MAKALAH INSTRUMEN-INSTRUMEN DALAM EKONOMI ISLAM




BAB I

PENDAHULUAN


Islam adalah sebuah sistem yang sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini. Allah menyempurnakan kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan memberi petunjuk kepadanya tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah mengajarkan kepadanya bahwa ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan.

Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama.
Diantara sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui agama Islam adalah disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan manusia secara pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. 
Selanjutnya di dalam islam juga mempunyai suatu badan yang mengelola harta benda yang dikumpulkan baik dari wakaf, zakat, infaq dan juga shadaqah. Tujuan pengelolaan ini ialah untuk mengstabilkan kehidupan ekonomi masyarakat islam serta untuk kegiatan social islam lainnya.
Selanjutnya, islam juga mengajarkan cara menciptakan suasana yang baik terhadap sesama manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah dengan pihak lain. Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

1
 

 


BAB II

PEMBAHASAN


2.1    ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FINANSIAL ISLAMI
A.    Pengertian Zakat
Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang-kadang dipakikan dengan makna ath-thaharah (suci) al-baraqah (berkah).[1] Zakat, dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri, jiwa, dan harta. Seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia telah membersihkan diri dari jiwanya dari penyakit kikir, membersihkan hartanya dari hak orang lain. Sementara itu, zakat dalam pengertian berkah adalah sisa harta yang sudah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif akan mendapat berkah dan akan berkembang walaupun secara kuantitatif jumlahnya berkurang. Dalam Al qur’an dijelaskan dalam surat At-Taubah[9]: 103 yang artinya “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
Zakat merupakan mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai nisabnya untuk orang-orang yang berhak menerimanya.[2] Selain suatu kewajiban bagi umat islam, melalui zakat, Al Qur’an menjadikan suatu tanggung jawab bagi umat islam untuk tolong menolong antar sesama.
B.     Syarat-syarat Zakat
Syarat-syarat yang harus dipenuhi meliputu dua aspek, yaitu syarat muzakki dan syarat harta yang akan dizakatkan:
1.             Syarat-syarat Muzakki (Orang yang Wajib Zakat)
Adapun syarat-syarat seseorang wajib melaksanakan zakat adalah:
a)      Merdeka

2
 
Menurut kesepakatan para ulama, zakat tidak wajib bagi hamba sahaya atau budak karena hamba sahaya tidak memiliki hak milik.
b)      Islam
Zakat merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia merupakan salah satu pilar agama islam. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas orang Non-Muslim ataupun orang kafir, karena zakat adalah ibadah suci.
c)      Baliqh berakal
Menurut pendapat ulama mazhab Hanafi, orang yang wajib zakat adalah orang yang telah baliqh dan berakal sehingga harta anak kecil dan orang gila tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Selain syarat-syarat tersebut, ulama fiqh juga mengemukakan syarat lain dalam pelaksanaan zakat, yaitu:
a)      Niat
Zakat merupakan ibadah mahdah yang bertujuan mencapai pahala dan keridhaan Allah yang sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain. Untuk kesempurnaan pelaksanaannya seseorang harus memulainya dengan niat.
b)      Bersifat pemilikan
Seusai dengan pengertian zakat yang dikemukakan para fuqaha diatas, bahwa zakat merupakan pemilikan harta tertentu untuk orang yang berhak menrimanya dengan syarat-syarat tertentu, maka yang diberikan kepada para mustahik zakat harus bersifat pemilikan.
2.             Syarat-syarat Harta
Syarat-syarat harta yang diwajibkan dikeluarkan zakatnya adalah:
a)      Milik sempurna
Harta yang wajib dizakatkan adalah harta milik penuh atau milik sempurna, yakni berada dibawah kekuasaan dan dibawah kontrol orang yang berzakat. Sesuai dengan hadis Nabi: “ Tidak di terima sedekah dari kekayaan hasil perbuatan khianat.”
b)      Cukup senisab

3
 
Nisab merupakan batas minimal jumlah harta yang wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan syara.
c)      Melebih kebutuhan pokok
Zakat hanya diwajibkan terhadap orang yang hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok minimal. Ketentuan ini berdasarkan pada QS Al Baqarah [2]: 219 yang artinya “ ... Dan mereka bertanya engkau Muhammad apa yang dizakatkan, katakanlah yang lebih dari keperluan ..”
d)     Bebas dari utang
Bebas dari utang yang dimaksudkan adalah dengan melunasi utang jumlah harta tidak akan mengurangi nisab yang ditentukan.
e)      Haul (melewati satu tahun)
Haul merupakan ketentuan batas waktu kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Harta yang diwajibkan dizakatkan adalah harta yang kepemilikannya sudah mencapai satu tahun atau haul.
f)       Harta itu berkembang
Maksudnya, kekayaan itu dengan sengaja atau memiliki potensi untuk berkembang. Berkembang dalam pengertian menghasilkan keuntungan, pemasukan, atau diistilahkan dengan produktif misalnya ternak menghasilkan anak, rumah atau bangunan yang disewakan menghasilkan uang sewa.
C.    Harta-harta yang Wajib Dizakatkan
Secara umum harta-harta yang wajib dizakatkan adalah:
1)      Emas, Perak dan Uang
Emas dan perak wajib dizakatkan berdasarkan pada QS At Taubah[9]: 34 yang artinya “ ... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka akan mendapat siksa yang pedih.”

4
 
Adapun nisab dan kadar zakar emas dan perak seperti yang diisyaratkan hadis Nabi SAW. Yang diriwayatkan dari Ali ibn Thalib adalah nisab perak 200 dirham (lebih kurang sama dengan 642 gram perak[3]), kadarnya 2,5 % per tahun, sedangkan emas nisabnya 20 dinar (lebih kurang sama dengan 91,92 gram emas[4] atau 37 emas[5] atau diukur dengan uang rupiah lebih kurang sebesar 37 x Rp1.350.000.00,- = Rp49.950.000.00,-), kadarnya 2,5% per tahun. Untuk zakat uang, ketentuannya disamakan dengan ketentuan zakat emas dan perak ini. Uang senilai 91,92 gram emas atau 37 emas atau Rp49.950.000.00,- wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% per tahun.
2)      Harta Perniagaan
Dasar hukum kewajiban zakat terhadap harta peniagaan adalah QS Al Baqarah [2]: 267 dan hadis Nabi SAW yang artinya “ Dari Samurah ibn Jundub dia berkata: Rasul SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat harta yang kami persiapkan untuk dijual. “
Nisab dan kadar zakat harta perniagaan disandarkan pada nisab dan kadar emas dan perak.
3)      Hasil Pertanian
Kewajiban untuk menzakatkan hasil pertanian didasarkan pada QS Al An’am [6]: 141 yang artinya “ Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, dan tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dikeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan-lebihan.”
Adapun nisab dan kadar zakat hasil pertanian adalah lima wasaq. Lima wasaq adalah lebih kurang sama dengan 815 kg [6].
4)      Binatang Ternak

5
 
Binatang ternak yang diwajib dizakatkan adalah unta, sapi dan kerbau, kambing dan biri-biri dengan syarat sampai senisab, telah mencapai haul, digembalakan, dan tidak di pekerjakan. Untuk hewan ternak yang akan dikeluarkan zakatnya, maka hewan itu harus:
·         Sehat dalam arti tidak luka, cacat, pincang dan kekurangan lain yang mengurangi manfaat dan harganya.
·         Betina dan cukup umur berdasarkan ketentuan nash.
Berikut ini akan dijelaskan nisab dan kadar hewan menurut jenis hewan yang wajib dizakatkan berdasarkan ketentuan hadis nabi:
a.       Nisab dan kadar zakat unta
JML UNTA
ZAKAT
UMUR
KET
5-9 ekor
1 ekor kambing
-

10-14 ekor
2 ekor kambing
-

15-19 ekor
3 ekor kambing
-

20-24 ekor
4 ekor kambing
-

25-35 ekor
1 ekor unta betina
1 tahun lebih
Atau 2 ekor unta jantan umur 2 tahun lebih
36-45 ekor
1 ekor anak unta betina
2 tahun lebih

46-60 ekor
1 ekor anak unta betina
3 tahun lebih
Sudah kawin
61-75 ekor
1 ekor anak unta betina
4 tahun lebih

76-90 ekor
2 ekor anak unta betina
2 tahun lebih

91-120 ekor
2 ekor anak unta betina
3 tahun lebih

Lebih dari 120 ekor
1 ekor anak unta betina untuk setiap 40 ekor unta dan setiap 50 ekor unta
2 tahun lebih

Lebih dari 120 ekor
1 ekor anak unta betina untuk setiap 50 ekor unta
3 tahun lebih

b.      Nisab dan kadar zakat sapi dan kerbau
JML SAPI/KERBAU
ZAKAT
UMUR
30 ekor
1 ekor
1 tahun lebih
40 ekor
2 ekor
2 tahun lebih
JML KAMBING
ZAKAT
40-120 ekor
1 ekor kambing
121-200 ekor
2 ekor kambing
121-300 ekor
3 ekor kambing
Lebih 300 ekor, maka setiap 100 ekor
4 ekor kambing
c.      

6
 
 Zakat kambing atau biri-biri
5)      Rikaz (Harta Terpendam)
Rikaz adalah harta yang terpendam sejak zaman pubakala dan ditemukan pada sebidang tanah yang tidak dimilki oleh seseorang seperti emas, perak, besi, timah, bejana dan lainnya. Terhadap barang terpendam ini wajib zakatnya 1/5.
6)      Barang Tambang
Zakat yang dikeluarkan sebesar 1/5 (20%) dari jumlah barang tambang yang ditemukan. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i barang tambang yang wajib dizakatkan breupa emas dan perak saja dengan syarat sampai senisab namun tidak diisyaratkan haul.[7]
7)      Zakat Profesi
Dasar hukum tentang kewajiban zakat profesi adalah QS Al Baqarah[2]: 267 “ Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah zakat sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian hasil bumi yang Kami keluarkan untukmu”. Ketentuan nisab dan kadar zakatnya adalah disamakan dengan zakat uang, dikeluarkan dari pendapatan bersih setelah dikeluarkan biaya hidup (kebutuhan pokok), biaya-biaya lain yang terkait dengan pekerjaan dan utang.
D.    Mustahiq Zakat
Dalam QS At Taubah [9]: 60, dijelaskan bahwa yang menjadi mustahiq zakat adalah fakir, miskin, amil, para muallaf, Riqab (hamba sahaya), gharimin (orang-orang yang berhutang), fi sabilillah, ibn sabil (para musafir). Berikut adalah penjelasannya:
1)      Fakir, adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga berupa pangan, sandang, dan papan.
2)      Miskin, adalah orang yang memiliki pekerjaan atau usaha tapi penghasilnannya hanya mampu menutupi sebagian kebutuhan hidup diri maupun keluarganya.
3)      Amil, adalah orang-orang lembaga yang melaksanakan segala kegiatan yang urusan zakat, mulai dari mengumpulkan, mencatat, dan mendistribusikannya.
4)     

7
 
Golongan Muallaf, adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya manfaat mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.[8]
5)      Riqab, adalah hamba mukatab (hamba yang dijanjikan akan dimerdekakan tuannya dengan membayar sejumlah uang) yang Muslim tidak mempunyai uang untuk menembus kemerdekaannya.[9] al-riqab adalah tawanan perang dari kalangan orang-orang  Muslim.[10]
6)      Gharimin , adalah orang yang berhutang dan tidak mampu untuk melunasinya.
7)      Fi sabilillah: Secara bahasa fi sabilillah berati dijalan Allah. Imam nawawi menyatakan makna sabilillah adalah para sukarelawan yang tidak mendapat tunjangan tetap dari pemerintahan.
8)      Ibn Sabil, adalah orang yang menempuh perjalanan jauh yang sudah tidak punya harta lagi. Perjalanan yang dimaksudkan adalah perjalanan dalam rangka ketaatan kepada Allah bukan untuk maksiat.

E.     Sejarah dan Perkembangan Zakat
Pensyariatan zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang wajib dizakatkan, nisab, dan kadar secara sistematis muncul sekitar tahun ke 2 Hijriyah. Kemudian tahun ke 9 Hijriyah Allah menurutkan surat At Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang mustahik zakat, ketentuan zakat, dan kadar zakat. Pada masa Rasulullah, pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Rasulullah sendiri.
Setelah Nabi Muhammad wafat, pada masa Abu Bakar, sebagian suku bangsa Arab melakukan pembangkangan terutama didaerah Yaman untuk membayar zakat. Pada masa Umar, pemungutan dan pendistribusian zakat, Umar menunjuk dua orang amil zakat untuk setiap daerah. Pemerintah melalui amil zakat mempunyai tugas dan wewenang untuk memungut dan mendistribusikan zakat.

8
 
Di Indonesia, pada tahun 1968 dibentuklah BAZIS ( Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah) DKI. Pada tanggal 14 September 1999 RUU tentang pengelolaan zakat disahkan menjadi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dimasukkan dalam lembaran negara tanggal 23 September 1999.
2.2    BAITULMAAL
A.    Pengertian Baitulmal
Secara harfiah/lughowi, baitulmaal berarti rumah dana. Baitulmaal sudah ada sejak zaman Rasulullah, berkembang pesat pada abad pertengahan . Baitulmaal berfungsi sebagai pengumpulan dana dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial.
Menurut Ensiklopedia Hukum Islam[11], baitulmaal adalah lembaga keuangan negara bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat. Menurut Suhardi K.Lubis[12], baitulmal dilihat dari segi fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain. Adapun baitulmal menerima titipan zakat, infak, dan sedekah serta menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
B.     Macam-macam Baitulmal
Ada tiga macam baitulmal, yaitu:
1)      Baitulmal al khas, ialah perbendaharaan kerajaan atau dana rahasia, dengan sumber pendapatan dan unsur pengeluaran sendiri. Pengeluaran itu diantaranya pengeluaran pribadi khalifah, anggota kerajaan, pegawai istana, hadiah khalifah untuk pangeran asing.[13]
2)      Baitulmal, ialah sejenis bank negara untuk kerajaan.
3)      Baitulmal al Islamin, ialah perbendaharaan semua kaum Islamin. Fungsi baitulmal ini untuk memelihara pekerjaan umum, jalan, jembatan, dan mesjid.

C.    Sejarah Tentang Baitul Mal

9
 
Baitul mal atau kas negara, menurut sebagian orang tidak, dididirikan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri ketika beliau mendirikan negara Islam di Madinah. Pandangan ini didukung oleh mayoritas sejarawan Islam dengan alasan bahwa didalam pemerintahan Nabi Muhammad SAW penerimaan negara adalah sedemikian kecilnya sehinggga tidak pernah melebihi pengeluaran, sehingga perlunya baitul mal tidak pernah dirasakan. Menurut pandangan yang lebih akhir dan lebih dominan, baitulmaal pertama kali didirikan di masa pemerintahan khalifah abu bakar yang menggantikan Nabi Muhammad di tahun 632 M. sebagai khalifah pertama nagara Islam. dengan ditaklukannya Irak, Syria dan beberapa negara lain, terdapatlah peningkatanyang luar biasa dalam penerimaan negara Islam, dan hal hal itu menimbulkan kebutuhan akan adanya sebuah kas negara.
            Meski demikian, baitulmal terlihat dalam bentuk yang sebenarnya sebagai lembaga permanen terjadi dalam masa pemerintahan Khalifah Umar, khalifah kedua. Dimasa pemerintahannyalah harta dari negeri-negeri bekas kekaisaran Iran dan Roma yang ditaklukan mulai tercurah kedalam negeri Islam, sehingga lembaga baitul mal pun lalu menjadi departemen negara islam yang amat penting lagi kuat.
            ‘Setiap harta yang menjadi milik kaum Muslimin secara umum dan bukan milik seorang Muslim tertentu, siapun dia, menjadi bagian dari aset milik kas negara (baitul mal). Tidak penting, apakah harta yang bersangkutan itu  berada didalam brankas (hirz) agar dapat disebut harta milik baitul mal, karena konsepsi baitul mal merujuk kepada tujuan harta itu, bukan lokasinya. Oleh karena itu, setiap pengeluaran yang dilakukan demi kepentingan umum kaum Muslimin adalah merupakan tanggung jawab baitul mal dan jika telah dikeluarkan, maka dianggap bahwa baitul mal telah mengeluarkannya dari brankasnya. Ini berarti bahwa penerimaan yang berada ditangan kolektor publik atau telah mereka keluarkan secara langsung, sebenarnya dalah bagian dari penerimaan dan pengeluaran baitu mal itu sendiri, dan oleh karena itu, harus tunduk kepada aturan baitul mal pula.’[14]
            Penerimaan yang ada didalam baitul mal digolongkan menjadi tiga oleh para fuqaha klasik, yakni:
1.      penerimaan zakat dan sedekah
2.      penerimaan ghanimah atau rampasan perang
3.      penerimaan fai seperti jiziyah dak kharaj

10
 
Kesemua penerimaan tersebut telah dibicarakan dengan cukup. oleh karena penerimaan jenis kedua dan ketiga tidak lagi tersedia bagi negara islam modern, maka kedudukannya digantikan oleh pajak.
Kelompok-kelompok penerimaan diatas senantiasa dipisah-pisahkan didalam baitul mal karena butir-butir pengeluarannya juga berbeda-beda didalam syariat. Zakat dan sedekah dapat dikeluarkan sesuai dengan ketentuan Al Qur’an(dalam ayat 60 surat At Taubah) yang terutama sekali berhubungan denga kesejahteraan kaum fakir dan miskin, sedangkan jenis penerimaan yang lain dikeluarkan sesuai dengan pertimbangan pemerintah untuk memenuhi tanggung jawabnya yang amat luas seperti penegakan hukum dan keadilan, administrasi, pemerintahan, transportasi dan komunikasi, pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan serta program-program sosial lainnya.
Suatu bentuk pengorganisasian baitul mal yang ada selama pemerintahan islam adalah yang ada dimasa pemerintahan khalifah Umar, khalifah kedua. Baitul mal pusat ada dikota negara dan langsung berada dibawah kendali khlifah, sedangkan baitul mal provinsi berada dibawah tanggung jawab gubernur provinsi pada saat itu belum ada bank sentral dan umum.

2.3    SYIRKAH
A.    Pengertian Syirkah
Syirkah dalam bahasa Arabnya berarti pencampuran atau interaksi. Bisa juga artinya membagikan sesuatu antara dua orang atau lebih menurut hukum kebiasaan yang ada.
Sementara dalam terminologi ilmu fiqih, arti syirkah yaitu: persekutuan usaha dalam mengambil hak atau beroperasi. Aliansi mengambil hak, mengisyaratkan apa yang di sebut syirkatul amlak. Sementara aliansi dalam beroperasi, mengisyaratkan syirkatul uqud (syirkah transaksional).
B.     Macam-macam Syirkah
Syirkah itu ada dua macam:
1)      Syirkah hak milik, (syirkatul Amlak). Yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan, seperti jual beli, hibah atau warisan.
2)      Syirkah transaksional (Syirkatul Uqud). Yakni akad kerja sama antar dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan.



111
 


v  Macam- macam Syirkah Transaksional
Syirkah transaksional menurut mayoritas para ulama terbagi menjadi beberapa bagian berikut:
1)      Syirkatul ‘Inan
Yakni persekutuan modal, usaha dan keuntungan. Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama. 
2)      Syirkatu Abdan (syirkah usaha)
Yakni kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, seperti kerjasama sesama dokter di klinik, atau sesama tukang jahit atau tukang cukur dalam salah satu pekerjaan. Semuanya di bolehkan. Namun imam syafi’ie melarangnya. Disebut juga dengan syirkah shanai wat taqabbul.
3)      Syirkatul Tujuh
Yakni akad yang dilakukan dua pihak atau lebih untuk membeli sesuatu dengan mempergunakan nama baik mereka secara berhutang. Bila menghasilkan keuntungan, mereka bagi berdua.
Syirkah jenis ini mengikat dua orang pelaku atau lebih yang tidak memiliki modal uang. Namun mereka memiliki prestige atau nama baik di tengah masyarakat sehingga membuka kesempatan untuk mereka bisa membeli barang secara berhutang dengan tujuan untuk dijual, lalu keuntungannya itu mereka bagi bersama.
4)        Syirkatul Mufawwadhah
Yakni setiap kerja sama dimana masing-masing pihak yang beraliansi memiliki modal, usaha, dan hutang piutang yang sama, dari mulai berjalannya kerja sama hingga akhir. Yakni kerja sama yang mengandung unsur penjaminan dan hak-hak yang sama dalam modal, usaha dan hutang.

C.    Tujuan dan Manfaat Syirkah
Tujuan dan manfaat syirkah yaitu:
1.      Memberikan keuntungan kepada para anggota pemilik modal
2.      Memberikan lapangan kerja kepada karyawannya
3.     

12
 
Memberikan bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha musyarakah (syirkah) untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah, dan sebagainya demi kepentingan umat muslim.
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang-kadang dipakikan dengan makna ath-thaharah (suci) al-baraqah (berkah). Dalam Al qur’an dijelaskan dalam surat At-Taubah[9]: 103 yang artinya “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
Baitulmal adalah rumah dana. Baitul Mal sesungguhnya bukanlah lembaga privat atau swasta yang hanya menangani sebagian aspek kegiatan ekonomi umat, melainkan sebuah lembaga yang mengurusi segala pemasukan dan pengeluaran dari negara Islam (Khilafah).
Syikah adalah kerjasama dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau modal/amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

13
 

 


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Prof. M. Abdul Mannan. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
--------------, Pengantar Fikih Muamalah. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989.
Muhammad Abdul Mannan. Islamic Ekonomics Theory and Practice. Terjemahan Nastangin, M. Drs. Dengan judul Teori dan Praktik Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakat, 1997.
Nasroen Haroe. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.
Prof. Dr. Abdullah Al-Muslih, Shalah Ash-Shawi. Fikh Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Dar Al-Muslim, 2004.
Dr. Muhammad Sharif Chandhry. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Dr. Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

14
 
Dr. Rozalinda. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, cetakan I, 2014.




[1] Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fiqr, 1989), Jilid II, hlm. 730 729, lihat juga Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo: Dar al-Fath, 2000), Jilid I, hlm. 235.
(ZAKAT, BAITULMAAL DAN SYIRKAH)
Disusun
oleh
Kelompok 2
Merry Dahlina                    (140602032)
Muhammad Zahedi            (140602038)

Dosen Pembimbing: Wahyuddin, Lc. M.SH
https://sp.yimg.com/ib/th?id=HN.608007626756784366&pid=15.1&P=0








FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
 BANDA ACEH
2014/2015
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapan menyelesaikan makalah yang berjudul “ INSTRUMEN-INSTRUMEN DALAM EKONOMI ISLAM (Zakat, Baitulmaal, dan Syirkah) “ dengan lancar dan tanpa kendala yang berarti.
Shalawat berangkai salam senantiasa kami hantarkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Revolusioner Islam yang telah membuka jalan ilmu pengetahuan sehingga kita dijadikan orang yang beradab, berbudaya, dan berpengetahuan.
Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, baik secara moril mapun materil. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing bapak Wahyuddin, Lc. M.SH.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Islam, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi umat Islam khususnya penyusun dan pembaca dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tentunya makalah ini tidak terlepas dari ketidaksempurnaan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan, sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki diri demi peningkatan kualitas makalah selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb


                                                                                                Banda Aceh, 17 November 2014


                                                                                                                        Penulis



                       

i
 

DAFTAR ISI

Kata Pengantar         ........................................................................................................ i
Daftar Isi        ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN    ........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN      ........................................................................................... 2
2.1 Zakat sebagai Instrumen Finansial Islami
a. Pengertian Zakat     ............................................................................... 2
b. Syarat-syarat Zakat ............................................................................... 2
c. Harta-harta yang diwajibkan Zakat            ....................................................... 4
d. Mustahiq Zakat       ............................................................................... 7
e. Sejarah dan Perkembangan Zakat ........................................................ 8
2.2 Baitulmaal
a. Pengertian Baitulmal           .................................................................. 9
b. Macam-macam Baitulmal   .................................................................. 9
c. Sejarah tentang Baitulmal   .................................................................. 9
2.3 Syirkah
a. Pengertian Syirkah  ............................................................................. 11
b. Macam-macam Syirkah       ................................................................. 11
c. Tujuan dan Manfaat Syirkah           ..................................................... 12
BAB III PENUTUP  ..................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan           ......................................................................................... 13
BAB IV DAFTAR PUSTAKA       ............................................................................. 14



ii
 

BAB I

PENDAHULUAN


Islam adalah sebuah sistem yang sempurna dan komprehensif. Dengan Islam, Allah memuliakan manusia, agar dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera di muka bumi ini. Allah menyempurnakan kenyamanan kehidupan manusia, pada awalnya dengan memberi petunjuk kepadanya tentang identitas dirinya yang sesungguhnya. Allah mengajarkan kepadanya bahwa ia adalah seorang hamba yang dimiliki oleh Tuhan yang maha Esa dan bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan. Selanjutnya Allah memberikan sarana-sarana untuk menuju kehidupan yang mulia dan memungkinkan dirinya melakukan ibadah. Namun demikian, sarana-sarana tersebut tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan jalan saling tolong menolong antar sesama atas dasar saling menghormati, dan menjaga hak dan kewajiban sesama.
Diantara sarana-sarana menuju kebahagian hidup manusia yang diciptakan Allah melalui agama Islam adalah disyariatkannya Zakat. Zakat disyariatkan dalam rangka meluruskan perjalanan manusia agar selaras dengan syarat-syarat menuju kesejahteraan manusia secara pribadi dan kesejahteraan manusia dalam hubungannya dengan orang lain. 
Selanjutnya di dalam islam juga mempunyai suatu badan yang mengelola harta benda yang dikumpulkan baik dari wakaf, zakat, infaq dan juga shadaqah. Tujuan pengelolaan ini ialah untuk mengstabilkan kehidupan ekonomi masyarakat islam serta untuk kegiatan social islam lainnya.
Selanjutnya, islam juga mengajarkan cara menciptakan suasana yang baik terhadap sesama manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah dengan pihak lain. Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

1
 

 

BAB II

PEMBAHASAN


Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang-kadang dipakikan dengan makna ath-thaharah (suci) al-baraqah (berkah).[1] Zakat, dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri, jiwa, dan harta. Seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia telah membersihkan diri dari jiwanya dari penyakit kikir, membersihkan hartanya dari hak orang lain. Sementara itu, zakat dalam pengertian berkah adalah sisa harta yang sudah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif akan mendapat berkah dan akan berkembang walaupun secara kuantitatif jumlahnya berkurang. Dalam Al qur’an dijelaskan dalam surat At-Taubah[9]: 103 yang artinya “ Ambillah zakat dar
Adapun syarat-syarat seseorang wajib melaksanakan zakat adalah:
a)      Merdeka

2
 
Menurut kesepakatan para ulama, zakat tidak wajib bagi hamba sahaya atau budak karena hamba sahaya tidak memiliki hak milik.
b)      Islam
Zakat merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia merupakan salah satu pilar agama islam. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas orang Non-Muslim ataupun orang kafir, karena zakat adalah ibadah suci.
c)      Baliqh berakal
Menurut pendapat ulama mazhab Hanafi, orang yang wajib zakat adalah orang yang telah baliqh dan berakal sehingga harta anak kecil dan orang gila tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Selain syarat-syarat tersebut, ulama fiqh juga mengemukakan syarat lain dalam pelaksanaan zakat, yaitu:
a)      Niat
Zakat merupakan ibadah mahdah yang bertujuan mencapai pahala dan keridhaan Allah yang sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain. Untuk kesempurnaan pelaksanaannya seseorang harus memulainya dengan niat.
b)      Bersifat pemilikan
Seusai dengan pengertian zakat yang dikemukakan para fuqaha diatas, bahwa zakat merupakan pemilikan harta tertentu untuk orang yang berhak menrimanya dengan syarat-syarat tertentu, maka yang diberikan kepada para mustahik zakat harus bersifat pemilikan.
2.             Syarat-syarat Harta
Syarat-syarat harta yang diwajibkan dikeluarkan zakatnya adalah:
a)      Milik sempurna
Harta yang wajib dizakatkan adalah harta milik penuh atau milik sempurna, yakni berada dibawah kekuasaan dan dibawah kontrol orang yang berzakat. Sesuai dengan hadis Nabi: “ Tidak di terima sedekah dari kekayaan hasil perbuatan khianat.”
b)      Cukup senisab

3
 
Nisab merupakan batas minimal jumlah harta yang wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan ketentuan syara.
c)      Melebih kebutuhan pokok
Zakat hanya diwajibkan terhadap orang yang hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok minimal. Ketentuan ini berdasarkan pada QS Al Baqarah [2]: 219 yang artinya “ ... Dan mereka bertanya engkau Muhammad apa yang dizakatkan, katakanlah yang lebih dari keperluan ..”
d)     Bebas dari utang
Bebas dari utang yang dimaksudkan adalah dengan melunasi utang jumlah harta tidak akan mengurangi nisab yang ditentukan.
e)      Haul (melewati satu tahun)
Haul merupakan ketentuan batas waktu kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Harta yang diwajibkan dizakatkan adalah harta yang kepemilikannya sudah mencapai satu tahun atau haul.
f)       Harta itu berkembang
Maksudnya, kekayaan itu dengan sengaja atau memiliki potensi untuk berkembang. Berkembang dalam pengertian menghasilkan keuntungan, pemasukan, atau diistilahkan dengan produktif misalnya ternak menghasilkan anak, rumah atau bangunan yang disewakan menghasilkan uang sewa.
C.    Harta-harta yang Wajib Dizakatkan
Secara umum harta-harta yang wajib dizakatkan adalah:
1)      Emas, Perak dan Uang
Emas dan perak wajib dizakatkan berdasarkan pada QS At Taubah[9]: 34 yang artinya “ ... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka akan mendapat siksa yang pedih.”

4
 
Adapun nisab dan kadar zakar emas dan perak seperti yang diisyaratkan hadis Nabi SAW. Yang diriwayatkan dari Ali ibn Thalib adalah nisab perak 200 dirham (lebih kurang sama dengan 642 gram perak[3]), kadarnya 2,5 % per tahun, sedangkan emas nisabnya 20 dinar (lebih kurang sama dengan 91,92 gram emas[4] atau 37 emas[5] atau diukur dengan uang rupiah lebih kurang sebesar 37 x Rp1.350.000.00,- = Rp49.950.000.00,-), kadarnya 2,5% per tahun. Untuk zakat uang, ketentuannya disamakan dengan ketentuan zakat emas dan perak ini. Uang senilai 91,92 gram emas atau 37 emas atau Rp49.950.000.00,- wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% per tahun.
2)      Harta Perniagaan
Dasar hukum kewajiban zakat terhadap harta peniagaan adalah QS Al Baqarah [2]: 267 dan hadis Nabi SAW yang artinya “ Dari Samurah ibn Jundub dia berkata: Rasul SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat harta yang kami persiapkan untuk dijual. “
Nisab dan kadar zakat harta perniagaan disandarkan pada nisab dan kadar emas dan perak.
3)      Hasil Pertanian
Kewajiban untuk menzakatkan hasil pertanian didasarkan pada QS Al An’am [6]: 141 yang artinya “ Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, dan tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dikeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan-lebihan.”
Adapun nisab dan kadar zakat hasil pertanian adalah lima wasaq. Lima wasaq adalah lebih kurang sama dengan 815 kg [6].
4)      Binatang Ternak

5
 
Binatang ternak yang diwajib dizakatkan adalah unta, sapi dan kerbau, kambing dan biri-biri dengan syarat sampai senisab, telah mencapai haul, digembalakan, dan tidak di pekerjakan. Untuk hewan ternak yang akan dikeluarkan zakatnya, maka hewan itu harus:
·         Sehat dalam arti tidak luka, cacat, pincang dan kekurangan lain yang mengurangi manfaat dan harganya.
·         Betina dan cukup umur berdasarkan ketentuan nash.
Berikut ini akan dijelaskan nisab dan kadar hewan menurut jenis hewan yang wajib dizakatkan berdasarkan ketentuan hadis nabi:
a.       Nisab dan kadar zakat unta
JML UNTA
ZAKAT
UMUR
KET
5-9 ekor
1 ekor kambing
-

10-14 ekor
2 ekor kambing
-

15-19 ekor
3 ekor kambing
-

20-24 ekor
4 ekor kambing
-

25-35 ekor
1 ekor unta betina
1 tahun lebih
Atau 2 ekor unta jantan umur 2 tahun lebih
36-45 ekor
1 ekor anak unta betina
2 tahun lebih

46-60 ekor
1 ekor anak unta betina
3 tahun lebih
Sudah kawin
61-75 ekor
1 ekor anak unta betina
4 tahun lebih

76-90 ekor
2 ekor anak unta betina
2 tahun lebih

91-120 ekor
2 ekor anak unta betina
3 tahun lebih

Lebih dari 120 ekor
1 ekor anak unta betina untuk setiap 40 ekor unta dan setiap 50 ekor unta
2 tahun lebih

Lebih dari 120 ekor
1 ekor anak unta betina untuk setiap 50 ekor unta
3 tahun lebih

b.      Nisab dan kadar zakat sapi dan kerbau
JML SAPI/KERBAU
ZAKAT
UMUR
30 ekor
1 ekor
1 tahun lebih
40 ekor
2 ekor
2 tahun lebih
JML KAMBING
ZAKAT
40-120 ekor
1 ekor kambing
121-200 ekor
2 ekor kambing
121-300 ekor
3 ekor kambing
Lebih 300 ekor, maka setiap 100 ekor
4 ekor kambing
c.      

6
 
 Zakat kambing atau biri-biri
5)      Rikaz (Harta Terpendam)
Rikaz adalah harta yang terpendam sejak zaman pubakala dan ditemukan pada sebidang tanah yang tidak dimilki oleh seseorang seperti emas, perak, besi, timah, bejana dan lainnya. Terhadap barang terpendam ini wajib zakatnya 1/5.
6)      Barang Tambang
Zakat yang dikeluarkan sebesar 1/5 (20%) dari jumlah barang tambang yang ditemukan. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i barang tambang yang wajib dizakatkan breupa emas dan perak saja dengan syarat sampai senisab namun tidak diisyaratkan haul.[7]
7)      Zakat Profesi
Dasar hukum tentang kewajiban zakat profesi adalah QS Al Baqarah[2]: 267 “ Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah zakat sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian hasil bumi yang Kami keluarkan untukmu”. Ketentuan nisab dan kadar zakatnya adalah disamakan dengan zakat uang, dikeluarkan dari pendapatan bersih setelah dikeluarkan biaya hidup (kebutuhan pokok), biaya-biaya lain yang terkait dengan pekerjaan dan utang.
D.    Mustahiq Zakat
Dalam QS At Taubah [9]: 60, dijelaskan bahwa yang menjadi mustahiq zakat adalah fakir, miskin, amil, para muallaf, Riqab (hamba sahaya), gharimin (orang-orang yang berhutang), fi sabilillah, ibn sabil (para musafir). Berikut adalah penjelasannya:
1)      Fakir, adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga berupa pangan, sandang, dan papan.
2)      Miskin, adalah orang yang memiliki pekerjaan atau usaha tapi penghasilnannya hanya mampu menutupi sebagian kebutuhan hidup diri maupun keluarganya.
3)      Amil, adalah orang-orang lembaga yang melaksanakan segala kegiatan yang urusan zakat, mulai dari mengumpulkan, mencatat, dan mendistribusikannya.
4)     

7
 
Golongan Muallaf, adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya manfaat mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.[8]
5)      Riqab, adalah hamba mukatab (hamba yang dijanjikan akan dimerdekakan tuannya dengan membayar sejumlah uang) yang Muslim tidak mempunyai uang untuk menembus kemerdekaannya.[9] al-riqab adalah tawanan perang dari kalangan orang-orang  Muslim.[10]
6)      Gharimin , adalah orang yang berhutang dan tidak mampu untuk melunasinya.
7)      Fi sabilillah: Secara bahasa fi sabilillah berati dijalan Allah. Imam nawawi menyatakan makna sabilillah adalah para sukarelawan yang tidak mendapat tunjangan tetap dari pemerintahan.
8)      Ibn Sabil, adalah orang yang menempuh perjalanan jauh yang sudah tidak punya harta lagi. Perjalanan yang dimaksudkan adalah perjalanan dalam rangka ketaatan kepada Allah bukan untuk maksiat.

E.     Sejarah dan Perkembangan Zakat
Pensyariatan zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang wajib dizakatkan, nisab, dan kadar secara sistematis muncul sekitar tahun ke 2 Hijriyah. Kemudian tahun ke 9 Hijriyah Allah menurutkan surat At Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang mustahik zakat, ketentuan zakat, dan kadar zakat. Pada masa Rasulullah, pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Rasulullah sendiri.
Setelah Nabi Muhammad wafat, pada masa Abu Bakar, sebagian suku bangsa Arab melakukan pembangkangan terutama didaerah Yaman untuk membayar zakat. Pada masa Umar, pemungutan dan pendistribusian zakat, Umar menunjuk dua orang amil zakat untuk setiap daerah. Pemerintah melalui amil zakat mempunyai tugas dan wewenang untuk memungut dan mendistribusikan zakat.

8
 
Di Indonesia, pada tahun 1968 dibentuklah BAZIS ( Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah) DKI. Pada tanggal 14 September 1999 RUU tentang pengelolaan zakat disahkan menjadi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dimasukkan dalam lembaran negara tanggal 23 September 1999.
2.2    BAITULMAAL
A.    Pengertian Baitulmal
Secara harfiah/lughowi, baitulmaal berarti rumah dana. Baitulmaal sudah ada sejak zaman Rasulullah, berkembang pesat pada abad pertengahan . Baitulmaal berfungsi sebagai pengumpulan dana dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial.
Menurut Ensiklopedia Hukum Islam[11], baitulmaal adalah lembaga keuangan negara bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan aturan syariat. Menurut Suhardi K.Lubis[12], baitulmal dilihat dari segi fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain. Adapun baitulmal menerima titipan zakat, infak, dan sedekah serta menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
B.     Macam-macam Baitulmal
Ada tiga macam baitulmal, yaitu:
1)      Baitulmal al khas, ialah perbendaharaan kerajaan atau dana rahasia, dengan sumber pendapatan dan unsur pengeluaran sendiri. Pengeluaran itu diantaranya pengeluaran pribadi khalifah, anggota kerajaan, pegawai istana, hadiah khalifah untuk pangeran asing.[13]
2)      Baitulmal, ialah sejenis bank negara untuk kerajaan.
3)      Baitulmal al Islamin, ialah perbendaharaan semua kaum Islamin. Fungsi baitulmal ini untuk memelihara pekerjaan umum, jalan, jembatan, dan mesjid.

C.    Sejarah Tentang Baitul Mal

9
 
Baitul mal atau kas negara, menurut sebagian orang tidak, dididirikan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri ketika beliau mendirikan negara Islam di Madinah. Pandangan ini didukung oleh mayoritas sejarawan Islam dengan alasan bahwa didalam pemerintahan Nabi Muhammad SAW penerimaan negara adalah sedemikian kecilnya sehinggga tidak pernah melebihi pengeluaran, sehingga perlunya baitul mal tidak pernah dirasakan. Menurut pandangan yang lebih akhir dan lebih dominan, baitulmaal pertama kali didirikan di masa pemerintahan khalifah abu bakar yang menggantikan Nabi Muhammad di tahun 632 M. sebagai khalifah pertama nagara Islam. dengan ditaklukannya Irak, Syria dan beberapa negara lain, terdapatlah peningkatanyang luar biasa dalam penerimaan negara Islam, dan hal hal itu menimbulkan kebutuhan akan adanya sebuah kas negara.
            Meski demikian, baitulmal terlihat dalam bentuk yang sebenarnya sebagai lembaga permanen terjadi dalam masa pemerintahan Khalifah Umar, khalifah kedua. Dimasa pemerintahannyalah harta dari negeri-negeri bekas kekaisaran Iran dan Roma yang ditaklukan mulai tercurah kedalam negeri Islam, sehingga lembaga baitul mal pun lalu menjadi departemen negara islam yang amat penting lagi kuat.
            ‘Setiap harta yang menjadi milik kaum Muslimin secara umum dan bukan milik seorang Muslim tertentu, siapun dia, menjadi bagian dari aset milik kas negara (baitul mal). Tidak penting, apakah harta yang bersangkutan itu  berada didalam brankas (hirz) agar dapat disebut harta milik baitul mal, karena konsepsi baitul mal merujuk kepada tujuan harta itu, bukan lokasinya. Oleh karena itu, setiap pengeluaran yang dilakukan demi kepentingan umum kaum Muslimin adalah merupakan tanggung jawab baitul mal dan jika telah dikeluarkan, maka dianggap bahwa baitul mal telah mengeluarkannya dari brankasnya. Ini berarti bahwa penerimaan yang berada ditangan kolektor publik atau telah mereka keluarkan secara langsung, sebenarnya dalah bagian dari penerimaan dan pengeluaran baitu mal itu sendiri, dan oleh karena itu, harus tunduk kepada aturan baitul mal pula.’[14]
            Penerimaan yang ada didalam baitul mal digolongkan menjadi tiga oleh para fuqaha klasik, yakni:
1.      penerimaan zakat dan sedekah
2.      penerimaan ghanimah atau rampasan perang
3.      penerimaan fai seperti jiziyah dak kharaj

10
 
Kesemua penerimaan tersebut telah dibicarakan dengan cukup. oleh karena penerimaan jenis kedua dan ketiga tidak lagi tersedia bagi negara islam modern, maka kedudukannya digantikan oleh pajak.
Kelompok-kelompok penerimaan diatas senantiasa dipisah-pisahkan didalam baitul mal karena butir-butir pengeluarannya juga berbeda-beda didalam syariat. Zakat dan sedekah dapat dikeluarkan sesuai dengan ketentuan Al Qur’an(dalam ayat 60 surat At Taubah) yang terutama sekali berhubungan denga kesejahteraan kaum fakir dan miskin, sedangkan jenis penerimaan yang lain dikeluarkan sesuai dengan pertimbangan pemerintah untuk memenuhi tanggung jawabnya yang amat luas seperti penegakan hukum dan keadilan, administrasi, pemerintahan, transportasi dan komunikasi, pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan serta program-program sosial lainnya.
Suatu bentuk pengorganisasian baitul mal yang ada selama pemerintahan islam adalah yang ada dimasa pemerintahan khalifah Umar, khalifah kedua. Baitul mal pusat ada dikota negara dan langsung berada dibawah kendali khlifah, sedangkan baitul mal provinsi berada dibawah tanggung jawab gubernur provinsi pada saat itu belum ada bank sentral dan umum.

2.3    SYIRKAH
A.    Pengertian Syirkah
Syirkah dalam bahasa Arabnya berarti pencampuran atau interaksi. Bisa juga artinya membagikan sesuatu antara dua orang atau lebih menurut hukum kebiasaan yang ada.
Sementara dalam terminologi ilmu fiqih, arti syirkah yaitu: persekutuan usaha dalam mengambil hak atau beroperasi. Aliansi mengambil hak, mengisyaratkan apa yang di sebut syirkatul amlak. Sementara aliansi dalam beroperasi, mengisyaratkan syirkatul uqud (syirkah transaksional).
B.     Macam-macam Syirkah
Syirkah itu ada dua macam:
1)      Syirkah hak milik, (syirkatul Amlak). Yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan, seperti jual beli, hibah atau warisan.
2)      Syirkah transaksional (Syirkatul Uqud). Yakni akad kerja sama antar dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan.



111
 

v  Macam- macam Syirkah Transaksional
Syirkah transaksional menurut mayoritas para ulama terbagi menjadi beberapa bagian berikut:
1)      Syirkatul ‘Inan
Yakni persekutuan modal, usaha dan keuntungan. Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama. 
2)      Syirkatu Abdan (syirkah usaha)
Yakni kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, seperti kerjasama sesama dokter di klinik, atau sesama tukang jahit atau tukang cukur dalam salah satu pekerjaan. Semuanya di bolehkan. Namun imam syafi’ie melarangnya. Disebut juga dengan syirkah shanai wat taqabbul.
3)      Syirkatul Tujuh
Yakni akad yang dilakukan dua pihak atau lebih untuk membeli sesuatu dengan mempergunakan nama baik mereka secara berhutang. Bila menghasilkan keuntungan, mereka bagi berdua.
Syirkah jenis ini mengikat dua orang pelaku atau lebih yang tidak memiliki modal uang. Namun mereka memiliki prestige atau nama baik di tengah masyarakat sehingga membuka kesempatan untuk mereka bisa membeli barang secara berhutang dengan tujuan untuk dijual, lalu keuntungannya itu mereka bagi bersama.
4)        Syirkatul Mufawwadhah
Yakni setiap kerja sama dimana masing-masing pihak yang beraliansi memiliki modal, usaha, dan hutang piutang yang sama, dari mulai berjalannya kerja sama hingga akhir. Yakni kerja sama yang mengandung unsur penjaminan dan hak-hak yang sama dalam modal, usaha dan hutang.

C.    Tujuan dan Manfaat Syirkah
Tujuan dan manfaat syirkah yaitu:
1.      Memberikan keuntungan kepada para anggota pemilik modal
2.      Memberikan lapangan kerja kepada karyawannya
3.     

12
 
Memberikan bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha musyarakah (syirkah) untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah, dan sebagainya demi kepentingan umat muslim.
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima. Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan bertambah). Kadang-kadang dipakikan dengan makna ath-thaharah (suci) al-baraqah (berkah). Dalam Al qur’an dijelaskan dalam surat At-Taubah[9]: 103 yang artinya “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
Baitulmal adalah rumah dana. Baitul Mal sesungguhnya bukanlah lembaga privat atau swasta yang hanya menangani sebagian aspek kegiatan ekonomi umat, melainkan sebuah lembaga yang mengurusi segala pemasukan dan pengeluaran dari negara Islam (Khilafah).
Syikah adalah kerjasama dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau modal/amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

13
 

 

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Prof. M. Abdul Mannan. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
--------------, Pengantar Fikih Muamalah. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989.
Muhammad Abdul Mannan. Islamic Ekonomics Theory and Practice. Terjemahan Nastangin, M. Drs. Dengan judul Teori dan Praktik Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakat, 1997.
Nasroen Haroe. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.
Prof. Dr. Abdullah Al-Muslih, Shalah Ash-Shawi. Fikh Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Dar Al-Muslim, 2004.
Dr. Muhammad Sharif Chandhry. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Dr. Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

14
 
Dr. Rozalinda. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, cetakan I, 2014.



[1] Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fiqr, 1989), Jilid II, hlm. 730 729, lihat juga Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo: Dar al-Fath, 2000), Jilid I, hlm. 235.
[2] Wahbah al-Zuhaili, op.cit., hlm. 730.
[3]  Direkteur pengembangan Zakat dan Wakaf, Peraturan Perundang-undangan Pengelola Zakat, Jakarta: Bagian proyek peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002, hlm. 58.
[4]  Ibid
[5]  1 emas = 2,5 gram emas, diumpakan harga 1 emas ketika itu adalah Rp1.350.000.
[6]  Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf, Peraturan Perundang-undangan Pengelola Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002, hlm. 57.
[7]  Sayid Sabiq, op.cit., hlm. 267.
[8]  Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, po.cit., hlm. 636.
[9]  Wahbah az-Zuhaili, op.cit., hlm. 873.
[10]  Yusuf al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, op.cit., jilid II, hlm. 662.
[11]  Abdul Aziz Dahlan(et al.), Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan I, Jakarta Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, hlm. 186.
[12]  Suhrawadi K.Lubis, t Islam, 2000, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 114.
[13]  Prof. M.Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Pt. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm. 179-180.
[14] Nicolos P.Aghnides: Muhammadan Theoris of Finance, op.cit., hlm. 730.
[3]  Direkteur pengembangan Zakat dan Wakaf, Peraturan Perundang-undangan Pengelola Zakat, Jakarta: Bagian proyek peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002, hlm. 58.
[4]  Ibid
[5]  1 emas = 2,5 gram emas, diumpakan harga 1 emas ketika itu adalah Rp1.350.000.
[6]  Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf, Peraturan Perundang-undangan Pengelola Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002, hlm. 57.
[7]  Sayid Sabiq, op.cit., hlm. 267.
[8]  Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, po.cit., hlm. 636.
[9]  Wahbah az-Zuhaili, op.cit., hlm. 873.
[10]  Yusuf al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, op.cit., jilid II, hlm. 662.
[11]  Abdul Aziz Dahlan(et al.), Ensiklopedia Hukum Islam, Cetakan I, Jakarta Ichtiar Baru van Hoeve, 1996, hlm. 186.
[12]  Suhrawadi K.Lubis, t Islam, 2000, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 114.
[13]  Prof. M.Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Pt. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm. 179-180.
[14] Nicolos P.Aghnides: Muhammadan Theoris of Finance
Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS