Knowledge Is Free: TAFSIR

Hot

Sponsor

Tampilkan postingan dengan label TAFSIR. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TAFSIR. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Februari 2021

Makalah Tafsir Muqarrin (doc)

Februari 21, 2021 0



Pengertian Tafsir Muqarrin

Secara etimologi tafsir berasal dari akar  kata al-fasr yang berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata at-tafsir berarti  menyingkap maksud sesuatu lafadz yang musykil. Dan menurut istilah banyak pendapat ulama dalam mendefinisikannya diantaranya adalah:

Al-Zarkasy dalam Al- Burhan mendefinisikan tafsir sebagai berikut :

اﻋﻟﻢ ﯦﻌﺭﻑ ڊﻪ ﻔﻬﻡ ﻜﺗﺍﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻠﻣﻧﺯﻞﻋﻟﻰ ﻧﺑﻴﮫ ﻣﺤﻣد ﺼﻟﻰ ﺍﻠﻟﮫ ﻋﻟﻳﮫ ﻮﺴﻟﻢ
ﻮبيان معاﻧﻴﮫ  واستخراج احكامه و حكمه.

“Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah ( Al-Quran )  yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad Saw serta menerangkan makna Alquran dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.”
Al – Jurjaniy berkata:

التفسير في الاصل الكشف والاظهار, وفي الشرعي توضيخ معني الاية, شأنها
وقصّتها والسبب الذي نزلت فيه بلفظ او يدل عليه دلالة ظاهرة.

“Tafsir pada asalnya adalah membuka dan menzahirkan. Pada istilah syara’ ialah menjelaskan makna ayat, urusannya, kisahnya dan sebab yang karenanya diturunkan ayat, dengan lafaz yang menunjuk kepadanya secara jelas.”

Secara etimologis kata muqarin adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari kata qarana, maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan tafsir muqarin adalah tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, atau atara ayat dengan hadits, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.


Dari segi bahasa metode barasal dari dua kata yaitu meta dan hodos. Meta berati melalui dan hodos berarti cara atau jalan. Dalam bahasa inggris kata metode (method) dan dalam bangsa Arab menerjemahkannya dengan tariqat dan manhaj. Sedangkan dalam kamus besar bahasa indonesia yakni cara teratur yang dilakukan untuk melakukan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelakasanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

Tafsir dapat dibagi menjadi tiga jenis:

Tafsir riwayat

Tafsir riwayat sering juga disebut dengan istilah tafsir naql atau tafsir ma'tsur. Cara penafsiran jenis ini bisa dengan menafsirkan ayat al-Quran dengan ayat al-Quran lain yang sesuai, maupun menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan nash dari as-Sunnah. Karena salah satu fungsi as-Sunnah adalah menafsirkan al-Quran

Tafsir dirayah

Tafsir dirayah disebut juga tafsir bi ra'yi. Tafsir dirayah adalah dengan cara ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat.

Tafsir dirayah bukanlah menafsirkan al-Quran berdasarkan kata hati atau kehendak semata, karena hal itu dilarang berdasarkan sabda nabi:

"Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja niscaya ia harus bersedia menempatkan dirinya di neraka, dan siapa saja yang menafsirkn al-Quran dengan ra'yunya (nalar) maka hedaknya ia bersedia menempatkan diri di neraka." (HR. Turmudzi dari Ibnu Abbas)

"Siapa yang menafsirkan al-Quran dengan ra'yunya kebetulan tepat, niscaya ia telah melakukan kesalahan." (HR. Abi Dawud dari Jundab).

Hadis-hadis di atas melarang seseorang menafsirkan al-Quran tanpa ilmu atau sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syariat seperti nahwu, sharaf, balaghah, ushul fikih, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, tafsir dirayah ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara', jauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks al-Quran.

Mufassir

Seorang mufassir adalah seorang yang mengartikan sebuah ayat dalam arti yang lain/arti yang mirip.
Read More

Rabu, 27 Januari 2016

TAFSIR SURAT AL-QASHAS 27 TENTANG ANAK WANITA YANG MEMINTA AYAHNYA AGAR MEMINANGKAN ANAK LELAKI KEPADANYA

Januari 27, 2016 0



  Seorang anak perempuan meminta Ayahnya untuk meminang laki-laki
QS. Al-Qashas 27
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَىَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ وَمَآأُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّالِحِينَ {27}


Berkatalah dia (Syu'aib):"Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik". (QS. 28:27)



Tafsirannya :
ابنتي   : Dua orang anak perempuan
تأ جرنى : Kamu menjadi pekerjaan yang aku sewa untuk mengembala kambing ku
حجج : Tahun- tahun
Para mufassir berikhtilaf mengenai laki-laki ini ada yang mengatakan dia adalah Nabi Syuaib a.s ada pula yang mengatakan orang itu adalah saudara Syu’aib yang bernama Tsairun. Namun, pendapat yang masyhur di kalangan para ulama ialah yang pertama. Thabrani meriwayatkan dari Salamah bin Sa’ad al-Ghazi yang menjadi utusan untuk menghadap Rasulullah maka beliau bersabda kepadanya[1],
Selamat datang kaum syuaib dan dua orang saudara musa. Allah telah memberimu hidayah  
Firman Allah Ta’ala salah seorang di antara kedua wanita itu berkata “Hai bapak ku, pekerjakanlah dia. Sesungguhnya orang yang paling baik untuk engkau pekerjakan adalah orang yang kuat dan jujur” sang ayah berkata kepada anaknya ini” apa dasarnya kamu mengatakan demikian? “ Dia menjawab “Dia dapat mengangkat batu yang hanya dapat di angkat oleh sepuluh orang laki-laki. Dan ketika aku berjalan bersamanya, sedang aku berada di depannya, dia berkata kepadaku “ Berjalanlah di belakang ku. Jika aku salah jalan lemparkanlah batu krikil ke arah jalan yang benar agar aku tidak tersesat.
            Ayat ini menceritakan tentang pertemuan yang pertama kali antara Nabi dan Musa dengan Syua’ib di Mdyan. Pada waktu itu, langsung Nabi syuaib menawarkan salah seorang dari  dua putrinya kepada nabi musa untuk di jadikan istri. Dengan kata lain, pinangan di majukan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki.
Pinangan seperti itu adalah suatu sunnah yang berlaku sejak zaman dahulu dan berlaku pada zaman nabi-nabi, seperti yang di kisahkan oleh ayat ini. Yakni terhadap laki-laki soleh dan baik, sunnah membolehkan pinangan itu datangnya dari pihak perempuan. Peristiwa seperti ini pernah dilakukan juga oleh sahabat-sahabat di zaman rasulullah SAW.
            Imam syafi’i berkata Allah menyebutkan bahwa seorang Nabi diantara para Nabi-Nya telah mempekerjakan dirinya selama beberapa tahun sebagai ganti dari mahar isrtinya. Lalu Allah menunjukkan kebolehan (kehalalan) sewa-menyewa. Dia juga menetapkan sewa-menyewa itu boleh di langsungkan beberapa tahun. Jika seseorang pekerjakan orang lain tanpa ada hitungan tahun, hal ini termasuk bentuk sewa-menyewa yang dibolehkan. Ada yang berpendapat bahwa dia (Nabi Syu’aib) mempekerjakan Nabi Musa sebagai pengembala kambing.
            Imam Syafi’i berkata “ Mahar itu adalah sesuatu yang berharga, dan setiap sesuatu yang berharga dapat di jadikan mahar. Allah swt membolehkan setiap mahar itu dalam bentuk sewa menyewa yang di jelaskan di dalam kitab-Nya. Kaun Nabi muslimin juga membolehkannya. Allah juga menuturkannya kisah Nabi Syu’aib dan Nabi Musa. Lalu kisah ini di tafsirkan dalam sebuah hadits tentang Umar bin Khattab yang menawarkan hafsah putrinya untuk Abu Bakar dan usman tapi keduanya menolak akhirnya hafsah di nikahi oleh Nabi Saw.
Hafshah binti ‘Umar. Ia merupakan salah seorang putri Umar bin Khaththab. Khunais bin Hudzafah, suami Hafshah syahid di medan perang Badar. Hafshah yang menjanda kemudian ditawarkan Umar kepada Utsman bin Affan yang kebetulan sedang ditimpa musibah kematian istrinya, akhirnya memutuskan minta maaf. Kemudian Umar menawarkan kepada Abu Bakar, namun ia tidak menjawab tawaran itu hingga membuat Umar tidak sabar karena menunggu keputusan yang tak kunjung datang. Riwayat lengkapnya seperti berikut :
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُحَدِّثُ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ حِينَ تَأَيَّمَتْ حَفْصَةُ بِنْتُ عُمَرَ مِنْ خُنَيْسِ بْنِ حُذَافَةَ السَّهْمِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا تُوُفِّيَ بِالْمَدِينَةِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Salim bin Abdullah bahwa dia mendengar Abdullah bin Umar ra, bercerita, bahwa Umar bin Khattab berkata ketika Hafshah binti Umar menjanda dari Khunais bin Hudzafah As Sahmi -ia termasuk  di antara sahabat Rasulullah Saw yang ikut serta dalam perang Badr dan meninggal di Madinah-, Umar berkata, Maka aku datangi Usman bin 'Affan dan kutawarkan Hafshah kepadanya.
عن ابن عمر لما تأ يمت حفصة بن خذافة خنيسس السهمى قال عمر لعثمان : إن شئت أنكحك حفصة بنت عمر وكذلك قال لأبي بكر , لكنهما امتنعا لأن النبي ص.م ذكرها بخير , فلم يفشيا سره وفهما أنه يريد الزواج بها  
Adapun kisah dari hafsah disini menggambarkan bahwa sanya seorang ayah itu sangat menjaga dan memperhatikan anaknya terutama anak perempuan di karena perempuan itu memiliki sifat yang dan lemah dan lembut sehingga butuh terhadap perlindungan. Dan dalam sudut pandang yang lain dalam mencarikan pasangan hidup orang tua terutama ayah itu memiliki peranan yang besar dalam memilih atau melihat calon suami untuk si anaknya.
Dan di dalam keriteria nya dalam melihat atau dalam memlihkan calon suami untuk anaknya yaitu seorang yang mampu menggantikan peranan si ayah yaitu untuk melindungi dan menjaga anaknya, maka di dalam surat Al-Qashas di atas seorang ayah yang bernama syu’aib berkata kepada seorang pemuda ia memiliki maksud untuk menikahkan pemuda tersebut dengan salah satu dari kedua anak perempuan beliau dan ayah tersebut memiliki ketentuan yaitu untuk mempekerjakan pemuda tersebut dalam artian disini ayah tersbut ingin melihat bagaimana sikap pemuda tersebut apakah ia bertanggung jawa, jujur, amanah dan mampu terpercaya untuk menjaga anak perempuannya tersbut. 







[1].  
Read More

Rabu, 06 Januari 2016

MAKALAH TAFSIR SURAT AZ-ZARIYAT /51: 28 TENTANG ANAK YANG PINTAR DALAM HAL AGAMA DIDALAM ALQURAN

Januari 06, 2016 0





BAB II
PEMBAHASAN
A.    TAFSIR SURAT ADH-DHARIYAT/51: 28
فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةًۖ قَالُواْ لَا تَخَفْۖ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ

a.      Ma’na al-Mufradat
فَأَوْجَسَ     : Menyembunyikan
خِيفَةً           : Rasa takut
بَشَّرُوهُ      : Menyampaikan kabar gembira
b.      Tarjamah
Dan dia menyembunyikan rasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, janganlah engkau takut. Dan mereka menyampaikan kabar gembira kepadanya dengan seorang anak yang alim.


B.     Tafsir al-Ayat
Maka dia yakni Nabi Ibrahim  menyembunyikan rasa takut yang hinggap di hatinya terhadap mereka[1]. Melihat sikap Nabi Ibrahim itu, Mereka yakni para tamu yang pada hakikatnya adalah malaikat yang memang tidak memiliki kebutuhan fa’ali (makan, minum dan hubungan seks) berkata, (menenangkan Nabi Ibrahim) “janganlah engkau takut.” Mereka menyam-paikan juga kepada Nabi Ibrahim bahwa mereka adalah malaikat-malaikat utusan Allah yang diutus untuk menemui kaum luth dan disamping itu mereka menyampaikan kabar gembira kepadanya yaitu dengan akan lahirnya  seorang anak yang sangat cerdas dan kelak akan menjadi seorang yang alim yakni sangat dalam pengetahuannya[2] dalam tafsir Ibnu Katsir dikatakan bahwa anak yang dimaksud adalah Ishaq dan Ya’qub setelah Ishaq.

C.    Munasabah al-Ayat bi al-Ayat
فَلَمَّا رَءَآ اَيْدِيْهِمْ لَا تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً قَالُوا لَاتَخَفْ إِنَّآ أُرْسِلْنَآ إِلَى قَومِ لُوطٍ وَامْرَأَتُهُ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ
Artinya:
Maka takala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya (hidangan yang dihidangkan oleh istri Nabi Ibrahim), Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka dan merasa takut kepada mereka, malaikat itu berkata: “jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (para malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan istrinya berdiri (dibalik tirai) seraya tersenyum (Q.S Huud: 70-71)
Didalam ayat menjelaskan bahwa kedatangan para malaikat pada malam itu bukan hanya untuk memberikan kabar kelahiran seorang anak dari mereka melaikat para malaikat memberikan kabar bahwa kebinasaan kaum Luth dan istrinya gembira secara tersenyum dibalik tirai[3].

قَالَتْ يَاوَيْلَتَى ءَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوْزٌ وَهاَذَا بَعْلِى شَيْخًاۖ إِنَّ هَاذَا لَشَىْءٌ عَجِيْبٌ
Artinya:
            Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku-pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar yang sangat aneh.
            Dalam ayat ini, Siti Sarah menanyakan kepastian tentang berita bahwa dia akan mengandung seorang anak dalam keraguannya dikarenakan usianya dan usia suaminya yang sudah terlampau senja[4].
قَالُواْ لَا تَوْجَلْ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ
Artinya:
Mereka berkata, dan janganlah kamu merasa takut sesungguhnya kami membawa kabar gembira kepadamu dengan kelahiran seorang anak laki-laki yang menjadi orang yang alim. (Al-Hijr: 52)
Didalam tafsir muyassar disebutkan bahwa, Malaikat Berkata, Jangan lah engkau takut, karena kami datang kepadamu untuk memberikan kabar gembira yaitu tentang kelahiran anak laki-laki[5]  yang dalam pengetahuannya tentang agama (ishaq)[6].



 MAKALAH OLEH: ARIEF RAIHANDI AZKA

D.                Kisah Anak Yang Alim
Dari ayat diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa anak yang alim atau anak yang berpengetahuan yang mendalam dari segi agama merupakan dambaan setiap orang tua. Hal ini dilandaskan oleh keinginan atau cita-cita yang dimiliki oleh setiap orang tua adalah anaknya menjadi anak yang shalih dan bermamfaat baik untuk dirinya maupun masyarakat. Berikut akan di ceritakan tentang anak yang sejak kecilnya sudah memiliki kepintaran dan pada usianya yang ke 15 dia sudah di izinkan untuk menjadi mufti bagi kalangan masyarakat sekitarnya.
a.       Muhammad bin Idris (150 H / 204 H)
Muhammad bin Indris atau dikenal dalam kalangan umat muslim dengan Imam As-Syafi’i, beliau adalah seorang ulama besar yang mazhabnya masih berkembang dengan sangat luas khususnya di daerah asia bagian tenggara. Imam As-Syafi’i lahir di Gaza palestina Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli sejarah pula, Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah.
Beliau tumbuh dan berkembang di kota Makkah, di kota tersebut beliau ikut bergabung bersama teman-teman sebaya belajar memanah dengan tekun dan penuh semangat, sehingga kemampuannya mengungguli teman-teman lainnya. Beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam bidang ini, hingga sepuluh anak panah yang dilemparkan, sembilan di antaranya tepat mengenai sasaran dan hanya satu yang meleset[7].
Setelah itu beliau mempelajari tata bahasa arab dan sya’ir sampai beliau memiliki kemampuan yang sangat menakjubkan dan menjadi orang yang terdepan dalam cabang ilmu tersebut. Kemudian tumbuhlah di dalam hatinya rasa cinta terhadap ilmu agama, maka beliaupun mempelajari dan menekuni serta mendalami ilmu yang agung tersebut, sehingga beliau menjadi pemimpin.
Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal ketika dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris”.
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah. Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Setelah belajar di Mekkah, Imam Syafi’i melanjutkan perjalanannya untuk berguru kepada imam Malik bin Anas ke negeri Madinah Al-Munawwarah. Semasa-nya disana, Imam Syafi’i menghafal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`i sendiri sangat terkesan dan sangat menga-gumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha”. Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha, kecuali mesti bertambah pemahamanku.” Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah.
Setelah merasa cukup belajar di madinah, imam Syafi’i berpindah ke yaman, Baghdad dan kemudian Mesir. Imam Syafi’i memang merupakan sosok imam yang cerdas dan kepintarannya dikagumi oleh imam imam besar yang pernah menjadi guru beliau semasa hidupnya. Selain berkemampuan berbahasa Arab yang baik, Imam Syafi’i juga mampu menghafal dan memahami dengan cepat, baik menghafa l Al-quran, hadist dan juga kitab –kitab lainnya yang pernah beliau baca.






 MAKALAH OLEH: ARIEF RAIHANDI AZKA







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Anak yang pintar adalah dambaan setiap orang tua. Orang tua selalu ingin memiliki anak yang pintar karena anak yang pintar dapat bermamfaat bagi dirinya dan juga bagi masyarakat sekitarnya. Seperti yang sudah kita perlajari dari tafsir-tafsir diatas, ketika Nabi Ibrahim mendapatkan sebuah kabar gembira yang langsung disampaikan oleh malaikat, maka dapat kita simpulkan bahwa anak yang alim atau anak yang pintar merupakan sebuah kebanggaan yang di miliki oleh orang tua dan bisa jadi anak yang bermamfaat bagi dirinya ketika dia sudah berada disisi Allah SWT.






DAFTAR PUSTAKA
Teungku Muahammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur. .(Semarang: PT PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2003)
Abdullah bin Muhammad.Dr, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i 2004).
Asy-Syurbasi, Ahmad, , Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab,(Jakarta: Amzah 2011)
'Aidh al-Qarni Dr, Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2008)
                        




[1] Teungku Muahammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur. .(Semarang :PT PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2003). hlm. 3963.

[2] Teungku Muahammad Hasbi Ash Shiddieqy, …., hlm 3963.
[3] Abdullah bin Muhammad.Dr, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor, Pustaka Imam Asy-Syafi’i 2004). hlm. 538
[4] Abdullah bin Muhammad.Dr, ….,Juz 26 hlm. 539
[5] Abdullah bin Muhammad.Dr, …., Juz 14, hlm. 18
[6] 'Aidh al-Qarni Dr, Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2008),  hlm, 265
[7] Asy-Syurbasi, Ahmad, , Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzab,(Jakarta: Amzah 2011) hlm, 143
Read More

Sabtu, 31 Oktober 2015

MAKALAH TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG METODE PENDIDIKAN ISLAM [Kajian Surat al-Ahzab/33: 21]

Oktober 31, 2015
092

I.                   Teks Ayat
لَقَدْ كانَ لَكُمْ في‏ رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كانَ يَرْجُوا اللهَ وَ الْيَوْمَ الْآخِرَ وَ ذَكَرَ اللهَ كَثيراً
II.                Ma’na al-Mufradat
أُسْوَةٌ          : suri teladan artinya contoh yang baik
يَرْجُوا              : mengharap rahmat Allah semata
الْيَوْمَ الْآخِرَ      : hari kiamat
ذَكَرَ اللهَ     : berzikir / menyebut-nyebut Allah

III.             Tarjamah Tafsiriyyah
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
IV.             Asbab al-Nuzul
Ayat ini turun semasa Perang Ahzab atau Perang Khandaq. Perang Ahzab atau Perang Khandaq, menurut buku-buku sejarah Islam, terjadi bulan Syawal tahun 5 Hijrah/627 Masehi. Dinamakan Perang Ahzab karena dalam perang ini kaum musyrik/kafir bersekutu (ahzab) dengan kaum Yahudi untuk menyerang kaum Muslimin di Madinah.

V.                Tafsir al-Ayat
É!$#Aqßu Îû  Nä3s9b%x. s)©9
Perlu digarisbawahi bahwa ayat yang berbicara tentang uswah, dirangkaikan dengan kata Rasulullah, namun demikian, tidak mudah memisahkan atau memilah, mana pekerjaan/ucapan yang bersumber dari kedudukan beliau sebagai Rasul dan mana pula dalam kedudukan-kedudukan lainya.[1]
ÅzFy$# Pöquø9$#ur !$##qã_ötƒ  b%x. `yJÏj9
Ayat ini menjelaskan sifat orang-orang yang mestinya meneladani Rasul saw. Memang, untuk meneladani Rasul saw. secara sempurna diperlukan kedua hal yang disebut ayat diatas. Demikian juga dengan zikir kepada Allah dan selalu mengingat-Nya.
Kata uswah berarti teladan. Pakar tafsir az-Zamakhsyari ketika menafsirkan ayat di atas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud keteladanan yang terdapat pada diri Rasul. Pertama dalam arti kepribadian beliau secara totalitasnya adalah teladan. Kedua dalam arti terdapat dalam kepribadian beliau hal-hal yang patut diteladani. Pendapat pertama lebih kuat dan merupakan pilihan banyak ulama. Kata fi dalam firman-Nya fi rasulillah berfungsi “mengangkat” dari diri Rasul satu sifat yang hendaknya diteladani, tetapi ternyata yang diangkatnya adalah Rasul saw. Sendiri dengan seluruh totalitas beliau.[2]



VI.             Munasabah al-Ayat bi al-Ayat
÷Pr& óOçFö6Å¡ym br& (#qè=äzôs? sp¨Yyfø9$# $£Js9ur Nä3Ï?ù'tƒ ã@sW¨B tûïÏ%©!$# (#öqn=yz `ÏB Nä3Î=ö6s% ( ãNåk÷J¡¡¨B âä!$yù't7ø9$# âä!#§ŽœØ9$#ur (#qä9Ìø9ãur 4Ó®Lym tAqà)tƒ ãAqߧ9$# tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB 4ÓtLtB çŽóÇnS «!$# 3 Iwr& ¨bÎ) uŽóÇnS «!$# Ò=ƒÌs% ÇËÊÍÈ  
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat. (al-Baqarah/2: 214)

Ayat ini menjelaskan bahwa inilah apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya berupa ujian dan cobaan yang membawa pertolongan yang amat dekat. Ini adalah dalil bertambah dan menguatnya keimanan yang masuk kepada manusia dan kondisi mereka.

VII.          Munasabah al-Ayat bi al-Hadits

: فقيل ،ابى من الآ الجنه يدخلون امّتي قل
ابي فقد نى عصا من و الجنه دخل عنى اطا من : قل الله رسول يا يأبى ومن

Hadits diatas menjelaskan bahwa barangsiapa yang ingin masuk surga maka ia harus mencontoh suri tauladan Rasul, Nabi kita adalah manusia yang terbaik di segala sisi dan segi. Di setiap lini kehidupan, beliau selalu nomor satu dan paling pantas dijadikan profil percontohan untuk urusan agama dan kebaikan. Sehingga tidak heran jika Allah mewajibkan kita untuk taat mengikuti beliau serta melarang kita untuk durhaka kepadanya.

VIII.       Khulashah: Hikmah Tasyri’ dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam
·      Allah menurunkan wahyu berupa ayat al-Qur’an yang dilatarbelakangi oleh satu atau beberapa sebab sebagai prolog suatu perintah yang wajib ditaati oleh para hamba-Nya.
·      Dengan ada sebab tersebut akan semakin mudah untuk mengingat atau mengenang suatu perintah dan dapat dipraktikkan langsung pada saat terjadinya.
·      Salah satu metode pendidikan islam adalah metode uswah yaitu metode keteladanan
·      Ayat tersebut diturunkan untuk memberitahu manusia bahwa Rasul saw adalah sebagai suri tauladan bagi manusia.
·      Memotivasi setiap orang beriman untuk mencontoh sifat Rasul saw.




[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur‟an(Ciputat: Lentera Hati, 2007), h.246

[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur‟an(Ciputat: Lentera Hati, 2007), h.242

Read More

Post Top Ad

Your Ad Spot