Ragam Pendekatan Kajian Islam - metodologi studi Islam





BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ISLAM
Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.
Pengertian islam secara harfiyah artinya damai, selamat, dan bersih. Kata islam terbentuk dari tiga huruf yaitu: sin, lam,mim, yang bermakna dasar “selamat” (salama).
Pengertian Islam menurut Al-Qur’an tercantum dalam sejumlah ayat.
1.      Islam berasal dari kata “as-silmu” yang artinya damai
“dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS.Al-anfal:61).  

2.      Islam berasal dari kata”aslama” yang artinya menyerahkan diri (pasrah)
“dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah,sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim jadi kesayangan-Nya.”(QS.An-Nisa:125).
3.      Islam berasal dari kata “istalma mustaslima” yang artinya penyerahan total kepada Allah.
“ bahkan mereka pada hari itu menyerahkan diri.”(QS.Ash-shaffat:26).
4.      Islam berasal dari kata “salimun salim” yang artinya bersih dan suci.
“ kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”(QS.Asy-Syu’ara:89).
5.      Islam berasal dari kata “salamun” yang artinya selamat.
“Berkata Ibrahim:”semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya dia baik kepadaku.””(QS.Maryam:47)

Pengertian Islam menurut Al-Qur’an tersebut sudah cukup mengandung pesan bahwa kaum muslimin hendaknya cinta damai, pasrah kepada Allah SWT, bersih dan suci dari perbuatan nista, serta dijamin selamat dunia dan akhirat jika melaksanakan risalah Islam.

B.     SUMBER ISLAM
1.      Al-Qur’an
Manna’ Al-Qathan, secara ringkas mengutip pendapat para ulama yang umumnya menyatakan bahwa Al-Qur’an di turunkan  kepada Nabi Muhammad Saw.dan nilai ibadah bagi yang membacanya.[1]
Pengertian Al-Qur’an lebih lengkapnya  di kemukakan oleh Abd.Al- Wahhab Al-Khallaf. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang di turunkan kepada rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui Jibril dengan menggunakan lafal bahasa arab dan maknanya yang benar agar dia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa Ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi  petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk mendekatkan diri  dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia pun terhimpun dalam mushaf, di mulai dari surat al-fatihah dan di akhiri dengan surat an-nas, di sampaikan secara mutawatir dari generasi-kegenerasi, baik tulisan maupun lisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.[2]
2.      As-Sunnah
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis juga didasarkan pada pendapat kesepakatan para sahabat.[3] Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan wajib mengikuti sunnah, baik masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Sebagai sumber ajaran islam yang kedua, As-Sunnah memiliki fungsi yang intinya sejalan dengan Al-Qur’an.keberadaan As-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya ayat Al-Qur’an:

a.       Bersifat global, yang memerlukan perincian.
b.      Bersifat umum, yang memerlukan pengecualian.
c.       Bersifat mutlak, yang memerlukan pembatasan.
d.      Isyarat Al-Qur’an mengandung makna lebih dari satu sehingga memerlukan penetapan makna yang akan dipakai diantara dua makna tersebut.
Dalam kaitan ini, hadis berfungsi unruk merinci petunjuk dan isyarat Al-Qur’an yang bersifat global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-Qur’an yang bersifat umum, sebagai pembatas terhadap ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak dan sebagai pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak dijumpai dalam Al-Qur’an.
3.      Ijtihad
Ijtihad memiliki legitimasi yang valid sebagai  sumber hukum islam yang ketiga setelah al-qur’an dan hadist. Jikalau ijtihad adalah menekankan penggunaan akal atau nalar dalam memutuskan hukum mengenai suatu perkara sebenarnya banyak sekali ayat-ayat al-qur’an yang mendorong manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami dalil-dalil hukum.

C.    KARAKTERISTIK ISLAM
Karakteristik ajaran Islam adalah sifat, watak, dan keadaan yang melekat pada ajaran Islam tersebut yang sekaligus dapat dikenali dan dirasakan manfaat dan dampaknya oleh mereka yang mengamalkan ajaran Islam tersebut.
1.      Komprehensif (Al-Syumuliah)
Karakteristik ajaran Islam yang bersifat komprehensif dapat dilihat dari segi kedudukannya atau perbandingannya dengan agama-agama samawi lainnya. Yakni bahwa ajaran Islam adalah agama yang terakhir, yang melengkapi dan menyempurnakan agama-agama samawi samawi yang sebelumnya itu.
2.      Kritis
Karakteristik ajaran Islam yang bersifat kritis ini dapat dilihat dari segi kedudukan ajaran Islam yang memiliki ciri yang memiliki ciri yang lebih tinggi dibandingkan dengan ajaran-ajaran samawi yang diturunkan sebelumnya. Dengan kedudukannya yang demikian itu, maka ajaran Islam dengan sumber utamanya Al-Qur’an dan Al-Sunah menjadi wasit, hakim, atau korektor terhadap berbagai kekeliruan yang pernahdibuat sebagian penganut agama-agama samawi sebelum Islam.
3.      Humanis
Karakteristik ajaran Islam tentang humanis ini dapat dilihat dari upaya Islam yang melindungi hak asasi manusia sebagaimana dapat dilihat dari segi visi, misi dan tujuannya, yakni bahwa ajaran Islam memiliki ciri tidak hanya menyejahterakan rakan kehidupan dunia atau akhirat saja, melainkan menyejahterakan dunia dan akhirat; jasmani dan rohani, individual dan sosial, lahir dan batin; tidak hanya bersifat lokal, nasional, nasional, atau regional, melainkan juga bersifat internasional. Ajaran Islam bertujuan memelihara dan melindungi seluruh hak-hak manusia, yakni hak hidup (hifdz al-nafs), hak beragama (hifdz al-din), hak berpikir (hifdz al-‘aql), hak memiliki keturunan (hifdz al-nasl), dan hak mendapatkan, memiliki dan menggunakan harta (hifdz al-maal).
4.      Militansi Moderat
Karakteristik militansi moderat ajaran Islam ini antara lain dapat dilihat dari segi sumbernya. Yakni bahwa ajaran Islam bukan hanya berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Sunah (normatif), melainkan juga berpedoman pada pendapat para ulama dan umara (ulu al-amri), peninggalan sejarah, adat istiadat dan tradisi yang relevan, intuisi, serta berbagai temuan dan teori dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.      Dinamis
Islam adalah agama samawi yang diturunkan terakkhir. Ia menjadi pedoman hidup umat manusia hingga akhir zaman. Karena keadaan zaman dari waktu ke waktu selalu berubah baik dari segi pola komunikasi, interaksi, transaksi, dan berbagai aspek hidup lainnya, maka ajaran Islam juga harus mengikuti dinamika ini.
6.      Toleran
Karakteristik ajaran Islam yang toleran ini dapat dilihat dari segi sifatnya yang menyatakan, bahwa agama yang paling benar di sisi Allah adalah Islam.[4] Namun pada sisi lain Islam juga menghormati eksistensi agama lain, dan sekaligus memberikan kesempatan pada agama ini untuk berkembang, dianut oleh umat manusia, bersikap toleran, tidak menyalahkan atau mengolok-olok, serta agar hidup berdampingan dengan agama lain.
7.      Kosmopolit
Karakteristik kosmopolit yang dimiliki ajaran Islam dapat dilihat pada sikap Islam yang menjadikan seluruh umat manusia yang memiliki keragaman budaya, bahasa, tanah air, dan lainnya sebagai sasarannya. Dengan karakternya yang kosmopolit, maka Islam dapat mempersatukan dan mempersaudarakan seluruh umat manusia di dunia dengan dasar yang  sangat kukuh, yakni iman dan takwa kepada Allah SWT.
8.      Responsif
Karakteristik ajaran Islam yang responsif dapat dilihat dari awal kedatangan Islam pertama kali yang sudah terlibat dengan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.
9.      Progresif dan Inovatif
Sebagai akibat dari peran dan fungsinya dalam menjawab berbagai masalah yang beraneka ragam dan selalu mengalami perkembangan baik dari segi jenis, bentuk, sifat maupun volumenya, maka ajaran Islam harus senantiasa memperbarui dirinya dari waktu ke waktu dalam bentuk pemikiran baru dan kontekstual dengan berbagai kehidupan masyarakat. Dengan demikian, Islam tidak akan ketinggalan zaman, dan senantiasa memperbarui dirinya.
10.  Rasional
Ajaran islam sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadis selain memuat perintah juga larangan. Dengan melaksanakan berbagai perintah ini, manusia selain akan memiliki ketenangan jiwa, juga kehidupan yang lurus dan berakhlak mulia sebagai suatu  syarat guna mewujudkan keadaan masyarakat yang rukun, harmonis, damai, tertib, tolong-menolong, dan sebagainya. Dengan demikian, ajaran Islam dalam bentuk perintah dan larangan ini sejalan dengan akal manusia.






D.    PENDEKATAN KAJIAN ISLAM
Yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.[5]

 Untuk lebih jelasnya berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

1.      Pendekatan Teologis-Normatif
Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi sebagaimana kita ketahui, tidak bisa mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.[6]

2.      Pendekatan Antropologis
Pendekatan Antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.

3.      Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasi hidupnya itu. Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial.Dalam bukunya berjudul Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama dalam hal ini islam terhadap masalah sosial dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut.
Pertama, dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadist, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting.
Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan.
Empat, dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna karena melanggar tantangan tertentu maka kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
Kelima, amalan baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.

4.      Pendekatan Historis
Suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memerhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.[7] Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Pendekatan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.


5.      Pendekatan Psikologis
Ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami, dan diamalkan juga dapat digunakan sebagai alat memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.

6.      Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula diartikan mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[8] Melalui pendekatan filosofis ini seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yaitu mengamalkan agama dengan susah tapi tidak memiliki makna apa-apa, atau tanpa arti.




[1] Manna al-qathan,mabahit fi ‘ulum al-qur’an, (Mesir:mensyurat al- ‘ashr al hadist, t.t.,)hlm. 21.
[2] Abd al-wahhabal al-khallaf,  ilmu ushul al-fiqh(Jakarta:al-majelis al-‘alaa al Indonesia li al-da’wah al-islamiyah,1972) cet. IX, hlm.23.
[3] Apa-apa yang disampaikan Rasulullah kepadamu,terimalah, dan apa-apa yang dilarang bagimu tinggalkanlah.(QS Al Hasyr:7); dan kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk dita’ati dengan izin Allah.(QS An-Nisa:64).
[4] Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran (3): 19)
[5] Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.), Metodologi penelitian agama sebuah pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana yogyakarta, 1990), cet. II, hlm. 92
[6] Eric J. Sharpe, Comparative Religion of History, (London: Duckworth, 1986), hlm.313
[7] Lihat Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), hlm.105.
[8] Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (terj.) Hasan Langgulung dari judul asli Falsafah al-tarbiyah al-islamiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), cet. I, hlm.25
Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS