2.1.
Pengertian Qard
Secara harfiyah, qard berarti bagian, bagian-bagianharta yang dibagikan kepada orang lain. Secara Istilah, qard merupakan akad peminjaman harta kepada oranglain dengan adanya pengembalian.
Qard adalah
memberikan (menghutangkan) harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan,
untuk dikembalikan dengan pengganti yang sama dan dapat ditagih atau diminta
kembali kapan saja yang menghutangi menghendaki. Akad qard adalah akad tolong
menolong, bertujuan untuk meringankan beban orang lain.
Qard yang
menghasilkan manfaat diharamkan jika disyaratkan sebelumnya. Misalnya seseorang
meminjamkan mobil kepada temannya asalkan peminjam mau mentraktirnya. Larangan
ini sesuai dengan hadist Rossululloh SAW diriwayatkan oleh Ubay Bin Ka’ab Ibn
Mas’ud dan Ibn Abbas bahwa Rosululloh SAW melarang mereka melakukan qarld yang
mensyaratkan “manfaat”. Jika peminjam memberikan manfaat tambahan tanpa
dipersyaratkan di awal, maka ia dianggap sebagai hadiah. Dan bagi pemilik
barang punya hak untuk menerimanya.
Qardl juga tidak
boleh menjadi syarat akad lain seperti jual beli. Misalnya seorang pedagang
meminjamkan sepeda motor kepada temannya, asalkan temannya itu berbelanja di
tempatnya. Maka akad qardl seperti ini diharamkan. Persyaratan pemberian
sejumlah kelebihan yang muncul akibat transaksi qardl dipandang sebagai
tindakan yang tidak menjunjung tinggi aspek kemanusiaan. Inilah yang menjadi
titik kritik dilarang mengambil keuntungan dibalik akad hutang menghutang.
Menurut
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, qard adalah penyediaan dana atau tagiahan
antar lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka
waktu tertentu. Definisi yang dikemukakan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
bersifat aplikatif dalam akad pinjam-meminjam antara nasabah dan Lembaga
Keuangan Syariah.
2.2.
Dasar Hukum Qard
Dalil Al-Qur’an adalah firman Allah dalam Q.S
Al-Baqarah : 245
Artinya
: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Sisi
pengadilan dari ayat diatas adalah bahwa Allah SWT menyerupakan amal saleh dan
memberi infak fi sabilillah dengan
harta yang dipinjamkan dan merupakan pembalasannya yang berlipat ganda kepada
pembayaran hutang. Amal kebaikan disebut pinjaman (utang) karena orang yang
berbuat baik melakukannya untuk mendapatkan gantinya sehingga menyerupai orang
yang mengutangkan sesuatu agar mendapat gantinya.
Ayat
diatas sebenarnya berpesan akan pentingnya orang untuk selalu menafkahkan
hartanya di jalan Allah. Barang siapa yang melakukan demikian, maka Allah SWT
akan melipat gandakan harta mereka. Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah
penyebutan oleh Allah SWT bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
SWT dengan sebutan “member pinjaman
kepada Allah”. Meksudnya adalah Allah mengumpamakan pemberian seseorang
kepada hambanya dengan tulus untuk kemaslahatan hambaNya (dinafkahkan dijalan
Allah (penulis)) sebagai pinjaman kepada Allah, sehingga ada jaminan bahwa
pinjaman tersebut kelak akan dikembalikan pada oleh Allah SWT hari kiamat.
Orang tersebut akan mendapatkan balasan atas perbuatan baiknya.
Dasar
hukum lain dalam Al-Qur’an adalah keuman dalil Al-Qur’an tentang anjuran untuk
saling tolong menolong dan berbuat baik antar sesama yaitu Q.S An-Naml:89
Artinya
:Barang siapa yang membawa kebaikan, maka
ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah
orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.
Ayat
Al-Qur’an diatas menerangkan tentang penghargaan terhadap orang yang berbuat
baik dengan sesama. Janji Al-Qur’an yang akan memberikan sesuatu yang lebih
baik dari kebaikan yang dilakukan untuk orang lain tersebut merupakan sebuah
anjuran agar orang-orang mau berbuat kebajikan. Memberikan pinjaman kepada
sesama yang sedang membutuhkan merupakan bagian dari kebajikan. Oleh karena
itu, disinilah titik temu ayat tersebut sebagai landasan akad qard (hutang
piutang).
Selain
ayat di atas, beberapa hadist juga dapat dijadikan sebagai landasan hukum, seperti
hadist dari Nabi SAW beliau besabda bahwa
orang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Ia tidak mendzalimi dan
tidak menjerumuskan muslim yang lain. Barang siapa dapat memenuhi kebutuhan
saudaranya maka sesungguhnya Allah SWT akan memenuhi hajatnya. Dan barang siapa
melonggarkan kesulitan seorang muslim maka Allah SWT akan melonggarkan
kesulitannya besok dihari kiamat. Dan barangsiapa menutupi cela seorang muslim
maka Allah SWT akan menutupi celanya besok hari kiamat.
Hadist
di atas memuat tentang penegasan Rasululloh SAW bahwa sesama muslim adalah
saudara. Terkait dengan itu, dalam hadist tersebut ditegaskan bahwa bagi
seorang muslim dianjurkan untuk melakukan tiga hal; pertma tidak saling mendzalimi dan menjerumuskan ke dalam
kerusakan. Kedua, saling membantu
memenuhi kebutuhan diantara mereka, ketiga,berusaha
untuk saling menghilangkan kesulitan diantara mereka. Tindakan seperti ini
dianggap sebgai tindakan yang sangat terpuji. Islam sangat menganjurkannya.
Pesan
kedua dan ketiga di atas sesuai dengan semangat yang ada dalam akad al-qard.
Seseorang yang meminjam sejumlah uang kepada orang lain adalah seseorang yang
sedang dalam kesulitan. Maka bagi muslim lain yang kebetulan dalam kelonggaran
sangat dianjurkan untuk dapat membantunya dengan memberikan pinjaman
semata-mata untuk menutup kesulitan tersebut. dalam konteks inilah hadist Abu
Daud tersebut dapat dijadikan landasan hukum bagi akad al-Qardl.
Secara
ijma’ juga dinyatakan bahwa qard diperbolehkan, qard bersifat mandub
(dianjurkan) bagi muqridh (orang yang menghutangi) dan mubah bagi muqtaridh
(orang yang berhutang).
2.3.
Rukun Dan Syarat Qard
Rukun qard ada empat yaitu :
1. Muqridl yaitu orang yang mempunyai
barang-barang untuk dihutangkan.
2. Muqtaridl yaitu orang yang mempunyai hutang.
3. Muqtaradl yaitu obyek yang dihutangkan.
4. Sighat akad yaitu ijab dan qabul.
Adapun syarat-syarat
yang terkait dengan akad qardl, dirinci berdasarkan rukun akad qardl di atas :
1. Syarat Aqidain (muqridl dan muqtaridl);
a. Ahliyatu al-tabarru’ (layak
bersosialisasi) adalah orang yang mampu bertasyarufkan hartanya sendiri secara
mutlak dan bertanggung jawab. Dalam pengertian ini anak kecil yang belum
mempunyai kewenangan untuk mengelola hartany, orang cacat ,mental dan budak
tidak boleh melakukan akad qardl.
b. Tanpa ada paksaan, bahwa muqridl dalam
memeberikan hutangnya tidak dalam tekanan dan paksaan orang lain, demikian juga
muqtaridl. Keduanya melakukannya secara suka rela.
2. Syarat Muqtaradl (barang yang menjadi
obyek qarld) adalah barang yang bermanfaat dan dapat dipergunakan. Barang yang
tidak bernilai secara syar’i tidak bisa ditransaksikan.
3. Syarat Shighat, ijab qabul menujukan
kesepakatan kedua belah pihak, dan qardl tidak boleh mendatangkan manfaat bagi
muqridl. Demikian juga shighat tidak mensyaratkan qardl bagi akad lainnya.
2.4.
Manfaat Qard Dalam Dunia Usaha
Manfaat qard dalam dunia usaha
banyak sekali, diantaranya sebagai berikut :
a) Memungkinkan pengusaha yang sedang dalam
kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek.
b) Dalam Al-Qard Al-hasan terkandung misi
sosial, adanya misi kemasyarakatan ini akam meningkatkan citra baik dan
meningkatkan loyalitas masyarakat kepada perbankan syariah.
c) Memudahkan para pengusaha atau nasabah
yang memerlukan dana secara cepat, tanpa memberatkan nasabah karena qord tidak
memperbolehkan adanya bunga dan jaminan. Lembaga keuangan syariah dapat meminta
jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu (Fatwa Dewan Syariah Nasional,
2011)
2.5.
Aplikasi Qard Dalam Lembaga Keuangan Syariah
Akad qard
merupakan akad tolong menolong. Maka dalam perbankan syariah akad ini dapat
digunakan untuk menjalankan kegiatan sosial bank syariah, yaitu dengan
memberikan pinjaman murni kepada orang yang membutuhkan tanpa dikenakan apapun.
Meskipun demikian nasabah tetap berkewajiban untuk mengembalikan dana tersebut,
kecuali jika bank mengikhlaskannya.
Jika dengan
pinjaman ini nasabah berinisiatif untuk mengembalikan lebih dari pinjaman
pokok, bank sah untuk menerima selama kelebihan tersebut tidak diperjanjikan di
depan.
Dalam perbankan
syariah, akad ini dijalankan untuk fungsi sosial bank. Dananya bisa diambilkan
dari dana zakat, infak, dan sadaqah yang dihimpun oleh bank atau diambilkan
dari keuntungan yang didapatkan oleh bank. Cara pengembaliannya yaitu dengan
cara diangsur maupun dibayar sekaligus. Bank diperbolehkan mengenakan biaya administrasi, sesuai dengan
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 19/DSN-MUI/IV/2001
Tentang Al-Qardh yang memperbolehkan untuk pemberi pinjaman agar
membebankan biaya administrasi kepada nasabah. Dalam penetapan besarnya biaya
administrasi sehubungan dengan pemberian qardh, tidak boleh berdasarkan
perhitungan persentasi dari jumlah dana qardh yang diberikan.
Akad qard biasanya diterapkan sebagai berikut :
a. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah
yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana
talangan segera untuk masa yang relative pendek. Nasabah tersebut akan
mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamkan itu. Misalnya dana
talangan haji yang diberikan untuk
memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji dan nasabah akan melunasinya
sebelum keberangkatan haji.
b. Sebagai fasilitas nasabah yang
memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya misalnya
tersimpan dalam bentuk deposito. Ataupun pinjaman qard biasanya diberikan oleh
bank kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah
mengalami over draft. Fasilitas ini
merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah
bertransaksi. Seperti penarikan uang
tunai milik bank melalui ATM dan nasabah akan mengembalikannya sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.
c. Sebagai produk untuk menyumbang usaha
yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini
telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qard
al-hasan.
d. Sebagai pinjaman bagi pengurus bank
seperti menyediakan fasilitas untuk kebutuhan pengurus bank dan pengurus
nantinya akan mengembalikan dana tersebut dengan cara cicilan melalui
pemotongan gajinya.
BAB III
KESIMPULAN
Qard adalah
memberikan (menghutangkan) harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan,
untuk dikembalikan dengan pengganti yang sama dan dapat ditagih atau diminta
kembali kapan saja yang menghutangi menghendaki. Akad qard adalah akad tolong
menolong, bertujuan untuk meringankan beban orang lain.
Dasar hukum qard
terdapat pada Q.S Al-Baqarah : 245, Q.S An-Naml : 89, dasar hukum qard juga
terdapat pada hadist dan ijma. Rukun qard yaitu muqridl, muqtaridl, muqtaradl,
dan sighat. Sedangkan syarat qard terdiri dari syarat aqidain, syarat
muqtaradl, dan syarat shighat.
Secara umum
manfaat dari qard adalah unutk membantu orang yang membutuhkan dana secara
mudah dan dapat dikembalikan tanpa adanya bunga yang dapat membebani orang
tersebut.
Aplikasi qard dalam
perbankan lembaga keuangan syariah yaitu sebagai produk pelengkap kepada
nasabah yang membutuhkan talangan dana secepatnya, sebagai produk untuk
menyumbang usaha yang sangat kecil atau membentu sektor sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Yazid. 2009.Fiqh Muamalah. Yogyakarta : Logung Pustakan
Djuwaini, Dimyauddin.2008. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta : Kencana Media Group
Nita. Qard. 26 November 2015. https://nitigama.wordpress.com/tag/qardh/