Makalah Lembaga Keuangan Syariah



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Saat ini perkembangan pasar keuangan syariah (finanvial market sharia) sedang marak di dunia, khususnya di negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim. Hal ini ditandai dengan oleh negara-negara Islam. Kemajuan financial market sharia di Indonesia, terutama dalam perbankan maupun asuransi syariah cukup signafikan, diikuti pasar modal dan pegadaian syariah.
      Pasar keuangan syariah lahir dengan konsep dan filosofi yang berbeda dengan dengan pasar keuangan konvensional. Bank syariah lahir dengan konsep dan filosofi interest free, yang melarang penerapan bunga dalam semua transaksi perbankan karena termasuk kategori riba.
      Lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah mempunyai macam dan bentuk
yang sama, yaitu lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah. Perbedaan antara keduanya adalah dalam hal yang sangat prinsipil dan substansial, yakni prinsip syariah yang menjadi landasan keuangan atau perbankan syariah.
      Perbedaan prinsip operasional dalam lembaga keuangan dan perbankan syariah berdasarkan sistem bagi hasil, sedangkan pada lembaga keuangan dan perbankan non syariah (konvensional) berdasarkan sistem bunga. Dengan kata lain, kedudukan bank syariah dalam hubungannya dengan nasabah adalah sebagai mitra investor dan pedagang atau pengusaha, sedangkan pada lembaga keuangan dan non bank syariah sebagai kreditor dan debitor.
      Di dalam makalah ini akan dibicarakan lebih detail mengenai lembaga keuangan syariah.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian lembaga keuangan syariah?
2.      Bagaimana sejarah lembaga keuangan syariah?
3.      Bagaimana prinsip operasi lembaga keuangan syariah?
4.      Apa saja jenis-jenis akad lembaga keuangan syariah?
5.      Bagaimana sistem keuangan lembaga keuangan syariah?
6.      Bagaimana peranan lembaga keuangan syariah dalam proses intermediasi?
7.      Apa tujuan berdirinya lembaga keuangan syariah?

C.    Tujuan Penelitian
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendukung proses belajar Mata Kuliah “Pengantar Ekonomi Islam”, pada makalah ini, tim penulis membahas tentang lembaga keuangan syariah secara mendetail. Agar dapat menambah wawasan mengenai lembaga keuangan syariah baik bagi penulis maupun pembaca.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Lembaga Keuangan Syariah
Dalam sistem ekonomi Islam, suatu identitas usaha seperti lembaga keuangan syariah merupakan instrumen yang digunakan untuk menerapkan aturan-aturan ekonomi. Sebagai bagian dari sistem ekonomi, lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh karenanya, keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Karenanya, Islam menolak pandangan yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang bebas nilai (value free).
            Aturan-aturan ekonomi Islam dalam melakukan suatu usaha tidak hanya berkaitan dengan pelarangan berbisnis atas komoditas alkohol, pornografi, perjudian dan aktivitas amoral/asosila lainnya, akan tetapi ia juga ditujukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap   pencapaian tujuan sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara dysrish dijalankan untuk menciptakan iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan. Aturan-aturan tersebut dibuat berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur’an, petunjuk Nabi Muhammad Saw. dalam hadis, dan ijma’ serta qiyas para ulama.
            Salah satu bentuk bisnis yang dijalankan secara syariah adalah bisnis keuangan yang dilakukan oleh berbagai lembaga keungan baik yang berbentuk bank atau non bank. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan salah satu sektor ekonomi Islam yang berkembang pesat pada beberapa dekade terakhir. Perkembangan yang pesat ini tidak saja didorong oleh memburuknya sistem perekonomian dunia uang dimotori oleh sistem konvensial, akan tetapi juga oleh semangat religius dan kepetingan praktis pragmatis dalam membangun perekonomian umat.
            Karena LKS berdiri di atas fondasi syariah, maka ia harus senantiasa sejalan dengan syariah (shariah compliance). Baik dalam spirit maupun aspek teknisnya. Dalam ajaran islam, transaksi keuangan harus terbebas dari transaksi yang haram, berprinsip kemaslahatan (tayyib), misalnya bebas dari riba, gharar,riswah, dan masyir. Secara umum dapat dikatakan bahwa keuangan Islam harus mengikuti kaidah dan aturan dalam fiqh muamalah. Persyaratan-persyaratan ini akan mengakibatkan adanya perbedaan yang relatif subtansial antara keuangan Islam dan keuangan konvensial. Faktor lain yang membedakan adalah adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasi LKS yang bertugas mengawasi produk dan operasionalnya.

B.     Pengertian Lembaga Keuangan Syariah
Dalam pandangan konvensionalnya, lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaan utama berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan  dananya dalam surat berharga, serta menawarkan jasa keuangan lain seperti simpanan, asuransi, investasi, pembiayaan, dan lain-lain. Menurut Warde , tidak ada satu definisi pun yang dapat menjelaskan pengertian lembaga keuangan secara sempurna dalam pandangan syariah. Akan tetapi, Warde memberikan beberapa kriteria tentang sebuah lembaga keuangan yang berbasis syariah, yaitu : lembaga keuangan milik umat Islam, melayani umat Islam, ada dewan syariah, merupakan anggota organisasi Internasional Association of Islamic Banks (IAIB) dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah lembaga keuangan syariah adalah lembaga, baik bank maupun non-bank, yang memiliki spirit Islam baik dalam pelayanan maupun produk-produknya, dalam pelaksanaannya diawasi oleh sebuah lembaga yang disebut Dewan Pengawasan Syariah. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa lembaga keuangan syariah mencakup semua aspek keuangan baik persoalan perbankan maupun kerjasama pembiayaan, keamanan dan asuransi perusahaan, dan lain sebagainya yang berlangsung di luar konteks perbankan.
C.    Sejarah Lembaga Keuangan Syariah
Diskusi mengenai sejarah LKS tidak bisa dilepaskan dari pembahasan mengenai kemunculan perbankan syariah yang merupakan embrio dari LKS di seluruh dunia pada era 1940-an. Ide-ide tentang LKS atau bank yang bebas bunga sudah mulai bermunculan. Ide-ide tersebut dilontarkan oleh beberapa pemikir Islam dalam beberpa tulisan mereka tentang perbankan syariah, seperti Muhammad Hamidullah (1944-1962), Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiq (1948) dan Mahmud Ahmad (1962) serta al-Mahdudi (1962) yang menulis kembali pemikiran tersebut secara lebih rinci.
Kemunculan bank syariah pada awalnya tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar  tahun 1940, yang  pada  waktu  itu  adalah  usaha pengelolaan dana jamaah haji secara non-ribawi. Akan tetapi, pendirian Mit Ghamr Lokal Saving Bank oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi tercatat yang paling fenomenal. Dalam jangka waktu empat thun Mit Ghmar berkembang dengan membuka sembilan cabang dengan nasabah mencapai satu juta orang. Gagasan lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala Lumpur pada tanggal 21-27 april 1969 yang diikuti oleh negara peserta. Di Indonesia sendiri sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada pertengahan 1970 yang dibicarakan pada seminar Indonesia –Timur Tengah pada tahun 1974 dan Seminar Internasional pada tahun 1976. Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan hasil kerja tim Perbankan MUI yang ditandatangani pada tanggal 1 November 1991.
Di belahan benua Eropa, Denmark tercatat sebagai negara Eropa pertama yang mempunyai bank syariah, yaitu the Islamic Bank Internasional or Denmark (1983). Pada tahun 1987, di Pasedena, Amerika Serikat berdiri suatu LKS yang bernama American Finance House-Lariba. LKS ini mendapatkan izin operasi dari pemerintah negara bagian Califonia sebagai perusahaan pembiayaan syariah. Lariba sendiri merupakan singkatan dari Los Angeles Reliable Investment Bankers atau bermakna bankir investasi terpercaya Los Angeles. Kecuali  di AS juga terdapat sebuah konvensional yang membuka pelayanan syariah yaitu Devon Bank. Beberapa bank lainnya yang membuka layanan syariah di Amerika yaitu Freddie Mac, University bank, dan Guidance Residential.

D.    Prinsip Operasi Lembaga Keuangan Syariah
Beberapa prinsip operasional dalam LKS adalah :
1.      Keadilan, yaitu prinsip berbagi keuntungan atas dasar penjualan yang sebenarnya berdasarkan konstribusi dan resiko masing-masing pihak.
2.      Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan diantara para pihak yang terlibat dalam kerjasama. Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan penggunaan dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
3.      Transpasi, dalam hal ini sebuah LKS diharuskan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan kepada nasabah investor atau pihak-pihak yang terlibat agar dapat mengetahui kondisi dana yang sebenarnya.
4.      Universal, yaitu prinsip di mana LKS diharuskan memberikan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat dalam memberikan layanannya sesuai dengan prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.
Dalam operasionalnya LKS juga harus memperhatikan kepada hal-hal berikut:
Ø  Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
Ø  Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
Ø  Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
Ø  Unsur gharar (ketidak pastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
Ø  Investasi hanya boleh diberikan kepada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam sehingga usaha minuman keras, misalnya, tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
E. Jenis-jenis Akad dalam Lembaga Keuangan Syariah
             Seacara umum, istilah-istilah tersebut berkaitan dengan asal jenis akad yang digunakan dalam penciptaan produk atau jasa tersebut. Dalam LKS, akad adalah kesepakatan tertulis antara lembaga keuangan dan pihak yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dangan prinsip syariah. Berikut ini dijelaskan beberapa istilah sebagai cerminan akad yang umum digunakan dalam LKS :
1.      Al-Wadiah
Al-Wadiah secara umum dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Penerima titipan boleh mengambil upah tertentu sebagai biaya pemeliharaan atas barang tersebut. Atau barang tersebut boleh dimanfaatkan sepanjang tidak merusak.
2        Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Bila terjadi kerugian, kerugian materi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola, sedangkan pengelola sudah menanggung kerugian waktu dan tenaga.
Pada sisi penghimpunan data, al-mudharahbah diterapkan pada tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiyaan, almudharabah, diterapkan untuk pembiyaan modal kerja.


3.      Al-Musyarakah
Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Pada pihak yang bekerja sama masing-masing memberikan kontribusi modal dengan persentase yang disepakati. Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan atau persetanse modal masing-masing.[1]
4.      Al-Murabahah
Dalam sistem ini terjadi jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya seharusnya disepakati kedua belah pihak. Dalam skema awal, penjual diharuskan memberi tahu harga pokok produk yang ingin dijual dan kemudian menentukan jumlah keuntungan yang diinginkan. Dalam praktik LKS di Indonesia, skema ini sangat umum diterapkan sebagai pembiyaan dalam jual beli rumah, mobil, dan aset-aset lainnya dengan istilah murabahah. Sebagai contoh, jika seseorang nasabah ingin memiliki sebuah mobil atau rumah tetapi belum mempunyai cukup uang maka ia dapat mendatangi LKS untuk meminta pembiyaan dengan skema murabahah ini.
Dalam praktik perbankan konvensional, hal ini bisa dikenal sebagai kredit mobil atau rumah dengan pengenaan bunga dengan jumlah tertentu. Bunga ini harus dibayarkan oleh nasabah bersama dengan cicilan pokok dalam kurun kredit.
5.      Al-Muzara’ah
Akad muzara’ah biasa digunakan dalam bidang pertanian, yaitu kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan pemelihara mendapat presentase dari hasil panen.
6.      Al-Musaqah
Sistem kerja sama dengan akad musaqah merupakan bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
7.      Bai As-Salam
Merupakan aplikasi perbankan pada pembiyaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek yaitu 2-6 bulan. Misalnya, produk garmen yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum.
F.     Sistem Keuangan Syariah
Sistem keuangan syariah berbeda dengan sistem keuangan konvesional, di mana sistem keuangan syariah berlandaskan prinsip syariah. Saat ini kita telah mengenal dan melaksanakan sistem perbankan syariah dan sistem lembaga keungan syariah bukan bank, sedangkan sistem moneter kita mengikuti aturan yang ada.
Pada prinsipnya, sistem keuangan di Indonesia dibagi menjadi tiga sistem, yaitu :
a.       Sistem moneter, tercangkup bank dan lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral (Dapertemen Keuangan, Bank Indonesia dan bank-bank yang boleh menerima simpanan giro).
b.      Sistem perbankan.
c.       Sistem lembaga keuangan bukan bank.
Pemegang otoritas moneter yaitu Departemen Keuangan dan Bank Indonesia yang memiliki fungsi sebagai berikut : mengerluarkan uang kertas dan logam, menciptakan uang primer (reserves money). Mengawasi sistem moneter dan mengelola cadangan devisa.
Fungsi sistem keuangan adalah sebagai berikut :
Ø  Menyediakan mekanisme pembayaran, baik dalam bentuk uang, rekening koran dan alat transaksi lain.
Ø  Menyediakan kredit, dengan menyiapkan pembiayaan untuk mendukung pembelian barang-barang, jasa-jasa dan membiayai investasi modal.
Ø  Pencipta uang, dimungkinkan melalui penyediaan kredit dan mekanisme pembayaran.
Ø  Sarana tabungan,berupa sarana penyimpanan dana dalam berbagai bentuk simpanan.[2]

G.    Peranan Lembaga Keuangan Syariah Dalam Proses Intermediasi
Sebagai lembaga intermediasi, lembaga keuangan syariah memiliki peran yang sangat strategis, antar lain:
Ø  Pengalihan aset (aset transmutation). Bank syariah dan lembaga keuangan syariah bukan bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka tertentu yang telah disepakati. Pengalihan aset dapat juga terjadi jika bank syariah dan lembaga keuangan syariah bukan bank menerbitkan sekuritas sekunder yang diterbitkan oleh unit defisit.
Ø  Likuiditas, berhubungan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan.
Ø  Relokasi, pendapatan banyak individu menyisihkan dan merealokasikan pendapatannya untuk persiapan menghadapi waktu yang akan datang.
Ø  Transaksi, lembaga keuangan syariah memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa.
Ø  Efesiensi, lembaga keuangan syariah dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanannya juga memperlancar serta mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan.

H.    Tujuan Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah
Tujuannya berdirinya lembaga keuangan syariah adalah:
Ø  Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah) yang sehat berdasarkan efiensi dan keadilan,serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat banyak sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat antara lain memperluas jaringan lembaga-lembaga keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil.
Ø  Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa Indonesia, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional yang antara lain melalui:
§  Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha.
§  Meningkatkan kesempatan kerja.
§  Meningkatkan penghasilan masyarakat banyak.
Ø  Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini diketahui masih banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank ataupun lembaga keuangan.[3]  

1.      Konsep Lembaga Keuangan Dalam Al-Quran
            Konsep lembaga tidak disebut  secara eksplisit dalam Al-Qur’an. Namun jika dimaksud lembaga itu sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta hak dan kewajiban, maka semua lembaga tersebut disebut secara jelas. Kata-kata seperti kaum, ummat, muluk (pemerintahan), balad (negeri), suq (pasar) mengindikasikan bahwa Al-Qur’an mengisyaratkan nama-nama itu memiliki fungsi dan peran tertentu dalam perkembangan masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an nampaknya membebaskan kaum muslimin untuk memberi bentuk-bentuk kepada prinsip-prinsip ekonomi yang diangkat darinya, apakah ia perusahaan, bank, asuransi dan sebagainya. Pada akhirnya lembaga-lembaga tersebut bertindak seperti individu yang bisa melakukan transaksi ekonomi antara satu dengan lainnya. Dalam terminologi fiqh dikenal dengan istilah “ syakhsiyyah i’tibariyyah”. Dengan demikian lembaga yang bertindak seperti individu ini memiliki kewajiban yang sama seperti  layaknya sebuah individu, yaitu membayar zakat dari keuntungan yang diperolehnya.


2.      Konsep Lembaga Keuangan Di Zaman Rasulullah
            Ketika Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, maka pertama sekali yang didirikan oleh beliau adalah mesjid Quba, yang menjadi tempat  sentral kegiatan kaum muslimin baik ibadah maupun perdagangan. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk “lembaga” persatuan di antara para sahabatnya, yaitu persaudaraan antara para Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini diikuti dengan pembangunan masjid lain yang lebih besar (masjid nabawi ) yang kemudian menjadi sentral pemerintahan selanjutnya.
Pendirian “lembaga” dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak pembentukan pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak pembentukan pasar baru yang khusus untuk kaum muslimin, karena pasar merupakan suatu yang tumbuh secara alamiah dan harus berjalan dengan sunnatullah. Demikian halnya dalam penentuan harga. Akan halnya mata uang tidak ada bukti sejarah yang mencatat bahwa Rasulullah menciptakan mata uang sendiri.
Ø  Pendirian Baitul Mal
Sesuatu yang revolusioner  yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut  Baitul Mal. Apa yang dilaksanakan rasul itu merupakanproses penerimaan pendapatan (revenu collection) dan pembelanjaan  (expenditure) yang transparan yang bertujuan menciptakan kesejahteraan (welfare oriented). Hal ini sangat asing pada waktu itu, karena umumnya pajak-pajak yang dikumpulkan oleh  para penguasa di kerajaan-kerajaan tetangga sekitar jazirah Arab seperti Romawi dan Persia umumnya diikumpulkan oleh seorang menteri dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kaisar dan raja.
Ketentuan syariat, baik Al-Qur’an maupun Hadits Nabi SAW, yang mengatur secara langsung masalah Baitul Mal ini, memang tidak ada. Ketentuan syari’at yang kita peroleh hanya dari atsar para Khulafaur Rasyidin yang dilakukan dalam praktek penyelenggaraan negara. Meski demikian, posisi Baitul Mal begitu penting di dalam kehidupan  negara Islam sebagai lembaga penyimpanan harta kekayaan negara, yang bertanggung  jawab atas harta kekayaan atas pemasukan dan pengeluaran anggaran biaya negara. Karena itu, kehadiran Baitul Mal sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas harta kekayaan negara, baik dalam pemasukannya, penyimpanan dan pengeluarannya, sudah menjadi keharusan di dalam sistem negara Islam.
Ø  Lembaga Pengawasan Pasar
Konsep yang sama sekali baru adalah sistem pengawasan dan kontrol oleh negara yang pada zaman Rasulullah dipegang sendiri oleh beliau. Ini sejalan dengan apa yang ada pada zaman modern disebut dengan “enforcement Agency”. Beberapa waktu kemudian konsep ini dikenal dengan “wilayatul hisbah”. Konsep ini merupakan institusi baru, mengingat pada zaman ini dimensi pengontrolan di kerajaan-kerajaan dunia Arab belum ada sama sekali.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah menegur seseorang yang menjual kurmanya dengan harga yang berbeda di pasar. Juga diriwayatkan bahwa Rasulullah menolak permintaan para sahabatnya agar menentukan harga yang layak bagi kaum muslimin karena harga-harga yang ada di pasar terlalu tinggi.
Pilar infrastruktur yang satu ini barang kali yang terpenting menurut perspektif ekonomi dari sekian banyak pilar yang ada, karena ia merupakan bingkai bagi aktivitas ekonomi dan muamalat. Artinya, aktivitas ekonomi pada zaman itu tidak akan berjalan tanpa adanya pengawasan yang ketat dan tanpa pemeliharaan “law and order”.
3.      Lembaga Keuangan di Zaman Khulafaur Rasyidin
            Tradisi yang dibangun Rasulullah diteruskan dan dikembangkan pada zaman para khulafaur rasyidin setelah wafat. Kebiasaan dalam pengambilan keputusan dengan jelas musyawarah menjadi prinsip yang melembaga dalam setiap pengambilan keputusan-keputusan, seperti pada zaman Abu Bakar As-Shiddiq yang bermusyawarah terhadap orang-orang yang murtad. Contoh yang lain adalah ketika khalifah Umar bin Khathtab menjelang akhir hayat membentuk sebuah lembaga yang terdiri dari beberapa orang sahabat untuk memilih beberapa orang penggantinya.
            Baitul Mal semakin mapan pada masa Umar bin Khathtab. Pada masanya sistem administrasi dan pembentukan dewan-dewan dilakukan untuk ketertiban administrasi. Umar juga berjihad dengan meluaskan basis zakat dan sumber pendapatan daerah. Kebijakan Umar diteruskan oleh Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Yang menjadi catatan dalam priode ini adalah tingkat keseriusan pra khalifah dalam memikirkan kesejahteraan masyarakat sangat menonjol, dan ini berlaku dengan memaksimalkan fungsi pendapatan dan penerimaan Baitul Mal. Fungsi Baitul Mal sebagai instrumen dalam kebijakan fiskal in tentunya hanya dapat terlaksana dengan baik apabila dikelola oleh pribadi-pribadi yang jujur dan amanah.
4.      Lembaga Keuangan Syari’ah Modern
            Bermula dengan gerakan lembaga keuangan Islam modern yng dimulai dengan didirikannya sebuah bank simpanan lokal (local saving bank) yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir, di tepi sungai Nil , Mesir pada tahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid An Naggar. Walaupun beberapa tahun kemudian ia berhenti beroperasi karena masalah manajemen, namun ia menjadi sumber inspirasi utama untuk melahirkan lembaga-lembaga keuangan Islam berikutnya karena prestasi yang telah ia catat.
Pada tahun 1975 diadakan konferensi Islam pertama di Mekkah yang membahas tentang kelahiran lembaga keuangan Islam, dan dua tahun kemudian lahirlah bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang lahir dari konferensi tersebut. Setelah itu lahirlah bank-bank komersial yang transaksinya didasarkan pada ajaran Islam.
Dengan kemunculan bank-bank swasta Islam baik ditingkat desa maupun international memicu kelahiran lembaga keuangan Islam lainnya yang merupakan kebutuhan untuk perputaran modal dan investasi seperti pasar modal,asuransi dan lembaga investasi Syariah. Dan ternyata langkah ini bukan hanya dilakukan oleh kaum muslimin tetapi juga diikuti oleh non muslim. Baru-baru ini Dow Jones misalnya mengeluarkan apa yang disebut Islamic Index yang membuat Index saham yang dipedagangkan secara Islam.[4]

























BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dalam pandangan konvensionalnya, lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaan utama berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan  dananya dalam surat berharga, serta menawarkan jasa keuangan lain seperti simpanan, asuransi, investasi, pembiayaan, dan lain-lain.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah lembaga keuangan syariah adalah lembaga, baik bank maupun non-bank, yang memiliki spirit islam baik dalam pelayanan maupun produk-produknya, dalam pelaksanaanya diawasi oleh sebuah lembaga yang disebut Dewan Pengawasan Syariah. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa lembaga keuangan syariah mencakup semua aspek keuangan baik persoalan perbankan maupun kerjasama pembiayaan, keamanan dan asuransi perusahaan, dan lain sebagainya yang berlangsung di luar konteks perbankan.

B.  Saran
Demikianlah makalah ini yang dapat kami buat, kami sebagai manusia biasa tentu masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami sangat berharap teman-teman terutama dari dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi untuk memberi saran yang membangun untuk kelompok kami.





[1] Buku Dasar Ekonomi. Muhammad Maulana DKK, hal.110-113
[2] Ahmad Rodoni (dkk), Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta Timur: Bestari Buana Murni, 2008, hal. 6-7
[3] Ibid., hal 8-10
[4]Muhammad Yasir Yusuf, Lembaga Perekonomian Umat,(Banda Aceh: Ar-Raniry Press,2004),hal 18-25



Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS