Seorang anak perempuan meminta Ayahnya untuk meminang
laki-laki
QS. Al-Qashas 27
قَالَ
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَىَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن
تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ
وَمَآأُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ
الصَّالِحِينَ {27}
Berkatalah dia (Syu'aib):"Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik". (QS. 28:27)
Tafsirannya :
ابنتي : Dua orang anak perempuan
تأ جرنى : Kamu menjadi pekerjaan yang aku sewa
untuk mengembala kambing ku
حجج : Tahun-
tahun
Para mufassir berikhtilaf mengenai laki-laki ini ada yang
mengatakan dia adalah Nabi Syuaib a.s ada pula yang mengatakan orang itu adalah
saudara Syu’aib yang bernama Tsairun. Namun, pendapat yang masyhur di kalangan
para ulama ialah yang pertama. Thabrani meriwayatkan dari Salamah bin Sa’ad
al-Ghazi yang menjadi utusan untuk menghadap Rasulullah maka beliau bersabda
kepadanya[1],
Selamat datang kaum syuaib dan dua orang saudara musa.
Allah telah memberimu hidayah
Firman Allah Ta’ala salah seorang di antara kedua wanita itu
berkata “Hai bapak ku, pekerjakanlah dia. Sesungguhnya orang yang paling baik
untuk engkau pekerjakan adalah orang yang kuat dan jujur” sang ayah berkata
kepada anaknya ini” apa dasarnya kamu mengatakan demikian? “ Dia menjawab “Dia
dapat mengangkat batu yang hanya dapat di angkat oleh sepuluh orang laki-laki.
Dan ketika aku berjalan bersamanya, sedang aku berada di depannya, dia berkata
kepadaku “ Berjalanlah di belakang ku. Jika aku salah jalan lemparkanlah batu
krikil ke arah jalan yang benar agar aku tidak tersesat.
Ayat ini
menceritakan tentang pertemuan yang pertama kali antara Nabi dan Musa dengan
Syua’ib di Mdyan. Pada waktu itu, langsung Nabi syuaib menawarkan salah seorang
dari dua putrinya kepada nabi musa untuk
di jadikan istri. Dengan kata lain, pinangan di majukan oleh pihak perempuan
kepada pihak laki-laki.
Pinangan seperti itu adalah suatu sunnah yang berlaku sejak zaman
dahulu dan berlaku pada zaman nabi-nabi, seperti yang di kisahkan oleh ayat
ini. Yakni terhadap laki-laki soleh dan baik, sunnah membolehkan pinangan itu
datangnya dari pihak perempuan. Peristiwa seperti ini pernah dilakukan juga
oleh sahabat-sahabat di zaman rasulullah SAW.
Imam syafi’i
berkata Allah menyebutkan bahwa seorang Nabi diantara para Nabi-Nya telah
mempekerjakan dirinya selama beberapa tahun sebagai ganti dari mahar isrtinya.
Lalu Allah menunjukkan kebolehan (kehalalan) sewa-menyewa. Dia juga menetapkan
sewa-menyewa itu boleh di langsungkan beberapa tahun. Jika seseorang pekerjakan
orang lain tanpa ada hitungan tahun, hal ini termasuk bentuk sewa-menyewa yang
dibolehkan. Ada yang berpendapat bahwa dia (Nabi Syu’aib) mempekerjakan Nabi
Musa sebagai pengembala kambing.
Imam Syafi’i
berkata “ Mahar itu adalah sesuatu yang berharga, dan setiap sesuatu yang
berharga dapat di jadikan mahar. Allah swt membolehkan setiap mahar itu dalam
bentuk sewa menyewa yang di jelaskan di dalam kitab-Nya. Kaun Nabi muslimin
juga membolehkannya. Allah juga menuturkannya kisah Nabi Syu’aib dan Nabi Musa.
Lalu kisah ini di tafsirkan dalam sebuah hadits tentang Umar bin Khattab yang
menawarkan hafsah putrinya untuk Abu Bakar dan usman tapi keduanya menolak
akhirnya hafsah di nikahi oleh Nabi Saw.
Hafshah binti ‘Umar. Ia merupakan salah seorang putri Umar bin Khaththab.
Khunais bin Hudzafah, suami Hafshah syahid di medan perang Badar. Hafshah yang
menjanda kemudian ditawarkan Umar kepada Utsman bin Affan yang kebetulan sedang
ditimpa musibah kematian istrinya, akhirnya memutuskan minta maaf. Kemudian
Umar menawarkan kepada Abu Bakar, namun ia tidak menjawab tawaran itu hingga
membuat Umar tidak sabar karena menunggu keputusan yang tak kunjung datang.
Riwayat lengkapnya seperti berikut :
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ
قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ
بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُحَدِّثُ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
حِينَ تَأَيَّمَتْ حَفْصَةُ بِنْتُ عُمَرَ مِنْ خُنَيْسِ بْنِ حُذَافَةَ
السَّهْمِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا تُوُفِّيَ بِالْمَدِينَةِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Salim bin Abdullah bahwa dia mendengar Abdullah bin Umar ra, bercerita, bahwa Umar bin Khattab berkata ketika Hafshah binti Umar menjanda dari Khunais bin Hudzafah As Sahmi -ia termasuk di antara sahabat Rasulullah Saw yang ikut serta dalam perang Badr dan meninggal di Madinah-, Umar berkata, Maka aku datangi Usman bin 'Affan dan kutawarkan Hafshah kepadanya.
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Salim bin Abdullah bahwa dia mendengar Abdullah bin Umar ra, bercerita, bahwa Umar bin Khattab berkata ketika Hafshah binti Umar menjanda dari Khunais bin Hudzafah As Sahmi -ia termasuk di antara sahabat Rasulullah Saw yang ikut serta dalam perang Badr dan meninggal di Madinah-, Umar berkata, Maka aku datangi Usman bin 'Affan dan kutawarkan Hafshah kepadanya.
عن ابن عمر لما تأ يمت حفصة بن خذافة خنيسس
السهمى قال عمر لعثمان : إن شئت أنكحك حفصة بنت عمر وكذلك قال لأبي بكر , لكنهما
امتنعا لأن النبي ص.م ذكرها بخير , فلم يفشيا سره وفهما أنه يريد الزواج بها
Adapun kisah dari hafsah disini menggambarkan bahwa sanya seorang
ayah itu sangat menjaga dan memperhatikan anaknya terutama anak perempuan di
karena perempuan itu memiliki sifat yang dan lemah dan lembut sehingga butuh
terhadap perlindungan. Dan dalam sudut pandang yang lain dalam mencarikan
pasangan hidup orang tua terutama ayah itu memiliki peranan yang besar dalam
memilih atau melihat calon suami untuk si anaknya.
Dan di dalam keriteria nya dalam melihat atau dalam memlihkan calon
suami untuk anaknya yaitu seorang yang mampu menggantikan peranan si ayah yaitu
untuk melindungi dan menjaga anaknya, maka di dalam surat Al-Qashas di atas
seorang ayah yang bernama syu’aib berkata kepada seorang pemuda ia memiliki
maksud untuk menikahkan pemuda tersebut dengan salah satu dari kedua anak
perempuan beliau dan ayah tersebut memiliki ketentuan yaitu untuk mempekerjakan
pemuda tersebut dalam artian disini ayah tersbut ingin melihat bagaimana sikap
pemuda tersebut apakah ia bertanggung jawa, jujur, amanah dan mampu terpercaya
untuk menjaga anak perempuannya tersbut.