040
A. PENGERTIAN ASURANSI DAN
REASURANSI SYARIAH
Berdasarkan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) asuransi syariah adalah sebuah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam
bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Proses
hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi
syariah adalah sharing of risk (saling menanggung risiko). Apabila terjadi
musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung. Dengan
demikian, tidak terjadi transfer risiko (transfer of risk) atau memindahkan
risiko dari peserta ke perusahaan seperti pada asuransi konvensional. Peranan
perusahaan asuransi pada asuransi terbatas hanya sebagai pemegang amanah dalam
mengelola da menginvestasikan dana dari kontribusi peserta.
Asuransi
yang dalam bahasa Arabnya ta’min artinya adalah perjanjian yg konsekuensinya
salah satu pihak menjanjikan pihak lain untuk menanggung kerugian yang mungkin
dihadapinya dengan sebagai imbalan dari sesuatu yang diberikan kepadanya yang
disebut: premi asuransi. Yakni pengalihan financial untuk mengantisipasi
berbagai bahaya pribadi atau perusahaan ke berbagai segmen terkait
sebagai imbalan dari premi yang diberikan.[1]
Secara
umum asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi
(muammin) untuk memberikan kepada nasabah (kliennya) sebagai konsekuensi dari
pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk
apapun ketika terjadi bencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya
sebagaimana tertera dalam akad (transaksi) sebagai imbala uang (premi) yang
dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari nasabah
disaat hidupnya.
Reasuransi syariah merupakan pengembangan dari industri asuransi
syariah yang memiliki tujuan yang sama dengan asuransi syariah, yaitu untuk
menciptaan kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat,
dimana satu pihak bertindak sebagai penanggung beban kerugian (insurer)
yang memungkinkan akan menimpa pihak yang tertanggung (insured/policy
holder). Pihak insurer dalam konteks asuransi syariah adalah
perusahaan asuransi syariah itu sendiri, sedangkan pihak insured adalah individu pemegang polis. Dalam
konteks reasuransi syariah, pihak insurer dalam konteks reasuransi syariah
adalah perusahaan reasuransi syariah, sedangkan pihak insured adalah perusahaan asuransi syariah.
Pengertian asuransi dalam konteks perusahaan
asuransi menurut syariah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan asuransi konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi
kovensional maupun asuransi syariah mempunyai persamaan yaitu perusahaan
asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator hubungan structural antara peserta
penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima pembayaran klaim
(tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan
takaful dapat di gambarkan sebagai asuransi yag prinsip operasionalnya didasarkan
pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al Quran dan Sunah.[2]
Perusahaan reasuransi konvensional adalah perusahaan
yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi
oleh perusahaan asuransi.
Sedangkan perusahaan reasuransi syariah adalah
perusahaan yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Dalam literatur hukum (prndang-undangan) Indonesia,
kata syariah diidentikkan benar dengan hukum Islam, fikih Islam atau syariat
Islam.[3]
Sebagai mana sebuah hadits yang berhubungan dengan
asuransi adalah:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ: عَنِ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مَنْ نَفَّسَ عَن مُؤْمِنٍ كُرَابِ الدُّنْيَا
نَفَّسَ الله ُعَنْهُ كُرْبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلىَ مُعْسِرٍ
يَسَّرَ الله ُعَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
Artinya :
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad
SAW bersabda: “barang siapa yang menghilangkan kesulitan dunianya seorang
mu’min maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barang
siapa mempermudah kesulitan orang mu’min, maka Allah SWT akan mempermudah
urusan di dunia dan akhirat. (H.R. Muslim).
B. SEJARAH ASURANSI
Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal
pada masa awal Islam, akibatnya banyak literature Islam menyimpulkan bahwa
asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara
jelas mengenai lembaga asuransi ini tidaka dikenal pada masa Islam, akan tetapi
terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah
pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya pada konsep tanggung jawab bersama yang
disebut dengan system aqilah. System tersebut telah berkembang pada masyarakat
Arab sebelum lahirnya Rasulullah, kemudian pada zaman Rasulullah atau pada masa
awal Islam system tersebut dipraktikan di antara kaum muhajirin dan
anshar. System aqilah adalah system menghimpun anggota untuk menyumbang dalam
suatu tabungan bersama yang dikenal dengan “kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk
memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak
sengaja dan untuk membebaskan hamba sahaya.
Sejarah
terbentuknya asuransi syariah dimulai sejak 1979 ketika sebuah perusahaan
asuransi jiwa di Sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama kali memperkenalkan
asuransi syariah. Kemudian pada tahun yang sama sebuah perusahaan asuransi jiwa
di Uni Emirate Arab juga memperkenalkan asuransi syariah di wilayah Arab.
Setelah
itu pada tahun 1981 sebuah perusahaan asuransi jiwa swiss, bernama Dar Al-Maal
Al-Islami memperkenalkan asuransi syariah di Jenewa. Diiringi oleh penerbitan
asuransi syariah kedua di Eropa yang diperkenlakan oleh Islamic
Takafol Company (ITC) di Luksemburg pada tahun 1983.
C. AKAD DALAM ASURANSI DAN REASURANSI
1. Akad tijarah
Akad tijarah yaitu akad yang dilakukan dengan tujuan (motif)
komersial dalam hal ini terutama akad mudharabah. Dalam akad mudharabah,
perusahaan bertindak sebagai pengelola (mudharib) sedangkan para peserta
(pemegang polis) bertindak sebagai pemilik modal (sahibul mal).
2. Akad Tabarru’
Akad tabarru`yaitu bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
semata-mata kebajikan dan tolong-menolong(ta’awun); bukan untuk
mengedepankan tujuan komersial/bisnis. Dalam akad tabarru’,peserta
secara sadar memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain
yang terkena musibah. sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana
hibah tersebut sebagaimana mestinya.
Kedua jenis akad ini secara bersamaan berlaku dalam akad asuransi
terutama terkait dengan porsi dana yang diberikan oleh pemegang polis
(nasabah).[4]
D. MACAM-MACAM ASURANSI
1. Asuransi bisnis
Asuransi bisnis adalah asuransi dimana pihak
pemberi asuransi terpisah dengan pihak penerima asuransi. Ia mengadakan
perjanjian dengan para penerima asuransi sebagai pengganti cicilan yang tepat.
Yakni dengan cara mengadakan perjanjian dengan sebagian orang yang berhadapan
dengan hal-hal berbahaya dengan janji akan memberikan kepada mereka sejumlah
uang kontan sebagai kompensasi bagi setiap anggota yang tertimpa bahaya yang
sudah dimasukan daftar yang diasuransikan. Pihak pemberi dan penerima asuransi
dalam dalam hal ini berada satu pihak. Kalau ada jumlah lebih dari premi yang
dibayarkan kepada pihak asuransi, maka pihak asuransi memilikinya, pihak
asuransi menanggung sendiri.
2. Asuransi kolektif
Disebut juga sebagai asuransi timbal balik atau
asuransi kooperatif. Yakni sejenis asuransi dimana pihak pemberi asuransi
dengan penerima jasa asuransi berada dalam satu pihak sebagai pengelola
asuransi. Caranya adalah dengan cara mengadakan perjanjian bersama sejumlah
orang yang biasa menghadapi hal-hal berbahaya dengan komitmen akan memberikan
kepada mereka sejumlah uang kontan sebagai kompensasi bagi setiap anggota yang
tertimpa bahaya yang sudah dimasukan dalam daftar tanggungan
asuransi. Pihak pemberi dan penerima jasa asuransi dalam hal ini berada dalam
satu pihak. Kalau jumlah premi yang dibayarkan kepada pihak asuransi lebih
banyak dari jumlah yang disetorkan, kelebihan itu akan diberikan kepada para
jasa asuransi lainnya. Kalau kurang, mereka semua diminta untuk menutupinya.
Mereka tidak berupaya memperoleh keuntungan melalui usaha asuransi ini, bahkan
untuk meringankan kerugian yang terkadang dialami mereka, kerja sama itu
diputar dengan perantaraan para anggotanya.
3. Asuransi social
Kadang asuransi bersifat social. Yakni yang biasa
dilakukan oleh pihak pemerintah dengan tujuan memberikan asuransi buat masa
depan rakyatnya. Yakni dengan cara memotong gaji para pegawai dan pekerja. Dan
diakhir masa pengabdian mereka, mereka diberi pension tetap bulanan. Kalau ia
mengalami kecelakaan karena pekerjaan, ia juga diberi biaya pengobatan
disamping kompensasi yang layak.
Ditinjau dari bahaya yang diasuransikan, asuransi
dibagi menjadi beberapa bagian:
a. Asuransi bahaya: yakni asuransi terhadap harta
benda yang dimiliki. Yakni apabila bahaya tersebut berkaitan dengan harta yang
diasuransikan bukan personnya. Seperti asuransi kebakaran, asuransi pencurian,
asuransi perjalanan laut dan sejenisnya.
b.
Asuransi
jiwa: yakni asuransi yang berkaitan dengan bahaya yang mengancam
seseorang yang diasuransikan, seperti asuransi kematian, asuransi kecelakaan,
asuransi sakit dan sejenisnya.
c. Asuransi jaminan: yakni asuransi kompentatif yang
diberikan kepada pihak yang menerima asuransi.[5]
E.
PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DAN KONVESIONAL
1. Dari
Segi Konsep.
·
Syariah:
Sharing resiko antara satu Peserta dengan Peserta lainnya.
·
Konvesional:
Transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung.
2.
Dari Segi Akad:
·
Syariah:
Tolong-menolong.
·
Konvensional:
jual beli.
3.
Dari Segi Kepemilikan Dana.
·
Syariah:
Dana dari Peserta sebagian akan
menjadi milik Peserta, sebagian lagi untuk perusahaan sebagai pemegang amanah
dalam mengelola dana tersebut
·
Dana
premi seluruhnya menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menggunakan
dan menginvestasikannya.
4.
Dari Segi Sumber Pembayaran.
·
Syariah:
Dari rekening tabarru’ yang
merupakan dana milik Peserta.
·
Konvensional:
Dari rekening perusahaan sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung.
5.
Dari Segi Keuntungan.
·
Syariah:
Dapat dibagi antara perusahaan
dengan Peserta dalam bentuk hibah (sesuai prinsip waad).
·
Konvensional:
Menjadi milik perusahaan sepenuhnya.
6.
Dari Segi Investasi.
·
Syariah:
Instrumentasi investasi syariah.
E. AYAT
DAN HADITS TENTANG ASURANSI DAN REASURANSI
1.
surat Al-Maidah ayat: 2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا
تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah: 2)
2. Surat
An-Nisa ayat: 85
“Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia
akan memperoleh bagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at
yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) dari padanya. Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa: 85).
3. surat Al-Hijr ayat: 20
“Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi
keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang
kamu sekali-kali bukan pemberi rizki kepadanya.” (QS Al-Hijr: 20).
4. Hadits Riwayah Muslim
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ: عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه
وسلم مَنْ نَفَّسَ عَن مُؤْمِنٍ كُرَابِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله ُعَنْهُ كُرْبِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلىَ مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله ُعَلَيْهِ فِى
الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
Diriwayatkan oleh
Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad bersabda: “barang siapa yang menghilangkan
kesulitan dunianya seorang mu’min maka Allah SWT akan menghilangkan
kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa mempermudah kesulitan orang mu’min,
maka Allah SWT akan mempermudah urusan di dunia dan akhirat. (H.R. Muslim).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asuransi tidak dijelaskan secara
rinci dalam Al-Qur’an dan Hadis. Namun dalam Islam sering kita kenal istilah
asuransi syariah atau takaful dan beberapa istilah lainnya. Asuransi merupakan
jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (nasabah) kepada pihak
tertanggung (perusahaan asuransi) untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan
dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kecelakaan
atau lainnya. Apabila terjadi kerugian seperti tersebut di atas maka pihak
tertanggung (perusahaan) asuransi membayar premi sebanyak yang ditentukan
kepada penanggung (nasabahnya). Dengan kata lain, asuransi adalah simpanan
cadangan dana yang digunakan bila terjadi kerugian dimasa mendatang. Hukum
asuransi (syariah) pada dasarnya adalah boleh, bahkan dianjurkan. Hal itu
karena asuransi termasuk dalam produk muamalah dengan salah satu akadnya adalah
tabarru’.
B.
Saran
Sekian
makalah dari kami, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran
dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami.
[1] H. A. Djajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga
Perekonamian Umat (Sebuah Pengenalan), PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, hlm. 120.
[2] Jafril Khalil, Asuransi Syariah dalam Perspektif Ekonomi: Sebuah
Tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis Volume 22, Nomor 2 Tahun 2003, hlm. 46.
[3] [3] H. A. Djajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga
Perekonamian Umat (Sebuah Pengenalan), PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, hlm. 125
[4] H. A. Djajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga
Perekonamian Umat (Sebuah Pengenalan), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2002, hlm. 129.
Tags:
MAKALAH