088
I.
Teks Ayat
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# (
Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4
¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y (
uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ ÷bÎ)ur óOçGö6s%%tæ (#qç7Ï%$yèsù È@÷VÏJÎ/ $tB OçFö6Ï%qãã ¾ÏmÎ/ (
ûÈõs9ur ÷Län÷y9|¹ uqßgs9 ×öyz úïÎÉ9»¢Á=Ïj9 ÇÊËÏÈ
II.
Ma’na al-Mufradat
pyJõ3Ït : hikmah artinya
perkataan yang tegas dan benar
psàÏãöqyJ : mau’idzah artinya pelajaran /
nasehat
ø9Ï»y_ : mematahkan/
membantah
`|¡ômr& : cara yang baik
6s%%tæ : balasan
y9|¹ : bersabar
III.
Tarjamah Tafsiriyyah
125.
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
126.
Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu[846]. akan tetapi jika kamu bersabar,
Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
[845] Hikmah: ialah
Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan
yang bathil.
[846] Maksudnya
pembalasan yang dijatuhkan atas mereka janganlah melebihi dari siksaan yang
ditimpakan atas kita.
IV.
Asbab al-Nuzul
Adapun sebab diturunkan
ayat di atas adalah sebagai berikut:
1. Ayat 125
Adapun asbabun nuzul
dari ayat ini menurut Imam Jalalain yaitu, “ayat ini diturunkan sebelum
diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir. Dan diturunkan ketika Hamzah
gugur dalam keadaan tercincang. Ketika Nabi saw melihat, lalu beliau bersumpah
dengan sabdanya: “sungguh aku bersumpah akan membalas tujuh puluh orang dari mereka
sebagai penggantimu”[1]
Jadi
ayat 125 surat An-Nahl tersebut menunjukkan bahwasanya turunnya ayat ini adalah
ketika Hamzah gugur dalam perang dan jasadnya tercincang oleh orang kafir. Dan
Rasulullah bersumpah akan membalas tujuh puluh orang dari mereka sebagai
penggantinya.
2. Ayat 126
Jalaluddin As-Suyuthi
menerangkan:
Al-Hakim, al-Baihaqi
dalam ad-Dalaa‟il, dan al-Bazzar meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah berdiri di dekat Hamzah yang telah mati syahid dengan tubuh tercincang oleh musuh. Beliau berkata,
“sungguh aku akan membalas tujuh puluh orang dari mereka sebagai pembalasanmu!”
maka Jibril turun sementara Nabi saw masih berdiri di tempat membawa bagian
akhir surah An-Nahl, “Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan)
yang sama,…” hingga akhir surah. Maka Rasulullah tidak jadi melaksanakan
niatnya. At-tirmidzi meriwayatkan dari Ubai bin Ka‟ab dan dinyatakan Hasan oleh
al-Hakim, kata Ubai, ”Pada waktu Perang Uhud, 64 orang Anshar dan 6 orang
Muhajirin gugur, di antaranya terdapat Hamzah bin Abdul Muththalib. Jenazah
mereka dicincang musuh. Maka orang-orang Anshar berkata, “Kalau lain kali kita
mendapat kesempatan seperti sekarang, kita akan tunjukkan kepada mereka bahwa
kita pun dapat mencincang mayat mereka. Lalu pada hari penaklukkan Mekkah Allah
menurunkan Ayat, ‟Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang
sama,…‟ ”Zhahir riwayat ini menunjukkan ayat ini baru turun pada waktu
penaklukkan Mekkah. Sedangkan dalam hadits sebelumnya ayat ini turun di Uhud.
Ibnul Hashshar mengompromikan kedua riwayat ini bahwa pertama-tama ayat ini
turun di Mekkah, lalu turun kedua kalinya di Uhud, dan turun lagi untuk ketiga
kalinya pada waktu penaklukkan Mekkah, sebagai pengingatan dari Allah buat
hamba-hamba-Nya[2]
Shaleh menjelaskan:
Dalam suatu riwayat
dikemukakan, ketika Rasulullah saw. berdiri di mayat Hamzah yang syahid dan
dirusak anggota badannya, bersabdalah beliau: “Aku akan membalas tujuh puluh
orang dari mereka sebagai balasan atas perlakuan mereka terhadap dirimu.” Maka
turunlah jibril menyampaikan wahyu akhir surah an-Nahl (Q.S. An-Nahl: [16]
126-128) di saat Nabi masih berdiri, sebagai teguran kepada beliau. Akhirnya
Rasulullah pun mengurungkan rencana itu. Diriwayatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi
di dalam kitab ad-Dala-il, dan al-Bazzar, yang bersumber dari Abu Hurairah. Dalam
suatu riwayat dikemukakan, pada waktu Perang Uhud gugurlah 64 orang sahabat
dari kaum Anshar dan 6 orang dari kaum Muhajirin, di antaranya Hamzah.
Kesemuanya dirusak anggota badannya secara kejam. Berkatalah kaum Anshar:”Jika kami
memperoleh kemenangan, kami akan berbuat lebih dari apa yang mereka lakukan.”
Ketika terjadi pembebasan kota Mekkah, turunlah ayat ini (Q.S. 16 An-Nahl: 126)
yang melarang kaum Muslimin mengadakan pembalasan yang lebih kejam dan
menganjurkan supaya bersabar. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang menganggap
Hadits ini hasan, dan al-Hakim, yang bersumber dari Ubay bin Ka’b. Menurut
lahiriahnya, turunnya tiga ayat terakhir ini (Q.S. 16 An-Nahl: 126-128)
ditangguhkan sampai Fat-hu Makkah. Namun, mengacu pada Hadits-hadits
sebelumnya, dapatlah dikatakan bahwa turunnya ayat-ayat tersebut dalam Perang
Uhud. Menurut kesimpulan Ibnul Hishar, ayat-ayat ini (Q.S. 16 An-Nahl: 126-128)
turun tiga kali: mula-mula di Mekah, kemudian di Uhud, dan yang ketiga kalinya
pada waktu Fat-hu Mekkah, sebagai Peringatan Allah bagi Hamba-Nya[3]
Disebutkan juga dua
buah hadits yang menerangkan asbabun nuzul ketiga ayat ini oleh A. Mudjab
Mahali: “Pada waktu Rasulullah SAW berdiri di depan jenazah pamannya Hamzah
yang mati syahid dalam kondisi rusak tubuhnya, beliau bersabda: “Aku akan
membalas tujuh puluh orang dari kaum musyrikin sebagaimana mereka telah berlaku
semena-mena terhadapmu, wahai pamanku”. Ketika beliau sedang berdiri di situ,
malaikat jibril turun dengan membawa ayat ke-126 – 128 yang memerintahkan
kepada Rasulullah agar mengurungkan niatnya tersebut. Sebab kesabaran akan
membawa dampak yang lebih positif dari pada membalas mereka dengan kekerasan”.
(HR. Hakim dan Baihaqi dalam kitab Dalail dan Imam Bazzar dari Abi Hurairah)
Pada waktu terjadi
perang Uhud sebanyak 64 orang dari kalangan sahabat Anshar gugur sebagai
Syuhada. Sedang dari fihak sahabat Muhajirin ada 6 orang, di antaranya Hamzah
paman Rasulullah SAW. melihat kenyataan yang demikian, para sahabat Anshar
berkata: ”jika kami memperoleh kemenangan dalam suatu pertempuran, akan
mengadakan pembalasan serupa, atau bahkan lebih dari itu”. Sewaktu Fat-hu
Makkah (kemenangan atas kota Mekkah), maka Allah SWT menurunkan ayat 126-128
yang melarang mereka untuk mengadakan pembalasan dengan kekejaman terhadap kaum
musyrikin. Tidak perlu membalas mereka dengan kekejaman. Sebab kesabaran akan mendatangkan
manfaat yang lebih baik”. (HR. Tirmidzi dan Hakim dari Ubayyin bin Ka‟ab. Menurut
Tirmidzi, hadis ini Hasan)[4]
Menurut A. Mudjab
Al-Mahali, “secara lahiriah, hadis ini menerangkan bahwa turunnya ayat ke
126-128 ditangguhkan sampai terbukanya kota Mekkah. Namun dalam hadis di atas
diterangkan ayat ini turun ketika terjadinya perang Uhud”[5]
A. Mudjab Al-Mahali
mengutip pendapat dan kesimpulan Ibnu Hisyar mengatakan, “ayat ini turun tiga
kali Yakni: di Madinah, ketika terjadi perang Uhud, dan pada waktu terbukanya
kota Mekkah. Yang demikian dimaksudkan untuk memberi peringatan kepada kaum
kuslimin agar senantiasa bersabar dan penuh perhitungan dalam segala tindakan”.[6]
Jadi turunnya ayat 126
surat An-Nahl ini melanjutkan penjelasan pada ayat sebelumnya (ayat 125), bahwa
pada ayat 125 Rasulullah bersumpah bahwa beliau akan membalas apa yang
dilakukan pada hamzah kepada tujuh puluh orang kafir, setelah turunnya ayat ini
Rasulullah mengurungkan niatnya, dan beliau menjelaskan berdasarkan ayat ini
apabila ingin membalas makan balas dengan balasan yang sama/setimpal atau
bersabar itu lebih baik lagi.
V.
Tafsir al-Ayat
Ayat 125 :
Ayat ini menyatakan:
Wahai Muhammad, serulah, yakni lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang
engkau sanggup seru kepada jalan yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran islam
dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka, yakni siapapun
yang menolak atau meragukan ajaran Islam dengan cara yang terbaik. Itulah tiga
cara berdakwah yang hendaknya engkau tempuh menghadapi manusia yang beraneka
ragam peringkat dan kecenderungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau
tuduhan-tuduhan tidak berdasar kaum musyrikin dan serahkan urusanmu dan urusan
mereka pada Allah, karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan
berbuat baik kepadamu Dialah sendiri yang lebih mengetahui dan siapa pun yang
menduga tahu tentang siapa yang bejat jiwanya sehingga tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah saja juga yang lebih mengetahui orang-orang yang sehat jiwanya
sehingga mendapat petunjuk.
Ayat ini dipahami oleh
sementara ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode dakwah yang harus
disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendekiawan yang memiliki
pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni
berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian
mereka.Terhadap kaum awam, diperintahkan untuk menetapkan mau‟izhah, yakni
memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai taraf pengetahuan
mereka yang sederhana. Sedang terhadap Ahl al-Kitab dan penganut agama-agama
lain yang diperintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara yang terbaik yaitu
dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.[7]
Dalam bukunya Tafsir
al-Mishbah, M. Quraish Shihab menjelaskan tentang ayat 125, bahwasanya pada
ayat ini diperintahkan untuk mengajak siapa pun agar mengikuti prinsip-prinsip
ajaran Bapak para Nabi dan Pengumandang Tauhid.[8]
M. Quraish Shihab juga
menjelaskan arti kata mengenai ayat 125 ini. Kata pyJõ3Ïtø hikmah antara lain
berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun
perbuatan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila diperhatikan /
digunakan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar dan lebih
besar, serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau
lebih besar Kata (psàÏãöqyJ) berarti nasihat. Mau‟izhah adalah
uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Kata ø9Ï»y_
jadil yang bermakna diskusi atau
bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya
tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun
hanya oleh mitra bicara.[9]
Dalam ayat ini penulis
mengamati penafsiran ayat 125 menurut M. Quraish Shihab berkaitan dengan metode
pendidikan, pada ayat ini mengandung beberapa metode pendidikan. Yaitu metode
pendidikan dengan mau‟izhah atau nasehat dan metode pendidikan dengan cara
diskusi.
Ayat 126 :
Dan mengenai ayat 126,
M. Quraish Shihab menerangkan bahwa ayat ini menjelaskan bagaimana menghadapi
orang-orang yang membangkang dan melakukan kejahatan terhadap para pelaku
dakwah.[10]
Beliau juga mengutip Thahir Ibn Asyur yang menjelaskan ayat ini dimulai dengan
“dan”, yakni dan apabila kamu membalas, yakni menjatuhkan hukuman kepada siapa
yang menyakitimu, maka balaslah yakni hukumlah dia persis sama dengan siksaan
yang ditimpakan kepada kamu atau kesalahan yang mereka lakukan. Jangan
sedikitpun melampaui batas. Akan tetapi, jika kamu bersabar dan tidak membalas,
maka sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi para penyabar baik di dunia
maupun di akhirat kelak.[11]
Dalam ayat ini penulis mengamati penafsiran ayat 126 menurut M. Quraish Shihab
berkaitan dengan metode pendidikan, pada ayat ini mengandung metode pendidikan,
yaitu metode pendidikan dengan hukuman (pemberian hukuman).
VI.
Munasabah al-Ayat bi al-Ayat
ãök¤¶9$# ãP#tptø:$# Ìök¤¶9$$Î/ ÏQ#tptø:$# àM»tBãçtø:$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 Ç`yJsù 3ytGôã$# öNä3øn=tæ (#rßtFôã$$sù Ïmøn=tã È@÷VÏJÎ/ $tB 3ytGôã$# öNä3øn=tæ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)FßJø9$# ÇÊÒÍÈ
Bulan
Haram dengan bulan haram[118], dan pada sesuatu yang patut dihormati[119],
Berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka
seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (al-Baqarah/2: 194)
[118]
Kalau umat Islam diserang di bulan haram, yang sebenarnya di bulan itu tidak
boleh berperang, Maka diperbolehkan membalas serangan itu di bulan itu juga.
[119]
Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram
dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.
Dalam ayat ini menerangkan memang benar
bahwa jika kita dizhalimi, kita diperbolehkan untuk membalas dengan balasan
yang setimpal atau semisalnya.
(#ätÂty_ur 7py¥Íhy ×py¥Íhy $ygè=÷WÏiB ( ô`yJsù $xÿtã yxn=ô¹r&ur ¼çnãô_r'sù n?tã «!$# 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÍÉÈ
Dan
Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa
memaafkan dan berbuat baik[1345] Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang
yang zalim. (asy-Syura/42:
40)
[1345]
Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat
jahat kepadanya.
Ayat ini menjelaskan
tentang membalas dengan balasan yang seimbang. Dengan penganiayaan yang
dialami. Tidaklah dibenarkan oleh agama melakukan pembalasan atau hukum yang
melebihi dari kesalahannya. Tindakan yang berlebihan itu adalah suatu
kezalaiman. Batas tertinggi dari pembalasan itu adalah sama seimbang dengan
kesalahan itu. Ayat ini hanyalah menunjukkan kebolehan untuk melakukan
pembalasan atas suatu kesalahan, asal saja dalam batas seimbang dan sepadan
dengan kesalahan itu dan bukan penunjukkan “harus diberi pembalasan dengan pembalasan
yang sama setimpal”.
VII.
Munasabah al-Ayat bi al-Hadits
وَمَا
زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ اِلاّ عِزَّ
Hadits tersebut menjelaskan bahwa setiap
kali seseorang memaafkan orang yang menzhaliminya, maka Allah akan semakin
mengangkat derajatnya karena Allah tidaklah menambah kepada seorang hamba
dengan perbuatan memaafkannya melainkan menambahkan untuknya kemuliaan.
VIII.
Khulashah: Hikmah Tasyri’ dan Relevansinya dengan
Pendidikan Islam
· Allah menurunkan wahyu berupa ayat
al-Qur’an yang dilatarbelakangi oleh satu atau beberapa sebab sebagai prolog
suatu perintah yang wajib ditaati oleh para hamba-Nya.
· Dengan ada sebab tersebut akan semakin
mudah untuk mengingat atau mengenang suatu perintah dan dapat dipraktikkan
langsung pada saat terjadinya.
· Salah satu metode pendidikan adalah dengan mau’izhah
atau nasehat dan metode pendidikan dengan cara diskusi.
· Ayat tersebut diturunkan untuk
mengingatkan manusia agar membalas suatu kejahatan itu dengan kejahatan yang
serupa, akan tetapi lebih baik kita bersabar, karena itulah yang lebih baik
bagi orang-orang yang bersabar.
· Mengajak setiap orang beriman untuk
lebih bersabar ketika adanya suatu kejahatan yang menimpa kita.
[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir
jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, terj. dari: Tafsir Jalalain oleh
Bahrun Abu Bakar,(Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2000), cet. VI,
h.1117.
[2] Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat AL-Qur‟an, (Jakarta: Gema
Insani, 2008), cet. I h. 336-337
[3] K.H.Q. Shaleh, dkk.,Asbabun Nuzul Latar Belzakang Historis Turunnya
Ayat-Ayat Al-Qur‟an, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007)., h. 317-318.
[4] A. Mudjib Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur‟an, (Jakarta:
Rajawali Press), h. 262.
[5] A. Mudjib Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur‟an,…h.263.
[6] A. Mudjib Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur‟an,…h.263.
[7] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan
dan keserasian Al-Qur‟an Volume 7, (Ciputat: Lentera Hati, 2007), cet. VIII,
h.390-391.
Tags:
MAKALAH