A.
Positivisme
Filsafat positifisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak
pemikirannya, segala yang diketahui adalah yang factual dan yang positif,
sehingga metafisika ditolaknya. Positif adalah segala gejala dan segala yang
tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah
fakta diperoleh, maka fakta-fakta tersebut kita atur untuk dapat memberikan
asumsi (proyeksi ke masa depan).
a.
Pengertian Positivisme
Positivisme dalam bahasa Inggris, yaitu: positivism, dalam bahasa
Latin positivus, ponere yang berarti meletakkan. Positifisme sekarang merupakan
istilah umum untuk posisi filosofis yang menekanakan aspek faktual pengetahuan,
khususnya pengetahuan ilmiah dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan
pernyataan-pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi). Atau
dengan kata lain, positivime merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan
ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan
menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik.
Menurut Ahmad Syadah dan Mudzakir mengatakan Positivisme adalah aliran
filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau
kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
b.
Pembagian Aliran Positivisme
Positivisme dapat dibagi menjadi dua, yaitu positivisme ligis dan
positivisme moral.
1.
Positivisme Logis
Positivisme logis merupakan aliran pemikiran yang membatasi pikiran
pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau analisis definisi
dan relasi antara istilah-istilah. Tugas pertama dipersiapkan untuk ilmu dan
yang kedua khusus untuk filsafat. Menurut positivisme logis, filsafat ilmu
murni mungkin hanya sebagai suatu analisis logis tentang bahasa ilmu. Fungsi
analisis ini di satu pihak mengurangi metafisika, yaitu filsafat dalam arti
tradisional, dan di lain pihak, meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah.
a.
Ajaran
Pokok
Positivismmme logis empunyai beberapa ajaran pokok, diantaranya:
1. Penerimaan
prinsip verifiabilitas, yang merupakan kriteria untuk menentukan bahwa suatu pernyataan
mempunyai arti kognitif. Arti kognitif
suatu pernyataan tergantung pada apakah pernyataan itu dapat diverifikasi atau
tidak.
2. Semua
pernyataan dalam matematika dan logika bersifat analitis ( tautologi) dan benar
per definisi. Konsep-konsep matematika dan logika tidak di verifikasi tetapi merupakan kesepakatan defisional yang diterapkan pada realitas.
3. Metode
ilmiah merupakan sumber pengetahuan satu-satunya yang tepat tentang realitas.
4. Filafat
merupakan analisis dan klarifikasi makna dengan logika dan metode ilmiah.
(beberapa ahli positivisme logis
berupaya untuk menghilangkan semua filsafat yang tidak tersusun segabai
ilmu-ilmu logika-matematik).
5. Bahasa
pasa hakikatnya merupakan suatu kalkulus. Dengan formalisasi bahasa dapat
ditangani sebagai suatu kalkulus, yaitu dalam memecahkan masalah-masalah filosofis ( atau memperlihatkan yang mana
darimasalah-masalah itu merupakan yang semu) dan dalam hal menjelaskan
dasar-dasar ilmu.
6. Pernyataan-pernyataan
metafisik tidak bermakna. Pernyataan-pernyataan itu tidak dapat diverifikasi
secara empiris dan bukan tautologi yang
berguna. Tidak ada cara yang mungkin untuk menentukan kebenarannya atau
kesalahannyadengan mengacu pada pengalaman, seperti ucapan “ Yang tiada itu
sendiri tiada”, yang dipelopori oleh martin Heidegger, “ yang mutlak mengatasi
waktu “, “Allah adalah sempurna“, ada murni tidak mempunyai cirri “,
pernyataan-pernyataan metafisik adalah pernyataan semu.
7. Dalam
bentuk positivisme ekstrim, pernyataan-pernyataan tentang eksisitensi dunia
luar dan pikiran luar yang bebas dari pikiran kita
sendiri, dianggap tidak bermakna, karena tidak ada cara empiris untuk
mengadakan verifikasi terhadapnaya.
8. Penerimaan
terhadap teori emotif dalam aksiologi. Nilai-nilai tidak ada apabila tidak
bergantung pada kemampuan manusia untuk menetapkan nilai-nilai. Nilai-nilai tidak merupakan objek-objek di dunia, tidak
dapat ditemukan dengan percccobaan, dan tidak dapat diperiksa, atau dialami
sebagaimana kita mengalami atau mengadakan verifikasi terhadap eksistensi
objek-objek.
2.
Positivisme Moral
Positivisme moral menegaskan bahwa nilai-nilai didasarkan pada
kebudayaan dan perkambangannya sesuai dengan variasi-variasi waktu dan tempat.
Oleh karenaitu, kebaikan atau nilai moral kegiatan manusia tidak terikat secara
niscaya dan secara tidak berubah dengan hakikat pribadi manusia, tetapi sama
sekali tunduk kepada semua variasi yang mungkin.
Bukti utama bagi positivisme moral adalah kesaksian sejarah. Setiap
bangsa dan setiap kebudayaan mengembangakan nilai moralnya sendiri dan nilai-nilai
sering ditemukan bertentangan. Apa yang sebelumnya diperbolehkan seakan-akan
pada suatu generasi kemudian kurang mendapat penghargaan dari manusia atau
bahkan malah bersifat tidak sopan.
c.
Tokoh dan Pemikirannya.
1.
Auguste
Comte
Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, lahir
di Montepellier, perancis, tahun 1798. Keluarganya beragama katolik yang
berdarah bangsawan. Meski demikian, Auguste Comte tidak terlalu peduli dengan
kebangsawanannya. Dia mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di paris dan
lama hidup disana. Dikalangan teman-temannya Auguste Comte adalah mahasiswa
yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan ecole sesudah seorang
mahasiswa yang memberontak dalam mendukung napoleon dipecat.
Auguste Comte memulai karir profesionalnya degan memberi les dalam
bidang matematika. Walaupun demikian, perhatian yang sebenarnya adalah pada
masalah-masalah kemanusiaan dan sosial.
Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam jilid karya
besarnya yang berjudul course of positive Philosophy, comte bertemu dengan
clothilde de Vaux, seorang ibu yang mengubah kehidupan comte. Dia berumur
beberapa tahun lebih muda dari pada comte. Wanita tersebut sedang ditinggalkan
suaminya ketika bertemu dengan komte pertama kalinya, comte langsung mengetahui
bahwa peremuan itu bukan sekedar perempuan. Seyangnya clothilde de Vaux tidak
terlalu meluap-luap seperti comte. Walaupun saling berkirim surat cinta
beberapa kali, clothilde de Vaux menganggap hubungan itu adalah persaudaraan
saja.
Akhirnya, dalam suratnya, clothilde de Vaux menerima menjalin
hubungan intim suami isteri. Wanita itu terdesak oleh keprihatinan akan
kesehatan mental comte. Hubungan intim suami isteri rupanya tidak jadi
terlaksana, tetapi perasaan mesra sering diteruskan lewat surat menyurat.
Namun, romantika ini tidak berlangsung lama. clothilde de Vaux mengidap
penyakit TBC dan hanya beberapa bulan sesudah bertemu dengan comte, dia
meninggal. Kehidupan comte lalu bergoncang, dia bersumpah membaktikan hidupnya
untuk mengenang “bidadarinya” itu.
Auguste Comte juga memiliki pemikiran Altruisme. Altruisme
merupakan ajaran comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman.
Altruisme diartikan sebagai “menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat”.
Bahkan, bukan “salah satu masyarakat”, melainkan I’humanite “suku bangsa
manusia” pada umumnya. Jadi, Altruisme bukan sekedar lawan “egoisme”.
Keteraturan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya dapat
dicapai kalau semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam
tindakan mereka. Sehubungan dengan altruisme ini, comte menganggap bangsa
manusia menjadi semacam pengganti Tuhan. Kailahan baru dan positivisme ini
disebut Le Grand Eire “Maha Makhluk”. Dalam hal ini comte mengusulkan untuk mengorganisasikan
semacam kebaktian untuk If Grand Eire itu lengkap dengan imam-imam,
santo-santo, pesta-pesta liturgi, dan lain-lain. Ini sebenarnya dapat dikatakan
sebagai “Suatu agama Katholik tanpa agama masehi”. Dogma satu-satunya agama ini
adalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertib sebagai dasar, kemajuan sebagai
tujuan.
Perlu diketahui bahwa ketiga tahap atau zaman tersebut diatas
menurut Comte tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat
manusia, tetapi juga berlaku bagi peroranga. Misalnya sebagai kanak-kanak
seorang teolog, sebagai pemuda menjadi metafisis dan sebagai orang dewasa ia
adalah seorang positivis.
Menurut Agus Comte, perkembangan pemikiran manusia secara personal
maupun bangsa melewati tiga zaman yaitu :
1.
Zaman
Teologis
Zaman Teologis yaitu zaman dimana manusia mempercayai bahwa
dibelakang gejala-gejala alam, terdapat kuasa adlkodrati yang mengatur fungsi
tersebut. Zaman teologis dibagi lagi menjadi tiga periode, yaitu :
a.
Periode
Pertama dimana benda-benda dianggap berjiwa (animisme)
b.
Periode
Kedua manusia mempercayai dewa-dewa (politeisme)
c.
Periode
Ketiga manusia percaya pada satu Tuhan
2.
Zaman
Metafisis
Zaman Metafisi, kekuatan yang adlkodrati digantikan dengan
ketentuan abstrak
3.
Zaman
Positif
Zaman Positif yaitu zaman orang yang tidak lagi berusaha mencapai
pengetahuan tentang hal yang mutlak, namun mencari hukum-hukum dari fakta-fakta
yang diperoleh melalui pengalaman serta akalnya. Tujuan utama zaman ini akan
terpenuhi bila gejala-gejala dapat disusun dan diatur dibawah satu fakta yang
bersifat umum.
Hukum tahap ini tidak berlaku untuk seluruh rohani umat manusia,
tetapi berlaku perorangan. Perkembangan ilmu pengetahuan tersusun sedemikian
rupa, sehingga satu ilmu yang mengandalkan ilmu-ilmu sebelmunya. Dengan
demikian Comte menempatkan deretan ilmu pengetahuan dengan urutan : ilmu pasti,
astronomi, fisika, kimia, biologi dan sosiologi.
2.
John
Stuart Mill
John Stuart Mill memberikan landasan psikoogis terhadap filsafat
positivisme. Karena psikollogi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat.
Seperti halnya dengan kaum positif, mill mengakui bahwa satu-satunya yang
menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan
metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
B.
Materialisme
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal
yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal
terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi
adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori, materialisme termasuk paham
ontologi monistik. Akan tetapi, materialisme berbeda dengan teori ontologis yang
didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal
tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme.
a.
Pengertian Materialisme
Pengertian yang jelas mengenai ”materi” dapat diperoleh berdasarkan
sejumlah kategori yang ditetapkan secara empiris, seperti kesinambungan,
eksistensi, kegiatan sebab-akibat, yang dihubungkan dengan fakta-fakta empiris
yang terperinci mengenai struktur, gerak-gerik dan daya pengaruh dalam kerangka
ruang-ruang tertentu, kategori-kategori semcam ini diperoleh dengan cara
memahami secara akal sembari kerja atas dasar tangkapan inderawi dan kesadaran
diri.
Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa alam terdiri dari
unsur-unsur yang disebut materi. Sebelum dikembangkannya fisika modern, ataom
merupakan substansi renik yang keras, tidak dapat ditembus. Setelah
berkembangnya fisika modern ternyata ditemukan unsur yang lebih kecil didalam
atom. Hal demikianlah yang disebut mater.
Kamu materialis pada masa lampau memandang alam semesta tersusun dari
zat zat renik serta dapat diterngkan dengan hukum-hukum dinamika. Dari pendapat
itulah para materialis modern menemukan rumus fisika modern yaitu E=mc², yang
menyatakan bahwa tenaga E posisinya dapat saling dipertukarkan dengan massa m.
Menurut kaum materialis dewasa ini dengan salah satu cara yang
sudah disesuaikan berdasarkan penemuan-penemuan ilmu positif yang baru
(Red.TW), mengatakan bahwa substansi yang paling dalam adalah materi. Dengan
demikian pernyataan yang mengungkapkan bahwa “kenyataan dianggap material”
dipandang bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakan nyata (I) dalam babak
terakhir berasar dari materi atau (e) berasal dari gejala-gejala yang
bersangkutan dengan materi.
Dewasa ini yang dianut materialisme baru bahwasanya yang ada permulaannya
adalah materi. Materialisme modern menyatakan pola anorganis ada terlebih
dahulu dari pada organisme yang hidup. Sistem material organis tersusun secara
tinggi serta berliku-liku. Sedangkan sistem material anorganis tersusun lebih
rendah dan sederhana dibandingkan sistem organis. Materi yang tersusun secamam
itu membua jlan bagi tingkatan susunan yang secara keseluruhan merupakan
kebulatan yang ciri pengenalnya ialah keadaannya yang diatur oleh hukum-hukum
yang berbeda.
b.
Pembagian Aliran Materialisme
Aliran-aliran dalam materialisme
1.
Materialisme Mekanik
Materialisme mekanik adalah aliran filsafat yang pandangannya
materialis sedangkan metodenya mekanis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu
selalu dalam keadaan gerak dan berubah, geraknya itu adalah gerakan yang
mekanis artinya, gerak yang tetap selamanya atau gerak yang berulang-ulang
(endless loop) seperti mesin yang tanpa perkembangan atau peningkatan secara
kualitatif.
Materialisme mekanik tersistematis ketika ilmu tentang meknika
mulai berkembang dengan pesat, tokoh-tokoh yang terkenal sebagai pengusung
materialisme pada waktu itu ialah Demokritus (± 460-370 SM), Heraklitus (± 500
SM) kedua pemikir Yunanai ini berpendapat bahwa aktivitas psikik hanya
merupakan gerakan atom-atom yang sangat lembut dan mudah bergerak.
Mulai abad ke-4 sebelum masehi pandangan materialisme primitif ini
mulai menurun pengaruhnya digantikan dengan pandangan idealisme yang diusung
oleh Plato dan Aristoteles. Sejak itu, ± 1700 tahun lamanya dunia filsafat
dikuasai oleh filsafat idealisme.
Baru pada akhir jaman feodal, sekitar abad ke-17 ketika kaum
borjuis sebagai klas baru dengan cara produksinya yang baru, materialisme
mekanik muncul dalam bentuk yang lebih modern karena ilmu pengetahuan telah
maju sedemikian pesatnya. Pada waktu itu ilmu materialisme ini menjadi senjata
moril / idiologis bagi perjuangan klas borjuis melawan klas feodal yang masih
berkuasa ketika itu. Perkembangan materialisme ini meluas dengan adanya
revolusi industri, di negeri-negeri Eropa. Wakil-wakil dari filsafat materialis
pada abad ke-17 adalah Thomas Hobbes(1588-1679 M), Benedictus Spinoza
(1632-1677 M) dsb. Aliran filsafat materialisme mekanik mencapai titik
puncaknya ketika terjadi Revolusi Perancis pada abad ke-18 yang diwakili oleh
Paul de Holbach (1723-1789 M), Lamettrie (1709-1751 M) yang disebut juga
materialisme Perancis.
2.
Materialisme metafisik
Materialisme metafisik mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam
keadaan diam, tetap atau statis selamanya seandainya materi itu berubah maka
perubahan tersebut terjadi karena faktor luar atau kekuatan dari luar. Gerak
materi itu disebut gerak ekstern atau gerak luar. selanjutnya materi itu dalam
keadaan terpisah-pisah atau tidak mempunyai hubungan antara satu dengan yang
lainnya.
Materialisme metafisik diwakili oleh Ludwig Feurbach, pandangan
materialisme ini mengakui bahwa adanya “ide absolut” pra-dunia dari Hegel ,
adanya terlebih dahulu “kategori-kategori logis” sebelum dunia ada, adalah
tidak lain sisa-sisa khayalan dari kepercayaan tentang adanya pencipta diluar
dunia; bahwa dunia materil yang dapat dirasakan oleh panca indera kita adalah
satu-satunya realitet.
Tetapi
materialisme metafisik melihat segala sesuatu tidak secara keseluruhannya,
tidak dari saling hubungannya, atau segala sesuatu itu berdiri sendiri. Dan
segala sesuatu yang real itu tidak bergerak, diam.
Pandangan ini mengidamkan seorang manusia suci atau seorang resi
suci yang penuh cinta kasih. Feurbach berusaha memindahkan agama lama yang
menekankan hubungan manusia dengan Tuhan menjadi sebuah agama baru yaitu
hubungan cinta kelamin antara manusia dengan manusia. Seperti kata Feurbach:
“Tuhan adalah bayangan manusia dalam cermin”, Feurbach menentang teologi, dalam
filsafatnya atau “agama baru”-nya Feurbach mengganti kedudukan Tuhan dengan
manusia, pendeknya manusia itu Tuhan. Feurbach tidak melihat peran aktif dari
ide dalam perkembangan materi, yang materi bagi Feurbach adalah misalnya,
manusia (baca: materi, pen) sedangkan dunia dimana manusia itu tinggal tidak
ada baginya, atau menganggap sepi ativitet yang dilakukan manusia/materi
tersebut.
Materialisme metafisik menganggap kontradiksi sebagai hal yang
irasionil bukan sebagai hal yang nyata, disinilah letak dari idealisme
Feurbach. Pandangannya bertolak daripada materialisme tetapi metode
penyelidikan yang dipakai ialah metafisis. Metode metafisis inilah yang menjadi
kelemahan terbesar bagi materialisme Feurbach.
3.
Materialisme dialektis
Materialisme dialektis adalah aliran filsafat yang bersandar pada
matter (benda) dan metodenya dialektis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu
mempunyai keterhubungan satu dengan lainnya, saling mempengaruhi, dan saling
bergantung satu dengan lainnya. Gerak materi itu adalah gerakan yang dialektis
yaitu pergerakan atau perubahan menuju bentuk yang lebih tinggi atau lebih maju
seperti spiral. Tokoh-tokoh pencetus filsafat ini adalah Karl Marx (1818-1883
M), Friedrich Engels (1820-1895 M).
Gerakan materi itu adalah gerak intern, yaitu bergerak atau berubah
karena dorongan dari faktor dalamnya (motive force-nya). Yang disebut “diam”
itu hanya tampaknya atau bentuknya, sebab hakikat dari gejala yang tampaknya
atau bentuknya “diam” itu isinya tetap gerak, jadi “diam” itu juga suatu bentuk
gerak.
Metode yang dipakai adalah dialektika Hegel, Marx mengakui bahwa
orang Yunani-lah yang pertama kali menemukan metode dialektika, tetapi
Hegel-lah yang mensistematiskan metode tersebut. Tetapi oleh Marx dijungkir
balikkan dengan bersandarkan materialisme. Marx dan temannya Engels mengambil
materialisme Feurbach dan membuang metodenya yang metafisis sebagai dasar dari
filsafatnya. Dan memakai dialektika sebagai metode dan membuang pandangan
idealis Hegel.
Dialektika Hegel menentang dan menggulingkan metode metafisis yang
selama beabad-abad menguasai lapangan filsafat. Hegel mengatakan “yang penting
dalam filsafat adalah metode bukan kesimpulan-kesimpulan mengenai ini dan itu”.
Ia menunjukkan kelemahan-kelemahan metafisika :
1.
Kaum
metafisis memandang sesuatu bukan dari keseluruhannya, tidak dari saling
hubungannya, tetapi dipandangnya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri,
sedangkan Hegel memandang dunia sebagai badan kesatuan, segala sesuatu
didalamnya terdapat saling hubungan organik.
2.
Kaum
metafisis melihat segala sesuatu tidak dari geraknya, melainkan sebagai yang
diam, mati dan tidak berubah-ubah, sedang Hegel melihat segala sesuatu dari
perkembangannya, dan perkembangannya itu disebabkan kontradiksi internal, kaum
metafisik berpendapat bahwa: “segala yang bertentangan adalah irasionil”.
Mereka tidak tahu bahwa akal (reason) itu sendiri adalah pertentangan.
3.
Sumbangan
Hegel yang terpenting adalah kritiknya tentang evolusi vulgar, yang pada ketika
itu sangat merajalela, dengan mengemukakan teorinya tentang “lompatan” (sprong)
dalam proses perkembangan. Sebelum Hegel sudah banyak filsuf yang mengakui
bahwa dunia ini berkembang, dan meninjau sesuatu dari proses perkembangannya,
tetapi perkembangannya hanya terbatas pada perubahan yang berangsur-angsur
(perubahan evolusioner) saja. Sedang Hegel berpendapat dalam proses perlembangan
itu pertentangan intern makin mendalam dan meruncing dan pada suati tingkat
tertentu perubahan berangsur-angsur terhenti dan terjadilah “lompatan”. Setelah
“lompatan” itu terjadi, maka kwalitas sesuatu itu mengalami perubahan.
c.
Tokoh dan Pemikirannya
Beberapa tokoh pemikir materialisme, antara lain :
1.
Epikuros
Filsuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros .
Ia merupakan salah satu filsuf terkemuka pada masa filsafat kuno. Selain
Epikuros, filsuf lain yang juga turut mengembangakan aliran filsafat ini adalah
Demokritos, Thales, Anximanoros, Horaklitos dan Lucretius Carus Pendapat mereka
tentang materialisme, dapat kita samakan dengan materialisme yang berkembang di
Prancis pada masa pencerahan. Dua karangan karya La Mettrie yang cukup terkenal
mewakili paham ini adalah L'homme machine (manusia mesin) dan L'homme plante
(manusia tumbuhan).
2.
Baron
von Holbach
Dalam waktu yang sama, di tempat lain muncul seorang Baron von
holbach yang mengemukakan suatu materialisme ateisme. Materialisme ateisme
serupa dalam bentuk dan substansinya, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara
mutlak. Jiwa sebetulnya sama dengan
fungsi-fungsi otak. Pada Abad 19 muncul filsuf-filsuf materialisme asal Jerman
seperti Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel Merekalah yang kemudian
meneruskan keberadaan materialisme.
3.
Karl
Marx (1818-1883)
Dasar filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi
merupakan hal yang fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-xita politik
atau teologi yang berlebihan, melainkan suatu system produksi. Sejarah
merupakan suatu perjuangan kelas, perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas
yang berkuasa. Pada waktu itu Eropa disebut kelas borjuis. Pada puncaknya dari
sejarah ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut Marx adalah
masyarakat komunis.
4.
Thomas
Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh
karena keduanya hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa
materialisme menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
5.
Hornby
(1974)
Menurut Hornby materialisme adalah theory, belief, that only
material thing exist (teori atau kepercayaan bahwa yang ada hanyalah
benda-benda material saja).
6.
Van
Der Welj (2000)
Van Der Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa
materialisme ini terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh
hukum-hukum fisika-kimiawi. Bahkan, terbentuknya manusia sangat dimungkinkan
berasal dari himpunan atom-atom tertinggi. Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa,
atau roh sebenarnya hanya setumpuk fungsi kegiatan dari otakyang bersifat
sangat organik-materialistis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Positivisme
adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang
diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu
pengetahuan.
2.
Pembagian
aliran Positivisme
a.
Positivisme
logis
b.
Positivisme
moral
3.
Tokoh-tokoh:
a.
August
Comte
b.
John
Stuart Mill
4.
Materialisme
adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan
benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan
semua fenomena adalah hasil interaksi material.
5.
Pembagian
aliran Materialisme
a.
Materialisme
mekanik
b.
Materialisme
metafisik
c.
Materialisme
dialektif
6.
Tokoh-tokoh:
a.
Epikuros
b.
Baron
von holbach
c.
Karl
marx
d.
Thomas
Hobben
e.
Hornby
f.
Van
der welj
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syadah dan Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung : Penerbit
CV. Pustaka Setia, 1997.
Achmad, Asmoro, Filsafat
Umum Edisi Revisi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Abdul Rozak, Isep Zainal Arifin, Filsafat Umum, Bandung:
Gema Media Pusakatama, 2002.
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi
Aksara, 2005.