ariefraihandi
Januari 28, 2016
0
A. NUSYUZ
- Pengertian
Kata nusyuz
dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar (akar kata) dari kata ”نشز- ينشز- نشوزا”
yang berarti: ”duduk kemudian berdiri, berdiri dari, menonjol, menentang atau
durhaka dalam konteks pernikahan, makna
nusyuz yang tepat untuk digunakan adalah “menentang atau durhaka”. sebab makna
inilah yang paling mendekati dengan persoalan rumah tangga.
Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah:
تخا فون عصبيانهن وتعا لبيهن عما اوجب الله عليهن من طا عةال
“mengetahui dan
meyakini bahwa isteri itu melanggar apa yang sudah menjadi ketentuan Allah dari
pada taat kepada suami”
Sedangkan menurut istilah, dalam
kitab Al-Bajuri dikatakan bahwa Nusyuz adalah:
ألنشوز
هو الخروج عن الطا عة مطلقا أو من الزوجة أو من الزوج أو من هما
“nusyuz adalah keluar dari ketaatan (secara umum) dari isteri atau suami atau
keduanya”
Dari
beberapa definisi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang menjadi kewajiban
dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini adalah merupakan pintu pertama
untuk kehancuran rumah tangga. Untuk itu, demi kelanggengan rumah tangga
sebagaimana yang menjadi tujuan setiap pernikahan, maka suami ataupun isteri
mempunyai hak yang sama untuk menegur masing-masing pihak yang ada tanda-tanda
melakukan nusyuz.
2. Macam – Macam Nusyuz
Nusyuz Perempuan / istri
Dalil al-Qur’an mengenai nusyuz
perempuan ini ada misalnya pada surat An-nisa’ ayat 34:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian jika
mereka mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. (An-Nisa’ : 34
Asbab an-uzul ayat ini turun, berkenaan dengan kasus seorang yang memukul
isterinya karena berlaku nusyuz, kemudian dia mengadu kepada Rasulullah Selanjutnya Rasulullah menetapkan hukuman qishas
atas suami tersebut, maka turunlah ayat 114 surat Thaha sebagai teguran kepada
Rasulullah karena keputusan yang “tidak pas”. Maka turunlah ayat an-Nisa’ ayat
34 ini.
Tanda-tanda nusyuz perempuan
(isteri) itu antara lain:
- tidak cepat menjawab suaminya berdasarkan bukan kebiasaan
- tidak nyata atau tidak jelas penghormatan kepada suaminya
- tiada mendatangi suami kecuali dengan bosan, jemu atau dengan muka yang cemberut.
- seorang isteri yang jika diajak untuk berhubungan intim, dia menolak. Akan tetapi, kita harus lebih adil melihat alasan isteri untuk tidak mau berhubungan. Kalau alasannya rasional, seperti sedang sakit, kelelahan atau tidak dalam keadaan siap hatinya, maka suami tidak berhak untuk memaksakan.
Para Imam mazhab yang empat juga mengemukakan beberapa tanda nusyuz isteri
lainnya:
Pertama,
Nusyuz dengan ucapan adalah apabila biasanya kalau dipanggil, maka ia menjawab
panggilan itu, atau kalau diajak bicara dia biasanya bicara dengan sopan dan
dengan ucapan yang baik. Tetapi kemudian dia berubah, apabila dipanggil, maka
ia tidak mau lagi menjawab, atau kalau diajak bicara ia acuh tidak peduli
(cuek) dan mengeluarkan kata-kata yang jelek”.
Kedua, nusyuz dengan perbuatan adalah apabila biasanya kalau diajak tidur, maka
ia menyambut dengan senyum dan wajah berseri. Tapi kemudian berubah menjadi
enggan, menolak dengan wajah yang kecut. Tetapi kalau biasanya apabila suaminya
datang ia langsung menyambutnya dengan hangat dan menyiapkan semua
keperluannya. Tetapi kemudian berubah jadi tidak mau peduli lagi
Dalam kompilasi hukum Islam, soal Nusyuz juga diatur. Beberapa pasal menegaskan
hak dan kewajiban suami dan istri.
Pasal 80
1) suami adalah pembimbing terhadap
isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga
yang penting-penting diputuskan oleh suami dan isteri.
2) Suami wajib melindungi isterinya
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup beruma tangga sesuai dengan
kemampuannya.
3) Suami wajib memberi pendidikan
agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna
dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
4) Sesuai dengan pengahsilannya
suami menanggung :
a. nafkah, kiswah dan tempat
kediaman isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya
perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak.
Pasal 83
1) Kewajiban utama bagi seorang
isteri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang
dibenarkan oleh hukum Islam;
2) Isteri menyelenggarakan dan
mengatur keperluan rumah tangga dengan sebaik-baiknya;
Pasal 84
1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika
ia tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83
ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah;
2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isteriya tersebut pasal
80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan
anaknya.
3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali setelah isteri
tidak nusyuz.
4) Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas
bukti yang sah.
Sayangnya,
dalam Kompilasi Hukum Islam ini tidak dikenal adanya nusyuz yang dilakukan
suami. Padahal Islam jelas menegaskan nusyuz bia dilakukan suami dan isteri.
Bahkan, dalam banyak riwayat dikatakan suami lebih besar peluangnya untuk
melakukan nusyuz.
Cara penyelesaian
Jika isteri melakukan nusyuz, ada beberapa
cara yang bisa ditempuh suami untuk meredakan nusyuz sang isteri. Surat an-
Nisa’ ayat 34 menjelaskan:
“Wanita-wanita yang kamu khawatir nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian jika
mereka mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. (An-Nisa:34)
Bedasarkan ayat tersebut, sekurangnya ada tiga cara menghadapi isteri yang
melakukan nusyuz. :Pertama, menasehati dengan tegas agar ia dapat kembali
menjalankan kewajibannya dengan baik sebagai istri. Peringatan yang diberikan
sepatutnya mengarahkan kepada pemulihan hubungan dalam rumah tangga. Disini
suami dituntut bijaksana dalam perkataan dan perbuatan. Tegas bukan berarti
kasar.
Kedua, berpisah tempat tidur. Cara ini baru dilakukan jika cara yang pertama
tidak mempan. Kalimat “واهجروهن” (pisahkan mereka) dalam surat An-Nisa ayat 34 ditafsirkan
sebagian ulama sebagai tindakan seorang suami tidak melakukan hubungan seksual
atau tidak diajak bicara sekalipun tetap berhubungan seksual. Bisa juga suami
boleh tidur bersama sampai istri kembali taat. Atau tidak didekatkan ranjangnya
dengan isteri
Ketiga, jika cara pertama dan kedua tidak bisa membuat isteri berubah menjadi
taat kepada komitmen bersama dalam membangun rumah tangga, maka jalan terakhir
adalah dengan memukulnya. Akan tetapi pemukulan di sini tidak bisa diartikan
sebagai memukul dengan tangan atau alat secara kasar apalagi melukai.
Nusyuz Laki – Laki / Suami
Allah
SWT berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 128 sbb:
“Dan jika
wanita khawatir tentang nusyuz atau
sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka
walaupun manusia itu menurut tabiatnya adalah kikir. Dan jika kamu bergaul
dengan isterimu dengan baik dan mereka memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap
acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(an-Nisa’ : 128).
Untuk mengetahui maksud ayat diatas, maka kita perlu mengetahui asbab
an-Nuzulnya. Ayat ini turun berkenaan dengan kasus yang menimpa Saudah (isteri
Rasulullah). Ketika beliau sudah tua, Rasulullah hendak menceraikannya, maka ia
berkata kepada Rasulullah:
“Wahai
Rasulullah:”jangan engkau mencerai aku, bukankah aku masih menghendaki laki-laki,
tetapi karena aku ingin dibangkitkan menjadi isterimu, maka tetapkanlah aku
menjadi isterimu dan aku berikan hari giliranku kepada Aisyah ”.
Maka
Rasulullah pun mengabulkan permohonan Saudah. Ia pun ditetapkan menjadi isteri
beliau sampai meninggal dunia Maka
dengan kejadian tersebut, turunlah ayat an-Nisa’ 128.
Nusyuz suami, pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi kewajibannya,
yaitu :
1.Memberikan mahar sesuai dengan permintaan isteri;
2.Memberikan nafkah zahir sesuai
dengan pendapatan suami
3.Menyiapkan peralatan rumah tangga,
perlengkapan dapur, perlengkapan kamar utama seperti alat rias dan
perlengkapan kamar mandi sesuai dengan keadaan dirumah isteri.
4.Menyiapkan pembantu bagi isteri
yang dirumahnya memiliki pembantu;
5.Menyiapkan bahan makanan minuman setiap
hari untuk isteri anak-anak dan pembantu kalau ada
6.Memasak, mencuci, menyetrika dan
pekerjaan rumah;
7.Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga;
8.Membayar upah kepada isteri, kalau isteri meminta bayaran atas semua
pekerjaan.
9.Berbuat adil, apabila memiliki isteri lebih dari satu;
10.berbuat adil diantara anak-anaknya.
Cara penyelesaian
Dalam nusyuz
suami ini yang ditekankan cara penyelesaiannya adalah dengan ishlah (perdamaian),
akan tetapi jika hal ini tidak berhasil maka suami dan isteri harus menunjuk
hakam dari kedua belah pihak. Hakam ini bisa datang dari keluarga, tokoh
masyarakat atau pemuka agama. Bisa juga melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 35 sbb:
“Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka angkatlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam tersebut bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufiq kepada suami isteri itu, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui Lagi Maha Mengenal”.
Apabila dengan cara tersebut masih belum tercapai kata damai, maka hakim boleh
menjatuhkan ta’zir. Ta’zir dari segi bahasa bermakna mendidik atau memperbaiki,
sedangkan menurut istilah, ta’zir adalah mengajarkan adab atau mengambil
tindakan atas dosa yang tidak dikenakan hukuman “had” dan tidak ada “kafarah”.
Seperti nusyuz suami ini.
Adapun bentuk-bentuk ta’zir yang bisa dijatuhkan kepada seseorang yang
melakukan kesalahan yang tidak bisa di “had” dan “kafarah” sepeti dalam kasus
nusyuz suami ini, yaitu sbb:
v pemukulan yang tidak melukai;
v tempelengan yaitu pemukulan dengan keseluruhan telapak tangan;
v penahanan (penjara);
v mencela dengan perkataan;
v mengasingkan dari daerah asal sampai pada jarak tempuh yang
boleh melakukan qasar;
v memecat dari kedudukannya;
Bentuk dan jenis ta’zir ini
diserahkan kepada pemerintah atau pejabat yang berwenang
Apabila
degan jalan ta’zir ini suami masih saja melakukan nuysuz, maka perempuan
(isteri) bisa menempuh jalur hukum juga berupa fasyahk. Hal ini bisa dilakukan
apabila suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan.
3. Akibat Nusyuz
Sebagai akibat hukum dari perbuatan nusyuz menurut jumhur ulama, mereka sepakat
bahwa isteri yang tidak taat kepada suaminya (tidak ada tamkin sempurna dari
isteri) tanpa adanya suatu alasan yang dapat dibenarkan secara syar’i atau
secara ‘aqli maka isteri dianggap nusyuz dan tidak berhak mendapatkan nafkah.
Dalam hal suami beristeri lebih dari satu (poligami) maka terhadap isteri yang
nusyuz selain tidak wajib memberikan nafkah, suami juga tidak wajib memberikan
giliranya. Tetapi ia masih wajib memberikan tempat tinggal.
B. SYIQAQ
1. Pengertian
Kata Syiqaq berasal dari bahasa arab”Syiqaqa” yang berarti sisi; perselisihan;
(al khilaf); perpecahan; permusuhan; (al adawah); pertentangan
atau persengketaan. Dalam bahasa melayu diterjemahkan ddengan perkelahian.
Sayuti thalib mengartikan syiqaq dengan keretakan yang sangat hebat antara
suami istri.
Rumusan definisi di atas, sama dengan rumusan
Irfan Sidqanyang mendefinisikan syiqaq secara terminologis, yakni keadaan
perselisihan yang terus-menerus antara suami istri yang dikhawatirkan akan
menimbulkan kehancuran rumah tangga atau putusnya perkawinan. Oleh karena itu,
diangkatlah dua orang penjuru pendamai(hakam) untuk menyelesaikan perselisihan
tersebut.
Definisi syiqaq menurut fuqaha ialah perselisihan
antara suami istri yang dikhawatirkan akan memutus hubungan perkawinan, untuk
menyelesaikan diangkatlah hakamain.
Dalam penjelasan pasal 76 ayat 1 UU No. 7 tahun 1989 syiqaq diartikan sebagai
perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami istri.
Pengertian syiqaq yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan tersebut
sudah memenuhi pengertian yang terkandung dalam Surat An Nisa’ ayat 35.
Pengertian dalam undang-undang ini mirip dengan apa yang dirumuskan dalam penjelasan
pasal 39 ayat 2 huruf f UU No.1 tahun 1974 jis pasal 19 huruf f PP No.9 tahun
1975, pasal 116 kompilasi hukum islam ;”antara suami, dan istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga.”
2. Cara penyelesaian
1. Ketika permasalahan yang dihadapi
suami istri masih menemukan jalan buntu, maka perlu dihadirkan dua orang dari
pihak suami maupun istri yang disebut hakamain. Bisa jadi kedua orang tersebut
dari kalangan keluarga mereka dan boleh juga memang hakim yang diberikan
wewenang pemerintah untuk bertugas sebagai penengah perkara yang tengah
dihadapai oleh suami maupun istri.
2. Apabila tidak ditemukan lagi jalan
keluar, sedangkan seluruh usaha dan cara sudah dilakukan, maka di saat itu
seorang suami diperkenankan memasuki jalan terakhir yang dibenarkan oleh Islam,
sebagai suatu usaha memenuhi panggilan kenyataan dan menyambut panggilan
darurat serta jalan untuk memecahkan problema yang tidak dapat diatasi kecuali
dengan berpisah yakni dengan thalaq/cerai.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa :
- Nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan menentang atau membandel atas kehendak suami. Begitu pula sebaliknya. Tentu saja sepanjang kehendak tersebut tidak bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak tersebut bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka suami/istri berhak menolak. Dan penolakan tersebut bukanlah termasuk nusyuz ( durhaka ).
- Macam-macam nusyuz adalah nusyuznya istri terhadap suami dan nusyuznya suami terhadap istri
- Jika terjadi nusyuz, maka penyelesaiannya, pertama dengan nasihat, kedua dengan hijrah tempat tidur (mendiamkannya, bukan berarti pisah ranjang), ketiga dengan pukulan ringan selain wajah dan bagian kepala.{apabila yang melakukan nusyuz adalah istri}. Sedangkan apabila yang melakukan nusyuz adalah suami, maka cara penyelesaiannya adalah dengan istri yang mengajak suami bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah tersebut baik-baik. Apabila tidak bisa, maka jalan yang kedua adalah mengahdirkan hakam dari pihak suami dan istri untuk berunding.
- Syiqaq adalah putusnya ikatan perkawinan. Hal tersebut mungkin timbul disebabkan oleh prilaku dari salah satu pihak.
- Cara menyelesaikanya adalah dihadirkan dua orang dari pihak suami maupun istri yang disebut hakamain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Gozi , Ali Ibnu Qasim. Al-Bajuri,juz
II
Al-Qurthubi, Abu Adillah bin
Muhammad. Jami’ ahkami Qur’an jilid III. Bairut: Dar Al-Fikr
Al-Thabary, Abu Ja’far. Jami’
al-Bayan ‘An Ta’wil ‘Ayil Qur’an, Jilid V.
As-Syuti Jalaluddin. Al-Durru
Al-Mansyur. Bairut:Dar al-Fikr
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an
dan Terjemahannya. Semarang: CV. Toha.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an
dan Terjemahannya. PT. Sari Agung
Mukhtar, Kamal. 1993. Asas-asas
Hukum Islam Tentang Perkawinanan, Cet. III. Jakarta: Bulan Bintang
Munawir, Ahmad Warsan. 1994. Kamus
Arab Indonesia. Yogyakarta:Pustakan progresip
Thalib, Sayuti. 1986. Hukum
Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: UI Press