ariefraihandi
Januari 27, 2016
0
A.
Sejarah Berdirinya DAULAH ABBASIYAH
Kekuasaan dinasti Abbasiyah atau khalifah abbasiyah, sebagaimana melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah. Dinamakan bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturun al- abbas pamannya Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh oleh Abdullah Al-Saffan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-abbas. Kekuasaan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintah yang diterapkan berbeda-beda
Menjelang akhir daulah Umayyah I, terjadinya bermacam macam
kekacauan yang antara lain disebabkan:
1.
Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim
pada umumnya.
2.
Meresahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka
tidak diberikan kesempatan dalam pemerintahan.
3.
Pelanggaran terhadap ajaran islam dan hak-hak asasi manusia dengan
cara terang-terangan.
Oleh
karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan
gerakan rahasia untuk menumbangkan daulah Umawiyah. Gerakan ini menghimpun:
a.
Keturuna Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b.
Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim Al-Iman;
c.
Keturunan bangsa Persia pemimpinnnya Abu Muslim Al-Khurasany;
Mereka memutuskan kegiatannnya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada
tahun 132H/750 M tumbanglah daulah Umawiyah dengan terbunuhnya marwan mulailah
berdirinya daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah Bin
Muhammad, dengan gelar Abu Al-Abbas Al-Saffah, pada tahun 132-136H /750 -754 M.
Antara daulah Umawiyah dan daulah Abbasiyah terdapat beberapa
perbedaan:
1)
Umawiyah masih mempertahankan dan mengagungkan ke Araban murni,
baik Khalifah atau pegawai dan rakyatnya. Akibatnya, terjadilah semacam kasta
dalam negara yang masih Arab murnimenduduki kelas tertinggi di samping
keturunan campuran dan orang asing yang disebut Mawali. Abbasiyah tidak seketat
itu lagi, hanya khalifah yang dari Arab sehingga istilah Mawali lenyap, bahkan
para menteri, gubernur, panglima dan pegawai diangkat dari golongan Mawali,
terutama keturuna Persia.
2)
Ibu kota Umawiyah, Damaskus, masih bercorak adat jahiliyahyang ditaburi
oleh kemegahan Byzantium dan Persia. Sedangkan ibu kota Abbasiyah, Baghdad,
sudah bercelup Persia secara keseluruhan dan dijadikan kota Internasional.
3)
Umawiyah bukan keluarga Nabi, sedangkan Abbasiyah mendasarkan
kekhalifahan pada keluarga (Abbas adalah paman Nabi). Pada awal pergerakannya
mereka membentuk gerakan Hasyimiyah yang menghimpunkan keturunan bani Hasyim
yang terdiri dari Alawiyah dan Abbasiyah, walaupun pada akhirnya yang menjadi
khalifah adalah keturunan Abbas sedangkan keturunan Ali ditindas.
4)
Kebudayan Umawiyah masih bercorak Arab jahiliyah dengan kemegahan
bersyair dan berkisah. Sedangkan kebudayaan Abbasiyah membuka pintu terhadap
samua kebudayaan yang maju sehingga berasmilasilah kebudayaan Arab, Persia,
Yunani dan Hindu.
5)
Khalifah Umawiyah gemar kepada syair dan kasidah seperti zaman
kemegahan kesusasteraan Arab jahiliyah. Sedangkan khalifah Abbasiyah, terutama
pada masa Abbasiyah I, gemar kepada ilmu pengetahuan akibatnya ilmu pengetahuan
menjadi pesat dan bahkan mencapai masa keemasan.
Pada
masa daulah Abbasiyah berkali-kali terjadi perubahan corak kebudayaan Islam
sesuai dengan terjadinya perubahan di bidang politik ekonomi dan sosial:
1.
Masa Abbasiyah I, semenjak lahirnya daulah Abbasiyah tahun 132
H/1750 M sampai meninggalkan khalifah Al-Wasiq tahun 232 H/847 M.
2.
Masa Abbasy II tahun 232-334 H/847-946 M mulai khalifah
Al-Mutawakkil sampai berdirinya daulah Buwaihi di Baghdad.
3.
Masa Abbasy III tahun 334-447 H/946-1055 M, dari berdirinya daulah
Bawaihi sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad.
4.
Masa abbasy IV tahun 447-656 H/1055-1258 M dari masuknya
orang-orang Saljuk ke Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pemimpin Hulagu.
Politik
yang dijalankan oleh daulah Abbasiyah I:
1.
Kekuasaan sepenuhnya dipegang olehg khalifah yang mempertahankan
keturunan Arab murni dibantu oleh Wazir, Menteri, Gubernur dan para panglima
beserta pegawai-pegawain yang berhasil dari berbagai bangsa dan pada masa ini
yang sedang banyak di angkat dari golongan Mawali turunan Persia.
2.
Kota Baghdad sebagai ibu kota sebagai ibu kota negara, menjadi kegiatan
politik, sosial, dan budaya dijadikan sebuah kota internasioanal yang terbuka
untuk seluruh bangsa dan keyakinan sehingga berkumpullah disana bangsa-bangsa
Arab, Turki, Persia, Romawi, Qibthi, Hindi, Kurdi, dan sebagainya.
3.
Ilmu pengetahuan di pandang sebagai sesuatu yang sangat pentingdan
mulia, para khalifah dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan
seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan para khalifah
sendiri pada umumnya adalah ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana dan
memuliakan pujangga.
4.
Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan
pikiran dibebaskan benar-benar dari belenggu taklid, kondisi yang menyebabkan
orang sangat leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang termasuk aqidah,
filsafat, ibadah, dan sebagainya.
5.
Para menteri turunan Persia diberikan hak penuh dalam menjalankan
pemerintahan sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina Tamadun
Islam. Mereka sangat mrncintai ilmu dan mengorban kekayaannya untuk
meningkatkan kemerdekaan rakyat dan memajukan ilmu pengetahuan.
B.
Khalifah Bani Abbasiyah
Masa proode
Abu-Al-abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M
sampai 754 M. Karena itu pembina abu sebenarnya dari daulah Abbasiyah adalah
Abu Ja’far Al-Manshur (754-775). Dia dengan kersa menghadapi lawannya dari Bani
Umayyah, Khawarij, Dan Juga Syi’ah yang merasa di kucilkan dari kekuasaan.
Pada awalnya
ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat dengan Kuffah. Namun, untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Al-Manshur
memindahkan ibu kota negara ibu kota yang baru di bangunnya, Baghdad, dekat
bekas ibu kota Persia, Catresiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat
pemerintahan dinasti Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu
kota baru ini Al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahan. Dia
mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan
dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama
diangkat adalah Khalid bin Barmark, berasal dari Balk, Persia. Juga membentuk
lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping
membenahi angkatan bersenjata. Dia juga menunjuk Muhammad ibn Abd Al-Rahman sebagai hakim pada lembaga
kehakiman negara.
Khalifah
manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan
diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di
antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota
Malatia, wilayah Coppadoci, dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
C.
Periode Daulah Abbasiyah
a.
Priode Pertama (750-847)
Sebagaimana telah kita ketahui daulah Abbasiyah didirikan oleh ibnu
Abbas yang sekaligus pendiri dinasti Abbasiyah dikatakan demikian dan dalam
daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain. Ternyata dia tidak lama dia
berkuasa hanya pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh Abu Ja’far
al-Mansyur untuk menunjang langkah menuju masa kejayaan diambil beberapa
kebijakan oleh khalifah baru itu seperti memindahkan ibu kota ke Baghdad kota
baru yang indah itu yang dibangun di tepi aliran sungai Tigris Efrat sengaja
dibangun untuk menjadi ibu kota daulah Abbasiyah. Pada periode pertama,
pemerintah Bani Abbas mencapai masa keemasan.
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik Dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tinggi. Priode ini juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam.
Namun menurun priode ini terakhir, pemerintah Bani Abbas mulai menurun bidang
politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
b.
Periode Kedua (232 H/ 847 M-334 H/ 945 M)
Kebijakan khalifah al-Mu’tasim (833-842) untuk memilih anasif Turki
dalam ketentaraan kekhalifahan Abbasiyah terutama di latar belakangi oleh
persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun. Di masa
al-mu’tasim (833-842 M) dan khalifah sesudahnya, al-Wasiq (842-847) mereka mampu
mengendalikan mereka. Akan tetapi khalifah al-Mutawakkil (847-861) yang
merupakan awal dari priode ini adalah seorang khalufah yang lemah. Pada masanya
orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat setelah al-Mutawakkil
wafat mereka telah memilih dan mengangkat khalifah sesuai dengan ke\ehendak
mereka dengan demikian bani Abbasiyah tidak mempunyai kekuasaan, meskipun
resminya merekalah penguasa.
Usaha
untuk melepaskan dari dominasi tentara Turki itu selalu gagal. Adanya
persaingan internal di kalangan tentara Turki, mereka memang mulai lemah.
Mulailah khalifah ar-Radi menyerahkan kekuasaan kepada Muhammad bin
Raiq, Gubernuh Wasiq dari Bashrah. Disamping itu, Kilalifahi memberikan gelar amirul
umara (panglima para panglima). Meskipun dmikian keadaan bani Abbas tidak
menjadi lebih baik dari 12 khalifah pada priode ini hanya 4 orang yang wafat
wajar, sedangkan selebihnya kalau tidak dibunuh, mereka digulingkan dengan
paksa.
Pemberontakan
masih bermunculan pada priode ini seperti pemberontakan Zanj di daratan rendah
Iraq Selatan dan pembrontakan karamitah yang berpusat di Bahrain. Namun bukan
itu semua yang menghambat upaya mewujudkan kekuasaan kesatuan politik daulah
Abbasiyah.
c.
Periode Ketiga
Posisi daulah Abbasiyah yang berada dibawah kekuasaan bani Buaihi
merupakan ciri utama priode ketiga ini keadaan khalifah sangat buruk ketimbang
dimasa sebelumnya. Lebih-lebih karena bani Buaihi menganut aliran Syi’ah.
Akibatnya kedudukan khalifah tidak lebih setiap pegawai yang diperintah dan
diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi membagi kekuasaannya menjadi tiga
saudara.
Ali
menguasai wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan menguasai wilayah bagian
utara dan Ahmad menguasai wilayah al-Ahwaz, Wasit, dan Baghdad. Dengan demikian
Baghdad pada periode ini tidak lagi merupakan pusat pemerintahan Islam. Karena
telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa Ali bin Buwaihi yang memiliki kekuasan
bani Buwaihi.
d.
Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/1199 M)
Priode keempat ini ditandai oleh kekuasaan bani Seljuk dalam daulah
Abbasiyah. Kehadiran bani seljuk diatas ”undangan” khalifah untuk melumpuhkan
kekuatan bani kewibawaannya dalam bidang Agama sudah kembali setelah beberapa
lama dikuasai oleh orang-orang syi’ah.
e.
Peiode Kelima (590/1199 M-656 H/1258 M)
Telah terjadi perubahan besar-besaran dalam kekhalifahan Abbasiyah
dalainim priode kelima ini. Pada priode, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada
di bawah kekuasaan dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya
di Baghdad dan disekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan
kelemahan politiknya. Pada masaa inilah datang tentara Mongol dan Tartar menghancurkan
baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1258 M.
Faktor-faktor yang membuat daulah Abbasiyah menjadi lemah dan
kemudian hancur dapat di kelompokkan menjadi faktor-faktor intern dan ekstrn
diantara faktor-faktor intrn adalah:
1.
Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang
terhimpun dalam daulah Abbasiyah terutama Arab, Persia, dan Turki.
2.
Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada dan berkembang menjadi
petumpahan darah.
3.
Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial
yang berkepanjangan.
4.
Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian sebagai bentrokan
politik.
Sedangkan faktor-faktor ekstrn yang terjadi adalah:
1.
Berlangsungnya perang salip yang berkepanjangan dalam beberapa
gelombang. Dan yang paling menentukan adalah
2.
Sebuah pasukan Mongol dan Tarta di pimpi oleh Hulagu Khan yang
berhasil menjarah semua Persia baik kekuasaan maupun pusat ilmu yaitu
perpustakaan Dibaghdad.
D.
Perkembangan ilmu pada masa Abbasiyah
Abad X masehi
disebut abad pembangunan daulah Islam dimana dunia Islam mulai, dan Cordoba
Spanyol sampai ke Multan Pakistan meluasnya pembangunan di segala bidang,
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dunia Islam pada
waktu itudalam keadaan maju, jaya, makmur sebaliknya dunia baratmasih dalam
keadaan gelap, bodoh, primitif. Dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan
dilaboratorium dan observasi.
Dunia barat
masih sibuk dengan jampi-jampi dan dewa-dewa. Hal ini disebabkan agama yang
dibawa Nabi Muhammad telah menimbulkan dorongan untuk menumbuhkan suatu
kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan
terciptanya ilmu-ilmu pengetahaun lapangan agama (Ilmu Aqli), bermunculanlah
ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudian ketika Islam keluar dari Jazirah
Arab, mereka menemukan pembendaharaan Yunani. Dorongan dari agama ditambah
pengaruh dari pembendaharaan Yunani menimbulkan dorongan untuk munculnya
berbagai ilmu pengetahuan di bidang akal (Ilmu Aqli).
Dikatakan
pembendaharaan Yunani karena pada waktu Islam datang, Ilmu Yunani sudah mati
yang tinggal hanyalah buku-bukunya saja. Ketika Islam sampai Byzantium, Persia,
dan lain-lain, mereka tidak lagi menjumpai ilmu Yunani dipelajari orang, yang
didapati hanyalah tabib Yunani, perkembangan baru tidak di perolehi lagi.
Diceritakan asal
mula kedatanga kebudayaan Yunani adlah filosof-filosof yunani yang lari
dinegaranya karena di kejar-kejar oleh rajanya akibat perbedaan madzhab.
Sebenarnya merekalah penyusun ilmu
secara sistematis, namun ketika yunani dijajah bangsa romawi, raja-rajanya yang
berbangsa Kristen tidak mentolerir. Masa raja konstanti agung (wafat 366M)
perpustakaan yang didirikan oleh raja perbeku yang liberal, dibubarkan atau
dimusnahkan, pengetahuan dianggap sebagai sihir yang dikutuk, filsafat dan ilmu
dibasmi.
Kaisar Yustinius
pada tahun 529 M menutup sekolah filsafat yang masih ada pengajarnya diusir.
Sarjana itu kemudian lari ke Persia dan mendapatkan kedudukn terhormat di
istana Kisra Anusirwan (531-578 M) dan aliran filsafat neo Plato yang mereka
bawa diterima baik. Didirikanlah di Yunde Sahpur sebuah perguruan tinggi,
dimana sarjana itu mengajar bermacam ilmu, antara lain kedokteran dan filsafat.
Sekolah ini berurat dan berakar dikota ini sampai berdirinya daulah Abbasiyah,
seperti halnya Harran menjadi pusat kegiatan Yunani di Irak, dimana penduduknya
berbicara bahasa Arab.
Gerakan
membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh Khalifah Ja’far al-Mansur
setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H-762 M) dan menjadikan sebagai ibu
kota negara. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dan berbagai daerah untuk
datang dan tinggal di Baghdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama,
seperti fiqih, tafsir, tauhid,hadis, atau ilmu lain seperti ilmu bahasa dan
ilmu sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah penterjemahan
buku yang berasal dari luar.
1.
Perkembangan Ilmu Naqli
Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Quran dan
Hadis), yaitu yang berhubungan dengan agama Islam. Ilmu ini mulai disusun dasar
perumusannya pada sekitar 200 tahun setelah hijrah Nabi sehingga menjadi ilmu
yang kita kenal sekarang. Ilmu-ilmu itu antara lain:
a.
Ilmu Tafsir
Al-Quran adala sumber dari agama Islam. Oleh karena itu segala
perilaku umat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa
Arab memahami arti yang terkandung didalamnya. Sebab untuk memahami suatu kitab
tidak cukup hanya mengerti bahasanya saja tetapi diperlukan keseimbangan taraf
pengetahuan antara buku yang dibaca dengan pembacanya. Maka bangunlah para
sahabat untuk menafsirkannya. Yang pertama antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu
Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Ubai ibn Ka’ab. Cara saabat-sahabat ini
menafsirkan ialah denagn menafsirkan ayat dengan hadis atau atsar atau kejadian yang mereka saksikan
ketika ayat itu turun. Sesudah itu bangun para tabi’in yang mengambil tafsir
para sahabat tersebut diatas.
Tafsir pada masa ini
ditambah dengan cerita Israiliyat. Terahir bangunlah para mufasir dengan cara
menyebutkan satu ayat kemudian menerangkan tafsirnya yang diambil dari shabat
dan tabi’in. Tafsir yang seperti ini yang termasyhur diantaranya tafsir Ibnu
Jarir At-Tabary. Kemudian ketika kebangunan ilmumpengetahuan menuncak maka
mempengaruhi pula ilmu penafsiran Al-Quran. Tafsir pda masa ini mencakup segala
ilmu yang ada baik mengenai aliran keagamaan, peraturan tentang hukum, ataupun
ilmu lainnya yang terkandung di dalamnya seperti tafsir Abu Yusuf Abu Salman
al-Kuswani. Dengan demikian dari tafsir yang ada cara penafsirannya ada dua
macam:
· Tafsir bil
ma’sur, yaitu memikirkan Al-Quran dengan hadis Nabi.
· Tafsir bil
ra’yi, yaitu penafsiran Al-Quran dengan mempergunakan akal dengan memperluas
pemahaman yang terkandung didalamnya.
b.
Ilmu Hadis
Hadis
adalah sumber hukum Islam setelah Al-Quran. Karena kedudukannya itu, maka
setiap abad umat Islam selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Usaha
pelestarian dan pengembangannya terjadi pada dua periode besar: masa
Mutaqaddimin dam masa Mutaakhirin.
Usaha
Mutaqaddimin dapat dibagi menjadi beberapa shop:
1)
Masa Turunnya Wahyu.
2)
Masa Khullafau ar-Rasyidin (12-40 H)
3)
Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in (40 H- akhir abad 1 H)
4)
Masa Pembukuan Hadits (awal-akhir abad ke II H)
5)
Masa Pentasihan dan Penyaringan Hadits (awal-akhir abad III)
Usaha
pelestarian masa mutaakhirin menjadi beberapa tahap yang masing-masing
mempunyai ciri sendiri:
1.
Abad keempat Hijriyah
2.
Abad kelima sampai abad ketujuh para ulama hanya berusaha untuk
memperbaiki susunan kitab
c.
Ilmu Kalam
Lahirnya
ilmu Kalam karena dua faktor:
1.
Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya
musuh memakai senjata itu.
2.
Karena semua masalah termasuk masalah agama telah dikisar dari pola
rasa kepada pola akal dan ilmu.
d.
Ilmu Tasauf
Ilmu Tasauf adalah ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman
Abbasiyah. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, serta bersunyi diri
beribadah. Dalam sejarah sebelumnya timbul aliran Tasauf terlebih dahulu muncul aliran Zuhud.
Di Basrah sebagai kota yang tenggelam dalam kemewahan, aliran Zuhud
mengambil corak lebih ekstrim sehingga akhirnya meningkat kepada ajaran mistik.
Zahid-Zahid yang terkenal disini adalah Hasan al-Bashri (110 H) dan Rabiah
al-Adawiyah (185 H).
Dari kedua kota ini aliran Zuhud pindah ke kota lain. Di Persia
(Khurasan) muncul Ibrahin bin Adhaya (162 H) dan muridnya Syafiq al-Baighi (194
H). Di Madinah muncul Ja’far al- Sidiq (148 H).
e.
Ilmu Bahasa
Dalam masa Abbasiyah ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan
suburnya karena bahasa Arab yang semakin dewasa dan menjadi bahasa
Internasional. Ilmu bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh. Yang dimaksud
dengan ilmu Bahasa adalah nahwu, sharafi
ma’ani, bayan, bad’arudh, qamus dan insya.
Kota- kota Bashrah dan Kuffah merupakan pusat pertumbuhan dan
kegiatan ilmu lughah. Keduanya berlomba-lomba dalam bidang tersebut ssehingga
terkenal sebutan aliran Bashrah dan Kuffah. Masing-masing penduduknya merasa
bangga dengan alirannya. Aliran Bashrah lebih banyak terpengaruh dengan mantik
dibandingkan dengan aliran Kuffah. Dalam zaman ini di ciptakan kitab-kitab yang
bernilai ilmu nahwu, sarafi ma’ani, arrudh, qamus, dan ilmu maqarnad. Diantara
ulama-ulama termsyhur dalam masa ini:
1.
Sibawaihi, wafat 153 H
2.
Muaz al- Harro (wafat, 187 H) yang mula-mula membuat tahrif.
3.
Al-Kasai (wafat, 190 H) mengarang kitab tata bahasa
4.
Abu Usman al-Maziny (wafat 249 H) karangannya banyak tentang nahwu.
f.
Ilmu Fiqh
Zaman Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamadun Islam telah
melahirkan ahli-ahli hukum yang tersohor dalam sejarah Islam dengan kitab-kitab
fiqh yang terkenal sampai sekarang. Para fuqaha yang lahir dizaman ini terbagi
dua aliran: ahli hadits dan ahli ra’yi.
Ahli hadits adalah aliran yang mengarang yang berdasarkan hadits.
Pemuka aliran ini adalah imam Malik dengan pengikut pengikutnya, pengikut imam
Syafi’i, pengikut Sufyan, dan pengikut imam Hambali.
Ahli ra’yi adalah aliran yang mempergunakan akal dan pikiran dalam
menggali hukum. Pemuka aliran ini adalah Abu Hanifah dan teman-temannya fuqaha
dari Iraq.