2.1 PENGERTIAN PENEGAKAN HUKUM, KESADARAN HUKUM, DAN
PELAKSANAAN HUKUM
Penegakan
Hukum. Dalam bahasa Indonesia dikenal beberapa istilah di luar penegakan hukum
tersebut, seperti “penerapan hukum”. Tetapi tampaknya istilah penegakan hukum
adalah yang paling sering digunakan dan dengan demikian pada waktu mendatang
istilah tersebut akan semakin mapan atau merupakan istilah yang dijadikan.[1]
Hukum berfungsi sesuai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi hukum harus dilaksanakan. Pelaksanakan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Hukum
harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat
ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang kongkrit. Bagaimana
hukumnya itulah yang harus berlaku; pada dasarnya tidak boleh menyimpang: (meskipun
dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian
hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu
yang, diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya
kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan lebih
tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk
ketertiban masyarakat.
Sebaliknya,
masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan dan penegakan hukum. Hukum
adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi
manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya
dilaksanakann atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.[2]
Unsur
yang ketiga adalah keadilan. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam
pelaksanaan atau penegakan hukum keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau
penegakan harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat
umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri
harus dihukum: setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan
siapa yang mencuri. Sebaliknya keadilan bersifat subjektif, individualistis dan
tidak menyamaratakan: adil bagi si A belum tentu dirasakan adil bagi si B.[3]
Kalau
dalam menegakkan hukum hanya diperhatikan kepastian hukum saja, maka
unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah
kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu
selanjutnya.
Dalam
menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur
itu harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktik
tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara
ketiga unsur tersebut.
Kalau kita bicara tentang hukum pada umumnya
kita hanya melihat kepada peraturan hukum yang dalam arti kaidah atau peraturan
perundang-undangan, terutama bagi praktisi.
Kesadaran
Hukum. Kesadaran hukum akan terwujud apabila ada indikator pengetahuan hukum,
sikap hukum, dan perilaku hukum yang patuh terhadap hukum. Secara teori ketiga
indikator inilah yang dapat dijadikan tolak ukur dari kesadaran hukum, karena
jika pengetahuan hukum, sikap hukum, dan perilaku hukumnyarendah maka kesadaran
hukumnya rendah atau sebaliknya.
Kesadaran
hukum yang rendah atau tinggi pada masyarakat mempengaruhi pelaksanaan hukum. Kesadaran
hukum yang rendah akan menjadi kendala dalam pelaksanaan hukum, baik berupa
tingginya tingkat pelanggaran hukum maupun kurang berpartisipasinya masyarakat
dalam pelaksanaan hukum.[4]
Hal
tersebut berkaitan dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat atau efektifitas
dari ketentuan hukum di dalam pelaksanaannya Seseorang yang mempunyai kesadaran
hukum., akan memiliki penilaian terhadap hukum yang dinilainya dari segi tujuan
dan tugasnya. Penilaian semacam ini ada pada setiap warga masyarakat, oleh
karena itu manusia pada umumnya mempunyai hasrat untuk senantiasa hidup teratur
Kesadaran
hukum merupakan suatu proses psikis yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin
timbul dan mungkin juga tidak timbul.. Jadi, kesadaran hukum merupakan
kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang
ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.
Keserasian
jalinan nilai-nilai merupakan keserasian anatara dua nilai yang berpasangan,
tetapi juga bertentangan, seperti dalam maslah lalu lintas terdapat nilai
kecepatan dengan nilai keselamatan. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana
menyampaikan hukum agar dapat menjadi patokan perikelakuan dan juga mencerminkan
keserasian nilai-nilai yang dianut oleh suatu khalayak tertentu.[5]
Pelaksanaan
Hukum. Hukum dapat dilihat bentuknya melalaui kaedah yang yang dirumuskan
secara ekplisit. Di dalam kaedah atau peraturan hukum itulah terkandung
tindakan yang harus dilaksanakan., yang tidak lain berupa penegakan hukum itu.
Hukum diciptakan untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan
jika dikatakan bahwa hukum itu tidak bisa lagi disebut sebagai hukum, apabila
tidak lagi dilaksanakan.
Pelaksanaan
hukum selalau melibatkan manusia dan tingkah lakunya. Hukum tidak bisa
terlaksana dengan sendirinya, artinya
hukum tidak mampu untuk mewujudkan sendiri janji serta kehendak yang tercantum
dalam peraturan hukum itu.
Dalam
rangka pelaksanaan penerapan hukum, disusun organisasi penerapan hukum, seperti
kepolisian, kejaksanaan, pengadilan. Tanpa adanya organisai itu, hukum tidak
bisa dijalankan dalam masyarakat. Setiap organisasi bekerja di dalam konteks
sosial tertentu.. setiap orang atau organisasi dimaksud menjalankan kebijakan
atau kegiatan tertentu yang dirasakan lebih menguntungkan.
Dengan
perkataan lain, pada organisasi tersebut selalu terdapat kecenderungan untuk
menggantikan tujuan resmi sebagaimana ditetapkan dalam peraturan hukum dengan
kebijakan atau tindakan sehari-hari. Kebijakan yang dirasakanan dapat
meningkatkan secara maksimal keuntungan yang ingin dicapai, dengan menekan
sampai minimum hambatan terhadap bekerjanya organisasi itu.
Lembaga
kepolisian diberi tugas untuk menangani pelanggaran hukum, kejaksaan disusun
dengan tujuan untukk mempersiapkan pemeriksaan perkara di depan sidang
pengadilamn; dan demikian seterusnya dengan setip penyusunan organisasi di
dalam rangka penyelenggaraan hukum.[6]
2.2 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A.
Istilah
Peraturan perundang-undangan
1)
Jelaskan
tentang istilah peraturan perundang – undangan
Pakar
ilmu Perundang-undangan di Indonesia, Dr.A. Hamid S. Attamimi, S.H., dalam
ceramah ilmiah yang berjudul “Pendidikan Hukum dan Perundang-undangan: yang
disampaikan pada Fakuiltas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 21 Juni
1988, mengatakan :
“ Kata perundang-undangan (Wetgeving, Gesetzgebung) dapat berarti
kegiatan atau fungsi, yaitu perbuatan membentuk peraturan Negara, baik pusat
maupun daera, dan dapat pula berarti hasil atau prosuk dari kegiatan atau
fungsi tersebut. …”
“Perundang-undangan
memang merupakan suatu fungsi Negara yang selalu ada pada setiap Negara apapun
juga cita Negara (staatsidee) yang
dianutnya. …”
B.
Dasar Hukum
istilah peraturan perundang – undangan
2)
Sebutkan dasar
hukum istiah peraturan perundang-undangan
Istilah perundang-undangan di Indonesia dewasa
ini, dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber tertib Hukum Republik
Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundangan dan Skema susunan
Kekuasaan di Dalam Negara Republik Indonesia, disebut peraturan perundangan.[7]
2.3 ASAS-ASAS PERATURAN PERUNDANGAN
Asas – Asas Peraturan Perundang
Macam-macam
Asas Peraturan Perundangan
Tentang berlakunya
suatu Undang-undang dalam arti materiil, dikenal beberapa asas, antara lain :
Asas 1 : Undang-undang rtidak berlaku surut.
Asas ini dapat dibaca dalam:
1)
Pasal 3
Algemene Bepalingan van Wetgeving (disingkat AB) yang berbunyi sebagai berikut; “De
Wet verbindt alleen voor het toekomende en heft geenteruwerkendekrancht.”
(Terjemahannya:
“Undang-undang hanya mengikat untuk masa mendatang dan tidak mempunya kekuatan yang berlaku surut.”).
1)
Pasal 1 Ayat 1
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang berbunyi sebagai berikut:
“Geen feit is strafbaar dan uit kracht van eene daaraan voorafgegane
wettelijke straf-bepaling.”
(terjemahan: “ Tiada
peristiwa yang dapat dipidana, kecuali atas dasar kekuatan suatu aturan perundang-undangan pidana yang mendahulukan.”)
Arti dari asas ini
ialah, bahwa undang-undang hanya boleh dipergunakan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut, dan terjadi setelah undang –undang itu dinyatakan berlaku.
Asas 2 : Undang-undang yang dibuat oleh
penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
Mengenai asas ini tidak akan dibahas di dsini karena akan diuraikan secara
panjang lebar dalam bab tentang Sejarah Perundang-Undangan – Masa RR.
PEngecualian unik terhadap asas ini, akabn diuraikan dalam asas lima dibawah,
yang menjelaskan hubungan antara Undang-Undang Dasar dan Undang-undang.
Asas 3 : Undang-undang yang bersifat
khususmenyampingkan undang-undang yang bersifat umum, jika perbuatannya sama
(Lex Specialis derogate lex generalis). Maksid dari asas ini ialah bahwa
terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang menyebut
peristiwa itu,walaupun intik peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlakukan
undang-undang yang menyebut peristiwa yang lebih luas atau lebih umum yang
dapat juga mencakup peristiwa khusus tersebut.
Asas 4 : Undang –
undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu telah (lexposteriore
derogate lex priori). Yang dimaksud dengan asas ini ialah, bahwa undang-undang
lain (yang lebih dulu berlaku) yang mengatru suatu hal tertentu, tidak berlaku
lagi jika ada undang-undang yang baru (yang berlaku belakangan) yang mengatur
pula hal tertentu tersebut, akan tetapi makna atau tujuannya berlainan atau
berlawanan dengan undang-undang yang lama tersebut (=pencabutan undang-undang
secara diam-diam)
Asas 5 : Undang-undang tidak dapat di ganggu
gugat. Asas ini dinyatakan dengan tegas dalam Undang-undang Dasar Sementara
Pasal 95 Ayat 2. DAlam Undang-undang Dasar 1945 tidak ada 1 pasal pun yang
memuat asas ini.
MAkna
dari asas ini, ialah :
1)
Adanya
kemungkinan bahwa isi undang-undang menyimpang dari Undang-undang Dasar.
2)
Hakim atau
siapaun juga tidak mempunya hak uji materiil terhadap Undang-undang tersebut.
Artinya, isi undang-undang tersebut tidak boleh di uji apakah bertentangan
dengan undang-undang DAsar atau/dan keadilan apa tidak; hak tersebut hanya
dimiliki oleh pembuat Undang-undang tersebut.Hak Uji formil, yaitu hak untuk
meneliti apakah Undang-undang tersebut pada saat dibentuknya ialah dengan cara
yag sah, tetap dimiliki oleh hakim.
Asas 6 : Undang-undang sebagai sarana untuk
semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan
spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaruan atau pelestarian (asas Welvaartstaat).[8]
2.4FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN
HUKUM
Dalam proses penegakan hukum, ada
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut cukupmempunyai arti
sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Menurut
Soerjono Soekanto bahwa faktor-faktor tersebut ada lima, yaitu:
1. Hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini
akan dibatasi pada undang-undang saja;
2. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang
membentuk maupun menerapkan hukum;
3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan
hukum;
4. Masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan;
5. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.[9]
Jika kelima faktor tersebut dijadikan
barometer di dalam penegakan hukum oleh polisi untuk melihat faktor
penghambatdan pendororng di dalam pelaksanaan tugasnya, maka dijabarkan sebagai
berikut.
1.
Faktor Hukum
Dalam praktik penyelenggaraan penegakan hukum
di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan
keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan
yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang
telah ditentukan secara normatif..
Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang
tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan
sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Tidak
berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat
diselesaikan oleh hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada
peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku manusia,
yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara
kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas yang mendukungnya.
2.
Faktor Penegakan Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau
kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting. Kalau peraturan
sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu,
salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau
kepribadian penegak hukum,.
Di dalam konteks di atas yang menyangkut
kepribadian dan mentalitas penegak hukum, bahwa selama ini ada kecenderungan
yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau
penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas
atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering kali timbul
persoalan karena sikap dan perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau
perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum, hal
ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.
3.
Faktor Sarana
atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana dan fasilitas pendukung mencakup
perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah
pendidikan Pendidikan yang diterima oleh polisi dewasa ini cenderung pada
hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami
hambatan di dalam tugasnya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan
komputer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih de=iberikan wewenang
kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu
dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang haruus diemban oleh
polisi begitu luas dan banyak.
Oleh karena itu, sarana dan fassilitas
mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya
sarana dan fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan
peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.
4.
Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan
bertujuan untuk mencapai kedamaian di
dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikitnya banyaknya
mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum,
yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat
kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukumm, merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan..
Sikap
masyarakat yang kurang menyadari tugas polisi, tidak mendukung, dan malahan
kebanyakan bersikap apatis serta menganggap tugas penegakan hukum semata-mata
urusan polisi, serta kengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya. Hal ini
menjadi salah satu faktor penghambat dalam penegakan hukum.
5.
Faktor Kebudayaan
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu
sering membicarakan soal kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu
garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang
harus dilakukan, dan apa yang dilarang.
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan
eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum.. Dari lima faktor
penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri meruakan titik
sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak
hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya
sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.[10]
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penegakan hukum, kesadaran hukum, dan pelaksanaan hukum
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Para penegak hukum harus
sadar hukum dan melaksanakan hukum dengan baik. Faktor penegakan hukumnya
sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini di sebabkan oleh baik
undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh
penegak hukum dan penegak hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh
masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Kansil, Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum
Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Sinar Grafika, 2001.
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2011.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, Yogyakarta: Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, 2010.
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1996.
[1] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 1996). Hal. 181
[2] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010. Hal. 207-208.
[3] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum.
208
[4] Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2012). Hal. 249
[5] Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum,...Hal.
250
[6] Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum,...Hal.
250-251
[7] Kansil, Latihan Ujian Pengantar Ilmu
Hukum Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001). Hal. 56-57
[8] Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2011). Hal. 150-152
[9] Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum,...Hal.
245
[10] Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum,...Hal.
246-249
Tags:
MAKALAH