Download Undang-Undang Notaris & Kode Etik Notaris

DOWNLOAD FILE INI DISINI


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang    :     a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara;
b. bahwa   untuk   menjamin   kepastian,   ketertiban,   dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat di hadapan atau oleh pejabat yang berwenang;
c. bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum;
d. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
30  Tahun  2004  tentang  Jabatan  Notaris  sudah  tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
Mengingat      :   1.  Pasal  20  dan  Pasal  21  Undang-Undang Dasar  Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun
2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4432);



Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan   :   UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 2, angka 5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9, angka 10, angka 12, angka
13, dan angka 14 diubah, serta angka 4 dihapus sehingga
Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
2.  Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara     menjabat     sebagai     Notaris     untuk
menjalankan  jabatan  dari  Notaris  yang  meninggal dunia.
3.  Notaris   Pengganti   adalah   seorang   yang   untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk  sementara  berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris.

4.  Dihapus.
5.  Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang berbentuk perkumpulan berbadan hukum.
6. Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut Majelis  Pengawas  adalah  suatu  badan  yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
7.  Akta  Notaris  yang selanjutnya disebut Akta  adalah akta  autentik  yang  dibuat  oleh  atau  di  hadapan Notaris   menurut   bentuk   dan   tata   cara   yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
8.  Minuta Akta adalah asli  Akta yang mencantumkan tanda  tangan  para  penghadap,  saksi,  dan  Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari Protool Notaris.
9.  Salinan  Akta  adalah  salinan  kata  demi  kata  dari seluruh Akta dan pada bagian bawah salinan Akta tercantum frasa "diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya".
10. Kutipan Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari Akt dan pada bagian bawah   kutipan   Akta   tercantum   frasa   "diberikan sebagai KUTIPAN".
11. Grosse Akta adalah salah satu salinan Akta untuk pengakuan utang dengan kepala Akta "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
12. Formasi  Jabatan  Notaris  adalah  penentuan  jumlah Notaris  yang  dibutuhkan pada  suatu Kabupaten/Kota.
13. Protokol  Notaris  adalah  kumpulan  dokumen  yang merupakan arsip  negara yang harus  disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Menteri   adalah   menteri   yang   menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
2. Ketentuan Pasal 3  huruf  d  dan  huruf  f  diubah, serta ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf h sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3



Syarat     untuk     dapat     diangkat     menjadi     Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.  berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat  jasmani  dan  rohani  yang  dinyatakan  dengan surat keterangan sehat dari dokter dan psikiater;
e.  berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f.  telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat
24  (dua  puluh  empat)  bulan  berturut-turut  pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi  Organisasi  Notaris  setelah  lulus  strata dua kenotariatan;
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau  tidak  sedang memangku jabatan  lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris; dan
h. tidak  pernah  dijatuhi  pidana  penjara  berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
3. Ketentuan  Pasal  7  diubah  sehingga  berbunyi  sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Dalam  waktu  paling  lambat  60  (enam  puluh)  hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan wajib:
a. menjalankan jabatannya dengan nyata;
b. menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah; dan
c. menyampaikan  alamat  kantor,  contoh  tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap atau stempel jabatan  Notaris  berwarna  merah  kepada  Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang pertanahan, Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta Bupati/Walikota di tempat Notaris diangkat.
(2) Notaris   yang   melanggar   ketentuan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c.  pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat.
4. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf d diubah dan ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf e sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Notaris   diberhentikan  sementara   dari   jabatannya karena:
a. dalam  proses  pailit  atau  penundaan  kewajiban pembayaran utang;
b. berada di bawah pengampuan;
c.  melakukan perbuatan tercela;
d. melakukan  pelanggaran  terhadap  kewajiban  dan larangan jabatan serta kode etik Notaris; atau
e.  sedang menjalani masa penahanan.
(2) Sebelum   pemberhentian   sementara   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, Notaris diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Pengawas secara berjenjang.
(3) Pemberhentian    sementara    Notaris    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat.
(4) Pemberhentian     sementara     berdasarkan     alasan sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  c  dan huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
5. Ketentuan  Pasal  11  diubah  sehingga  berbunyi  sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti.
(2) Cuti  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  berlaku selama Notaris memangku jabatan sebagai pejabat negara.(3) Ketentuan   lebih   lanjut    mengenai   cuti    Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
6. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu  sepanjang pembuatan Akta  itu  tidak juga  ditugaskan  atau  dikecualikan  kepada  pejabat lain  atau orang lain  yang ditetapkan oleh undang- undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan   tanda   tangan   dan   menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan  surat   di   bawah   tangan  dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan  penyuluhan  hukum  sehubungan dengan pembuatan Akta;
f.  membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan;atau
g. membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
7. Ketentuan  Pasal  16  diubah  sehingga  berbunyi  sebagai berikut:
Pasal 16
(1)   Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:

a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c.  melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau
Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
e.  memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f.  merahasiakan  segala  sesuatu  mengenai  Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
g. menjilid  Akta  yang  dibuatnya  dalam  1  (satu) bulan  menjadi  buku  yang  memuat  tidak  lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalm satu buku, Akta tersebut  dapat  dijilid  menjadi  lebih  dari  satu buku, dan menatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;
j.  mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta  wasiat  di  bawah  tangan,  dan ditandatangani  pada  saat  itu  juga  oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris.
(2)  Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali.
(3)   Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi:
a.  Akta   pembayaran   uang   sewa,   bunga,   dan pensiun;
b.  Akta penawaran pembayaran tunai;
c.  Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d.  Akta kuasa;
e.  Akta keterangan kepemilikan; dan
f.   Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)   Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu,  bentuk, dan  isi  yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA".
(5)   Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
(6)   Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(7)   Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(8)  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi,  penjelasan  pokok  Akta  secara  singkat dan jelas, serta penutup Akta.
(9)   Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
(10) Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (9)
tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat.
(11) Notaris  yang  melanggar  ketentuan  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a  sampai  dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:
a.  peringatan tertulis;
b.  pemberhentian sementara;
c.  pemberhentian dengan hormat; atau d.  pemberhentian dengan tidak hormat.
(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j  dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,  ganti  rugi,  dan  bunga  kepada Notaris.
(13) Notaris  yang  melanggar  ketentuan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.
8. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16A
(1) Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Notaris juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta  yang dibuatnya dan  segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta.
9. Ketentuan  Pasal  17  diubah  sehingga  berbunyi  sebagai berikut:
Pasal 17
(1) Notaris dilarang:
a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan  wilayah  jabatannya  lebih  dari  7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c.  merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e.  merangkap jabatan sebagai advokat;
f.  merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah  dan/atau Pejabat  Lelang  Kelas  II  di  luar tempat kedudukan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i.  melakukan   pekerjaan   lain   yang   bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.
(2) Notaris   yang   melanggar   ketentuan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c.  pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat.
10. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
(1) Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
(2) Tempat kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris.
(3) Notaris   tidak   berwenang   secara   berturut-turut dengan  tetap  menjalankan jabatan  di  luar  tempat kedudukannya.
(4) Notaris   yang   melanggar   ketentuan   sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenai sanksi berupa: a.  peringatan tertulis;
b.  pemberhentian sementara;

c.  pemberhentian dengan hormat; atau d.  pemberhentian dengan tidak hormat.
11. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 20 diubah serta ayat (3) dihapus sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
(1) Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk persekutuan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2) Bentuk persekutuan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dihapus.
12. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
(1) Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan dunia usaha;
b. jumlah penduduk; dan/atau
c.  rata-rata jumlah Akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.
(2) Formasi  Jabatan  Notaris  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1)  merupakan  pedoman  untuk menentukan kategori daerah.
(3) Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  Formasi  Jabatan Notaris dan penentuan kategori daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
13. Ketentuan Pasal 32 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4)
sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut: Pasal 32
(1) Notaris yang menjalankan cuti wajib menyerahkan
Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti.
(2) Notaris  Pengganti  menyerahkan  kembali  Protokol
Notaris kepada Notaris setelah cuti berakhir.
(3) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara dan disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah.
(4) Notaris   yang   melanggar   ketentuan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi berupa:
a.  peringatan tertulis;
b.  pemberhentian sementara;
c.  pemberhentian dengan hormat; atau d.  pemberhentian dengan tidak hormat.
14. Judul Bagian Kedua BAB V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Kedua
Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris
15. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
(1) Syarat   untuk   dapat   diangkat   menjadi   Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris adalah warga   negara   Indonesia   yang   berijazah   sarjana hukum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2) Ketentuan  yang  berlaku  bagi  Notaris  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.
16. Pasal 34 dihapus.
17. Ketentuan ayat (1) Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
(1) Apabila  Notaris  meninggal  dunia,  suami/istri  atau keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan semenda sampai  derajat  kedua  wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
(3) Apabila    Notaris    meninggal    dunia    pada    saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris  paling lama 30  (tiga  puluh) hari  terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(4) Pejabat  Sementara  Notaris  menyerahkan  Protokol Notaris dari  Notaris yang meninggal dunia kepada Majelis  Pengawas  Daerah  paling  lama  60  (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(5) Pejabat  Sementara  Notaris  sebagaimana  dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat membuat Akta atas namanya sendiri dan mempunyai Protokol Notaris.
18. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37
(1) Notaris  wajib  memberikan  jasa  hukum  di  bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.
(2) Notaris   yang   melanggar   ketentuan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan lisan;
b. peringatan tertulis;
c.  pemberhentian sementara;
d. pemberhentian dengan hormat; atau e.  pemberhentian dengan tidak hormat.
19. Ketentuan ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 38 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
(1)  Setiap Akta terdiri atas:
a. awal Akta atau kepala Akta;
b. badan Akta; dan
c.  akhir atau penutup Akta.
(2)  Awal Akta atau kepala Akta memuat:
a. judul Akta;

b. nomor Akta;
c.  jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. (3)  Badan Akta memuat:
a. nama   lengkap,   tempat   dan   tanggal   lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,  jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b. keterangan    mengenai    kedudukan    bertindak penghadap;
c. isi   Akta   yang   merupakan   kehendak   dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,  serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4)  Akhir atau penutup Akta memuat:
a. uraian  tentang  pembacaan  Akta  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian  tentang  penandatanganan  dan  tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta jika ada;
c.  nama   lengkap,   tempat   dan   tanggal   lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan
d. uraian  tentang  tidak  adanya  perubahan  yang terjadi   dalam   pembuatan   Akta   atau   uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.
(5)  Akta   Notaris   Pengganti  dan   Pejabat  Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor  dan  tanggal  penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.
20. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 39 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39



(1)   Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b. cakap melakukan perbuatan hukum.
(2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi
pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
(3)   Pengenalan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)
dinyatakan secara tegas dalam Akta.
21. Ketentuan ayat (2) Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut
Pasal 40
(1)   Setiap  Akta  yang  dibacakan  oleh  Notaris  dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.
(2)   Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.   paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah;
b.  cakap melakukan perbuatan hukum;
c.   mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta;
d.  dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf;dan
e.  tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
(3)   Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
(4)   Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi  dinyatakan secara  tegas  dalam Akta.
22. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 mengakibatkan Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
23. Ketentuan ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 43 diubah  dan  ditambah  1  (satu)  ayat,  yakni  ayat  (6) sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43
(1) Akta wajib dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta, Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi  Akta itu  dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap.
(3) Jika  para  pihak  menghendaki,  Akta  dapat  dibuat dalam bahasa asing.
(4) Dalam hal Akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
(5) Apabila  Notaris  tidak  dapat  menerjemahkan  atau menjelaskannya, Akta  tersebut  diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.
(6) Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran terhadap isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka yang digunakan adalah Akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
24. Ketentuan ayat (2)  dan ayat (4) Pasal 44 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
(1) Segera   setelah   Akta   dibacakan,   Akta   tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.
(2) Alasan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)
dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.
(3) Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.
(4) Pembacaan,  penerjemahan  atau   penjelasan,   dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalam Pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.
(5) Pelanggaran    terhadap    ketentuan    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris
25. Ketentuan ayat (1)  dan ayat (2) Pasal 48 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 48 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
(1) Isi Akta dilarang untuk diubah dengan:
a. diganti;
b. ditambah;
c.  dicoret;
d. disisipkan;
e.  dihapus; dan/atau
f.  ditulis tindih.
(2) Perubahan isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat dilakukan dan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3) Pelanggaran    terhadap    ketentuan    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta  di  bawah  tangan  dan  dapat  menjadi alasan bagi  pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
26. Ketentuan ayat (1)  dan ayat (2) Pasal 49 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga Pasal 49 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
(1) Setiap perubahan atas Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dibuat di sisi kiri Akta.
(2) Dalam hal suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri  Akta,  perubahan  tersebut  dibuat  pada  akhir Akta, sebelum penutup Akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan.
(3) Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal.
(4) Pelanggaran    terhadap    ketentuan    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta  di  bawah  tangan  dan  dapat  menjadi alasan bagi  pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
27. Ketentuan ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 50 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal
50 berbunyi sebagai berikut: Pasal 50
(1) Jika dalam Akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka, pencoretan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi kiri Akta.
(2) Pencoretan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) dinyatakan sah setelah diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3) Dalam    hal    terjadi    perubahan    lain    terhadap pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perubahan itu dilakukan pada sisi kiri Akta sesuai dengan  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 49 ayat (2).
(4) Pada penutup setiap Akta dinyatakan tentang ada atau tidak adanya perubahan atas pencoretan.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta dalam Pasal  38  ayat  (4)  huruf  d  tidak  dipenuhi,  Akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta  di  bawah  tangan  dan  dapat  menjadi alasan bagi  pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
28. Ketentuan ayat (2) Pasal 51 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51

(1) Notaris  berwenang  untuk  membetulkan  kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani.
(2) Pembetulan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) dilakukan di hadapan penghadap, saksi, dan Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan.
(3) Salinan  Akta  berita  acara  sebagaimana  dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada para pihak.
(4) Pelanggaran    terhadap    ketentuan    sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya  mempunyai  kekuatan  pembuktian  sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
29. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54
(1) Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Notaris   yang   melanggar   ketentuan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c.  pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
30. Ketentuan ayat (1) Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 60
(1) Akta  yang  dibuat  oleh  atau  di  hadapan  Notaris
Pengganti dicatat dalam daftar akta.
2) Surat di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah tangan yang dibukukan, dicatat dalam daftar surat  di  bawah  tangan  yang  disahkan  dan  daftar surat di bawah tangan yang dibukukan.
31. Ketentuan Pasal 63 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (6)
sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut: Pasal 63
(1) Penyerahan Protokol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris.
(2) Dalam  hal  terjadi  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 62 huruf a, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah.
(3) Dalam  hal  terjadi  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 62 huruf g, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah jika pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam  hal  terjadi  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, atau huruf h, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh
Notaris  kepada  Notaris  lain  yang  ditunjuk  oleh
Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah.
(5) Protokol Notaris dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris penerima Protokol Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah.
(6) Dalam hal Protokol Notaris tidak diserahkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1),  Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil Protokol Notaris.
32. Ketentuan Pasal 65 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65



Notaris,   Notaris   Pengganti,   dan   Pejabat   Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap Akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris.
33. Di antara Pasal 65 dan Pasal 66 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 65A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65A
Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 58 dan Pasal 59 dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c.  pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat.
34. Judul Bab VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB VIII
PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS
35. Ketentuan ayat (1) Pasal 66 diubah dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
(1) Untuk   kepentingan   proses   peradilan,   penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat- surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil     Notaris     untuk     hadir     dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
(3) Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama

30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat  permintaan  persetujuan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
(4) Dalam   hal    majelis   kehormatan   Notaris   tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.
36. Di antara Pasal 66 dan Pasal 67 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 66A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66A
(1) Dalam      melaksanakan      pembinaan,      Menteri membentuk majelis kehormatan Notaris.
(2) Majelis  kehormatan  Notaris  berjumlah  7  (tujuh) orang, terdiri atas unsur:
a. Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan
c.  ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran majelis kehormatan Notaris diatur dengan Peraturan Menteri.
37. Ketentuan ayat (3) dan ayat (6) Pasal 67 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
(1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam   melaksanakan   pengawasan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas.
(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur:
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan c.  ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam   hal   suatu   daerah   tidak   terdapat   unsur instansi  pemerintah  sebagaimana  dimaksud  pada ayat   (3)   huruf   a,   keanggotaan   dalam   Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(5) Pengawasan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris.
(6) Ketentuan    mengenai    pengawasan    sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (5)   berlaku   bagi   Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris
38. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 69 diubah dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 69 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69
(1)   Majelis      Pengawas      Daerah      dibentuk      di
Kabupaten/Kota.
(2)   Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(2a) Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota, jumlah Notaris tidak sebanding dengan jumlah anggota Majelis Pengawas Daerah, dapat dibentuk Majelis Pengawas Daerah gabungan untuk beberapa Kabupaten/Kota.
(3)   Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih  dari  dan  oleh  anggota  sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)   Masa  jabatan  ketua,  wakil  ketua,  dan  anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
(5)  Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau  lebih  yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.
39. Ketentuan Pasal 73 ayat (1) huruf a dan huruf e diubah serta  huruf  g  dihapus  sehingga  Pasal  73  berbunyi sebagai berikut:
Pasal 73
(1) Majelis Pengawas Wilayah berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah;
b. memanggil   Notaris   terlapor   untuk   dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.  memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
d. memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas   Daerah   yang   menolak   cuti   yang diajukan oleh Notaris pelapor;
e.  memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis;
f.  mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
1) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
2) pemberhentian dengan tidak hormat. g. dihapus.
(2) Keputusan Majelis  Pengawas Wilayah  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat final.
(3) Terhadap   setiap   keputusan   penjatuhan   sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f dibuatkan berita acara.
40. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata
kerja,  anggaran  serta  tata  cara  pemeriksaan  Majelis
Pengawas diatur dengan Peraturan Menteri.
41. Ketentuan ayat (2) Pasal 82 diubah dan ditambah 3 (tiga)
ayat, yakni ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) sehingga Pasal
82 berbunyi sebagai berikut: Pasal 82
(1) Notaris  berhimpun  dalam  satu  wadah  Organisasi
Notaris.

(2) Wadah  Organisasi  Notaris  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia.
(3) Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  merupakan satu-satunya wadah profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk dengan maksud  dan  tujuan  untuk  meningkatkan kualitas profesi Notaris.
(4) Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Notaris.
(5) Ketentuan  mengenai  penetapan,  pembinaan,  dan pengawasan Organisasi Notaris diatur dengan Peraturan Menteri.
42. Ketentuan Bab XI dihapus.
43. Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 88
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.  pengajuan permohonan sebagai Notaris yang sedang diproses, tetap diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
b.  masa magang yang telah dijalani calon Notaris tetap diperhitungkan berdasarkan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
44. Di antara Pasal 91 dan Pasal 92 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 91A dan Pasal 91B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 91A
Ketentuan mengenai tata cara penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 16 ayat (11) dan ayat (13), Pasal 17 ayat (2), Pasal 19 ayat (4), Pasal 32 ayat (4), Pasal 37 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), dan Pasal 65A diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 91B
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal II
Undang-Undang  ini  mulai  berlaku  pada  tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 3
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS I. UMUM
Negara   Republik   Indonesia   sebagai   negara   hukum   berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris.
Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan  jasa  hukum  kepada  masyarakat,  perlu  mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Jaminan perlindungan  dan  jaminan  tercapainya  kepastian  hukum  terhadap pelaksanaan tugas  Notaris  telah  diatur  dalam  Undang-Undang Nomor  30
Tahun  2004 tentang Jabatan Notaris.  Namun, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum  dan  kebutuhan  masyarakat  sehingga  perlu  dilakukan  perubahan, yang juga dimaksudkan untuk lebih menegaskan dan memantapkan tugas, fungsi, dan kewenangan Notaris sebagai pejabat yang menjalankan pelayanan publik, sekaligus sinkronisasi dengan undang-undang lain.
Beberapa ketentuan yang diubah dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, antara lain:
1. penguatan persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Notaris, antara lain, adanya   surat   keterangan   sehat   dari   dokter   dan   psikiater   serta perpanjangan jangka waktu menjalani magang dari 12 (dua belas) bulan menjadi 24 (dua puluh empat) bulan;
2. penambahan   kewajiban,   larangan   merangkap   jabatan,   dan   alasan pemberhentian sementara Notaris;
3. pengenaan  kewajiban  kepada  calon  Notaris  yang  sedang  melakukan magang;
4. penyesuaian pengenaan sanksi yang diterapkan pada pasal tertentu, antara lain, berupa pernyataan bahwa Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, peringatan lisan/peringatan tertulis, atau tuntutan ganti rugi kepada Notaris;
5. pembedaan terhadap  perubahan yang  terjadi  pada  isi  Akta,  baik  yang bersifat mutlak maupun bersifat relatif;
6. pembentukan majelis kehormatan Notaris;
7. penguatan dan penegasan Organisasi Notaris;
8. penegasan untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam pembuatan Akta autentik; dan
9. penguatan fungsi, wewenang, dan kedudukan Majelis Pengawas. II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I Angka 1
Pasal 1

Cukup jelas. Angka 2
Pasal 3
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d
Yang dimaksud dengan “sehat jasmani dan rohani” adalah mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan wewenang dan kewajiban sebagai Notaris.
Huruf e Cukup jelas. Huruf f
Yang dimaksud dengan “prakarsa sendiri” adalah bahwa calon Notaris dapat memilih sendiri di kantor yang diinginkan dengan tetap mendapatkan rekomendasi dari organisasi Notaris.
Yang dimaksud dengan “menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja” ditentukan  berdasarkan  surat  keterangan  tanggal  pertama  kali magang/bekerja di kantor Notaris.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "pegawai negeri" dan “pejabat negara” adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Yang  dimaksud  dengan  “advokat”  adalah  sebagaimana  dimaksud  dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Huruf h
Cukup jelas. Angka 3
Pasal 7
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengetahui Notaris yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan nyata.
Ayat (2) Cukup jelas. Angka 4
Pasal 9

Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c
Yang  dimaksud dengan “melakukan perbuatan tercela” adalah  melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat.
Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara berjenjang” dalam ketentuan ini dimulai dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, sampai dengan Majelis Pengawas Pusat.
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 5
Pasal 11
Cukup jelas. Angka 6
Pasal 15
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a
Ketentuan ini  merupakan legalisasi  terhadap  akta  di  bawah  tangan  yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak di atas kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh Notaris.
Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Huruf g
Ketentuan ini  dimaksudkan bahwa  pengangkatan Notaris  menjadi  Pejabat Lelang Kelas II, diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”, antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat Akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang.
Angka 7
Pasal 16
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b
Kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga keautentikan suatu Akta dengan menyimpan Akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Grosse  Akta  yang  dikeluarkan  berdasarkan  ketentuan  ini  adalah  Grosse pertama, sedang berikutnya hanya dikeluarkan atas perintah pengadilan. Huruf e
Yang dimaksud dengan "alasan untuk menolaknya" adalah alasan yang mengakibatkan Notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau dengan suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang.
Huruf f
Kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan Akta tersebut.
Huruf g
Akta dan surat yang dibuat Notaris sebagai dokumen resmi bersifat autentik memerlukan pengamanan baik terhadap Akta itu sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.
Huruf h Cukup jelas. Huruf i
Kewajiban yang diatur dalam ketentuan ini adalah penting untuk memberi jaminan perlindungan terhadap kepentingan ahli waris, yang setiap saat dapat dilakukan  penelusuran  atau  pelacakan  akan  kebenaran  dari  suatu  Akta wasiat yang telah dibuat di hadapan Notaris.
Huruf j Cukup jelas. Huruf k
Pencatatan dalam repertorium dilakukan pada hari pengiriman, hal ini penting untuk membuktikan bahwa kewajiban Notaris sebagaimana dimaksud dalam huruf f dan huruf g telah dilaksanakan.
Huruf l Cukup jelas. Huruf m
Bahwa Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani Akta di hadapan penghadap dan saksi.
Huruf n
Penerimaan magang calon Notaris berarti mempersiapkan calon Notaris agar mampu menjadi Notaris yang profesional.
Ayat (2)
Yang  dimaksud  dengan  “Akta  in  originali”  adalah  Akta  yang  dibuat  oleh
Notaris dengan menyerahkan aslinya kepada pihak yang bersangkutan. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.
Pasal 38  
Ayat (3)                  
Huruf b  
Yang  dimaksud      dengan     “kedudukan bertindak penghadap”adalahdasar
hukum bertindak. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 20
Pasal 43
Ayat (1)
Bahasa  Indonesia  yang  dimaksud  dalam  ketentuan  ini  adalah  bahasa
Indonesia yang tunduk pada kaidah bahasa Indonesia yang baku. Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)
Penerjemah resmi dalam ketentuan ini antara lain penerjemah tersumpah yang bersertifikat dan terdaftar atau menggunakan staf pada kedutaan besar negara asing jika tidak ada penerjemah tersumpah.
Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Angka 24
Pasal 44
Pasal 66
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat (3)
Penolakan dalam ketentuan ini disertai dengan alasan yang sesuai dengan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas. Angka 44
Pasal 91A Cukup jelas. Pasal 91B Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5491

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Sponsor

Close Button
CLOSE ADS
CLOSE ADS