solusi yang mungkin, para pihak harus memutuskan sendiri apa yang mereka
setujui dan sepakati. Akhirnya para pihak yang sepakat berhasil membuat
keputusan bersama, yang kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian. Mediator
dapat membantu untuk menyusun ketentuan-ketentuan yang akan dimuat dalam
perjanjian agar seefisien mungkin, sehingga tidak ada keuntungan para pihak
yang tertinggal di dalam perundingan.
Syarat
menjadi mediator sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (4) Peraturan
Pemerintah nomor 54 tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan sebagai berikut:
·
Cakap melakukan tindakan hukum.
·
Berumur paling rendah 30 (tiga puluh)
tahun;
·
Memiliki pengalaman serta menguasai
secara aktif di bidang lingkungan hidup paling sedikit 15 (lima belas) tahun
untuk arbiter dan paling sedikit 5 (lima) tahun untuk mediator atau pihak
ketiga lainnya;
·
Tidak ada keberatan dari masyarakat dan
·
Memiliki keterampilan untuk melakukan
perundingan atau penengahan.