A.
Pengertian
Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani artinya rakyat, kratos berarti pemerintahan. Demokrasi, artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan. Istilah Demokrasi pertama kali dipakai di Yunani kuno, khususnya di kota Athena, untuk menunjukkan sistem pemerintahan yang berlaku di sana. Kota-kota di daerah Yunani pada waktu itu kecil-kecil. Penduduknya tidak begitu banyak sehingga mudah dikumpulkan oleh pemerintah dalam suatu rapat untuk bermusyawarah. Dalam rapat tersebut, diambil keputusan bersama mengenai garis-garis besar kebijaksaan pemerintah yang akan dilaksanakan dan segal permasalahan kemayarakatan.
Kata demokrasi
merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warga negara
dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang diplih
melalui pemilu. Pemerintahan di Negara demokrasi juga mendorong dan menjamin
kemerdekaan berbicara, beragarna, berpendapat, berserikat setiap warga Negara,
menegakan rule of law, adanya pemerintahan menghormati hak-hak kelompok
minoritas dan masyarakat warga Negara memberi peluang yang sama untuk
mendapatkan kehidupan yang layak.
Menurut
Internasional Commision of Jurits
Demokrasi adalah
suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi ditangan
rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka
pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam
pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
Menurut Abraham
Lincoln
Demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of
the people, by the people, and for the people).
Menurut C.F
Strong
Suatu sistem
pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut
serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara
dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam ini menjadi sangat penting
untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat
yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan
berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari
lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan
anggota-anggotanya tanpa memperdulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap
lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada
mekanisme formal yang mewujudkan akuntibilitas dari setiap lembaga negara dan
mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi
kekuasaan lembaga negara tersebut.
B.
Demokrasi
Sebagai Pandangan Hidup
Demokrasi tidak
akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha
nyata setiap warga negara dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif
sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social
(rancangan mayarakat). Bentuk kongkrit dari manifestasi tersebut adalah
dijadikanya demokrasi sebagai way of life (pandangan hidup) dalam seluk beluk
sendi kehidupan bernegara baik oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh pemerintah.
Menurut
Nurcholish Madjid, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata
kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus
diupayakan. Demokrasi dalam kerangka diatas berarti sebuah proses melaksanakan
nila-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat. Demokrasi
adalah proses menuju dan menjaga civil sciety yang menghormati dan berupaya
merealisasikan nila-nilai demokrasi (Sukron Kamil, 2002). Berikut ini adalah daftar
penting norma-norma dan pandangan hidup demokratis yang dikemukakan oleh
Nurcholis Madjid (Cak Nur). Menurut Nurcholis Madjid pandangan hidup demokratis
berdasarkan pada bahan-bahan telah berkembang, baik secara teoritis maupun
pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup mapan paling tidak
mencakup tujuh norma. Ketujuh norma itu sebagai berikut :
Pertama, pentingnya
kesadaran akan pluralisme. Ini tidak saja sekedar pengakuan (pasif) akan
kenyataanya masyarakat yang majemuk. Lebih dari itu, kesadaran akan kemajemukan
menghendaki tanggapan yang positif terhadap kemajemukan itu senidri secara
aktif. Seseorang akan dapat menyesuaikan dirinya pada cara hidup demokratis
jika ia mampu mendisiplinkan dirinya ke arah jenis persatuan dan kesatuan yang
diperoleh melalui penggunaan prilaku kreatif dan dinamik serta memahami
segi-segi positif kemajemukan masyarakat. Masyarakat yang teguh berpegang pada
pandangan hidup demokratis harus dengan senidinya teguh memelihara dan
melindungi lingkup keragaman yang luas. Pandangan hidup demokratis seperti ini
menuntut moral pribadi yang tinggi. Kesadaran aka pluralitas sangat penting
dimiliki bagi rakyat indonesi sebagai bangsa yang beragam dari sisi etni,
bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.
Kedua, dalam
peristilahan politik dikenal istilah “musyawarah” (dalam bahasa Arab,
musyawaroh, dengan makna asal sekitar “saling memberi isyarat”). Internalisasi
makna semangat musyawarah menghendaki atau mengharuskan adanya keinsyafan dan
kedewasaan untuk dengan tulus menerima kemungkinan kompromi atau bahkan “kalah
suara”. Semangat musyawarah menuntut agar setiap menerima kemungkinan
terjadinya “partial finctioning of ideals”, yaitu pandangan dasar bahwa
belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau
kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Korelasi prinsip itu ialah
kesediaan untuk kemungkinan menerima bentuk-bentuk tertentu kompromi atau
islah. Korelasinya yang lain ialah
seberapa jauh kita bisa bersikap dewasa dalam mengemukakan pendapat,
mendengarkan pendapat orang lain, menerima perbedaan pendapat, dan kemungkinan
mengambil pendapat yang lebih baik. Dalam masyarakat yang belum terlatih benar
unutk berdemokrasi, sering terjadi kejenuhan antara mengkritik yang sehat dan
bertanggung jawab, dan menghina yang merusak dan tanpa tanggung jawab.
Ketiga, ungkapan
“tujuan menghalalkan cara” mengisyaratkan suatu kutukan kepada orang yang
berusaha meraih tujuanya dengan cara-cara yang tidak peduli kepada pertimbangan
moral. Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara
haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu tujuan
yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan cara yang ditempuh untuk meraihnya.
Seperti dikatakan Albert Camus, “indeed the justifies the means”. But what
justifies the end ? the means!”. Maka antara keduanya tidak boleh ada
pertentangan. Setiap pertentangan antara cara dan tujuan, jika telah tumbuh
menggejala cukup luas, pasti akan mengundang reaksi-reaksi yang dapat
menghancurkan demokrasi. Demokrasi tidak terbayang terwujud tanpa akhlak yang
tinggi. Dengan demikian pertimbangan moral (kuluhuran akhlak) menjadi acuan
dalam berbuat dan mencapai tujuan.
Keempat, permufakatan
yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah yang jujur dan sehat.
Suasana masyarakat demokrasi dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni
permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna mencapai permufakatan yang juga
jujur dan sehat. Permufakatan yang dicapai melalui “engineering”,
manipulasi atau taktik-taktik yang sesungguhnya hasil sebuah konfirasi, bukan
saja merupakan permufakatan yang curang, cacat atau sakit, malah dapat disebut
sebagai penghianatan pada nilai dan semangat demokrasi. Karena itu, faktor
ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua
merupakan hal yang sangat pokok. Faktor ketulusan itu mengandung makna
pembebasan diri dari vested interest yang sempit. Prinsip ini pun terkait
dengan paham musyawarah seperti telah dikemukakan diatas. Musyawarah yang benar
dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok yang
bersangkutan mempunyai kesediaan psikologis unutk melihat kemungkinan orang
lain benar dan diri sendiri salah, dan bahwa setiap orang pada dasarnya baik,
berkencederungan baik, dan beritikad baik.
Kelima, dari sekian
banyak unsur kehidupan bersama ialah terpenuhinya keperluan pokok, yaitu
pangan, sandang dan papan. Ketiga hal itu menyangkut masalah pemenuhan
segi-segi ekonomi (seperti masalah mengapa kita makan nasi, bersandangkan
sarung, kopiah, kebaya, serta berpapankan rumah “joglo”, misalnya) yang dalam
pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial-budaya. Warga masyarakat
demokratis ditantang untuk mampu menganut hidup dengan pemenuhan kebutuhan
secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa rencana-rencana itu (dalam
wujud besarnya ialah GBHN) benar-benar sejalan dengan tujuan dan praktik
demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan kebutuhan ekonomi harus
mempertimbangkan aspek keharmonisan dan keteraturan sosial.
Keenam, kerjasama
antarwarga masyarakat dan sikap saling mempercayai iktikad baik masing-masing,
kemudian jalinan dukung-mendukung secara fungsional antara berbagai unsur
kelembagaan kemasyarakatan yang ada, merupakan segi penunjang efesiensi untuk
demokrasi. Masyarakat yang terkotak-kotak dengan masing-masing penuh curiga
kepada lainnya bukan saja mengakibatkan tidak efesiennya cara hidup demokratis,
tapi juga dapat menjurus pada lahirnya pola tingkah laku yang bertentangan
dengan nila-nilai asasi demokratis. Pengakuan akan kebebasan nurani (freedom of conscience), persamaan hak dan
kewajiban bagi semua (egalitarianism) dan tingkah laku penuh percaya
pada iktikad baik orang dan kelompok lain (trust attitude) mengharuskan
adanya landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan optimis. Pandangan
kemanusiaan yang negatif dan pesimis akan dengan sendirinya sulit menghindari
perilaku curiga dan tidak percaya kepada sesama manusia, yang kemudian ujungnya
ialah keengganan bekerja sama.
Ketujuh, dalam
keseharian, kita bisa berbicara tentang pentingnya pendidikan demokrasi. Tapi
karena pengalaman kita yang belum pernah dengan sungguh-sungguh menyasikan atau
apalagi merasakan hidup berdemokrasi -ditambah lagi dengan kenyataan bahwa
“demokrasi” dalam abad ini yang dimaksud adalah demokrasi moderen- maka bayangan kita tentang “pendidikan
demokrasi”umumnya masih terbatas pada usaha indoktrinasi dan penyuapan
konsep-konsep secara verbalistik. Terjadinya diskrepansi (jurang pemisah) antara
das sein dan das sollen dalam konteks ini ialah akibat dari kuatnya budaya
“menggurui” (secara feodalistik) dalam masyarakat kita, sehingga verbalisme
yang dihasilkan juga menghasilkan kepuasan tersendiri dan membuat yang
bersangkutan merasa telah berbuat sesuatu dalam penegakan demokrasi hanya
karena telah berbicara tanpa perilaku. Pandangan hidup demokratis terlaksana
dalam abad kesadaran universal sekarang ini, maka nilai-nilai dan
pengeertian-pengertiannya harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem
pendidikan kita. Tidak dalam arti menjadikannya mautan kurikuler yang klise,
tetapi diwujudkan dalam hidup nyata (lived in) dalam sistem pendidikan kita.
Kita harus muali dengan sungguh-sungguh memikirkan unutk membiasakan anak didik
dan masyarakat umumnya siap menghadapi perbedaan pendapat dan tradisi pemilihan
terbuka untuk menentukan pimpinan atau kebijakan. Jadi pendidikan demokrasi
tidak saja dalam kajian konsep verbalistik, melainkan telah membumi (menyatu)
dalam interaksi dan pergaulan sosial baik dikelas maupun diluar kelas.
C.
Unsur-Unsur
Penegak Demokrasi
Demokrasi tidak
akan berdiri menjadi sistem pemerintahan tanpa suatu penegak yang menopangnya.
Unsur penegak demokrasi meliputi:
1.
Negara hukum
Negara Hukum
bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum
yang adil dan baik. Ada dua unsur dalam negara hukum, yaitu pertama: hubungan
antara yang memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan
melainkan berdasarkan suatu norma objektif, yang juga mengikat pihak yang
memerintah, kedua: norma objektif itu harus memenuhi syarat bahwa tidak hanya
secara formal, melainkan dapat dipertahankan berhadapan dengan ide hukum.
2.
Masyarakat madani
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung
tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi
yang beradab, iman dan ilmu.
Masyarakat
madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil (civil society) yang
mandiri dan demokratis, masyarakat madani lahir dari proses penyemaian
demokrasi. Masyarakat madani (civil society) dicirikan dengan masyarakat
terbuka, masyarakat yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara,
masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif. Masyarakat madani merupakan
elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Salah satu syarat
penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam
proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.
3.
Infrastruktur politik
Infrastruktur politik
atau organisasi sosial politik
merupakan kompleksitas dari hal-hal yang bersangkut paut dengan
pengelompokan warga negara atau anggota masyarakat ke dalam berbagai macam
golongan yang biasanya disebut kekuatan sosial politik dalam masyarakat.
Komponen
berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi adalah infrastruktur
politik. Infrastruktur politik terdiri dari partai politik, kelompok gerakandan
kelompok penekan atau kelompok kepentingan. Partai politik merupakan unsur kelembagaan
politik yang anggota-anggotanya merupakan orientasi, nilai-nilai dan cita-cita
yang sama yaitu memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
dalam mewujudkan kebijakan-kebijakannya. Kelompok gerakan yang lebih dikenal
dengan organisasi masyarakat merupakan sekumpulan orang-orang yang terhimpun
dalam suatu wadah organisasiyang berorientasi pada pemberdayaan warganya.
Sedangkan kelompok penekan atau kelompok kepentingan merupakan sekelompok orang
dalam suatu wadah organisasiyang didasarka pada kriteria profesionalitas dan
keilmuan tertentu.
4.
Pers yang bebas dan bertanggung
jawab
Pers yang bebas
dan bertanggung jawab merupakan konsep yang didambakan dalam pertumbuhan
pers di Indonesia . Pers yang bebas dan merdeka di sini bukan bebas yang sebebas-bebasnya. Bebas dan merdeka
dapat diartikan terbebas dari segala tekanan, paksaan atau penindasan dari
pihak manapun termasuk pemerintah negara atau pihak-pihak tertentu. Dengan
demikian, pers dapat bebas dan berekspresi tanpa tekanan
dan paksaan dari pihak manapun
tetapi tidak mengabaikan etika,
nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku, serta memegang teguh kode etik
jurnalistik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
D.
Model-Model
Demokrasi
Sklar
mengajukan lima corak atau model demokrasi, yaitu sebagai berikut:
1.
Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan
yang dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan
dalam waktu yang ajeg. Banyak negara Afrika menerapkan model ini hanya sedikit
yang bisa bertahan.
2.
Demokrasi terpimpin. Para pemimpin
percaya bahwa semua tindakan mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan
umum yang bersaing sebagai kendaran untuk menduduki kekuasaan.
3.
Demokrasi sosial adalah demokrasi
yang menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan egalitarianisme bagi
persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.
4.
Demokrasi partisipasi, yang
menekankan hubungan timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai.
5.
Demokrasi konstitusional, yang
menekankan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan
kerjasama yang erat diantara elit elit yang mewakili bagian budaya masyarakat
utama.
Kemudian
demokrasi juga dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang segi
pelaksanaan dan sudut pandang tugas-tugas dan alat-alat perlengkapan negara.
1.
Demokras dilihat dari segi
pelaksanaan sebagai berikut:
a.
Demokrasi langsung (direct
democracy), terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara
dilakukan secara langsung. Pada demokrasi ini lembaga yudikatif hanya berfungsi
sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan, sedangkan pemilihan pejabat
eksekutif dan legislatif dilakukan rakyat secara langsung melalui pemilihan
umum.
b.
Demokrasi tidak langsung (indirect
democracy), terjadi apabila untuk mewujudkan kedaulatannya rakyat tidak secara
langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga
perwakilan. Pada demokrasi ini, lembaga parlemen dituntut kepekaan terhadap
berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya
dengan pemerintah atau negara. Dengan demikian demokrasi tidak langsung disebut
juga dengan demokrasi perwakilan.
2.
Demokrasi dilihat dari tugas-tugas dan
alat-alat perlengkapan Negara sebagai berikut:
a.
Demokrasi dengan sistem parlementer,
merupakan demokrasi yang badan legislatifnya dipilih oleh rakyat, sedangkan
badan eksekutifnya yang disebut kabinet dipilih berdasarkan suara terbanyak
dalam dewan perwakilan rakyat dan dipimpin oleh perdana menteri.
b.
Demokrasi dengan system pemisahan
kekuasaan, merupakan demokrasi yang kekuasaan legislative, eksekutif, dan
yudikatifnya dipisahkan.
c.
Demokrasi dengan system referendum,
merupakan demokrasi perwakilan dengan control rakyat secara langsung terhadap
wakil-wakilnya di dewan perwaklan rakyat.
Kemudian
tatanan demokrasi juga memiliki parameter sebagai tolak ukur terwujudnya
demokrasi itu sendiri. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam
mekanisme pemerintahannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut
Robert A, Dahl terdapat tujuh prinsip yang harus ada dalam system demokrasi,
yaitu: control atas keputusan pemerintah, pemilihan umum yang jujur, hak
memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman, kebebasan mengakses
informasi dan kebebasan berserikat.
E.
Prinsip-Prinsip
Demokrasi
Suatu Negara
dikatakan demokratis apabila system pemerintahannya mewujudkan prinsip-pnnsip
demokrasi. Robert. Dahi (Sranti, dkk; 2008) menyatakan terdapat beberapa
prinsip demokrasi yang harus ada dalam system pemerintahan Negara demokrasi,
yaitu:
1.
Adanya control atau kendali atas
keputusan pemerintah. Pemerintah dalam mengambil keputusan dikontrol oleh
lembaga legislative (DPR dan DPRD).
2.
Adanya pemilihan yang teliti dan
jujur. Demokrasi dapat berjalan dengan baik apabila adanya partisipasi aktif
dan warga Negara dan partisipasi tersebut dilakukan dengan teliti dan
jujur.Warga Negara diberi informasi pengetahuan yang akurat dan dilakukan
dengan jujur.
3.
Adanya hak memilih dan dipilih. Hak
untuk memilih, yaitu memberikan hak pengawasan rakyat terhadap pemerintahan,
serta memutuskan pilihan terbaik sesuai tujuan yang ingin dicapai rakyat. Hak
dipilih yaitu memberikan kesempatan kepada setiap warga Negara untuk dipilih
dalam menjalankan amanat dari warga pemilihnya.
4.
Adanya kebebasan menyatakan pendapat
tanpa ancaman. Demokrasi membutuhkan kebebasan dalam menyampaikan pendapat,
bersenkat dengan rasa aman.
5.
Adanya kebebasan mengakses
informasi. Dengan membutuhkan informasi yang akurat, untuk itu setiap warga
Negara harus mendapatkan akses informasi yang memadai. Setiap keputusan
pemerintah harus disosialisasikan dan mendapatkan persetujuan DPR, serta
menjadi kewajiban pemenntah untuk memberikan inforrnasi yang benar.
6.
Adanya kebebasan berserikat yang
terbuka. Kebebasan untuk berserikat ini memberikan dorongan bagi warga Negara
yang merasa lemah, dan untuk memperkuatnya membutuhkan teman atau kelompok
dalam bentuk serikat.
F.
Sejarah dan
Perkembangan Demokrasi di Barat
Konsep
demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dan hokum di
Yunani kuno dan dipraktekkan dalam hidup bernegara antara abad ke-6 SM samapi
abad ke-4 M. demokrasi yang dipraktikkan pada masa itu berbentuk demokrasi
langsung (direct democracy) artinya hak rakyat untuk membuat keputusan
politik dijalankan secara langsung leh seluruh warga Negara berdasarkan
prosedur mayoritas.
Gagasan
demokrasi yunani kuno berakhir pada abad pertengahan. Masyarakat abad
pertengahan dicirikan oleh struktur masyarakat yang peodal, kehidupan spritual
dikuasai oleh paus dan pejabat agama, sedangkan kehdupan politiknya ditandai
oleh perbuatankekuasaan diantara para bangsawan. Dengan demikan kehidupan
sosial politik dan gama pada masa ini hanya ditentukan oleh elit-elit
masyarakat yaitu kaum bangsawan dan kaum agamawan.
Namun demikian
menjelag akhr abad pertengahan, tumbuh kembali menghidupkan demokrasi. Lahirnya
Magna Charta (piagam besar) sebagai suatu piagam yang memuat perjanjian
antara kaum bangsawandan Raja John di inggris merupakan tonggak baru kemunculan
demokrasi empiric.
Momentum
lainnya yangmenandai kemunculan kembali demokasi di dunia Barat adalah gerakan
renaissance dan reformasi. Renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan
kembali pada minat pada sastra dan budaya Yunani kuno. Gerakan ini lahir di
Barat karena adanya kontak dengan dunia islam yang ketika itu sedang berada
pada puncak kejayaan peradaban ilmu pengetahuan. Para ilmuan islam pada masa
seperti ilmu khaldun, Al-Razi, Oemar Khayam, Al-Khawarizmi dan sebagainya bukan
hanya berhasil mengasimilasikan pengetahuan persi kuno dan warisan klasik
(yunani kuno), melainkan berhasil menyesuaikan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan
yang sesuai dengan pikiran mereka sendiri.
Dengan kata
lain renaissance dierofa yang bersumber dari tradisi keilmuan islam yang berintikan
pada pemulian akal pikitranuntuk selalu mencipta dan mengembangkan ilmu
pengetahuan telah mengilhami muculnya kembali gerakan demokrasi. Peristiwa lain
mendorong timbulnya kembali gerakan demokrasi di eropa yang sempat tenggelam
pada abad pertengahan adalah gerakan reformasi yaitu gerakan revolusi agama
yang terjadi di eropa pada abad ke-16 yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan
dalam gereja katolik. Kecaman dan dobrakan terhadap absolutisme monarki dan
gereja pada masa itu didasarkan pada teori rasionalitas sebagai “social
contrac” (perjajian masyarakat) yang salah satu asasnya menetukan bahwa dunia
ini dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (natural law) yang mengandung
prinsip-prinsip keadilan yang unipersal, berlaku untuk semua waktu dan semua
orang, baik raja, bangsawan, maupun rakyat jelata.
Dengan demkian
teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak pemerintahan absolut dan
menetapkan hak-hak politik rakyat dalam satu asas yang disebut demokrasi
(pemerintahan rakyat) dua pilusuf besar yaitu John locked an Montesquieu
masing-masing dari inggris dan prancis telah memberikan sumbangan yang besar
bagi gagasan pemerintah demokrasi. Pada kemunculanya kembali di eropa, hak-hak
politik rakyat dan hak-hak asasi manusia secara individu merupakan tema dasar
dalam pemikiran politik (ketata Negaraan). Untuk itu timbulah gagasan tentang
cara membatasi kekuasaan pemerintah melalui pembuatan kontitusi baik yang
tetulis maupun yang tidak tertulis.
Salah satu ciri
penting pada Negara yagn menganut kanstitusionalisme (Demokrasi Konstituasional
) yang hidup pada abat Ke 19 ini adalah sifat pemerintah yang pasit, artinya,
pemerinta hanya menjadi wasit atau pelaksana sebagai keinginan rakyat yang
dirumuskan oleh wakil rakyat di parlemen. Jika dibandingankan dengan
triaspolitikamontesqiueu, tugas pemerintah dalam konstitusionalisme ini hanya
terbatas hanya tugas esekutif, yaitu melaksanakan undang-undang yag telah
dibuat oleh perlemen atas nama rakyat.
Konsep Negara
hokum formal (kelasik) mulai digugut menjelang pertengahan abat ke 20 tepatnya
setelah perang dunia. Beberapa factor yagn mendorong ahirnya kecaman atas
Negara hokum formnal yang pluralis liberal, seperti dikemukanan oleh mariam
budiadjo antara lain adalalah akses –akses dalam industrialisasi dan system
kapitalis, tersebarnya paham sosialisme yang menginginkan pembagian kekuasanan
secara merata serta kemenengnan beberapa pertain sosialis di eropa.
Demokrasi,
dalam gagasan baru ini harus meluas mencakup dimensi ekonomi dengan system yagn
dapat menguasai kekuatan kekuatan ekonomi dan berusaha memperkecil perbedaan
sosial ekonomi terutama harus mampu mengatasi ketidak merataan distribusi
kekayaan dikalangan rakyat.
Dalam gagasan
Welfare state ini ternyata peranan Negara direntang sedemikian luas jauh melewati
batas-batas yagn pernah diatur dalam demokrasi konstitusional abad ke -19
(Negara hokum formal). Dalam bidang legislasi , bahkan freies rmenssen dalam
welfare state ini mempunyai tiga macam implikasi yaitu adanya hak inisiatif
(Membaut peratuturan yang sederajat dengan UU Tampak persetujaun lebih dahulu
dari parlemen, kehidupan berlakuanya dibatasi oleh waktu tertentu). Hak
legislasi (membuat peraturan yagn sederajat dari bawah UU) dan droit punction
(menafsirkan sendiri aturan –aturan yang masih bersifat Enunsiatif.
Sejarah dan
perkembagnan Demokrasi diibaratkan diawali berbentuk Demokrasi langsung yang
berahir pada abad pertengahan . menjelang ahir abad pertengahan lahir magna
carta dan dilanjutkan munculnya gerakan renaissance dan revormasi yang menekankan
pada adanya hak atas hidup.
G.
Sejarah dan
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan
Demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut (fluktuasi) dari masa kemerdekan
sampai saat ini. Perkemabgna demokrasi di Indonesia dapat dari segi waktu digabi
dalam empat priode yaitu: a.priode 1945-1959, b.Priode 1959-1965, c. Priode
1965-1998, d. Priode 1998-sekarang.
1.
Demokrasi pada priode 1945-1959
Demokrasi pada
masa ini dikenal denga sebutan demokrasi parlementer. System parlementer yang mulai
berlalu sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam
undang –uandang dasar 1945 dan 1950, ternayta kurang cocok untuk Indonesia .
persatuan yagn dapat digalang selama mengahadapi musuh bersama dan tidak dapat
dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstituktif sesudah kemerdekaan tercapai.
Karena lemahnya benih-benih proklamai demokrasi system parlementer member
peluagn untuk dominasi partai-partai politik dan dewan perwakilan rakyat.
2.
Demokrasi Pada Preiode 1959-1965
Cirri-ciri
priode ini adalah dominasi dari presiden, terbatasnya peranan politik ,
berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial
politik. Dekrit Presiden 5 juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk
mencari jalan keluar dari kemacetan poliotik melaluai pembentukan kepemimpinan
yagn kuat . Undang-Undang Dasar 1945 membuka kesempatan bagai seorang presiden
untuk bertahan selama sekurang-kurangya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS
No. LLL/1963 yang mengngkat Ir.Soekarno sebagai Presiden seumur hidup telah “
membataskan pembatasan waktu lima tahun ini (Undang-Undang Dasar memungkinkan
seseorang Presiden untuk dipilih kembali ) yang ditentuklan Undang-Undang
Dasar. Selain dari pada itu banayak lagi tindakan yang menyimpang dari atau
menyeleweng terhadap ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar.
Selain dari itu
terjadi Penyelewengan di bidang perundang-undangan dimana pembagian tindakan
pemerintah dilaksanakan melaui Penetapan Presiden (Penpes) yang memkai Dekrit 5
juli sebaga sumber hokum. Partai politik dan pres yang sedikit menyimpang dari
“rel revolusi” tidak dibenarkan, sedangkan politik mercusur di bidang hubungan
luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi
tambah seram. G. 30 S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang
untuk dimulainya masa demokrasi pancasila.
Demokrasi
terpimpin seperti di kemukakan oleh soekarno seperti dikutip oleh A. syafi
Ma’arif adalah demokrasi yang dipimpin oleh nikmat kebijaksanaan dalam permusawaratan/perwakilan.
Dalam kesempatan lain dikataan bahwa demokrasi terpimpin adalah demokrasi
kekeluargaan tanpa anarkisme, liberalism otokrasi diktator . presiden Soekarno
mengatakan bahwa prinsip-prinsip dasar demokrasi terpimpin iyalah : 1.
Tiap-tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan-kepentingan umum,
masyarakat bangsa dan Negara ; 2. Tiap-tiap oragn berhak mendapat penghidupan
yagn layak dalam masyarakat bangsa dan Negara .
3.
Demokrasi Pada Periode 1965-1998
Landasan formil
dari periode ini adalah panca sila, undang undang daar 1945 serta
ketetapan-ketetapan MPRS. Dalam usaha untuk meluruskan kembali penyelewengan
terhadap undang-undang dasar yang telah terjadi dalam masa demokrasi terpimpin,
kita telah mengadakan tindakan korekti.
Beberapa
perumusan tentang demokrasi pancasila sebagai berikut :
a.
Demokrasi pada bidang politik pada
hakikatnya adalah menegakan kembali asas-asas Negara hukum dan kepastian hokum.
b.
Demokrasi pada bidang ekonomi pada
hakikatnya adalah kehidupan yagn layak bagi semua warga Negara.
c.
Demokrasi pada bidang hukum pada
hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM , peradilan yang bebas yang
tidak memihak.
Namun demikian
“demokrasi pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan gagasan
belum sampai pada tataran praksis atau penerapan. Karena dalam praktik
kenegaraan dan pemerintahan , rezim ini sanagat tidak memberikan ruang bagi
kehidupan berdemokrasi, seperti diaktakan oleh M.Rusli Karim Razim orde baru
ditandai oleh :
1. Dominanya
peranan ABRI.
2. birokkratisasi
dan sentralisasi pengambilan keputusan politik.
3. Pengebirian
peran dan fungsi partai politik.
4. Campur
tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan public.
5. Masa
pengembang; 6.monilitisasi idiologi Negara.
7. Inkorporasi
lembaga nonpemerintah.
4.
Demokrasi Pada Periode 1998-Sekarang
Runtuhnya rezim
atau otoriter orde baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhanya demokrasi di
Indonesia . bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut
menandakan tahapa bagi transisi demokrasi Indonesia . transisi demokrasi
merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan ditentukan
kemana arah demokrasi yang akan dibangun .
Sukses atau
gagalnya trasnsisi sangat tergantung pada empat faktor kunci yaitu : (1)
komposisi elit politik, (2) disain intitusi polilitik, (3) kurtur politik atau
perubahan sikap terhadap politik dikalangan elit dan nonelit, dan (4) peran
society (masyarat madani). Keempat faktor itu harus dalam secara kinfergis dan
berkelindan sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi.
Transisi ini
yang sekarang dialami bukan pengalaman has yagn hanya dilalui Indonesia
beberapa Negara amerika latin pada deklade 80an, dan juga Negara-negara asia
tenggara seperti Thailan, Philipina, pernah mengalami proses serupa. transaksi
demokrasi telah dimulai dengan jatuhnya pemerintahan otoriter. Sedangkan panjang
pendeknya transisi tergantung pada kemampuan rezim demokrasi baru mengatasi
proplem transisional yang menghadang.
Secara history,
semakin berhasil suatu rezim dalam menyediankan apa yang diinginkan rakyat,
semaklin mengakar kuat dan dalam keyakinan mereka terhadap legikimasi
demokrasi. Semakin kuat keyakian terhadap legitimasi demokrasi dan kotmitmen
untuk mematuhi aturan main system demokrasi, semakin manjur rezim dalam
merumuskan kebijakan untuk merespon persoalan-persoalan yagn dihadapi
masyarakat.
Indikasi kearah
terwujudnya kehidupan demokratis dalam era-transisi menuju demokrasi di
Indonesia anatar lain adanya reposisi dan redefinisi TNI dalam kaitanya dengan
keberadaannya pada sebuah Negara Demokrasi, diamandemenkanya pasal-pasal dalam
kontitusi Negara RI (amandemen I-IV) , adanya kebebasab pers, dijalankanya
kebijakan otonomi daerah, dan sebagaianya.
H.
Demokrasi
Menurut Pandangan Islam
Dalam Islam,
demokrasi sudah diajarkan oleh Rasulullah. Contohnya, pada saat Perang Badar
beliau mendengarkan saran sahabatnya mengenai lokasi perang walaupun itu bukan
pilihan yang diajukan olehnya.
1.
Pandangan Ulama terhadap demokrasi
Menurut Yusuf
al-Qardhawi substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa hal. Misalnya:
a.
Dalam demokrasi proses pemilihan
melibatkkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin
dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih
sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak
seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di belakangnya.
b.
Usaha setiap rakyat untuk meluruskan
penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi
mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran
Islam.
c.
Pemilihan umum termasuk jenis
pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya
sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas
jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi
perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
d.
Pemilihan umum termasuk jenis
pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya
sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas
jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi
perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
e.
Penetapan hukum yang berdasarkan
suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Contohnya dalam
sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat
khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi
khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara, lainnya yang tidak terpilih
harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus
memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar.
Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah.
Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan
dengan nash syariat secara tegas.
f.
Juga kebebasan pers dan kebebasan
mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan merupakan sejumlah hal dalam
demokrasi yang sejalan dengan Islam.
Salim Ali
al-Bahnasawi. Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak
bertentangan dengan islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan
Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak
bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak
legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram
dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia menawarkan adanya islamisasi
sebagai berikut:
a.
Menetapkan tanggung jawab setiap
individu di hadapan Allah.
b.
Wakil rakyat harus berakhlak Islam
dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
c.
Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam
kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan
(al-Ahzab: 36).
d.
Komitmen terhadap islam terkait
dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen.
2.
Persamaan Islam & Demokrasi
Dr. Dhiyauddin
ar Rais mengatakan, Ada beberapa persamaan yang mempertemukan Islam dan
demokrasi :
a.
Jika demokrasi diartikan sebagai
sistem yang diikuti asas pemisahan kekuasaan, itu pun sudah ada di dalam Islam.
Kekuasaan legislatif sebagai sistem terpenting dalam sistem demokrasi diberikan
penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam atau
Presiden. Pembuatan Undang-Undang atau hukum didasarkan pada alQuran dan
Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan demikian, pembuatan UU terpisah dari Imam,
bahkan kedudukannya lebih tinggi dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya dan
terikat UU. Pada hakikatnya, Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang
memiliki kewenangan independen karena pengambilan keputusan tidak boleh
didasarkan pada pendapat atau keputusan penguasa atau presiden, jelainkan
berdasarka pada hukum-hukum syariat atau perintah Allah Swt.
b.
Demokrasi seperti definisi Abraham
Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat pengertian itu pun ada di dalam sistem
negara Islam dengan pengecualian bahwa rakyat harus memahami Islam secara
komprehensif.
c.
Demokrasi adalah adanya dasar-dasar
politik atau sosial tertentu (misalnya, asas persamaan di hadapan
undang-undang, kebebasan berpikir dan berkeyakinan, realisasi keadilan sosial,
atau memberikan jaminan hak-hak tertentu, seperti hak hidup dan bebas mendapat
pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam Islam.
3.
Perbedaan Islam & Demokrasi
a.
Demokrasi yang sudah populer di
Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi batas wilayah, iklim, darah,
suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang mengkristal. Dengan kata lain, demokrasi
selalu diiringi pemikiran nasionalisme atau rasialisme yang digiring tendensi
fanatisme. Adapun menurut Islam, umat tidak terikat batas wilayah atau batasan
lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam Islam adalah ikatan akidah, pemikiran dan
perasaan. Siapa pun yang mengikuti Islam, ia masuk salah satu negara Islam
terlepas dari jenis, warna kulit, negara, bahasa atau batasan lain. Dengan
demikian, pandangan Islam sangat manusiawi dan bersifat internasional.
b.
tujuan-tujuan demokrasi modern Barat
atau demokrasi yang ada pada tiap masa adalah tujuan-tujuan yang bersifat
duniawi dan material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat
(rakyat) atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh
melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi Islam
selain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi (materi) mempunyai tujuan spiritual
yang lebih utama dan fundamental.
c.
kedaulatan umat (rakyat) menurut
demokrasi Barat adalah sebuah kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang
kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kezaliman atau kemaksiatannya.
Namun dalam Islam, kedaulatan rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan
ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi
batasan-batasan syariat, alQuran dan asSunnah tanpa mendapat sanksi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani
t artinya rakyat, kratos berarti pemerintahanm. Demokrasi, artinya pemerintahan
rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat
menentukan. Istilah Demokrasi pertama kali dipakai di Yunani kuno, khususnya di
kota Athena, untuk menunjukkan sistem pemerintahan yang berlaku di sana.
Kota-kota di daerah Yunani pada waktu itu kecil-kecil. Penduduknya tidak begitu
banyak sehingga mudah dikumpulkan oleh pemerintah dalam suatu rapat untuk
bermusyawarah. Dalam rapat tersebut, diambil keputusan bersama mengenai
garis-garis besar kebijaksaan pemerintah yang akan dilaksanakan dan segal
permasalahan kemayarakatan.
2.
Demokrasi tidak akan datang, tumbuh
dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan
perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari
suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan mayarakat).
Bentuk kongkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikanya demokrasi sebagai
way of life (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi kehidupan bernegara baik
oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh pemerintah.
3.
Unsur-unsur penegak demokrasi
a.
Negara hokum
b.
Masyarakat madani
c.
Infrastruktu politik
d.
Pers yang bebas dan bertanggung
jawab
4.
Model-model demokrasi
A.
Sklar mengajukan lima corak atau
model demokrasi
1.
Demokrasi liberal
2.
Demokrasi terpimpin
3.
Demokrasi social
4.
Demokrasi partisipasi
5.
Demokrasi konstitusional
B.
Demokrasi juga dapat dilihat dari
dua sudut pandang, yaitu sudut pandang segi pelaksanaan dan sudut pandang
tugas-tugas dan alat-alat perlengkapan Negara.
B.
Saran-Saran
1.
Makalah Pendidikan Kewarganegaraan ini
diharapkan menjadi masukan dan bahan tambahan dalam memahami perkara-perkara
Demokrasi. Penulis juga mengharapkan
makalah ini dapat dikembangkan oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Azra Az Yumardi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani,
Jakarta : PT. ice UIN syarif hidayatullah, 2003.
Gatara, Sahid Asep, dan Subhan Sofhian, Pendidikan Kewarganegaraan
(Civic Education), Bandung: Fokus Media, 2012.
Herdiawanto, Heri dan Jumanta Hamdayama, Cerdas Kritis dan Aktif
Berwarganegara, Jakarta: Erlangga, 2010.
Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005.
Sareb Putra, R.Masri, Etika dan Tertib Warga Negara, Jakarta:
Salemba Humanika, 2010.
Ubaidillah, A, dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
Edisi Revisi, Jakarta: ICCE UIN Syarf Hidayatullah Jakarta, 2007.