BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah sebuah sistem yang
sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah memuliakan manusia, agar dapat
hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini. Allah menyempurnakan
kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan memberi petunjuk kepadanya
tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah mengajarkan kepadanya bahwa
ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan bersifat
dengan sifat-sifat kesempurnaan.
Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama.
Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama.
Diantara sarana-sarana menuju
kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui agama Islam adalah
disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka meluruskan perjalanan
manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan manusia secara
pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang lain.
Selanjutnya di dalam islam juga
mempunyai suatu badan yang mengelola harta benda yang dikumpulkan baik dari
wakaf, zakat, infaq dan juga shadaqah. Tujuan pengelolaan ini ialah untuk
mengstabilkan kehidupan ekonomi masyarakat islam serta untuk kegiatan social
islam lainnya.
Selanjutnya, islam juga mengajarkan
cara menciptakan suasana yang baik terhadap sesama manusia.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah dengan pihak lain.
Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan
dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu
bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna
syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat
untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani,
1990: 146).
|
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
ZAKAT
SEBAGAI INSTRUMEN FINANSIAL ISLAMI
A. Pengertian Zakat
Secara
bahasa zakat berarti an-numu wa
az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang-kadang dipakikan dengan makna ath-thaharah (suci) al-baraqah (berkah).[1]
Zakat, dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri, jiwa, dan harta.
Seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia telah membersihkan diri dari jiwanya
dari penyakit kikir, membersihkan hartanya dari hak orang lain. Sementara itu,
zakat dalam pengertian berkah adalah sisa harta yang sudah dikeluarkan zakatnya
secara kualitatif akan mendapat berkah dan akan berkembang walaupun secara
kuantitatif jumlahnya berkurang. Dalam Al qur’an dijelaskan dalam surat
At-Taubah[9]: 103 yang artinya “ Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka.”
Zakat
merupakan mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai
nisabnya untuk orang-orang yang berhak menerimanya.[2]
Selain suatu kewajiban bagi umat islam, melalui zakat, Al Qur’an menjadikan
suatu tanggung jawab bagi umat islam untuk tolong menolong antar sesama.
B. Syarat-syarat Zakat
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi meliputu dua aspek, yaitu syarat muzakki dan syarat harta
yang akan dizakatkan:
1.
Syarat-syarat Muzakki (Orang yang Wajib Zakat)
Adapun
syarat-syarat seseorang wajib melaksanakan zakat adalah:
a) Merdeka
|
Menurut kesepakatan para ulama, zakat
tidak wajib bagi hamba sahaya atau budak karena hamba sahaya tidak memiliki hak
milik.
b) Islam
Zakat
merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia merupakan salah satu
pilar agama islam. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas orang Non-Muslim
ataupun orang kafir, karena zakat adalah ibadah suci.
c) Baliqh
berakal
Menurut
pendapat ulama mazhab Hanafi, orang yang wajib zakat adalah orang yang telah
baliqh dan berakal sehingga harta anak kecil dan orang gila tidak wajib
dikeluarkan zakatnya.
Selain
syarat-syarat tersebut, ulama fiqh juga mengemukakan syarat lain dalam
pelaksanaan zakat, yaitu:
a) Niat
Zakat
merupakan ibadah mahdah yang bertujuan mencapai pahala dan keridhaan Allah yang
sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain. Untuk kesempurnaan pelaksanaannya
seseorang harus memulainya dengan niat.
b) Bersifat
pemilikan
Seusai
dengan pengertian zakat yang dikemukakan para fuqaha diatas, bahwa zakat
merupakan pemilikan harta tertentu untuk orang yang berhak menrimanya dengan
syarat-syarat tertentu, maka yang diberikan kepada para mustahik zakat harus
bersifat pemilikan.
2.
Syarat-syarat Harta
Syarat-syarat
harta yang diwajibkan dikeluarkan zakatnya adalah:
a) Milik
sempurna
Harta
yang wajib dizakatkan adalah harta milik penuh atau milik sempurna, yakni berada
dibawah kekuasaan dan dibawah kontrol orang yang berzakat. Sesuai dengan hadis
Nabi: “ Tidak di terima sedekah dari
kekayaan hasil perbuatan khianat.”
b) Cukup
senisab
|
Nisab merupakan batas minimal jumlah
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan syara.
c) Melebih
kebutuhan pokok
Zakat
hanya diwajibkan terhadap orang yang hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok
minimal. Ketentuan ini berdasarkan pada QS Al Baqarah [2]: 219 yang artinya “ ... Dan mereka bertanya engkau Muhammad
apa yang dizakatkan, katakanlah yang lebih dari keperluan ..”
d) Bebas
dari utang
Bebas
dari utang yang dimaksudkan adalah dengan melunasi utang jumlah harta tidak
akan mengurangi nisab yang ditentukan.
e) Haul
(melewati satu tahun)
Haul merupakan
ketentuan batas waktu kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Harta yang diwajibkan
dizakatkan adalah harta yang kepemilikannya sudah mencapai satu tahun atau
haul.
f) Harta
itu berkembang
Maksudnya,
kekayaan itu dengan sengaja atau memiliki potensi untuk berkembang. Berkembang
dalam pengertian menghasilkan keuntungan, pemasukan, atau diistilahkan dengan
produktif misalnya ternak menghasilkan anak, rumah atau bangunan yang disewakan
menghasilkan uang sewa.
C.
Harta-harta
yang Wajib Dizakatkan
Secara
umum harta-harta yang wajib dizakatkan adalah:
1) Emas,
Perak dan Uang
Emas
dan perak wajib dizakatkan berdasarkan pada QS At Taubah[9]: 34 yang artinya “ ... Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah maka beritahukanlah kepada
mereka akan mendapat siksa yang pedih.”
|
Adapun nisab dan kadar zakar emas dan
perak seperti yang diisyaratkan hadis Nabi SAW. Yang diriwayatkan dari Ali ibn
Thalib adalah nisab perak 200 dirham (lebih kurang sama dengan 642 gram perak[3]),
kadarnya 2,5 % per tahun, sedangkan emas nisabnya 20 dinar (lebih kurang sama
dengan 91,92 gram emas[4]
atau 37 emas[5]
atau diukur dengan uang rupiah lebih kurang sebesar 37 x Rp1.350.000.00,- =
Rp49.950.000.00,-), kadarnya 2,5% per tahun. Untuk zakat uang, ketentuannya
disamakan dengan ketentuan zakat emas dan perak ini. Uang senilai 91,92 gram
emas atau 37 emas atau Rp49.950.000.00,- wajib dikeluarkan zakatnya sebesar
2,5% per tahun.
2) Harta
Perniagaan
Dasar
hukum kewajiban zakat terhadap harta peniagaan adalah QS Al Baqarah [2]: 267
dan hadis Nabi SAW yang artinya “ Dari
Samurah ibn Jundub dia berkata: Rasul SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan
zakat harta yang kami persiapkan untuk dijual. “
Nisab
dan kadar zakat harta perniagaan disandarkan pada nisab dan kadar emas dan
perak.
3) Hasil
Pertanian
Kewajiban
untuk menzakatkan hasil pertanian didasarkan pada QS Al An’am [6]: 141 yang
artinya “ Dan dialah yang menjadikan
kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, dan tanaman
yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan
warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam
itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya
(dikeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih-lebihan sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebihan-lebihan.”
Adapun
nisab dan kadar zakat hasil pertanian adalah lima wasaq. Lima wasaq adalah
lebih kurang sama dengan 815 kg [6].
4) Binatang
Ternak
|
Binatang ternak yang diwajib dizakatkan
adalah unta, sapi dan kerbau, kambing dan biri-biri dengan syarat sampai
senisab, telah mencapai haul, digembalakan, dan tidak di pekerjakan. Untuk
hewan ternak yang akan dikeluarkan zakatnya, maka hewan itu harus:
·
Sehat dalam arti tidak
luka, cacat, pincang dan kekurangan lain yang mengurangi manfaat dan harganya.
·
Betina dan cukup umur
berdasarkan ketentuan nash.
Berikut
ini akan dijelaskan nisab dan kadar hewan menurut jenis hewan yang wajib
dizakatkan berdasarkan ketentuan hadis nabi:
a. Nisab
dan kadar zakat unta
JML
UNTA
|
ZAKAT
|
UMUR
|
KET
|
5-9 ekor
|
1 ekor kambing
|
-
|
|
10-14 ekor
|
2 ekor
kambing
|
-
|
|
15-19 ekor
|
3 ekor
kambing
|
-
|
|
20-24 ekor
|
4 ekor
kambing
|
-
|
|
25-35 ekor
|
1 ekor unta
betina
|
1
tahun lebih
|
Atau 2 ekor
unta jantan umur 2 tahun lebih
|
36-45 ekor
|
1 ekor anak
unta betina
|
2
tahun lebih
|
|
46-60 ekor
|
1 ekor anak
unta betina
|
3
tahun lebih
|
Sudah kawin
|
61-75 ekor
|
1 ekor anak
unta betina
|
4
tahun lebih
|
|
76-90 ekor
|
2 ekor anak
unta betina
|
2
tahun lebih
|
|
91-120 ekor
|
2 ekor anak
unta betina
|
3
tahun lebih
|
|
Lebih dari
120 ekor
|
1 ekor anak
unta betina untuk setiap 40 ekor unta dan setiap 50 ekor unta
|
2
tahun lebih
|
|
Lebih dari
120 ekor
|
1 ekor anak
unta betina untuk setiap 50 ekor unta
|
3
tahun lebih
|
b. Nisab
dan kadar zakat sapi dan kerbau
JML
SAPI/KERBAU
|
ZAKAT
|
UMUR
|
30
ekor
|
1
ekor
|
1
tahun lebih
|
40
ekor
|
2
ekor
|
2
tahun lebih
|
JML
KAMBING
|
ZAKAT
|
40-120 ekor
|
1 ekor
kambing
|
121-200 ekor
|
2 ekor
kambing
|
121-300 ekor
|
3 ekor
kambing
|
Lebih 300 ekor, maka setiap 100
ekor
|
4 ekor
kambing
|
c.
|
Zakat kambing atau biri-biri
5) Rikaz
(Harta Terpendam)
Rikaz
adalah harta yang terpendam sejak zaman pubakala dan ditemukan pada sebidang
tanah yang tidak dimilki oleh seseorang seperti emas, perak, besi, timah,
bejana dan lainnya. Terhadap barang terpendam ini wajib zakatnya 1/5.
6) Barang
Tambang
Zakat
yang dikeluarkan sebesar 1/5 (20%) dari jumlah barang tambang yang ditemukan.
Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i barang tambang yang wajib dizakatkan breupa
emas dan perak saja dengan syarat sampai senisab namun tidak diisyaratkan haul.[7]
7) Zakat
Profesi
Dasar
hukum tentang kewajiban zakat profesi adalah QS Al Baqarah[2]: 267 “ Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah
zakat sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian hasil bumi yang Kami
keluarkan untukmu”. Ketentuan nisab dan kadar zakatnya adalah disamakan
dengan zakat uang, dikeluarkan dari pendapatan bersih setelah dikeluarkan biaya
hidup (kebutuhan pokok), biaya-biaya lain yang terkait dengan pekerjaan dan
utang.
D.
Mustahiq
Zakat
Dalam
QS At Taubah [9]: 60, dijelaskan bahwa yang menjadi mustahiq zakat adalah
fakir, miskin, amil, para muallaf, Riqab
(hamba sahaya), gharimin (orang-orang
yang berhutang), fi sabilillah, ibn sabil
(para musafir). Berikut adalah penjelasannya:
1) Fakir,
adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak memiliki pekerjaan dan
penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga berupa
pangan, sandang, dan papan.
2) Miskin,
adalah orang yang memiliki pekerjaan atau usaha tapi penghasilnannya hanya
mampu menutupi sebagian kebutuhan hidup diri maupun keluarganya.
3) Amil,
adalah orang-orang lembaga yang melaksanakan segala kegiatan yang urusan zakat,
mulai dari mengumpulkan, mencatat, dan mendistribusikannya.
4)
|
Golongan Muallaf, adalah mereka yang
diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam,
terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya
manfaat mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.[8]
5) Riqab,
adalah hamba mukatab (hamba yang dijanjikan akan dimerdekakan tuannya dengan
membayar sejumlah uang) yang Muslim tidak mempunyai uang untuk menembus
kemerdekaannya.[9]
al-riqab adalah tawanan perang dari
kalangan orang-orang Muslim.[10]
6) Gharimin
, adalah orang yang berhutang dan tidak mampu untuk melunasinya.
7) Fi
sabilillah: Secara bahasa fi sabilillah
berati dijalan Allah. Imam nawawi menyatakan makna sabilillah adalah para sukarelawan yang tidak mendapat tunjangan
tetap dari pemerintahan.
8) Ibn
Sabil, adalah orang yang menempuh perjalanan jauh yang sudah tidak punya harta
lagi. Perjalanan yang dimaksudkan adalah perjalanan dalam rangka ketaatan
kepada Allah bukan untuk maksiat.
E.
Sejarah
dan Perkembangan Zakat
Pensyariatan
zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang wajib dizakatkan, nisab, dan
kadar secara sistematis muncul sekitar tahun ke 2 Hijriyah. Kemudian tahun ke 9
Hijriyah Allah menurutkan surat At Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang
mustahik zakat, ketentuan zakat, dan kadar zakat. Pada masa Rasulullah,
pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Rasulullah sendiri.
Setelah
Nabi Muhammad wafat, pada masa Abu Bakar, sebagian suku bangsa Arab melakukan
pembangkangan terutama didaerah Yaman untuk membayar zakat. Pada masa Umar,
pemungutan dan pendistribusian zakat, Umar menunjuk dua orang amil zakat untuk
setiap daerah. Pemerintah melalui amil zakat mempunyai tugas dan wewenang untuk
memungut dan mendistribusikan zakat.
|
Di Indonesia, pada tahun 1968
dibentuklah BAZIS ( Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah) DKI. Pada tanggal 14
September 1999 RUU tentang pengelolaan zakat disahkan menjadi UU No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat, dimasukkan dalam lembaran negara tanggal 23
September 1999.
2.2
BAITULMAAL
A.
Pengertian
Baitulmal
Secara
harfiah/lughowi, baitulmaal berarti
rumah dana. Baitulmaal sudah ada sejak zaman Rasulullah, berkembang pesat pada
abad pertengahan . Baitulmaal berfungsi sebagai pengumpulan dana dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial.
Menurut
Ensiklopedia Hukum Islam[11],
baitulmaal adalah lembaga keuangan negara bertugas menerima, menyimpan, dan
mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat. Menurut Suhardi
K.Lubis[12],
baitulmal dilihat dari segi fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas
untuk mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan
soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah
pengeluaran dan lain-lain. Adapun baitulmal menerima titipan zakat, infak, dan
sedekah serta menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
B.
Macam-macam
Baitulmal
Ada
tiga macam baitulmal, yaitu:
1) Baitulmal
al khas, ialah perbendaharaan kerajaan atau dana rahasia, dengan sumber
pendapatan dan unsur pengeluaran sendiri. Pengeluaran itu diantaranya
pengeluaran pribadi khalifah, anggota kerajaan, pegawai istana, hadiah khalifah
untuk pangeran asing.[13]
2) Baitulmal,
ialah sejenis bank negara untuk kerajaan.
3) Baitulmal
al Islamin, ialah perbendaharaan semua kaum Islamin. Fungsi baitulmal ini untuk
memelihara pekerjaan umum, jalan, jembatan, dan mesjid.
C.
Sejarah
Tentang Baitul Mal
|
Baitul mal atau kas
negara, menurut sebagian orang tidak, dididirikan oleh Nabi Muhammad SAW
sendiri ketika beliau mendirikan negara Islam di Madinah. Pandangan ini
didukung oleh mayoritas sejarawan Islam dengan alasan bahwa didalam
pemerintahan Nabi Muhammad SAW penerimaan negara adalah sedemikian kecilnya
sehinggga tidak pernah melebihi pengeluaran, sehingga perlunya baitul mal tidak
pernah dirasakan. Menurut pandangan yang lebih akhir dan lebih dominan,
baitulmaal pertama kali didirikan di masa pemerintahan khalifah abu bakar yang
menggantikan Nabi Muhammad di tahun 632 M. sebagai khalifah pertama nagara
Islam. dengan ditaklukannya Irak, Syria dan beberapa negara lain, terdapatlah
peningkatanyang luar biasa dalam penerimaan negara Islam, dan hal hal itu menimbulkan
kebutuhan akan adanya sebuah kas negara.
Meski
demikian, baitulmal terlihat dalam bentuk yang sebenarnya sebagai lembaga
permanen terjadi dalam masa pemerintahan Khalifah Umar, khalifah kedua. Dimasa
pemerintahannyalah harta dari negeri-negeri bekas kekaisaran Iran dan Roma yang
ditaklukan mulai tercurah kedalam negeri Islam, sehingga lembaga baitul mal pun
lalu menjadi departemen negara islam yang amat penting lagi kuat.
‘Setiap
harta yang menjadi milik kaum Muslimin secara umum dan
bukan milik seorang Muslim tertentu, siapun dia, menjadi bagian dari aset milik
kas negara (baitul mal). Tidak penting, apakah harta yang bersangkutan itu berada didalam brankas (hirz) agar dapat
disebut harta milik baitul mal, karena konsepsi baitul mal merujuk kepada
tujuan harta itu, bukan lokasinya. Oleh karena itu, setiap pengeluaran yang
dilakukan demi kepentingan umum kaum Muslimin adalah merupakan tanggung jawab
baitul mal dan jika telah dikeluarkan, maka dianggap bahwa baitul mal telah
mengeluarkannya dari brankasnya. Ini berarti bahwa penerimaan yang berada
ditangan kolektor publik atau telah mereka keluarkan secara langsung,
sebenarnya dalah bagian dari penerimaan dan pengeluaran baitu mal itu sendiri,
dan oleh karena itu, harus tunduk kepada aturan baitul mal pula.’[14]
Penerimaan
yang ada didalam baitul mal digolongkan menjadi tiga oleh para fuqaha klasik,
yakni:
1.
penerimaan
zakat dan sedekah
2.
penerimaan
ghanimah atau rampasan perang
3.
penerimaan
fai seperti jiziyah dak kharaj
|
Kesemua penerimaan
tersebut telah dibicarakan dengan cukup. oleh karena penerimaan jenis kedua dan
ketiga tidak lagi tersedia bagi negara islam modern, maka kedudukannya
digantikan oleh pajak.
Kelompok-kelompok penerimaan diatas
senantiasa dipisah-pisahkan didalam baitul mal karena butir-butir
pengeluarannya juga berbeda-beda didalam syariat. Zakat dan sedekah dapat
dikeluarkan sesuai dengan ketentuan Al Qur’an(dalam ayat 60 surat At Taubah)
yang terutama sekali berhubungan denga kesejahteraan kaum fakir dan miskin,
sedangkan jenis penerimaan yang lain dikeluarkan sesuai dengan pertimbangan
pemerintah untuk memenuhi tanggung jawabnya yang amat luas seperti penegakan
hukum dan keadilan, administrasi, pemerintahan, transportasi dan komunikasi,
pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan serta program-program sosial
lainnya.
Suatu bentuk pengorganisasian baitul mal
yang ada selama pemerintahan islam adalah yang ada dimasa pemerintahan khalifah
Umar, khalifah kedua. Baitul mal pusat ada dikota negara dan langsung berada
dibawah kendali khlifah, sedangkan baitul mal provinsi berada dibawah tanggung
jawab gubernur provinsi pada saat itu belum ada bank sentral dan umum.
2.3
SYIRKAH
A.
Pengertian
Syirkah
Syirkah
dalam bahasa Arabnya berarti pencampuran atau interaksi. Bisa juga artinya
membagikan sesuatu antara dua orang atau lebih menurut hukum kebiasaan yang
ada.
Sementara
dalam terminologi ilmu fiqih, arti syirkah yaitu: persekutuan usaha dalam
mengambil hak atau beroperasi. Aliansi mengambil hak, mengisyaratkan apa yang
di sebut syirkatul amlak. Sementara aliansi dalam beroperasi, mengisyaratkan
syirkatul uqud (syirkah transaksional).
B.
Macam-macam
Syirkah
Syirkah itu ada dua macam:
1) Syirkah
hak milik, (syirkatul Amlak). Yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih
dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan,
seperti jual beli, hibah atau warisan.
2) Syirkah
transaksional (Syirkatul Uqud). Yakni akad kerja sama antar dua orang yang
bersekutu dalam modal dan keuntungan.
|
v Macam- macam Syirkah
Transaksional
Syirkah
transaksional menurut mayoritas para ulama terbagi menjadi beberapa bagian
berikut:
1)
Syirkatul
‘Inan
Yakni persekutuan modal, usaha dan keuntungan.
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki
bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi
keuntungan bersama.
2)
Syirkatu
Abdan (syirkah usaha)
Yakni kerja sama antara dua pihak atau
lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, seperti kerjasama sesama
dokter di klinik, atau sesama tukang jahit atau tukang cukur dalam salah satu
pekerjaan. Semuanya di bolehkan. Namun imam syafi’ie melarangnya. Disebut juga
dengan syirkah shanai wat taqabbul.
3)
Syirkatul
Tujuh
Yakni akad yang dilakukan dua pihak atau
lebih untuk membeli sesuatu dengan mempergunakan nama baik mereka secara
berhutang. Bila menghasilkan keuntungan, mereka bagi berdua.
Syirkah jenis ini mengikat dua orang
pelaku atau lebih yang tidak memiliki modal uang. Namun mereka memiliki
prestige atau nama baik di tengah masyarakat sehingga membuka kesempatan untuk
mereka bisa membeli barang secara berhutang dengan tujuan untuk dijual, lalu keuntungannya
itu mereka bagi bersama.
4)
Syirkatul
Mufawwadhah
Yakni setiap kerja sama dimana
masing-masing pihak yang beraliansi memiliki modal, usaha, dan hutang piutang
yang sama, dari mulai berjalannya kerja sama hingga akhir. Yakni kerja sama
yang mengandung unsur penjaminan dan hak-hak yang sama dalam modal, usaha dan
hutang.
C.
Tujuan
dan Manfaat Syirkah
Tujuan dan manfaat syirkah yaitu:
1. Memberikan
keuntungan kepada para anggota pemilik modal
2. Memberikan
lapangan kerja kepada karyawannya
3.
|
Memberikan bantuan keuangan dari
sebagian hasil usaha musyarakah (syirkah) untuk mendirikan tempat ibadah,
sekolah, dan sebagainya demi kepentingan umat muslim.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang
lima. Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang-kadang
dipakikan dengan makna ath-thaharah
(suci) al-baraqah (berkah). Dalam Al
qur’an dijelaskan dalam surat At-Taubah[9]: 103 yang artinya “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
Baitulmal
adalah rumah dana. Baitul Mal sesungguhnya bukanlah lembaga privat atau swasta
yang hanya menangani sebagian aspek kegiatan ekonomi umat, melainkan sebuah
lembaga yang mengurusi segala pemasukan dan pengeluaran dari negara Islam
(Khilafah).
Syikah
adalah kerjasama dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau modal/amal dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
|
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.
M. Abdul Mannan. Teori dan Praktek
Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
--------------,
Pengantar Fikih Muamalah. Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1989.
Muhammad
Abdul Mannan. Islamic Ekonomics Theory
and Practice. Terjemahan Nastangin, M. Drs. Dengan judul Teori dan Praktik
Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakat, 1997.
Nasroen
Haroe. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2000.
Prof.
Dr. Abdullah Al-Muslih, Shalah Ash-Shawi. Fikh
Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Dar Al-Muslim, 2004.
Dr.
Muhammad Sharif Chandhry. Sistem Ekonomi
Islam: Prinsip Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Dr.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
|
Dr. Rozalinda. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya
pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, cetakan I, 2014.
[1] Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fiqr, 1989), Jilid II, hlm. 730
729, lihat juga Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah,
(Kairo: Dar al-Fath, 2000), Jilid I, hlm. 235.
(ZAKAT, BAITULMAAL DAN SYIRKAH)
Disusun
oleh
Kelompok
2
Merry
Dahlina (140602032)
Muhammad
Zahedi (140602038)
Dosen
Pembimbing: Wahyuddin, Lc. M.SH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2014/2015
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Puji syukur
kehadirat Allah SWT. Karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapan
menyelesaikan makalah yang berjudul “ INSTRUMEN-INSTRUMEN DALAM EKONOMI ISLAM
(Zakat, Baitulmaal, dan Syirkah) “ dengan lancar dan tanpa kendala yang
berarti.
Shalawat
berangkai salam senantiasa kami hantarkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, sebagai seorang Revolusioner Islam yang telah membuka jalan ilmu
pengetahuan sehingga kita dijadikan orang yang beradab, berbudaya, dan
berpengetahuan.
Selesainya
makalah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, baik secara
moril mapun materil. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing bapak Wahyuddin, Lc. M.SH.
Adapun
tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Ekonomi Islam, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi umat Islam khususnya
penyusun dan pembaca dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tentunya
makalah ini tidak terlepas dari ketidaksempurnaan dan kekurangan. Untuk itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan, sehingga kedepannya
kami dapat memperbaiki diri demi peningkatan kualitas makalah selanjutnya.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Banda Aceh, 17 November 2014
Penulis
|
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................
i
Daftar
Isi
...................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................
2
2.1
Zakat sebagai Instrumen Finansial Islami
a. Pengertian Zakat ...............................................................................
2
b. Syarat-syarat Zakat ...............................................................................
2
c. Harta-harta yang
diwajibkan Zakat .......................................................
4
d. Mustahiq Zakat ...............................................................................
7
e. Sejarah dan
Perkembangan Zakat ........................................................ 8
2.2
Baitulmaal
a. Pengertian Baitulmal ..................................................................
9
b. Macam-macam
Baitulmal ..................................................................
9
c. Sejarah tentang
Baitulmal ..................................................................
9
2.3
Syirkah
a. Pengertian Syirkah .............................................................................
11
b. Macam-macam Syirkah .................................................................
11
c. Tujuan dan Manfaat Syirkah .....................................................
12
BAB III PENUTUP .....................................................................................................
13
3.1
Kesimpulan .........................................................................................
13
BAB IV DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
14
|
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah sebuah sistem yang
sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah memuliakan manusia, agar dapat
hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini. Allah menyempurnakan
kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan memberi petunjuk kepadanya
tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah mengajarkan kepadanya bahwa
ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan bersifat
dengan sifat-sifat kesempurnaan. Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana
untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah.
Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali
dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati,
dan menjaga hak dan kewajiban sesama.
Diantara sarana-sarana menuju
kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui agama Islam adalah
disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka meluruskan perjalanan
manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan manusia secara
pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang lain.
Selanjutnya di dalam islam juga
mempunyai suatu badan yang mengelola harta benda yang dikumpulkan baik dari
wakaf, zakat, infaq dan juga shadaqah. Tujuan pengelolaan ini ialah untuk
mengstabilkan kehidupan ekonomi masyarakat islam serta untuk kegiatan social
islam lainnya.
Selanjutnya, islam juga mengajarkan
cara menciptakan suasana yang baik terhadap sesama manusia.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah dengan pihak lain.
Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan
dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu
bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna
syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat
untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani,
1990: 146).
|
BAB II
PEMBAHASAN
Secara
bahasa zakat berarti an-numu wa
az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang-kadang dipakikan dengan makna ath-thaharah (suci) al-baraqah (berkah).[1]
Zakat, dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri, jiwa, dan harta.
Seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia telah membersihkan diri dari jiwanya
dari penyakit kikir, membersihkan hartanya dari hak orang lain. Sementara itu,
zakat dalam pengertian berkah adalah sisa harta yang sudah dikeluarkan zakatnya
secara kualitatif akan mendapat berkah dan akan berkembang walaupun secara
kuantitatif jumlahnya berkurang. Dalam Al qur’an dijelaskan dalam surat
At-Taubah[9]: 103 yang artinya “ Ambillah
zakat dar
Adapun
syarat-syarat seseorang wajib melaksanakan zakat adalah:
a) Merdeka
|
Menurut kesepakatan para ulama, zakat
tidak wajib bagi hamba sahaya atau budak karena hamba sahaya tidak memiliki hak
milik.
b) Islam
Zakat
merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia merupakan salah satu
pilar agama islam. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas orang Non-Muslim
ataupun orang kafir, karena zakat adalah ibadah suci.
c) Baliqh
berakal
Menurut
pendapat ulama mazhab Hanafi, orang yang wajib zakat adalah orang yang telah
baliqh dan berakal sehingga harta anak kecil dan orang gila tidak wajib
dikeluarkan zakatnya.
Selain
syarat-syarat tersebut, ulama fiqh juga mengemukakan syarat lain dalam
pelaksanaan zakat, yaitu:
a) Niat
Zakat
merupakan ibadah mahdah yang bertujuan mencapai pahala dan keridhaan Allah yang
sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain. Untuk kesempurnaan pelaksanaannya
seseorang harus memulainya dengan niat.
b) Bersifat
pemilikan
Seusai
dengan pengertian zakat yang dikemukakan para fuqaha diatas, bahwa zakat
merupakan pemilikan harta tertentu untuk orang yang berhak menrimanya dengan
syarat-syarat tertentu, maka yang diberikan kepada para mustahik zakat harus
bersifat pemilikan.
2.
Syarat-syarat Harta
Syarat-syarat
harta yang diwajibkan dikeluarkan zakatnya adalah:
a) Milik
sempurna
Harta
yang wajib dizakatkan adalah harta milik penuh atau milik sempurna, yakni berada
dibawah kekuasaan dan dibawah kontrol orang yang berzakat. Sesuai dengan hadis
Nabi: “ Tidak di terima sedekah dari
kekayaan hasil perbuatan khianat.”
b) Cukup
senisab
|
Nisab merupakan batas minimal jumlah
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan syara.
c) Melebih
kebutuhan pokok
Zakat
hanya diwajibkan terhadap orang yang hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok
minimal. Ketentuan ini berdasarkan pada QS Al Baqarah [2]: 219 yang artinya “ ... Dan mereka bertanya engkau Muhammad
apa yang dizakatkan, katakanlah yang lebih dari keperluan ..”
d) Bebas
dari utang
Bebas
dari utang yang dimaksudkan adalah dengan melunasi utang jumlah harta tidak
akan mengurangi nisab yang ditentukan.
e) Haul
(melewati satu tahun)
Haul merupakan
ketentuan batas waktu kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Harta yang diwajibkan
dizakatkan adalah harta yang kepemilikannya sudah mencapai satu tahun atau
haul.
f) Harta
itu berkembang
Maksudnya,
kekayaan itu dengan sengaja atau memiliki potensi untuk berkembang. Berkembang
dalam pengertian menghasilkan keuntungan, pemasukan, atau diistilahkan dengan
produktif misalnya ternak menghasilkan anak, rumah atau bangunan yang disewakan
menghasilkan uang sewa.
C.
Harta-harta
yang Wajib Dizakatkan
Secara
umum harta-harta yang wajib dizakatkan adalah:
1) Emas,
Perak dan Uang
Emas
dan perak wajib dizakatkan berdasarkan pada QS At Taubah[9]: 34 yang artinya “ ... Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah maka beritahukanlah kepada
mereka akan mendapat siksa yang pedih.”
|
Adapun nisab dan kadar zakar emas dan
perak seperti yang diisyaratkan hadis Nabi SAW. Yang diriwayatkan dari Ali ibn
Thalib adalah nisab perak 200 dirham (lebih kurang sama dengan 642 gram perak[3]),
kadarnya 2,5 % per tahun, sedangkan emas nisabnya 20 dinar (lebih kurang sama
dengan 91,92 gram emas[4]
atau 37 emas[5]
atau diukur dengan uang rupiah lebih kurang sebesar 37 x Rp1.350.000.00,- =
Rp49.950.000.00,-), kadarnya 2,5% per tahun. Untuk zakat uang, ketentuannya
disamakan dengan ketentuan zakat emas dan perak ini. Uang senilai 91,92 gram
emas atau 37 emas atau Rp49.950.000.00,- wajib dikeluarkan zakatnya sebesar
2,5% per tahun.
2) Harta
Perniagaan
Dasar
hukum kewajiban zakat terhadap harta peniagaan adalah QS Al Baqarah [2]: 267
dan hadis Nabi SAW yang artinya “ Dari
Samurah ibn Jundub dia berkata: Rasul SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan
zakat harta yang kami persiapkan untuk dijual. “
Nisab
dan kadar zakat harta perniagaan disandarkan pada nisab dan kadar emas dan
perak.
3) Hasil
Pertanian
Kewajiban
untuk menzakatkan hasil pertanian didasarkan pada QS Al An’am [6]: 141 yang
artinya “ Dan dialah yang menjadikan
kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, dan tanaman
yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan
warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam
itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya
(dikeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih-lebihan sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebihan-lebihan.”
Adapun
nisab dan kadar zakat hasil pertanian adalah lima wasaq. Lima wasaq adalah
lebih kurang sama dengan 815 kg [6].
4) Binatang
Ternak
|
Binatang ternak yang diwajib dizakatkan
adalah unta, sapi dan kerbau, kambing dan biri-biri dengan syarat sampai
senisab, telah mencapai haul, digembalakan, dan tidak di pekerjakan. Untuk
hewan ternak yang akan dikeluarkan zakatnya, maka hewan itu harus:
·
Sehat dalam arti tidak
luka, cacat, pincang dan kekurangan lain yang mengurangi manfaat dan harganya.
·
Betina dan cukup umur
berdasarkan ketentuan nash.
Berikut
ini akan dijelaskan nisab dan kadar hewan menurut jenis hewan yang wajib
dizakatkan berdasarkan ketentuan hadis nabi:
a. Nisab
dan kadar zakat unta
JML
UNTA
|
ZAKAT
|
UMUR
|
KET
|
5-9 ekor
|
1 ekor kambing
|
-
|
|
10-14 ekor
|
2 ekor
kambing
|
-
|
|
15-19 ekor
|
3 ekor
kambing
|
-
|
|
20-24 ekor
|
4 ekor
kambing
|
-
|
|
25-35 ekor
|
1 ekor unta
betina
|
1
tahun lebih
|
Atau 2 ekor
unta jantan umur 2 tahun lebih
|
36-45 ekor
|
1 ekor anak
unta betina
|
2
tahun lebih
|
|
46-60 ekor
|
1 ekor anak
unta betina
|
3
tahun lebih
|
Sudah kawin
|
61-75 ekor
|
1 ekor anak
unta betina
|
4
tahun lebih
|
|
76-90 ekor
|
2 ekor anak
unta betina
|
2
tahun lebih
|
|
91-120 ekor
|
2 ekor anak
unta betina
|
3
tahun lebih
|
|
Lebih dari
120 ekor
|
1 ekor anak
unta betina untuk setiap 40 ekor unta dan setiap 50 ekor unta
|
2
tahun lebih
|
|
Lebih dari
120 ekor
|
1 ekor anak
unta betina untuk setiap 50 ekor unta
|
3
tahun lebih
|
b. Nisab
dan kadar zakat sapi dan kerbau
JML
SAPI/KERBAU
|
ZAKAT
|
UMUR
|
30
ekor
|
1
ekor
|
1
tahun lebih
|
40
ekor
|
2
ekor
|
2
tahun lebih
|
JML
KAMBING
|
ZAKAT
|
40-120 ekor
|
1 ekor
kambing
|
121-200 ekor
|
2 ekor
kambing
|
121-300 ekor
|
3 ekor
kambing
|
Lebih 300 ekor, maka setiap 100
ekor
|
4 ekor
kambing
|
c.
|
Zakat kambing atau biri-biri
5) Rikaz
(Harta Terpendam)
Rikaz
adalah harta yang terpendam sejak zaman pubakala dan ditemukan pada sebidang
tanah yang tidak dimilki oleh seseorang seperti emas, perak, besi, timah,
bejana dan lainnya. Terhadap barang terpendam ini wajib zakatnya 1/5.
6) Barang
Tambang
Zakat
yang dikeluarkan sebesar 1/5 (20%) dari jumlah barang tambang yang ditemukan.
Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i barang tambang yang wajib dizakatkan breupa
emas dan perak saja dengan syarat sampai senisab namun tidak diisyaratkan haul.[7]
7) Zakat
Profesi
Dasar
hukum tentang kewajiban zakat profesi adalah QS Al Baqarah[2]: 267 “ Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah
zakat sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian hasil bumi yang Kami
keluarkan untukmu”. Ketentuan nisab dan kadar zakatnya adalah disamakan
dengan zakat uang, dikeluarkan dari pendapatan bersih setelah dikeluarkan biaya
hidup (kebutuhan pokok), biaya-biaya lain yang terkait dengan pekerjaan dan
utang.
D.
Mustahiq
Zakat
Dalam
QS At Taubah [9]: 60, dijelaskan bahwa yang menjadi mustahiq zakat adalah
fakir, miskin, amil, para muallaf, Riqab
(hamba sahaya), gharimin (orang-orang
yang berhutang), fi sabilillah, ibn sabil
(para musafir). Berikut adalah penjelasannya:
1) Fakir,
adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak memiliki pekerjaan dan
penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga berupa
pangan, sandang, dan papan.
2) Miskin,
adalah orang yang memiliki pekerjaan atau usaha tapi penghasilnannya hanya
mampu menutupi sebagian kebutuhan hidup diri maupun keluarganya.
3) Amil,
adalah orang-orang lembaga yang melaksanakan segala kegiatan yang urusan zakat,
mulai dari mengumpulkan, mencatat, dan mendistribusikannya.
4)
|
Golongan Muallaf, adalah mereka yang
diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam,
terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya
manfaat mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.[8]
5) Riqab,
adalah hamba mukatab (hamba yang dijanjikan akan dimerdekakan tuannya dengan
membayar sejumlah uang) yang Muslim tidak mempunyai uang untuk menembus
kemerdekaannya.[9]
al-riqab adalah tawanan perang dari
kalangan orang-orang Muslim.[10]
6) Gharimin
, adalah orang yang berhutang dan tidak mampu untuk melunasinya.
7) Fi
sabilillah: Secara bahasa fi sabilillah
berati dijalan Allah. Imam nawawi menyatakan makna sabilillah adalah para sukarelawan yang tidak mendapat tunjangan
tetap dari pemerintahan.
8) Ibn
Sabil, adalah orang yang menempuh perjalanan jauh yang sudah tidak punya harta
lagi. Perjalanan yang dimaksudkan adalah perjalanan dalam rangka ketaatan
kepada Allah bukan untuk maksiat.
E.
Sejarah
dan Perkembangan Zakat
Pensyariatan
zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang wajib dizakatkan, nisab, dan
kadar secara sistematis muncul sekitar tahun ke 2 Hijriyah. Kemudian tahun ke 9
Hijriyah Allah menurutkan surat At Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang
mustahik zakat, ketentuan zakat, dan kadar zakat. Pada masa Rasulullah,
pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Rasulullah sendiri.
Setelah
Nabi Muhammad wafat, pada masa Abu Bakar, sebagian suku bangsa Arab melakukan
pembangkangan terutama didaerah Yaman untuk membayar zakat. Pada masa Umar,
pemungutan dan pendistribusian zakat, Umar menunjuk dua orang amil zakat untuk
setiap daerah. Pemerintah melalui amil zakat mempunyai tugas dan wewenang untuk
memungut dan mendistribusikan zakat.
|
Di Indonesia, pada tahun 1968
dibentuklah BAZIS ( Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah) DKI. Pada tanggal 14
September 1999 RUU tentang pengelolaan zakat disahkan menjadi UU No. 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat, dimasukkan dalam lembaran negara tanggal 23
September 1999.
2.2
BAITULMAAL
A.
Pengertian
Baitulmal
Secara
harfiah/lughowi, baitulmaal berarti
rumah dana. Baitulmaal sudah ada sejak zaman Rasulullah, berkembang pesat pada
abad pertengahan . Baitulmaal berfungsi sebagai pengumpulan dana dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial.
Menurut
Ensiklopedia Hukum Islam[11],
baitulmaal adalah lembaga keuangan negara bertugas menerima, menyimpan, dan
mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat. Menurut Suhardi
K.Lubis[12],
baitulmal dilihat dari segi fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas
untuk mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan
soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah
pengeluaran dan lain-lain. Adapun baitulmal menerima titipan zakat, infak, dan
sedekah serta menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
B.
Macam-macam
Baitulmal
Ada
tiga macam baitulmal, yaitu:
1) Baitulmal
al khas, ialah perbendaharaan kerajaan atau dana rahasia, dengan sumber
pendapatan dan unsur pengeluaran sendiri. Pengeluaran itu diantaranya
pengeluaran pribadi khalifah, anggota kerajaan, pegawai istana, hadiah khalifah
untuk pangeran asing.[13]
2) Baitulmal,
ialah sejenis bank negara untuk kerajaan.
3) Baitulmal
al Islamin, ialah perbendaharaan semua kaum Islamin. Fungsi baitulmal ini untuk
memelihara pekerjaan umum, jalan, jembatan, dan mesjid.
C.
Sejarah
Tentang Baitul Mal
|
Baitul mal atau kas
negara, menurut sebagian orang tidak, dididirikan oleh Nabi Muhammad SAW
sendiri ketika beliau mendirikan negara Islam di Madinah. Pandangan ini
didukung oleh mayoritas sejarawan Islam dengan alasan bahwa didalam
pemerintahan Nabi Muhammad SAW penerimaan negara adalah sedemikian kecilnya
sehinggga tidak pernah melebihi pengeluaran, sehingga perlunya baitul mal tidak
pernah dirasakan. Menurut pandangan yang lebih akhir dan lebih dominan,
baitulmaal pertama kali didirikan di masa pemerintahan khalifah abu bakar yang
menggantikan Nabi Muhammad di tahun 632 M. sebagai khalifah pertama nagara
Islam. dengan ditaklukannya Irak, Syria dan beberapa negara lain, terdapatlah
peningkatanyang luar biasa dalam penerimaan negara Islam, dan hal hal itu menimbulkan
kebutuhan akan adanya sebuah kas negara.
Meski
demikian, baitulmal terlihat dalam bentuk yang sebenarnya sebagai lembaga
permanen terjadi dalam masa pemerintahan Khalifah Umar, khalifah kedua. Dimasa
pemerintahannyalah harta dari negeri-negeri bekas kekaisaran Iran dan Roma yang
ditaklukan mulai tercurah kedalam negeri Islam, sehingga lembaga baitul mal pun
lalu menjadi departemen negara islam yang amat penting lagi kuat.
‘Setiap
harta yang menjadi milik kaum Muslimin secara umum dan
bukan milik seorang Muslim tertentu, siapun dia, menjadi bagian dari aset milik
kas negara (baitul mal). Tidak penting, apakah harta yang bersangkutan itu berada didalam brankas (hirz) agar dapat
disebut harta milik baitul mal, karena konsepsi baitul mal merujuk kepada
tujuan harta itu, bukan lokasinya. Oleh karena itu, setiap pengeluaran yang
dilakukan demi kepentingan umum kaum Muslimin adalah merupakan tanggung jawab
baitul mal dan jika telah dikeluarkan, maka dianggap bahwa baitul mal telah
mengeluarkannya dari brankasnya. Ini berarti bahwa penerimaan yang berada
ditangan kolektor publik atau telah mereka keluarkan secara langsung,
sebenarnya dalah bagian dari penerimaan dan pengeluaran baitu mal itu sendiri,
dan oleh karena itu, harus tunduk kepada aturan baitul mal pula.’[14]
Penerimaan
yang ada didalam baitul mal digolongkan menjadi tiga oleh para fuqaha klasik,
yakni:
1.
penerimaan
zakat dan sedekah
2.
penerimaan
ghanimah atau rampasan perang
3.
penerimaan
fai seperti jiziyah dak kharaj
|
Kesemua penerimaan
tersebut telah dibicarakan dengan cukup. oleh karena penerimaan jenis kedua dan
ketiga tidak lagi tersedia bagi negara islam modern, maka kedudukannya
digantikan oleh pajak.
Kelompok-kelompok penerimaan diatas
senantiasa dipisah-pisahkan didalam baitul mal karena butir-butir
pengeluarannya juga berbeda-beda didalam syariat. Zakat dan sedekah dapat
dikeluarkan sesuai dengan ketentuan Al Qur’an(dalam ayat 60 surat At Taubah)
yang terutama sekali berhubungan denga kesejahteraan kaum fakir dan miskin,
sedangkan jenis penerimaan yang lain dikeluarkan sesuai dengan pertimbangan
pemerintah untuk memenuhi tanggung jawabnya yang amat luas seperti penegakan
hukum dan keadilan, administrasi, pemerintahan, transportasi dan komunikasi,
pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan serta program-program sosial
lainnya.
Suatu bentuk pengorganisasian baitul mal
yang ada selama pemerintahan islam adalah yang ada dimasa pemerintahan khalifah
Umar, khalifah kedua. Baitul mal pusat ada dikota negara dan langsung berada
dibawah kendali khlifah, sedangkan baitul mal provinsi berada dibawah tanggung
jawab gubernur provinsi pada saat itu belum ada bank sentral dan umum.
2.3
SYIRKAH
A.
Pengertian
Syirkah
Syirkah
dalam bahasa Arabnya berarti pencampuran atau interaksi. Bisa juga artinya
membagikan sesuatu antara dua orang atau lebih menurut hukum kebiasaan yang
ada.
Sementara
dalam terminologi ilmu fiqih, arti syirkah yaitu: persekutuan usaha dalam
mengambil hak atau beroperasi. Aliansi mengambil hak, mengisyaratkan apa yang
di sebut syirkatul amlak. Sementara aliansi dalam beroperasi, mengisyaratkan
syirkatul uqud (syirkah transaksional).
B.
Macam-macam
Syirkah
Syirkah itu ada dua macam:
1) Syirkah
hak milik, (syirkatul Amlak). Yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih
dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan,
seperti jual beli, hibah atau warisan.
2) Syirkah
transaksional (Syirkatul Uqud). Yakni akad kerja sama antar dua orang yang
bersekutu dalam modal dan keuntungan.
|
v Macam- macam Syirkah
Transaksional
Syirkah
transaksional menurut mayoritas para ulama terbagi menjadi beberapa bagian
berikut:
1)
Syirkatul
‘Inan
Yakni persekutuan modal, usaha dan keuntungan.
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki
bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi
keuntungan bersama.
2)
Syirkatu
Abdan (syirkah usaha)
Yakni kerja sama antara dua pihak atau
lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, seperti kerjasama sesama
dokter di klinik, atau sesama tukang jahit atau tukang cukur dalam salah satu
pekerjaan. Semuanya di bolehkan. Namun imam syafi’ie melarangnya. Disebut juga
dengan syirkah shanai wat taqabbul.
3)
Syirkatul
Tujuh
Yakni akad yang dilakukan dua pihak atau
lebih untuk membeli sesuatu dengan mempergunakan nama baik mereka secara
berhutang. Bila menghasilkan keuntungan, mereka bagi berdua.
Syirkah jenis ini mengikat dua orang
pelaku atau lebih yang tidak memiliki modal uang. Namun mereka memiliki
prestige atau nama baik di tengah masyarakat sehingga membuka kesempatan untuk
mereka bisa membeli barang secara berhutang dengan tujuan untuk dijual, lalu keuntungannya
itu mereka bagi bersama.
4)
Syirkatul
Mufawwadhah
Yakni setiap kerja sama dimana
masing-masing pihak yang beraliansi memiliki modal, usaha, dan hutang piutang
yang sama, dari mulai berjalannya kerja sama hingga akhir. Yakni kerja sama
yang mengandung unsur penjaminan dan hak-hak yang sama dalam modal, usaha dan
hutang.
C.
Tujuan
dan Manfaat Syirkah
Tujuan dan manfaat syirkah yaitu:
1. Memberikan
keuntungan kepada para anggota pemilik modal
2. Memberikan
lapangan kerja kepada karyawannya
3.
|
Memberikan bantuan keuangan dari
sebagian hasil usaha musyarakah (syirkah) untuk mendirikan tempat ibadah,
sekolah, dan sebagainya demi kepentingan umat muslim.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang
lima. Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang-kadang
dipakikan dengan makna ath-thaharah
(suci) al-baraqah (berkah). Dalam Al
qur’an dijelaskan dalam surat At-Taubah[9]: 103 yang artinya “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
Baitulmal
adalah rumah dana. Baitul Mal sesungguhnya bukanlah lembaga privat atau swasta
yang hanya menangani sebagian aspek kegiatan ekonomi umat, melainkan sebuah
lembaga yang mengurusi segala pemasukan dan pengeluaran dari negara Islam
(Khilafah).
Syikah
adalah kerjasama dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau modal/amal dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
|
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.
M. Abdul Mannan. Teori dan Praktek
Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
--------------,
Pengantar Fikih Muamalah. Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1989.
Muhammad
Abdul Mannan. Islamic Ekonomics Theory
and Practice. Terjemahan Nastangin, M. Drs. Dengan judul Teori dan Praktik
Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakat, 1997.
Nasroen
Haroe. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2000.
Prof.
Dr. Abdullah Al-Muslih, Shalah Ash-Shawi. Fikh
Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Dar Al-Muslim, 2004.
Dr.
Muhammad Sharif Chandhry. Sistem Ekonomi
Islam: Prinsip Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Dr.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
|
Dr. Rozalinda. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya
pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, cetakan I, 2014.
[1] Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fiqr, 1989), Jilid II, hlm. 730
729, lihat juga Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah,
(Kairo: Dar al-Fath, 2000), Jilid I, hlm. 235.
[2] Wahbah al-Zuhaili, op.cit.,
hlm. 730.
[3] Direkteur pengembangan Zakat
dan Wakaf, Peraturan Perundang-undangan Pengelola
Zakat, Jakarta: Bagian proyek peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002, hlm. 58.
[4] Ibid
[5] 1 emas = 2,5 gram emas,
diumpakan harga 1 emas ketika itu adalah Rp1.350.000.
[6] Direktur Pengembangan Zakat dan
Wakaf, Peraturan Perundang-undangan
Pengelola Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002,
hlm. 57.
[7] Sayid Sabiq, op.cit., hlm. 267.
[8] Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, po.cit., hlm. 636.
[9] Wahbah az-Zuhaili, op.cit.,
hlm. 873.
[10] Yusuf al-Qaradhawi, Fiqh
az-Zakah, op.cit., jilid II, hlm. 662.
[11] Abdul Aziz Dahlan(et al.),
Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan I, Jakarta Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, hlm.
186.
[12] Suhrawadi K.Lubis, t Islam,
2000, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 114.
[13] Prof. M.Abdul Mannan, Teori dan
Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Pt. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm.
179-180.
[14] Nicolos P.Aghnides: Muhammadan
Theoris of Finance, op.cit.,
hlm. 730.
[3] Direkteur pengembangan Zakat
dan Wakaf, Peraturan Perundang-undangan Pengelola
Zakat, Jakarta: Bagian proyek peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002, hlm. 58.
[4] Ibid
[5] 1 emas = 2,5 gram emas,
diumpakan harga 1 emas ketika itu adalah Rp1.350.000.
[6] Direktur Pengembangan Zakat dan
Wakaf, Peraturan Perundang-undangan
Pengelola Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002,
hlm. 57.
[7] Sayid Sabiq, op.cit., hlm. 267.
[8] Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, po.cit., hlm. 636.
[9] Wahbah az-Zuhaili, op.cit.,
hlm. 873.
[10] Yusuf al-Qaradhawi, Fiqh
az-Zakah, op.cit., jilid II, hlm. 662.
[11] Abdul Aziz Dahlan(et al.),
Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan I, Jakarta Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, hlm.
186.
[12] Suhrawadi K.Lubis, t Islam,
2000, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 114.
[13] Prof. M.Abdul Mannan, Teori dan
Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Pt. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm.
179-180.
[14] Nicolos P.Aghnides: Muhammadan
Theoris of Finance
Tags:
MAKALAH