Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Minggu, 07 Februari 2016

TANDA-TANDA BALIGH BAGI ANAK LELAKI ATAU PEREMPUAN DIDALAM AL-QURAN DAN HADIST

Februari 07, 2016 0



Tanda-tanda baligh untuk laki-laki antara lain :
1.        Ihtilam, yaitu keluarnya mani baik karena mimpi atau karena lainnya.
Dalilnya antara lain adalah :
a)        Firman Allah ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلاةِ الْعِشَاءِ ثَلاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ * وَإِذَا بَلَغَ الأطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum mencapai ”hulm” (ihtilaam) di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mere

ka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai ”hulm” (ihtilaam/usia baligh), maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta ijin”
[QS. An-Nuur : 59].
Segi pendalilan dari ayat ini adalah bahwa hulm (ihtilam) dijadikan batas kewajiban bagi seorang anak untuk meminta ijin di semua waktu ketika ia hendak memasuki kamar orang tuanya. Ini adalah asal hukum dalam minta ijin (yaitu minta ijin sebelum masuk). Berbeda halnya ketika ia belum mencapai hulm, maka ia hanya dibebankan meminta ijin di tiga waktu saja, dan tidak mengapa baginya jika ia masuk (tanpa ijin) di selain tiga waktu tersebut.
b)        Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radliyallaahu ’anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah bersabda :
غسل يوم الجمعة على كل محتلم، وسواك، ويمس من الطيب ما قدر عليه
”Mandi pada hari Jum’at (sebelum menunaikan shalat Jum’at) adalah kewajiban bagi setiap orang yang telah ihtilam; demikian pula bersiwak dan memakai wewangian semampunya” [HR. Al-Bukhari no. 880 dan Muslim no. 846-7].
c)        Dari Ali (bin Abi Thaalib) ’alaihis-salaam, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم وعن المجنون حتى يعقل
”Diangkat pena (tidak dikenakan kewajiban) pada tiga orang, yaitu : orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga ihtilam, dan orang gila hingga berakal” [HR. Abu Dawud no. 4403 dan At-Tirmidzi no. 1423; shahih].
d)        Dari Mu’adz radliyallaahu ’anhu :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بعثه إلى اليمن وأمره أن يأخذ من كل حالم دينارا
”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam mengutusnya ke Yaman dan memerintahnya untuk mengambil dari setiap orang yang telah ihtilam satu dinar” [HR. An-Nasa’i no. 2450, Al-Baihaqi dalam Al-Kubra no. 19155, dan Ahmad no. 21532; shahih].
Para ulama telah sepakat bahwa ihtilam merupakan tanda kedewasaan bagi anak laki-laki dan perempuan. Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
وقد أجمع العلماء على أن الاحتلام في الرجال والنساء يلزم به العبادات والحدود وسائر الأحكام
“Para ulama telah sepakat/ijma’ bahwasannya ihtilaam pada laki-laki dan perempuan mewajibkan dengannya (untuk diberlakukannya) ibadah, huduud, dan seluruh perkara hukum” [Fathul-Baariy, 5/277].

2.        Tumbuhnya Rambut Kemaluan.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.
Madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa tumbuhnya rambut kemaluan bukan merupakan tanda baligh secara mutlak [lihat Raddul-Muhtaar 5/97, Al-Bahrur-Raaiq 3/96, dan Syarh Fathil-Qadiir 9/276].
Madzhab Hanabilah dan satu riwayat dari Abu Yusuf dari madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh secara mutlak [lihat Al-Muharrar 1/347, Al-Furuu’ 4/312, Al-Inshaaf 5/320, Al-Mubdi’ 4/332, Syarhul-Muntahaa 4/560, dan Raddul-Muhtaar 5/97].
Madzhab Malikiyyah terpecah menjadi dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh secara mutlak, dan inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab [lihat Asy-Syarhul-Kabiir 3/293 – tercetak bersama Haasyiyyah Ad-Daasuqiy]. Pendapat kedua mengatakan bahwa ia merupakan tanda baligh yang menyangkut hak-hak anak Adam dalam beberapa hukum seperti qadzaf (menuduh wanita baik-baik telah berbuat zina), potong tangan, dan pembunuhan. Adapun yang menyangkut hak-hak kepada Allah ta’ala, maka ia bukan sebagai tanda baligh [lihat Mawaahibul-Jaliil 5/59 dengan catatan pinggirnya : At-Taaj wal-Ikliil 5/59].
Madzhab Syafi’iyyah berpendapat bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh untuk orang kafir. Adapun bagi muslimin, maka mereka berbeda pendapat. Satu pendapat mengatakan bahwa ia merupakan tanda baligh sebagaimana orang kafir, dan pendapat lain – dan ini yang shahih dalam madzhab – mengatakan bahwa ia bukan tanda baligh [lihat Mughnil-Muhtaaj 2/167, Raudlatuth-Thaalibiin 4/178, Al-Muhadzdzab 1/337-338, dan Al-Wajiiz  1/176].
Pendapat yang rajih dari keempat madzhab tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh secara mutlak bagi muslim atau kafir, baik menyangkut hak Allah atau hak anak Adam. Adapun dalil yang dijadikan hujjah antara lain adalah :
a)        Dari ’Athiyyah, ia berkata :
عرضنا على النبي صلى الله عليه وسلم يوم قريظة فكان من أنبت قتل ومن لم ينبت خلي سبيله فكنت ممن لم ينبت فخلي سبيلي
“Kami dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada hari Quraidhah (peristiwa pengkhianatan Bani Quraidhah), di situ orang yang sudah tumbuh bulu kemaluannya dibunuh, sedang orang yang belum tumbuh dibiarkan. Aku adalah orang yang belum tumbuh maka aku dibiarkan” [HR. At-Tirmidzi no. 1584, An-Nasa’i no. 3429, dan yang lainnya; shahih].
b)        Dari Samurah bin Jundub bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اقتلوا شيوخ المشركين واستبقوا شرخهم
”Bunuhlah orang-orang tua dari kalangan kaum musyrikiin dan biarkanlah syark”. [Abu Dawud no. 2670  dan At-Tirmidzi no. 1583; dla’if]. Syarkh adalah anak-anak yang belum tumbuh bulu kemaluannya.
Pembedaan antara orang kafir dan orang muslim adalah pembedaan yang sangat lemah. Telah shahih dari beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam larangan membunuh anak-anak orang kafir yang bersamaan beliau memerintahkan untuk membunuh orang-orang yang telah tumbuh rambut kemaluannya – sehingga dapat dipahami bahwa tumbuhnya rambut kemaluan merupakan tanda baligh bagi mereka. Hukum baligh ini bersifat umum lagi mutlak. Oleh karena itu jika seorang imam menangkap dan menghukum seorang pelaku bughat dari kalangan muslimin, maka ia pun hanya boleh membunuh mereka yang telah baligh, tidak pada anak-anak. Dan tanda baligh ini dapat diketahui salah satunya dengan tumbuhnya rambut kemaluan pada mereka.
Begitu juga dengan pendapat Malikiyyah yang membedakan antara hal Allah dan hak anak Adam. Jika dikatakan bahwa syari’at telah melarang membunuh anak-anak dalam peperangan, maka ini merupakan ketentuan yang datang dari Allah yang harus dipenuhi oleh manusia (kaum muslimin). Tidak bisa dikatakan bahwa menjalankan perintah tersebut adalah sebagai pemenuhan hak anak Adam, bukan pemenuhan hak Allah.
Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :
وفي هذا بيان أن الإنبات علم على البلوغ وعلى أنه علم في حق أولاد المسلمين والكفار وعلى أنه يجوز النظر الى عورة الأجنبي للحاجة من معرفة البلوغ وغيره
”Dan dalam hal ini terdapat penjelasan bahwa tumbuhnya rambut kemaluan adalah tanda balighnya seseorang, bagi anak-anak kaum muslimin dan orang-orang kafir; dan juga menunjukkan bolehnya melihat aurat orang lain bila diperlukan untuk mengetahui baligh dan tidaknya seseorang serta untuk yang lainnya [lihat Tuhfatul-Maulud bi Ahkaamil-Maulud oleh Ibnul-Qayyim hal. 210].
3.        Mencapai Usia Tertentu.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Di antara pendapat-pendapat tersebut antara lain :
a)        Madzhab Syafi’iyyah [Mughni-Muhtaaj 2/165, Raudlatuth-Thaalibiin 4/178, dan Al-Muhadzdzab 1/337-338], Hanabilah [Al-Muharrar 1/347, Al-Furuu’ 4/312, Al-Inshaaf 5/320, Al-Mubdi’ 4/332, dan Syarhul-Muntahaa 4/560]; pendapat yang dipilih Ibnu Wahb dari madzhab Malikiyyah [As-halul-Madaarik 2/159 dan Mawaahibul-Jaliil 5/59], Abu Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan dari Hanafiyyah, serta satu riwayat dari Abu Hanifah [Al-Bahrur-Raaiq 3/96 dan Syarh Fathil-Qadiir 9/276] – yaitu lima belas tahun untuk laki-laki dan perempuan.
b)        Delapan belas tahun untuk laki-laki dan tujuh belas tahun untuk perempuan [Al-Bahrur-Raaiq 3/96 dan Syarh Fathil-Qadiir 9/276].
c)        Madzhab Malikiyyah, ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan delapan belas tahun untuk laki-laki dan perempuan [Ashalul-Madaarik 3/159], sembilan belas tahun, tujuh belas tahun, dan enam belas tahun [Mawaahibul-Jaliil 5/59 dan Haasyiyyah Ad-Dasuuqiy 3/293].
d)        Ibnu Hazm berpendapat sembilan belas tahun [Al-Muhalla, permasalahan no. 119].
Dalil yang dianggap paling shahih dan sharih oleh ulama yang memberikan batasan usia yang dibawakan dalam permasalahan ini adalah hadits yang dibawakan oleh pendapat pertama (lima belas tahun) dari Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma, ia berkata :
عرضني رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أحد في القتال. وأنا ابن أربع عشرة سنة. فلم يجزني. وعرضني يوم الخندق، وأنا ابن خمس عشرة سنة. فأجازني.
قال نافع: فقدمت على عمر بن عبدالعزيز، وهو يومئذ خليفة. فحدثته هذا الحديث. فقال: إن هذا لحد بين الصغير والكبير. فكتب إلى عماله أن يفرضوا لمن كان ابن خمس عشرة سنة. ومن كان دون ذلك فاجعلوه في العيال.
”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menunjukku untuk ikut serta dalam perang Uhud, yang ketika itu usiaku empat belas tahun. Namun beliau tidak memperbolehkan aku. Dan kemudian beliau menunjukku kembali dalam perang Khandaq, yang ketika itu usiaku telah mencapai lima belas tahun.  Beliau pun memperbolehkanku”.
Naafi’ berkata : ”Aku datang kepada ’Umar bin ’Abdil-’Aziz yang ketika itu menjabat sebagai khalifah, lalu aku beri tahu tentang hadits tersebut. Kemudia ia berkata : ’Sungguh ini adalah batasan antara kecil dan besar’. Maka ’Umar menugaskan kepada para pegawainya untuk mewajibkan bertempur kepada orang yang telah berusia lima belas tahun, sedangkan usia di bawahnya mereka tugasi untuk mengurus keluarga orang-orang yang ikut berperang” [HR. Al-Bukhari no. 2664, Muslim no. 1868, Ibnu Hibban no. 4727-4728, dan yang lainnya].
Namun, hadits ini pun tidak menunjukkan secara sharih bahwa usia lima belas tahun adalah batas usia baligh. Hadits ini masih mengandung kemungkinan bahwa pelarangan Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam bukan karena faktor baligh, namun karena masih kecilnya Ibnu ’Umar sehingga tidak dipandang mempunyai kemampuan/kecakapan untuk berperang. Ini terlihat dari ijtihad ’Umar bin ’Abdil-’Aziz yang hanya menandakan usia tersebut sebagai batas besar dan kecil untuk ikut berperang. Bukan baligh dan tidak baligh.
Pendapat yang rajih dalam permasalahan ini adalah tidak ada batasan usia tertentu untuk baligh. Dan inilah pendapat yang dikutkan Ibnul-Qayyim rahimahullah, dimana beliau berkata :
وليس لوقت الاحتلام سن معتاد بل من الصبيان من يحتلم لاثنتي عشرة سنة ومنهم من يأتي عليه خمس عشرة وست عشرة سنة وأكثر من ذلك ولا يحتلم
”Untuk waktu ihtilaam tidak ada batas usianya, bahkan anak-anak yang berusia dua belas tahun bisa ihtilaam. Ada juga yang sampai lima belas tahun, enam belas tahun, dan seterusnya namun belum ihtilaam” [Tuhfatul-Maudud hal. 208].
Kemudian beliau melanjutkan :
وقال داود وأصحابه لا حد له بالسن إنما هو الاحتلام وهذا قول قوي
”Dawud (Adh-Dhahiriy) dan shahabat-shahabatnya berkata : ’Tidak ada batasan tertentu untuk usia baligh. Batas yang benar hanyalah ihtilam’. Ini adalah pendapat yang kuat” [idem, hal. 209].



Tanda-tanda baligh untuk perempuan antara lain :
ciri-ciri wanita yang telah mencapai aqil baligh sebagai berikut:
1.         Berusia 15 tahun perhitungan Qomariyah (kalender Hijriyah).
Dengan dalil:
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : { عُرِضْت عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ وَأَنَا ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً فَلَمْ يُجِزْنِي ، وَعُرِضْت عَلَيْهِ يَوْمَ الْخَنْدَقِ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ فَأَجَازَنِي } رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ
Artinya: Dari Ibnu Umar ia telah berkata, "Saya meminta izin kepada Rasulullah Saw untuk ikut perang Uhud, sedang waktu itu usia saya 14 tahun, Rasulullah tidak mengizinkan. Dan saya pun meminta izin untuk ikut perang Khandak, usia saya saat itu 15 tahun, maka Rasulullah mengizinkan saya ikut berperang." (HR. Al jamaah).

2.         Keluar air mani. Dalilnya adalah Surat An Nur ayat 59, dan hadits Rasulullah Saw:
"Dari Ali Karamallahuwajhah, sesungguhnya Rasulullah Saw telah bersabda: Diangkatnya pena (malaikat pencatat amal) karena tiga perkara; anak kecil hingga baligh (keluar mani), yang tidur hingga terbangun, dan yang gila hingga kembali waras." (HR. Abu Daud)

3.         Keluar darah haid. Dalilnya:
                                                   

لا يقبل الله صلاة امرأة قد حاضت إلا بخمار

Artinya: Allah Swt tidak menerima shalat seorang wanita haid, dan ia telah berkerudung. (HR. Ibnu Huzaimah dari Aisyah). Wanita haid maksudnya, wanita yang telah mencapai usia haid. Sedang berkerudung,
maksudnya wanita yang sudah berkewajiban memakai kerudung, yaitu usia baligh.

4.         Tumbuh bulu di kemaluan. Dalilnya:

وَعَنْ سَمُرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { اُقْتُلُوا شُيُوخَ الْمُشْرِكِينَ ، وَاسْتَحْيُوا شَرْخَهُمْ } وَالشَّرْخُ الْغِلْمَانُ الَّذِينَ لَمْ يُنْبِتُوا رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

Artinya: Dari Samrah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: "Bunuhlah oleh kalian orang musyrik dewasa, dan biarkan hidup diantara mereka syarkhu." (HR. At Tirmidzi) Syarkhu adalah anak yang belum tumbuh bulu di kemaluannya.
       5.Wanita Hamil, karena wanita hamil sebagai tanda ia telah keluar mani, maka ia telah dikatakan baligh.
Dengan demikian jika salah satu diantara lima ciri diatas ada, maka wanita tersebut telah dikatakan baligh.


Read More

Karya-karya Ibnu Hazm

Februari 07, 2016 0

Al-Fadhl Abu Rafi’ mengatakan bahwa karya ayahnya (Ibn Hazm) di bidang Fiqh, Hadist, Ushul dan lainnya sebanyak 400 jilid atau secara keseluruhan berjumlah 80.000 lembar. Namun hanya sebagian yang dapat terlacak, karena kitab-kitabnya pernah dibakar oleh penguasa yang zalim kepadanya. Diantara kitab-kitab yang terlacak dan terkenal sebagai magnum opus-nya adalah:
Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, kitab ini berbicara tentang Ushul Fiqh terutama Ushul Fiqh Zahiry, terdiri dari 2 jilid yang didalamnya ada 8 juz.
Al-Muhalla bi al-Atsar, terdiri atas 11 jilid tebal, tentang Fiqh beserta argumentasinya. Kitab ini merupakan karya terakhir Ibn Hazm.
Al-Fasl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nihal, kitab yang berbicara mengenai sekte-sekte, mazhab dan agama-agama.
Thauq al-Hamamah fi Ulfah wa al-Ullaf, kitab yang berbicara tentang cinta dan para pencinta, ditulis di kota Syathibi sekitar tahun 418 H. menjadi karya Ibn Hazm yang banyak dikaji di eropa. Dan masih banyak karya yang lainnya.
al-Akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus. kitab yang berisi prinsip-prinsip akhlak utama dan solusi-solusi bagi pengobatan jiwa menuju kebahagiaan dan kesempurnaan.






Read More

Jumat, 05 Februari 2016

MAKALAH SEJARAH DEKLARASI DJUANDA

Februari 05, 2016 0


Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.


Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional.
Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut.
Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Pada tahun 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari ini dipertegas oleh Presiden Megawati dengan menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional tidak libur.
Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:
  1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
  2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
  3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
    1. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
    2. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan
    3. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI
4.      Untuk mengatasi masalah di atas, pemerintah Indonesia dipimpin oleh PM Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 telah mengeluarkan keputusan yang dikenal dengan Deklarasi djuanda, yang isinya :
5.      Ä Demi kesatuan bangsa, integritas wilayah, serta kesatuan ekonomi, ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titi-titik terluar dari pulau-pulau terluar.
6.      Ä Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garis-garis pangkal lurus termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya serta ruang udara di atasnya, dengan segala kekayaan didalamnya.
7.      Ä Laut territorial seluas 12 mil diukur dari pulau yang terluar.
8.      Ä Hak lintas damai kapal asing melalui perairan Nusantara (archipelago watwrs) dijamin tidak merugikan kepentingan negara pantai, baik keamanan maupun ketertibannya.















                                                                                    
Perbedaan Organisasi Publik dan Organisasi Privat

A.  Organisasi Publik
           a.       Pengertian
Istilah publik berasal dari bahasa Latin “of  people” (yang berkenaan  dengan masyarakat).  Sasaran organisasi publik ditujukan kepada masyarakat umum.
Organisasi publik adalah tipe organisasi yang bertujuan menghasilkan pelayanan kepada masyarakat, tanpa membedakan status dan kedudukannya.

b.      Lingkungan Organisasi
Lingkungan dalam organisasi publik :
·         Lingkungan otorisasi, artinya untuk melakukan sesuatu, organisasi publik terlebih dahulu harus mendapat izin atau legalitas.
·         Sumber pendanaan dan wewenang diperoleh melalui lingkungan otorisasi tersebut. Misal, dalam pengajuan anggaran kepada DPR, untuk mendapat pengabsahan atas suatu rencana kegiatan pemerintah. Ini merupakan dasar bagi organisasi publik untuk membangun kapasitas organisasi dan kemampuan operasionalnya.
·         Proses penciptaan nilai dalam organisasi publik, bukan didasarkan pada hukum penawaran dan permintaan pasar, melainkan melalui proses birokratis, yaitu izin dari lingkungan otorisasi.

  B.     Orgnisasi Privat
a.       Pengertian
Istilah privat berasal dari bahasa Latin “set apart” (yang terpisah). Sasaran organisasi publik ditujukan  pada hal – hal yang ‘terpisah’ dari masyarakat secara umum.
Organisasi privat atau bisnis adalah organisasi yang ditujukan untuk menyediakan barang dan jasa kepada konsumen, yang dibedakan dari kemampuanya membayar barang dan jasa tersebut sesuai dengan hukum pasar.



b.      Lingkungan Organisasi
Lingkungan dalam organisasi privat :
·      Lingkungan otorisasi, misal dewan komisaris atau rapat umum pemegang saham yang menentukan pendanaan dan batas – batas wewenang perusahaan. Akan tetapi, tentu saja lingkungan otorisasi pada organisasi privat tidak sekompleks organisasi publik.
·      Proses penciptaan nilai dalam organisasi privat, menitikberatkan proses pengambilan keputusan pada naik-turunya permintaan pasar, sehingga pengambilan keputusan biasanya berlangsung lebih cepat.

 Tabel perbandingan organisasi publik dan privat secara umum

No
Organisasi Publik
Organisasi Privat
1.
Tujuan
laba
non laba
2.
Produk yang dihasilkan
Publics goods
Privat goods
3.
Cara pengambilan keputusan
demokratis
Strategis bisnis
4.
Ukuran kinerja
Social welfare
efisiensi
5.
Misi organisasi
“melakukan kebaikan”
“untung rugi”


      Ciri – Ciri Organisasi Publik dan Privat
            Sekedar perbandingan, kita dapat melihat pendapat Baber mengenai perbadaan organisasi publik dan privat.
1. Organisasi Publik tugasnya lebih kompleks dan ambigu.
2.Organisasi Publik lebih banyak menghasapi masalah dalam implementasi keputusan.
3.Organisasi Publik memperkerjakan lebih banyak pegawai dengan motivasi beragam.
4. Organisasi Publik lebih memperhatikan bagaimana mengamankan peluang/kapasitas yang ada.
5. Organisasi Publik lebih memperhatikan usaha lompensasi kegagalan pasar.
6.Organisasi Publik lebih banyak kegiatan dengan signifikan simbolis lebih besar.
7. Organisasi Publik memegang standar lebih ketat dalam komitmen dan legalitas.
8.  Organisasi Publik lebih fokus menjawab ketidakadilan.
9.Organisasi Publik beroperasi untuk kepentingan publik
10. Organisasi Publik harus menjaga dukungan minimal masyarakat dalam tingkatan.
“Tipe – tipe Organisasi Publik”

Tujuan
Jelas
Tidak Jelas

Hubungan kausal
Pasti
Tidak Pasti
A: Efisiensi Ekonomi
B: Kriteria Judgmental
C: Legitimasi Kelembagaan
D: Legitimasi Kelembagaan

Menurut Sorensen (dalam Elliassen dan Kooiman, 1993:225-6), organisasi publik terbagi dalam empat kategori.
Organisasi publik kategori A adalah organisasi – organisasi publik yang memiliki berbagai tujuan yang terdefinisi secara jelas serta hubungan sebab-akibat yang diketahui dengan pasti dalam memproduksi public goods yang ditugaskan kepadanya. Tipe ini biasanya kita temukan pada perusahaan – perusahaan milik negara.
Organisasi publik kategori B adalah organisasi-organisasi publik dimana tujuan – tujuan yang harus dicapai cukup jelas, tetapi hubungan sebab-akibat dalam proses operasional tidak diketahui dengan pasti. Untuk organisasi publik semacam ini, kita tidak bisa menerapkan ukuran – ukuran kinerja yang semata – mata bersifat ekonomis. Biasanya penilaian kinerja dilakukan melalui pendapat para ahli.
Organisasi publik kategori C adalah organisasi- organisasi publik diman tujuan-tujuan organisasi tidak secara jelas bisa didefinisikan , tetai hubungan sebab akibat dalam kegiatan operasional organisasi dapat ditentukan secara pasti.
Organisasi publik kategori D adalah organisasi-organisasi publik dimana baik tujuan – tujuan organisasi maupun hubungan sebab-akibat operasionalnya tidak dapat ditentukan secara jelas. Di sini tercakup badan-badan pemerintah seperti departemen-departemen, kepolisian, tentara, dan lain lain. Untuk kedua tipe ini, kita tidak bisa menerapkan ukuran –ukuran ekonomis maupun judgmental, melainkan legitimasi kelembagaan.


Read More

Post Top Ad

Your Ad Spot