MAKALAH PENGERTIAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA





 PENGERTIAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution adalah sebuah istilah asing yang memiliki berbagai arti dalam bahasa indonesia seperti pilihan penyelesaian sengketa (PPS), Mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (MAPS) ,pilihan penyelesaian  sengketa diluar pengadilan, dan mekanisme penyeselaian sengketa secara kooperatif[1]

Pengertian alternatif penyelesaian sengketa (APS) menurut para pakar:
a.             Menurut Gary Goodpaster dalam “tinjauan terhadap penyelesain sengketa” dalam buku Arbitrase di indonesia, setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk memperoleh kesempatan dalam proses perkara atau untuk menyelesaian sengketa dan konflik.[2]
b.            Menurut Priyatna Abdurrasyid[3], alternatif penyelesaian sengketa adalah sekumpulan prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberi alternative atau pilihan suatu tata cara penyelesaian sengketa melalui bentuk APS/ Arbitrase (negosiasi dan mediasi) agar memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak secara umum, tidak selalu dengan melibatkan intervensi dan bantuan pihak ketiga yang independen yang diminta membantu memudahkan penyelesaian sengketa tersebut.
c.             Philip D. Bostwick yang menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum yang ditujukan untuk :
·         Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaiakan diluar pengadilan untuk keuntungan atau kebaikan para pihak yang bersengketa
·         Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui litigasi konvensional
·         Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak di bawa ke pengadilan
d.            Menurut M. Husseyn Umar, penyelesaian yang tidak melalui pengadilan ini disebut sebagai Alternative Dispute Resolution atau penyelesaian sengketa alternatif.[4]
e.             Menurut H. Hartono Maridjono, SH Arbtrase atau APS adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Para pihak memilih arbitrase antara lain karena mereka menganggap penyelesaian sengketa akan dapat diselesaikan dengan cepat dan tidak terbuka untuk umum, suatu yang selalu dijaga oleh kalangan bisnis[5]
Sedangkan pengertian APS dalam kamus Bahasa ingris – Bahasa Indonesia dengan mempertimbangkan kata alternatif diartikan “pilihan antara dua hal, alternatif jalan lain, dengan demikian kata alternatif selain bisa diartikan sebagai pilihan antara dua hal dapat juga diterapkan langsung melalui penyerapan bahasa menjadi alternatif.
Pada tanggal 12 Agustus 1999 telah di undangkan dan sekaligus di lakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jika kita baca judul dan tentunya isi dari undang-undang No. 30 tahun 1999  tersebut lebih lanjut, dapat kita ketahui bahwa undang-undang ini tidak hanya mengatur mengenai arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, yang telah cukup di kenal di Indonesia saat ini, melainkan juga alternatif penenyelesaian sengketa lainnya. Jika kita baca rumusan yang di berikan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea ke-9 dari PENJELASAN UMUM Undang-Undang No. 30 tahun 1999, I katakan bahwa alternatif penyelesaian sengketa dapat di lakukan dengan cara konsultasi, negisiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.
Kalau kita telusuri seluruh ketentuan yang ada dan di atur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 1999, maka dapat kita lihat bahwa ketentuan-ketentuan  mengenai alternatif penyelesaian sengketa dalam undang-undang No. 30 tahun 1999 tersebut di atur dalam BAB II yang ternyata hanya terdiiri dari satu pasal yaitu pasa  6. Dari pengertian yang di muat dalam pasal 1 angka 10 dan rumusan pasal 6 ayat (1), secara jelas dapat kita ketahui bahwa yang di maksud  dengan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara ligitasi di pengadilan negeri.




[1] Suyud Margono, S.H., ADR(alternative dispute resolution) & Arbitrase, cet II(Bogor :Ghalia Indonasia, 2004) hlm 36-37
[2] Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta :Rajawali Pers,2003) hlm.15
[3] Mantan Wakil Jaksa Agung Era President Suharto
[4] M. Husseyn Umar, “ Beberapa Masalah Dalam Penerapan ADR”, Makalah disampaikan pada Lokarnya Nasional Menyonsong Pembangunan Hukum Tahun 2000, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan BAPENAS tanggal 2-3 desember 1996, (Bandung, 1996), hlm.1
[5] Ketua Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS