DOWNLOAD MAKALAH KORUPSI DAN PELANGGARAN HAM - Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Sabtu, 12 Desember 2015

DOWNLOAD MAKALAH KORUPSI DAN PELANGGARAN HAM





II.1 Pengertian Korupsi
A.  Pengertian Korupsi menurut Para Ahli dan UU

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni “Corruptie” atau “Corruptus” selanjutnya kata corruptio berasal dari kata corrumpore (suatu kata latin yang tua). Dari bahasa latin kemudian diikuti dalam bahasa Eropa seperti Inggris: corruption, corrupt; Perancis: corruption; Belanda: Ccorruptie (korruptie). Dalam ensiklopedia Indoneia disebutkan bahwa korupsi (dari latin corruptio= penyuapan; dan corrumpore = merusak) yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan  terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.[1]

Pada mulanya pemahaman masyarakat tentang korupsi mempergunakan bahan kamus yang berasal dari bahsa Yunani  Latin  “Corruptio”yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum[2].
Menurut Lubis dan Scot, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain . sedangkan menurut kamus ilmiah populer yaitu kecurangan, penyelewengan / penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri sendiri; pemalsuan. Adapun pengertian korupsi menurut beberapa tokoh terkemuka yakni[3]:
a.    Jacob Van Klaveren
Mengatakan bahwa seseorang pengabdi negara (pegawai negeri) yang berjiwa korup menganggap kantor / instansinya sebagai perusahaan dagang, sehingga dalam pekerjaannya diusahakan pendapatannya akan diuasahakan semaksimal mungkin.
b.   M. Mc. Mullan
Bahwa seorang pejabat pemerintahan dikatakan korup apabila menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang bisa dilakukan dalam tugas dan jabatannya padahal seharusnya tidak boleh melakukan hal demikian selama menjalankan tugas.

c.    J. Friesrich
Mengatakan bahwa pola korupsi dikatakan ada apabila seseorang memegang kekuasaan yang berweanang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam hadiah lainnyayang tidak dibolehkan oleh undang-undang; membujuk untuk menganmbil langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian atau keuangan negara yang dari segi materiil perbuatan itu dipandanang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
Secara Yuridis pengertian korupsi menurut Pasal 1 UU No.24 Prp. Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi bahwa yang disebut tindak pidana korupsi adalah :[4]
a.    Tindakan seseorang yang dengan sengaja atau karena melakukan kejahatanatau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat.
b.    Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau dilakukan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.

B.   Pengertian Korupsi dalam Syari’ah
Islam mengistilahkan korupsi dalam beberapa etimologi sesuai jenis atau bentuk korupsi yang dilakukan, diantaranya:
a.       Risywah, yaitu suap menyuap atau pungutan-pungutan liar dengan kesepakatan kedua belah pihak.
b.    Al-Ghasbu, yaitu apabila pungutan liar yang telah disebutkan di atas bersifat memaksa. Seperti apabila seseoarang tidak memberikan sejumlah uang, maka urusannya akan dipersulit. Hal ini pun dapat disebut sebagai pungutan liar (al-maksu).
c.    Mark up atau penggelembungan dana dalam berbagai proyek disebut sebagai penipuan (al-ghurur).
d.    Pemalsuan data disebut dengan al-khiyanah.
e.     Penggelapan uang negara dapat dikategorikan sebagai al-ghulul.

Pertama, risywah menurut bahasa adalah sesuatu yang dapat menghantarkan tujuan dengan segala cara agar tujuan tersebut dapat tercapai. Definisi tersebut di ambil dari kata rosya yang bermakna tali timba yang dipergunakan untuk tali timba dari sumur. Sedangkan ar-raasyi adalah orang yang memberikan sesuatu kepada pihak kedua untuk mendukung maksud jahat dari perbuatannya. Lalu ar-roisyi adalah mediator atau penghubung antara pemberi suap dan penerima suap, sedangkan penerima suap disebut sebagai al-murtasyi.[5]
Menurut Dr. Yusuf Qaradhawi mendefinisikan risywah yaitu sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan (apa saja) untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawan-lawannya sesuai dengan apa-apa yang diinginkan atau untuk memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan lawan-lawannya.
Dari definisi yang diungkapkan di atas, bahwa risywah adalah bagian dari tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap menyuap kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau wewenang agar tujuannya dapat tercapai atau memudahkan kepada tujuan dari orang yang menyuapnya tersebut. Salah satu bagian dari bentuk korupsi inilah yang telah merusak moral dan struktur keadilan dalam setiap lini kehidupan masyarakat. Karena dengan suap menyuap, keadilan dalam proses hukum tidak dapat tercapai atau dapat memengaruhi keputusan seorang hakim dengan nominal uang yang dapat menggetarkan iman seorang penegak hukum. Bahkan suap menyuap yang dikenal oleh masyarakat sebagai tindakan “menyogok” sudah biasa dilakukan, misalnya dalam kasus pengendara sepeda motor yang kerapkali terkena tilang dari petugas kepolisian lalu lintas. Maka dengan beberapa lembar uang, perkara pun telah selesai. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa risywah telah merasuk dalam berbagai struktur masyarakat.
Kedua, al-ghulul yaitu perbuatan menggelapkan kas negara atau baitul mal atau dalam literatur sejarah Islam menyebutnya dengan mencuri harta rampasan perang atau menyembunyikan sebagiannya untuk dimiliki sebelum menyampaikannya ke tempat pembagian. oleh karena itu, perbuatan yang termasuk kepada kategori al-ghulul ialah:
a.       Mencuri ghanimah (harta rampasan perang).
b.      Menggelapkan kas negara.
c.       Menggelapkan zakat.

Ketiga, al-maksu adalah perbuatan memungut cukai yakni mengambil apa yang bukan haknya dan memberikan kepada yang bukan haknya pula. Perbuatan ini diidentikan kepada pungutan liar yang biasanya terjadi ketika seseorang akan mengurus sesuatu yang kemudian dibebankan sejumlah bayaran oleh pelaku pemungut cukai dengan tanpa kerelaan dari orang yang dipungutnya tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa apabila pungutan tersebut tidak dipenuhi oleh korbannya, maka urusan orang tersebut akan dipersulit oleh pelaku pemungut cukai. Inilahyang kemudian disebut dengan al- maksu.[6]

II.2 Jenis dan Tipologi Korupsi
Menurut Prof. Dr. Syed Husein Alatas, menyebutkan 7 tipologi atau bentuk dan jenis korupsi yaitu:
a.    Korupsi Transaktif (Transactive Corruption)
Meruapakan jenis korupsi yang menunjuk adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kepada kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapai keuntungan yang biasanya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah.
b.    Korupsi Perkerabatan (nepotistic corruption)
Korusi yang menyangkut penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk berbagai keuntungan bagi teman atau sanak saudara dan kroni-kroninya.
c.    Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Adalah korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak yang biasanya disertai dengan ancaman, teror, penekanan (presure) terhadap kepentingan orang-orang dan hal-hal yang dimilikinya.
d.   Korupsi Investif (Investive Corruption)
Adalah memeberikan jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi keuntungan di masa depan.
e.    Korupsi Defensif (defensive corruption)
Adalah pihak yang akan dirugikan, karena terpaksa ikut  terlibatdi dalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuatan korupsi.
f.     Korupsi Otogenik (outogenic corruption)
Yaitu korupsi yang dilakukan seorang diri (single fighter), tiddak ada orang lain atau pihak lain yang terlibat.
g.    Korupsi Suportf (Supportive corruption)
Adalah korupsi dukungan (support)dan tidak ada orang atau pihak lain yang terlibat.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 dan diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jenis dan tipologi korupsi sebagai berikut [7]:
a.    Tindak Pidana Korupsi dengan memeperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu Korporasi (Pasal 2).
b.    Tindak Pidana Korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana jabatan atau kedudukan (Pasal 3).
c.    Tindak pidana Korupsi Suap dengan memberikan atau menjajikan sesuatu (Pasal 5).
d.   Tindak pidana Korupsi  Suap pada Hakim dan Advokat (Pasal 6).
e.    Korupsi dalam Hal Membuat Bangunan dan menjual Bahan Bangunan dan Korupsi dalam hal Menyerahkan Alat Keperluan TNI dan NKRI (pasal 7).
f.     Korupsi Pegawai Negeri Menggelapkan Uang dan Surat Berharga (pasal 8).
g.    Tindak Pidana Korupsi Pegawai Negeri Memalsukan Buku-buku dan Daftar-daftar (pasal 9).
h.    Tindak pidana Korupsi Pegawai Negeri Merusakkn Barang, Akta, Surat atau Daftar (pasal 10).
i.      Korupsi Pegawai Negeri Menerima Hadiah atau janji yang berhubungan dengan Kewenangan Jabatan (pasal 11).
j.      Korupsi Pegawai Negeri atau penyelenggaraan Negara atau Hakim dan Advokat menerima hadiah atau janji; Pegawai negeri memaksa membayar, memotong pembayaran, Meminta pekerjaan, menggunakan Tanah Negara dan Turut srta dalam pemborongan (pasal 12).
k.    Tindak pidana korupsi Suap Pegawai Negeri Menerima Gratifikasi (Pasal 12B).
l.      Korupsi Suap pada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan jabatan (pasal 13).
m.  Tindak pidana yang berhubungan dengan hukum Acara Pemberantasan Korupsi.
n.    Tindak pidana Pelanggaran Terhadap Pasal 220, 231, 421, 429 dan 430 KUHP (pasal 23).
Arti dan pengertian menurut rumusan hukum tindak pidana korupsi sesui Undang-Undang No. 31 tahun 1991 pasal 2 ayat (1) yang membedakan antara korupsi dengan perbuatan pidana biasa atau pelanggaran hukum non pidana atau berbeda dengan rumusan delik korupsi versi negara lain di dunia secara universal bentuk korupsi dalam pelayanan publik yang potensial korupsi di Indonesia sebagai berikut: [8]
a.    Petit corruption
Petit corruption atau dengan pola extortion sebagai korupsi kelas teri, dengan bentuk kasus delik pelayanan publik pada seluruh lembaga instansi, aparatur pemerintahan agar lebih mengenal atas kinerja sektor pelayanan publik yang potensial perbuatan korupsi dewasa ini masih meresahkan masyarakat anatara lain : birokrasi perizinan, sektor perpajakan, bea cukai, penerimaan pegawai baru (werving) pengurusan KTP, SIM, surat kelakuan baik, sertifikat tanah dan bentuk pelayanan kepada masyarakat lainnya yang meminta imbalan. Korupsi seperti yang paling menganggu masyarakat sehingga terjadi pameo “public servants” Indonesia tidak lagi melayani masyarakat tetapi “to be served by the public” meminta dilayani masyarakat.
b.    Ethics in Government Corruption
Ethics in Government Corruption atau dengan pola Internal theft yang tergolong kelas kakap. Korupsi pada ethics in Goverment yaitu kerawanan unit-unit kerja pemerintahan dalam pengelolaan keuangan negara, APBN, APBD seperti korupsi pada unit kerja bertugas di bidang pengelolaan negara (revenue earning units) penerimaan pajak, bea dan cukai, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) atau non pajak lainnya dengan cara pejabat unit kerja tersebut “memainkan” wewenangnya terhadap isi wajib pajak, PNBP, serta bea dan cukai.
c.    Gurita Corruption / destroyer economic
Model koruppsi merupakan korupsi yang paling berbahaya dan dapat menghancurkan perekonomian negara secara laten dan permanen. Di kalangan masyarakat sendiri Gurita Corruption ini juga disebut juga dengan gendruwo / raksasa korupsi karena secara sistematis menggurita dan menjadi lingkaran setan (vicious circle of corruption) yang membuat kerugian nefara sejumlah ratusan triliun rupiah dalam jangka waktu 1 tahun. Bentuk korupsi gurita atau the big corruption ini sangat terkait dengan pelayanan publik dalam bisnis global yang dilakukan oleh national corporation / international corporation dimotori para konglomerat hitam.

II.3 Sebab dan Akibat Korupsi
Secara etiologi sosial dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi antara lain:
a.    Masih melekatnya budaya feodal, dengan perilaku upitiisme, premodialisme dan nepotisme mementingkan keluarga atau kroninya yang mendorong perbutan korupsi.
b.    Kesenjangan dalam sistem penggajian dan kesejahteraan dalam bentuk politic risk dan economi risk sebagai dukungan anggaran, sarana fasilitas materiil dalam bertugas dan tidak memadai kesejahteraan keluarga pegawai, karyawan yang tak layak sesuai standar minimal kebutuhan hidup sehingga menjadi potensial dengan elemen perbuatan korupsi.
c.    Lemahnya manajemen kepemimpinan institusi pemerintahan termasuk para pelaku bisnis seperti BUMN, Koperasi , Swasta / Pengusaha yang tidak memberikan keteladanan, kesederhanaan atau pola hidup sederhan sehingga kurangnya fungsi kontrol melalui pengawasan melekat sehingga menjadi sangat toleran dengan perbuatan korupsi.
d.   Terjadinya erosi moral pada setiap lapisan sosial masyarakat, rendahnya kadar keimanan moralitas ajaran-ajaran agama dan etika yang hasilnya terjebak dengan mental pengabdian yang buruk dalam perilaku sebagai pegawai, karyawan serta pelaku bisnis lainnya dengan cara korupsi karena ego, kepentingan pribadi jauh lebih tinggi daripada kepentingan umum, bangsa dannegara.
e.    Gaya hidup sangat kondumtif, sebagai pengaruh negatif yang sangat kuat dari pola kehidupan eforia neo liberalisme, sehingga menjadi terlalu interes dan individualistis bahwa nepotisme dan kepentingan kelarga  di atas segalanya.
f.     Adanya kemiskinan dan pengangguran, yang terstrukturnya dalam kehidupan masyarakat, disertai diskriminasi perlakuan hukum bagi pelaku korupsi dan kejahatan biasa dengan cara penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang menjadi peluang suburnya perilaku korupsi.
g.    Produk politik hukum menghasilkan instrumen peraturan perundang-undangan  yang potensial korupsi, misalnya pembentukan peraturan perundang-undangan melalui proses demokrasi dengan legislasi nasional yang sarat rekayasa atau interpretasi politik dan perbuatan gratifikasi ssehingga menetapkan undang-undang tergolong korupsi dan saling bertentangan seperti pada UU Keuangan Negara jika hasil korupsi dikembalikan bisa bebas, sedangkan dalam UU Pemberantasan Korupsi mengembalikan hasil korupsi tidak menghentikan suatu proses peradilan pidana.
h.    Penerapan hukum terhadap pelaku korupsi di samping menimbulkan efek jera dan dianggap kasus biasa (ordinary crime. Hasil tegak hukum bagi pelaku korupsi menjadi tidak konsisten sesuai instrumen hukum korupsi sebagai extra ordinary crime yang seharusnya diutamakan sebagai kasus yang luar biasa dengan sanksi yang paling berat dan keras, misalnya dengan metode carot dan stick yaitu penerapan sanksi hukum mati atau seumur hidup.
i.      Kurangnya pemahaman masyarakat yang membedakan antara perbuatan korupsi dengan perbuatan kriminalitas lainnya atau perbuatan maling (kejahatan pencurian) pada umumya, juga masyarakat dan pelaku bisnis banyak yang belum memahami perbedaan perilaku hasil bisnis dan perliaku hasil dari korupsi, sehingga dalam praktik bisnis banyak terjebak korupsi.
j.      “Penindaan kasus korupsi oleh institusi penegak hukum yang berwenang (Polisi, Jaksa, KPK dan Hakim), hasil vonis peradilan korupsi relatif kecil dan banyak penyelesaian perkara korupsi tidak tuntas sampai tingkat peradilan, serta sering putusan peradilan kontroversial hanya dengan vonis bebas yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.”
Menurut Komisi IV, terdapat tiga indikasi yang dapat menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yakni:
1.    Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi
2.    Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri
3.    Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri

II.4 Upaya Pemberantasan Korupsi pada masa Pra Islam dan Islam
Ketika agama islam belum datang, peradilan bangsa arab di pimpin oleh nabi, seperti halnya Nabi Daud yang diuji oleh Allah dengan mengirimkan dua malaikat yang menyerupai sahabat dan mereka datang kepada nabi untuk meminta putusan atas perseteruan mereka, yang di jelaskan oleh Allah didalam Al-Qur’an surat Shad: 26

ߊ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒtƒ `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7ƒÏx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ  
26. Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

Sedangkan penanganan korupsi pada masa Nabi Muhammad saw. dilakukan dengan langkah teologi-moralitas atau moral-psikologis. Hal ini karena sesungguhnya orang yang melakukan korupsi adalah orang yang jiwanya sedang sakit, ia hanya mencita-citakan kehidupan dunia tanpa mempedulikan kehidupan akhirat, sehingga ia menjadi tamak. Rasulullah sendiri melakukan pembinaan moral dengan menanam kesadaran untuk menghindari perbuatan korupsi dan mengingatkan hukumannya di akhirat, salah satunya dengan mengingatkan bahwa sekecil apapun ia melakukan korupsi maka ia akan masuk neraka. Dalam kesempatan lain, Nabi juga melakukan pemeriksaan (audit) terhadap para pejabat yang sudah selesai menjalankan tugas.[9]
Berikut ini merupakan beberapa hadits yang menunjukkan strategi beliau dalam menangani perbuatan korupsi:

ﻋﻦﻤﺼﻌﺐﺒﻥﺳﻌﺩﻗﺎﻞ׃ﺩﺨﻞﻋﺒﺩﷲ ﺒﻥﻋﻤﺭﻋﻟﻰﺍﺒﻥﻋﺎﻤﺭﻳﻌﻭﺩﻩ ﻭﻫﻭﻤرﻳﺾﻓﻗﺎﻞﺃﻻﺘﺩﻋﻭﷲ ﻟﻲ ﻳﺎﺍﺒﻥﻋﻤﺭﻗﺎﻞﺍﻧﻲ ﺳﻤﻌﺖﺭﺳﻭﻞﷲ ﺺﻢ ﻳﻗﻭﻞ ﻟﻤﺎﺘﻗﺒﻞﺼﻼﺓ ﺒﻐﻳﺭﻄﻬﻭﺭﻭﻼﺼﺩﻗﺔ ﻤﻥﻏﻟﻭﻞ

Dari Mus’ab ibn Sa’d. Ia berkata, Abdullah ibn Umar masuk ke rumah ibn Amir untuk menjenguknya karena sakit. Kemudian ibn Amir berkata: mengapa engkau tidak berdoa kepada Allah untuk kesembuhanku, hai ibn Umar ? Ibn Umar berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:”Shalat tanpa bersuci tidak diterima dan begitu juga sedekah dari ghulull (korupsi). (Shahih Muslim).

ﻋﻥﺛﻭﺒﺎﻥﻗﺎﻞ:ﻗﺎﻞﺭﺳﻭﻞﷲ ﺺﻢ ﻤﻥ ﻤﺎﺖ ﻭﻫﻭ ﺒﺭﻱﺀ ﻤﻥ ﺛﻼﺚ ﺍﻟﻜﺒﺭ ﻭﺍﻟﻐﻟﻭﻞ ﻭﺍﻟﺩﻳﻥ ﺩﺧﻞ ﺍﻟﺟﻨﺔ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺒﺎﺐ ﻋﻥ ﺃﺒﻲ ﻫﺭﻳﺭﺓ ﻭﺯﻳﺩﺒﻥ ﺧﺎﻟﺩﺍﻟﺟﻬﻨﻲ

Dari Sauban, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:”Siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan terbebas dari tiga hal, yaitu kesombongan, korupsi dan hutang, niscaya ia masuk surga. (Sunan al-Tirmidzi).

ﻋﻥ ﺳﻤﺭﺓ ﺒﻥ ﺟﻨﺩﺐ ﻗﺎﻞ ﺃﻤﺎ ﺒﻌﺩ ﻭﻜﺎﻥ ﺭﺳﻭﻞﷲ ﺺﻢ ﻳﻗﻭﻞ ﻤﻥﻜﺘﻢ ﻏﺎﻟﺎ ﻓﺈﻨﻪ ﻤﺜﻟﻪ
Dari samurah ibn Jundub (bahwa) ia berkata: adapun selanjutnya, Rasullah bersabda:”Barangsipa menyembunyikan koruptor, maka ia sama dengannya.” ( Sunan Abi Dawud)
Dari hadits tersebut, bahwa orang yang melindungi atau menyembunyikan koruptor ia sama dengan berbuat korupsi, secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan suatu strategi  pencegahan agar tidak terjadi korupsi yang sistemis.[10]

II.5 Sanksi Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Islam, dan negara-negara dunia
A.  Perspektif Islam
 Islam sebagai sistem nilai memegang peranan penting untuk memberikan pencerahan nila, penyadaran moral, perbaikan mental atau penyempurnaan akhlak dengan memanfaatkan potensi baik setiap individu, yaitu hati nurani. Lebih jauh islam tidak hanya berkomitmen dengan upaya pensalehan individu, akan tetapi jungan pensalehan social. Dalam pensalehan social ini islam mengembangkan semangat untuk mengubah kemungkaran, semangat saling mengingatkan, dan saling menasehati. Pada dasarnya islam mengembangkan semongat control social. Dalam bentuk lain, islam juga mengembangkan bentuk peraturan perundangan yang tegas, sistim yang mengembangkan bentuk peraturan perundangan yang tegas, sistem pengawasan administrative dan managerial yang ketat. Oleh sebab itu dalam memberikan dan menetapkan hukuman bagi pelaku korupsi seharusnya tidak pandang bulu, apakah ia adalah seorang pejabat ataukah lainnya. Tujuan hukuman tersebut adalah memberikan rasa jera guna menghentikan kejahatan yang telah ia lakukan, sehingga dapat diciptakan rasa dama, dan rukun dalam masyarakat.[11]
Korupsi merupakan perbuatan maksiat yang dilarang oleh syara’ meskipun nash tidak menjelaskan had atau kifarahnya. Akan tetapi pelaku korupsi dikenakan hukuman ta’zir atas kemaksiatan tersebut. Perbuatan maksiat mempunyai beberapa kemiripan, diantaranya ialah mengkhianati janji, menipu, sumpah palsu, dan lain sebagainya. Maka perbuatan tersebtu termsuk dalam jarimah ta’zir yang penting. Sebagaimana yang terdapat dalam hadis nabi yang diriwayatkan oelh ahmad dan tirmizy, yang artinya :

Diriwayatkan oleh Jabir RA dari nabi SAW, Nabi bersabda : Tidak ada (hukuman) potong tangan bagi pengkhianat, perampok dan perampas/pencopet. (HR.Ahmad dan Tirmizy).

Sebagai aturan pokok islam membolehkan menjatuhkan hukuan ta’zir atas perbuatan maksiat apabila dikehendaki oleh kepentingan umum, artinya perbuatan-perbuatan dan keadaan yang dapat dijatuhi hukuman ta’zir tidak mungkin ditentukan hukumannya sebelumnya, sebab hal tersebut tergantung pada sifat-sifat tertentu, dan apabila sifat tersebut tidak ada maka perbuatan tersebut tidak lagi dilarang dan tidak dikenakan hukuman. Sifat tersebut merugikan kepentingan dan ketertiban umum, dan apabila perbuatan tersebtu telah dibuktikan didepan pengadilan maka hakim tidak boleh membebaskannya, melainkan harus menjatuhkan hukuman ta’zir yang sesuai untuknya. Perjatuhan hukuman ta’zir untuk kepentingan dan ketertiban umum ini merujuk terhadap perbuatan rasulullah saw, dimana ia pernah menahan seorang laki-laki yang dituduh mencuri unta setelah diketahui buktinya ia tidak mencurinya, maka nabi membebaskannya.[12] Syariat islam sendiri tidak menentukan macam-macam hukuman untuk ta’zir, akan tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dimulai dari hukuman yang seringan-ringannya, seperti nasehat, ancaman, sampai hukuman yang seberat-beratnya.
Penerapan sepenuhnya diserahkan terhadap hakim (penguasa), dengan kewenagan yang dimilikinya, ia dapat menetapkan hukuman yang sesuai dengan kadar kejahatan dan keadaan pelakunya, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan umum islam dalam menjatuhkan hukuman yaitu:
1.    Tujuan penjatuhan hukuman, yaitu menjaga dan memelihara kepentingan umum.
2.      Efektifita hukuman dalam menghadapi korupsi tanpa harus merendahkan martabat pelakunya.
3.      Sepadan dengan kejahatannya sehingga terasa adil.
4.      Tanpa ada pilih kasih, yaitu semua sama kedudukannya didepan hukum.[13]

Seorang hakim dapat mempertimbangkan dan menganalisa berat dan ringannya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku korupsi. Kejahatan yang telah ditetapkan sanksi hukuman oleh nash, seorang hakim tidak punya pilihan lain kecuali menerapkannya. Meskpun sangsi hukuman bagi pelaku korupsi tidak dijelaskan dalam nash secara tegas, akan tetapi perampasan dan penghianatan dapat diqiyaskan sebagai penggelapan dan korupsi.

1.    Pengertian dan jenis-jenis ta’zir
Ta’zir ialah hukuman terhadap terpidana yang tidak ditentukan secara tegas bentuk sangsinya didalam nash. Hukuman ini dijatuhkan unutk memberikan pelajaran terhadap terpidana agar ia tidak mengulangi kejahatan yang pernah ia lakukan, jadi jenis hukumannya disebut dengan Uqubah Mukhayyarah (hukuman pilihan). Jarimah sendiri yang dikenal dengan hukuman ta’zir ada dua jenis yaitu :
a.    jarimah yang dikenakan hukuman had dan qishash, apabila tidak terpenuhi salah satu rukunnya seperti pada jarimah pencurian dihukum ta’zir bagi orang yang mencuri barang yang tidak disimpan dengan baik, atau bagi orang yang mencuri barang yang tidak mencapai nishab pecurian. Pada jarimah zina dihuk ta’zir bagi yang menyetubuhi pada selain pada oral sex. Pada jarimah qadzaf dihukum ta’zir bagi yang mengqadzaf dengan tuduhan berciuman bukan berzina.
b.    Jarimah yang tidak dikenakan hukuman had dan qishash, seperti jarimah penghianatan terhadap sesuatu amanah yang telah diberikan jarimah pembakaran, suap dan lain sebagainya.[14]
2.    Penerapan Ta’zir bagi pelaku korupsi
Hukuman ta’zir dapat diterapkan kepada pelaku korupsi. Dapat diketahui bahwa korupsi termasuk dalam salah satu jarimah yang tidak disebutkan oleh nash secara tegas, oleh sebab itu ia tidak termasuk dalam jenis jarimah yang hukumannya adalah had dan qishash. Korupsi sama halnya seperti hukum Ghasab, meskipun harta yang dihasikan sipelaku korupsi melebihi dari nashab harta curian yang hukumannya potong tangan. Tidak bisa disamakan dengan hukuman terhadap pecuri yaitu potong tangan, hal ini disebabkan oleh masuknya syubhat. Akan tetapi disamakan atau diqiyaskan pada hukuman pencurian yang berupa pencurian pengambilan uang hasil curian.

Dalam jarimah sendiri korupsi ada tiga unsure yang dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menentukan besar hukuman, yaitu :
a.       Perampasan harta orang lain
b.      Penghianatan atau penyalahgunaan wewenang
c.       Kerjasama atau kongkalikong dalam kejahatan

Ketiga unsur tersebut telah jelas dilarang dalam syari’at islam. Selanjutnya tergantung kepada kebijaksanaan akal sehat keyakinan dan rasa keadilan hakim yang didasarkan pada rasa keadilan masyarakat untuk menentukan hukuman bagi pelaku korupsi. Meskipun seorang hakim diberi kebebasan untuk mengenakan ta’zir, akan tetapi dalam menentukan hukuman seorang hakim hendaknya memperhatikan ketentuan umum perberian sangsi dalam hukum pidana islam yaitu :
Ø  Hukuman hanya dilimpahkan kepada orang yang berbuat jarimah, tidak boleh orang yang tidak berbuat jahat dikenai hukuman.   
Ø  Adaya kesengajaan seseorang dihukum karena kejahatan apabila ada unsur kesengajaan untuk berbuat jahat, tidak ada kesengajaan berarti karena kelalaian, salah, atau lupa. Meskipun demian karena kelalaian salah atau lupa tetap diberikan hukuman, meskipun bukan hukuman kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan yang bersifat mendidik. 
Ø  Hukuman hanya akan dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara meyakinkan telah diperbuatnya.
Ø  Berhati-hati dalam menentukan hukuman, membiarkan tidak dihukum dan menyerahkannya kepada allah apabila tidak cukum bukti.[15]

Batas minimal hukuman ta’zir tidak dapat ditentukan, akan tetapi adalah semua hukuman menyakitkan bagi manusia, bisa berupa perkataan, tindakan atau diasingkan. Terkadang seseorang dihukum ta’zir dengan memberinya nasehat atau teguran, terkadang juga seorang dihukum ta’zir dengan mengusirnya dengan meninggalkannya sehingga ia bertaubat. Uraian tersebut menegaskan bahwa hukuman jarimah ta’zir sangatlah bervariasi mulai dari pemberian teguran sampai pada pemenjaraan dan pengasingan. Mengenai Uqubah sendiri dibagi menjadi dua yaitu :
1)        Pidana atas jiwa (Al-Uqubah Al-Nafsiyah), yaitu hukuman yang berkaitan dengan kejiwaan seseorang, seperti peringatan dan ancaman.
2)        Pidana atas badan (Al-Uqubah Al-Badaniyyah), yaitu hukuman yang dikenakan pada bagan manusia seperti hukuman mati atau hukuman dera, dan lain sebagainya.
3)        Pidana atas harta (Al-Uqubah Al-Maliyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan atas harta kekayaan seseorang, seperti diyat, denda, dan perampasan.
4)        Pidana atas kemerdekaan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada kemerdekaan manusia seperti hukuman pengasingan (Al-Hasb) atau penjara (Al-Sijn).

B.   Negara-Negara Dunia
a.     Amerika Serikat
Di Amerika sendiri koruptor tidak diganjar hukuman mati. Mereka cukup dipenjara untuk waktu yang lama dan harus membayar denda yang berat. Tidak tanggung-tanggung, lama hukuman penjara untuk koruptor minimal 5 tahun dan denda sebesar $ 2 juta. Selain harus menanggung hukuman tersebut, koruptor dengan kasus berat dapat juga di usir dari negara itu (blacklist).[16]
b.    Malaysia
Pada 1961 Malaysia telah mempunyai undang-undang anti korupsi, yang bernama Prevention of Corruption Act. Lalu dibentuk Badan Pencegah Rasuah (BPR) pada 1982. Pada 1997, berlaku Anti Corruption Act, yang makin menguatkan hukum untuk para koruptor. Dan bila terbukti bersalah, koruptor akan langsung divonis hukuman gantung.[17]
c.     Arab Saudi
Hukum mati untuk para koruptor di Arab Saudi diberlakukan sesuai dengan syriat Islam. Bahwa setiap pembunuh harus dihukum dengan dibunuh atau Qisas. Mungkin Kerajaan Arab Saudi yang masih memberlakukan hukuman mati dengan cara ini. Walaupun dinilai kurang manusiawi, qisas mampu membuat efek jera yang efektif untuk para pelaku kejahatan, termaksud koruptor.[18]
d.    Jerman
Transparency Internasional mencatat Jerman berada di urutan ke-10 dalam indeks persepsi korupsi. Poin 10 merupakan poin sempurna tanpa adanya korupsi. Jerman tidak memiliki lembaga Ad Hoc untuk memberantas korupsi, seperti KPK. Melakukan kerjasama pembangunan bilateral adalah salah satu cara pemerintah Jerman untuk menekan tindakan korupsi. Hukum pidana untuk koruptor adalah penjara seumur hidup dan mengembalikan semua hasil korupsinya.[19]
e.     China
Korupsi di China dianggap sebagai kejahatan besar. Seorang terdakwa korupsi harus banyak berdoa di pengadilan China karena akan divonis hukuman mati. Menurut Amnesty International, 4.000 orang dijatuhi hukuman mati untuk koruptor tiap tahunnya. Data tersebut menegaskan keseriusan China dalam memberantas korupsi.[20]
f.      Jepang
Di Jepang tidak ada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti di Indonesia. Hukuman koruptor maksimal hanya 7 tahun penjara. Kultur hukum "malu" yang masih besar dari masyarakat Jepang sangat efektif sebagai alat preventif melawan korupsi. Konon, pengacara Jepang senantiasa berusaha membujuk klien-nya untuk mengakui kesalahannya, mundur dari jabatan, dan setelah itu mengembalikan hasil kejahatannya.[21]
g.    Singapura
Hukuman untuk pelaku korupsi ialah penjara 5 tahun dan/atau denda S$ 10,000 dalam section 5. Hukuman ini ditingkatkan menjadi S$ 100,000 sejak tahun 1989. Kemudian UU ini diamandemen untuk terakhir kalinya pada tahun 2001. Dalam UU ini diatur mengenai hukuman denda maksimal S$ 200,000 dan/atau hukuman penjara maksimal 7 tahun untuk mereka yang menyembunyikan atau mentransfer hasil korupsi, perdagangan obat terlarang dan kejahatan berat lainnya, termasuk pencucian uang.
  
II.6 Keharusan berbuat jujur dan amanah
A.    Berbuat Jujur
Jujur adalah sikap yang sesuai antar perkataan dan perbuatan dengan yang sebenarnya. Apa yang diucapkan memang itulah yang sesungguhnya dan apa yang diperbuat itulah yang sesungguhnya yang diinginkan untuk diperbuat (skia, pondok pesantren Annuqayah latee) Rasulullah bersabda: 

حدثنا عثمان بن أبي شيبه حدثنا جريرعن منصور عن أبي وائل عن عبدالله رضي الله عنه عن النبي صلعم. قال: ان الصدق يهدي الى البر وان البر يهدي الى الجنة وان الرجل يهدي ليصدق حتى يكون صديقا. ان الكذب يهدي الى الفجور وان الفجور يهدي الى النار وان الرجل يهدي ليكذب حتى يكتب عندالله كذابا[22]

Artinya: “Sesungguhnya jujur itu membawa kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga, sesungguhnya orang yang berkata benar maka orang tersebut dicatat sebagai orang yang paling jujur. Sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka dan orang yang dusta maka akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang paling dusta”[23]

Hadist diatas menjelaskan keharusan berlaku jujur dan dampaknya yaitu kejujuran akan membawa seseorang untuk selalu berbuat baik dan sudah barang tentu kebaikan adaklah jalan untuk masuk surga. Dan menjelaskan keharusan untuk meninggalkan perbuatan dusta dan menelaskan pula dampaknya. Yaitu perbuatana dusta akan selalu membawa kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka.
Hadist diatas menjelaskan keharusan berlaku jujur dan dampaknya yaitu kejujuran akan membawa seseorang untuk selalu berbuat baik dan sudah barang tentu kebaikan adaklah jalan untuk masuk surga. Dan menjelaskan keharusan untuk meninggalkan perbuatan dusta dan menelaskan pula dampaknya. Yaitu perbuatana dusta akan selalu membawa kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka.
Kejujuran dan kedustaan, kedua-duanya dapat diusahakan oleh seseorang. Bila seseorang selalu berbuat jujur dan berusaha untuk jujur maka akan dicatat disisi Allah sebagai orang yang paling jujur. Bila seseorang selalu berbuat dusta dan selalu berkeinginan untuk dusta maka akan dicatat oleh Allah sebagai pendusta.[24]
Hadits itu juga mengisyaratkan betapa besar potensi sikap jujur dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dunia karena sikap jujur itu membawa kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga yang merupakan kesempurnaan Nikmat Allah.[25]
Dalam Al-Qur’an Allah juga menerangkan mengenai kejujuran yaitu dalam surat:

Ø Al-Taubah: 119
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB šúüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ  

119. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.

Ø Al-‘Imran: 17

tûïÎŽÉ9»¢Á9$# šúüÏ%Ï»¢Á9$#ur šúüÏFÏZ»s)ø9$#ur šúüÉ)ÏÿYßJø9$#ur šúï̍ÏÿøótGó¡ßJø9$#ur Í$ysóF{$$Î/ ÇÊÐÈ  

17. (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur[187].

B.     Amanah (menepati janji)
1.   pengertian
Mohammad abduh, Janji adalah sesuatu yang harus ditepati oleh setiap orang terhadap yang lain, baik kepaada Allah, dan menyimak dan mentaati semua ajaran-ajarannya maupun kepada manusia. Janji itu wajib ditepati selama bukan maksiat. Allah SWT menerangkan amanah dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat Al-Nisa’: 58-60

* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ   $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ   öNs9r& ts? n<Î) šúïÏ%©!$# tbqßJãã÷tƒ öNßg¯Rr& (#qãYtB#uä !$yJÎ/ tAÌRé& y7øs9Î) !$tBur tAÌRé& `ÏB y7Î=ö6s% tbr߃̍ムbr& (#þqßJx.$yÛtFtƒ n<Î) ÏNqäó»©Ü9$# ôs%ur (#ÿrâÉDé& br& (#rãàÿõ3tƒ ¾ÏmÎ/ ߃̍ãƒur ß`»sÜø¤±9$# br& öNßg¯=ÅÒムKx»n=|Ê #YÏèt/ ÇÏÉÈ  

58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
60. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
[312] Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga: 1. orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu. 2. berhala-berhala.
Dalam hadits juga diterangkan oleh Rasulullah dengan sabdanya yang berbunyi:


اضمنوا لي ستا أضمن لكم الجنة اصدقوا اذاحدثتم وأوفو اذا وعدتم وادوا اذاؤتمنتم وحفظوا فروجكم وغضوا ابصاركم وكفوا ايديكم. (رواه أحمد(

Artinya:”Berjanjilah kepadaku bahwa kamu akan mengerjakan enam perkara ini niscaya kamu masuk surga. Berkata benar, tepatilah apabila berjanji, kerjakanlah apabila diamanati orang, jagalah kehormatan, tundukkanlah pandanganmu dan jangan suka memukul orang”. (Hentikan lancang tanganmu). (HR. Ahmad).[26]
Menepati janji ialah condongnya hati pada kebenaran, sehingga berkata benar dan menepati janji, seseorang bisa dikatakan sudah menepati janji apabila berjanji orang tersebut selalu menepatinya, sekalipun dengan musuh atau anak kecil dan orang yang tidak menepati janji digolongkan orang-orang yang munafik. sebagaimana hadits nabi:

حدثنا ابن سلام حدثنا اسماعيل بن جعفر عن ابي سهيل عن نافع بن مالك بن عامر عن ابيه عن ابي هريرة. أن رسول الله صلعم قال: أية المنا فقين ثلاث. اذاحدث كذب اذا وعد أخلف اذائتمن خان.(صحيح بخاري.صحيفه.65:4(

Artinya:”Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga macam. Apabila berkata ia dusta, Apabila berjanji ia ingkar, Apabila di percaya ia khianat”.[27]
Berkata benar, menepati janji dan apabila dipercaya tidak khianat adalah merupakan wasiat nabi Muhammad SAW. Sebagaimana sabda nabi:

قال معاذ. قال لي رسول الله صلعم. أوصيك بتقو الله وصدق الحديث وأداءالأمانة والوفاء بالعهد وبذل السلام وخفض لجناح.(احياء علوم الدين.صحيفه.133:3(

Artinya; Muadz berkata, Rasulullah bersabda kepadaku: “Saya berwasiat kepadamu supaya bertaqwa kepada Allah, jujur dalam bicara, melaksanakan (menjaga) amanah, menepati janji, memberi salam, dan merendahkan diri (tawadlu’).[28]
Tidak ingkar janji itu akan melahirkan sikap jujur dan orang tersebut akan disenangi oleh semua orang bahkan Allah itu senang kepada orang tersebut. Sebagai umat islam seharusnya sikap jujur dan menepati janji diamalkan dalam perbuatan, tingkah laku, tatakrama, baik dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat


II.7 Larangan makan harta haram
Begitu pentingnya masalah makanan dan minuman yang kita konsumsi sehingga Allah menerangkannya dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat Al-Baqarah: 168 yang berbunyi:

$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ  
168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Maka apabila manusia te!ah mengatur makan minum­nya, mencari dari sumber yang halal, bukan dari penipuan, bukan dari apa yang di zaman moden ini dinamai korupsi, maka jiwa akan terpelihara daripada kekasarannya. Dalam ayat ini tersebut yang halal lagi baik. Makanan yang halal ialah lawan dari yang haram; yang haram telah pula disebutkan dalam al-Quran, yaitu yang tidak disembelih, daging babi, darah, dan yang disembelih untuk berhala. Kalau tidak ada pantang yang demikian, halal dia dimakan. Tetapi hendaklah pula yang baik meskipun halal.  
Batas-batas yang baik itu tentu dapat dipertimbangkan oleh manusia. Misalnya daging lembu yang sudah disembelih, lalu dimakan saja mentah-mentah. Meskipun halal tetapi tidaklah baik. Atau kepunyaan orang lain yang diambil dengan tipu daya halus atau paksaan atau karena segan menyegan. Karena segan diberikan orang juga, padahal hatinya merasa tertekan. Atau bergabung keduanya, yaitu tidak halal dan tidak baik; yaitu harta dicuri, atau seumpamanya. Ada juga umpama yang lain dari harta yang tidak baik; yaitu menjual azimat kepada murid, ditulis di sana ayat-ayat, katanya untuk tangkal penyakit dan kalau dipakai akan terlepas dari mara­bahaya. Murid tadi membelinya atau bersedekah pembayar harga: meskipun tidak najis namun itu adalah penghasilan yang tidak baik.
Supaya lebih kita ketahui betapa besarnya pengaruh makanan halal itu bagi rohani manusia, maka !tersebutlah dalam suatu riwayat yang disampaikan oleh Ibnu' Mardawaihi daripada lbnu Abbas, bahwa tatkala ayat ini dibaca orang di hadapan Nabi s.a.w., yaitu ayat: "Wahai seluruh manusia, makanlah dari apa yang di bumi ini, yang halal lagi baik," maka berdirilah sahabat Rasulullah yang terkenal, yaitu Sa'ad bin Abu Waqash. Dia memohon kepada Rasulullah supaya beliau memohon kepada Allah agar apa saja permohonan doa yang disampaikannya kepada Tuhan, supaya dikabulkan oleh Tuhan. Maka berkatalah Rasulullah SAW :

يا سعد ! أطب مطمعك تكن مستجابا الدعوة والذي نفس محمد بيده إن الرجل ليقذف اللقمة في جوفه فما يتقبل منه أربعين يوما و أيما عبد نبت لحمه من السحت والربا فالنار أولي به (عن إبن عباس)

"Wahai Sa'ad! Perbaikilah makanan engkau, niscaya engkau akan dijadikan Allah seorang yang makbul doanya. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ada dalam tanganNya, sesungguhnya seorang laki-laki yang melemparkan suatu suapan yang haram ke dalam perutnya, maka tidaklah akan diterima amalnya selama empat puluh hari. Dan barangsiapa di antara hamba Allah yang bertumbuh dagingnya dari harta haram dan riba, maka api lebih baik baginya. "
Artinya, Sebih baik makan api daripada makan harta haram. Sebab api dunia belum apa-apa jika dibandingkan dengan api neraka. biar hangus perut lantaran lapar daripada makan harta yang haram.

II.8 Upaya Pemberantasan Kejahatan  Korupsi di Dunia
Dalam menangani kasus korupsi, Faktor kelembagaan menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan pemberantasan korupsi yang dijalankan pemerintah suatu negara[29]. Berikut adalah contoh kelembagaan Negara yang menangani pembrantasan korupsi, antara lain:

A.  Singapura
Di Singapura sebelum tahun 1952, seluruh kasus-kasus korupsi diselidiki oleh unit kecil dalam Singapore Police Force yang disebut dengan Anti-Corruption Branch. Dalam perkembangannya unit tersebut tidak berjalan efektif, khususnya dalam menyelidiki petugas-petugas kepolisian yang korup. Kelemahan yang utama disebabkan karena terbatasnya kewenangan yang dimiliki unit tersebut dan diperparah dengan adanya konflik kepentingan yang terjadi karena para penyidik terlihat segan untuk memeriksa rekan-rekan mereka yang juga dari kepolisian.[30]
Memperhatikan hal ini, pada tahun 1952 Pemerintah Singapura dibawah PM Lee Kuan Yew membentuk lembaga yang disebut Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sebagai sebuah lembaga anti korupsi yang terpisah dari kepolisian untuk melakukan penyelidikan semua kasus-kasus korupsi. Dalam sejarahnya CPIB merupakan salah satu lembaga anti korupsi tertua di dunia.[31]
Meskipun dibentuk oleh pemerintah, CPIB adalah lembaga yang independen dan bertanggung jawab atas seluruh penyelidikan dan pencegahan korupsi di Singapura. Di masa awal pembentukannya, CPIB menghadapi tantangan yang sangat berat. Saat itu, undang-undang anti korupsi sangat tidak memadai sehingga menghambat pengumpulan bukti-bukti dalam kasus korupsi. Di sisi lain, persoalan yang muncul adalah lemahnya dukungan publik terhadap CPIB. Masyarakat tidak mau bekerja sama dengan CPIB karena mereka ragu akan efektivitas lembaga ini, dan mereka juga takut dijatuhi hukuman pidana yang disebabkan kasus korupsi.
Situasi ini mulai berubah ketika People’s Action Party memperoleh kekuasaan di tahun 1959. Tindakan yang tegas mulai diambil terhadap pegawai-pegawai negeri yang korup. Sebagian dari mereka dipecat dari pemerintahan, sedangkan yang lain memilih keluar secara sukarela untuk menghindari penyelidikan. Kepercayaan public terhadap CPIB terus meningkat ketika masyarakat menyadari bahwa pemerintah bersungguh-sungguh dalam memberantas korupsi.
Untuk mempercepat upaya pemberantasan korupsi Pemerintah Singapura pada tahun 1960 mengesahkan undang-undang anti korupsi yang baru yang disebut dengan Prevention of Corruption Act. Dalam undang-undang ini, wewenang dari CPIB diperluas dan hukuman atas tindak pidana korupsi ditingkatkan. Saat ini, sesuai dengan Bab 241 undang-undang tersebut, CPIB memiliki kewenangan yang memadai untuk memberantas korupsi. Secara fungsi, CPIB memiliki fungsi untuk:
(1). menyelidiki kasus korupsi/berindikasi korupsi;
(2). mencegah terjadinya korupsi; dan
(3). kombinasi antara menyelidiki dan mencegah tindakan korupsi.[32]

Dari masing-masing fungsi tersebut CPIB mempunyai target hasil (outcome). Untuk fungsi yang pertama, outcome yang diharapkan adalah untuk menciptakan iklim dan etos anti korupsi yang kuat. Outcome dari fungsi yang kedua adalah menciptakan iklim dan etos anti korupsi yang kuat, menciptakan kepedulian diantara pegawai negeri tentang perlunya menjaga birokrasi yang bebas korupsi, menciptakan lingkungan yang bebas resiko dengan mengurangi peluang korupsi, menciptakan korps birokrasi yang bebas korupsi. Kemudian outcome dari fungsi yang ketiga  adalah menjaga kepercayaan publik.[33]
Guna melengkapi undang-undang anti korupsi yang sudah ada, pada tahun 1989 pemerintah kembali mengeluarkan Corruption (Confiscation of Benefits) Act. Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk membekukan dan menyita aset maupun properti seseorang yang diperoleh dari praktik-praktik korupsi.[34]
Pada tahun 1999, Corruption (Confiscation of Benefits) Act disempurnakan oleh undang-undang lain yaitu Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits). Undang-undang yang baru ini mengatur praktik-praktik pencucian uang (money laundering) sebagai pelengkap dalam memperluas kewenangan pengadilan untuk membekukan dan menyita aset maupun property seseorang yang diperoleh dari praktik-praktik korupsi.[35]

B.   Hong Kong
Lembaga anti korupsi di Hong Kong juga merupakan salah satu role model yang banyak dipakai oleh negara-negara lain karena efektivitasnya mengatasi korupsi dan menjadikan Hong Kong sebagai salah satu negara yang terbersih di Asia. Lembaga anti korupsi yang terdapat di Hong Kong adalah ICAC (Independent Commission Against Corruption). Sama halnya dengan yang terjadi di negara-negara lain, pembentukan ICAC dilatarbelakangi oleh keresahan masyarakat terhadap korupsi yang merajalela khususnya di lingkungan birokrasi. Akhirnya sebagai tindak lanjut dari pernyataan ini pada bulan Februari 1974, Pemerintah Hong Kong membentuk ICAC dengan 3 (tiga) tujuan utama yakni pencegahan, penindakan, dan pendidikan korupsi.[36]
Dalam perkembangannya, ICAC berhasil menekan kasus korupsi dan mendapatkan respon positif dari masyarakat Hong Kong. Keberhasilan ICAC ini tidak terlepas dari komitmen dan konsistensi serta pendekatan yang komprehensif antara pencegahan dan penindakan. Pendidikan masyarakat dan peningkatan kesadaran (public awarness) mengenai dampak buruk korupsi merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki ICAC dalam menangani korupsi di Hong Kong. Kelebihan ICAC dalam hal ini banyak dicontoh oleh lembaga-lembaga anti korupsi di banyak negara. Namun demikian, karena tidak mampu menyelaraskan fungsi pencegahan dan penindakan, tidak banyak lembaga anti korupsi di negara-negara lain yang mampu meniru langkah sukses ICAC.
Dalam studi yang dilakukan oleh Direktorat Litbang KPK (2006) disebutkan bahwa ICAC Hong Kong adalah model yang universal dan ideal bagi sebuah lembaga anti korupsi. ICAC dikatakan ideal karena mempunyai landasan hukum yang kuat, didukung oleh anggaran yang memadai, memiliki tenaga ahli yang mencukupi dan yang utama adalah dukungan dan komitmen pemerintah yang tinggi dan konsisten dalam jangka waktu lama. Kewenangan yang dimiliki ICAC meliputi penyelidikan terhadap rekening bank, mengaudit harta kepemilikan dan mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk mencegah tersangka melarikan diri dari proses penuntutan pengadilan. ICAC mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Hong Kong dalam bentuk kucuran dana yang relatif besar.
Manajemen sumber daya manusia di ICAC juga dapat dikatakan yang terbaik. Pola karir dan rekrutmen didasarkan pada kompetensi dan kinerja (merit system) sehingga mampu mendorong performa yang tinggi dari setiap staf. Remunerasi yang diterapkan juga sangat memadai. Turnover pegawai ICAC dapat dikatakan rendah. Selain karena penghasilan yang diperoleh cukup memadai juga disebabkan oleh aturan yang mempersyaratkan bagi staf ICAC yang berasal lingkungan birokrasi tidak diperbolehkan untuk bekerja kembali di instansi pemerintah atau lembaga yang terindikasi terjadi kasus korupsi selama 2 (dua) tahun setelah keluar dari ICAC.
Untuk meninngkatkan efektivitas kerja personel ICAC, maka diberlakukan kebijakan pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) professional dan  manajemen. Diklat profesional dikembangkan untuk memenuhi kompetensi di bidang investigasi, pendidikan masyarakat dan pekerjaan pencegahan korupsi. Sedangkan diklat manajemen diberikan untuk meningkatkan kapabilitas manajemen dan efektivitas personal.
Selain diklat-diklat tersebut, juga dikembangkan pelatihan-pelatihan penunjang seperti pelatihan bahasa untuk meningkatkan kemampuan berbahasa (oral) dan menulis (writing) dalam bahasa Putonghua, Chinese, English writing dan English Presentation. Pelatihan penunjang lainnya yaitu pelatihan IT seperti aplikasi software, administrasi sistem dan keamanan TI.[37]

C.  India
Berbeda dengan Singapura dan Hong Kong, saat ini India tidak memiliki sebuah lembaga yang secara khusus menangani korupsi. Lembaga anti korupsi India telah berevolusi menjadi suatu lembaga penyelidik yang bukan hanya menangani kasus korupsi namun juga kasus-kasus kejahatan/kriminal lainnya. Mengenai kasus korupsi di India, demasa ini ditangani oleh dua lembaga yang utama yaitu Central Bureau of Investigation (CBI) dan Central Vigilance Commission (CVC). Pada awalnya CBI berasal dari Special Police Establishment (SPE) yang dibentuk Pemerintah India pada tahun 1941. Fungsi dari SPE pada saat itu adalah untuk menyelidiki kasus-kasus penyuapan dan korupsi dalam transaksi yang dilakukan dengan War & Supply Departement selama Perang Dunia II. Selanjutnya meskipun perang telah usai, kebutuhan akan institusi yang bertugas menyelidiki kasus suap dan korupsi yang terjadi di Pemerintah Pusat masih tetap dirasakan. Delhi Special Police Establishment Act kemudian disahkan pada tahun 1946. Undang-undang tersebut menyerahkan kepemimpinan SPE ke Departemen Dalam Negeri, dan kemudian fungsinya diperlebar mencakup seluruh departemen dalam Pemerintahan India. Yurisdiksi SPE pun diperluas ke seluruh Union Territory dan dapat ditambah ke tingkat negara bagian sepanjang disetujui oleh pemerintah negara bagian.[38]
Pada awalnya, CBI hanya menyelidiki pelanggaran-pelanggaran korupsi di tingkat pemerintah pusat yang dilakukan pegawai pemerintah pusat. Namun dalam perkembangannya, karena jumlah sektor publik terus meningkat, maka pegawai-pegawai negeri di luar pemerintah pusat juga termasuk dalam kewenangan penyelidikan CBI, termasuk juga sektor perbankan publik yang dinasionalisasi pada tahun 1969 beserta seluruh pegawainya.
Lingkungan eksternal yang berkembang sedemikian rupa, menyebabkan CBI tidak lagi hanya menyelidiki kasus-kasus korupsi akan tetapi ia bertransformasi menjadi sebuah lembaga penyelidikan nasional. Sejak tahun 1965, CBI diberikan wewenang lebih untuk menyelidiki pelanggaran-pelanggaran yang berdampak pada kerugian ekonomi, dan kasus-kasus krimnal konvensional penting lainnya seperti pembunuhan, penculikan, teroris dan lain sebagainya secara selektif.
SPE pada awalnya memiliki dua “sayap” (wing), yaitu General Offences Wing (GOW) dan Economic Offences Wing (EOW). GOW menangani kasus-kasus suap dan korupsi yang melibatkan pegawai Pemerintah Pusat dan Sektor Publik terkait. Sedangkan EOW menangani kasus-kasus pelanggaran berbagai hukum ekonomi/fiskal. Dengan formasi demikian, GOW memiliki setidaknya satu cabang di setiap negara bagian, dan EOW di empat kota metropolitian yaitu Delhi, Madras, Bombay dan Calcutta. Kantor cabang EOW mengurusi laporan-laporan pelanggaran dari daerah-daerah misalnya kantor cabang yang memiliki yurisdiksi di beberapa negara bagian. Setelah berubah menjadi CBI peranan lembaga ini menjadi bertambah.
Secara empirik, CBI telah berhasil menjaga reputasinya atas independensi dan kompetensi selama bertahun-tahun. Keberhasilan ini menyebabkan permintaan kepada CBI untuk menyelidiki kasus-kasus kejahatan konvensional lebih banyak seperti pembunuhan, penculikan, dan terorisme. Sejalan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung dan berbagai Pengadilan Tinggi mulai mempercayakan penyelidikan kasus-kasus semacam itu kepada CBI melalui petisi yang disetujui banyak pihak. Memperhatikan kenyataan dimana jumlah kasus yang diselidiki oleh CBI bertambah banyak, maka dipandang perlu untuk memberikan kasus-kasus tersebut kepada Kantor Cabang yang memiliki yurisdiksi lokal. Oleh sebab itu, pada tahun 1987 dibentuk dua divisi investigasi dalam tubuh CBI, yaitu Divisi Anti Korupsi dan Divisi Kriminal Khusus (yang pada akhirnya menangani kasus-kasus criminal konvensional disamping kejahatan-kejahatan ekonomi). Lebih lanjut, pada tahun 2001, CBI kembali mengalami reorganisasi untuk mengantisipasi tindak kejahatan yang semakin berkembang. Saat ini CBI terdiri dari beberapa divisi yaitu:
1. Divisi Anti Korupsi (Anti Corruption Division)
2. Divisi Kejahatan Ekonomi (Economic Offences Division)
3. Divisi Kejahatan Khusus (Special Crimes Division)
4. Direktorat Penuntutan (Directorate of Prosecution)
5. Divisi Administrasi (Administration Division)
6. Divisi Kebijakan dan Koordinasi (Policy & Coordination Division)
7. Pusat Laboratorium Ilmu Forensik (Central Forensic Science Laboratory)

Setelah mengalami beberapa kali perubahan baik dalam hal struktur kelembagaan dan kewenangan, CBI India telah memainkan peranan pentingnya sebagai lembaga penyelidik yang memperoleh kredibilitas tinggi baik dari masyarakat, parlemen, lembaga peradilan serta pemerintah sendiri. Dalam 65 tahun terakhir, kelembagaan CBI telah berevolusi dari sebuah lembaga anti korupsi menjadi sebuah lembaga kepolisian yang multi disipliner, penegak hukum dengan kapabilitas, kredibilitas dan memiliki mandat hukum untuk menyelidiki dan menuntut tindak kejahatan  termasuk korupsi) di seluruh India. Bahkan saat ini, CBI memiliki CBI Academy sebagai sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan bagi para penegak hukum untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam hal penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan secara hukum. Pendidikan dan pelatihan ini dirancang untuk mengantisipasi setiap modus kejahatan yang semakin hari semakin berkembang.[39]
Terkait dengan penanganan kasus korupsi, pada tahun 2003, Pemerintah India membentuk Central Vigilance Commission (CVC) dengan tujuan agar penanganan korupsi menjadi lebih independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif. Hal ini mengingat CBI telah mengalami evolusi menjadi lembaga yang berada di bawah kekuasaan pemerintah, sehingga perlu menjaga independensi dan obyektifitasnya. Pengawasan yang dilakukan CVC juga meliputi institusi-institusi pemerintah pusat dalam hal perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi terhadap kewaspadaan (vigilance) dari tindak pidana korupsi yang mungkin terjadi. Kewenangan dan fungsi dari CVC adalah:
Ø melakukan pengawasan terhadap Delhi Special Police Establishment (DSPE) berkenaan dengan penyelidikan sesuai Prevention of Corruption Act, 1988, pegawai negeri, serta memberi arahan kepada DSPE terkait dengan pelepasan tanggung jawab pegawai negeri;
Ø melakukan review terhadap proses penyelidikan yang dilakukan DSPE sesuai dengan undang-undang anti korupsi;
Ø menginisiasi atau merekomendasikan penyelidikan terhadap setiap transaksi yang dilakukan pegawai negeri pada setiap institusi di lingkungan Pemerintah India yang dicurigai atau disinyalir telah terjadi penyalahgunaan atau korupsi;
Ø memberikan saran obyektif kepada institusi lain dalam hal terjadinya kasus-kasus disipliner;
Ø melakukan pemeriksaan umum dan pengawasan terhadap upaya-upaya anti korupsi di setiap Kementerian atau Departemen di lingkungan Pemerintah India dan organisasi-organisasi lain yang memiliki kekuasaan eksekutif di negara-negara bagian;
Ø membentuk Komite dalam pemilihan Direktur CBI, Direktur Direktorat Penegakan, dan Pejabat-Pejabat DSPE;
Ø menginisiasi dan merekomendasikan penyelidikan atau langkah-langkah yang dianggap perlu berdasarkan keluhan-keluhan yang diterima sesuai dengan Public Interest Disclosure and Protection of Informer.[40]

D.  Indonesia
Upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak tahun 1957. Dalam perjalanannya, upaya-upaya tersebut merupakan sebuah proses pelembagaan yang cukup lama dalam penanganan korupsi. Tercatat paling tidak ada tujuh upaya pemberantasan yang berskala besar sejak tahun 1957 sampai dengan tahun 2002. Lima di antaranya dilakukan sebelum masa reformasi politik pada saat berakhirnya pemerintahan Orde baru. Upaya-upaya tersebut adalah :
1. Operasi militer khusus dilakukan pada tahun 1957 untuk memberantas korupsi di bidang logistik.
2. Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dibentuk dengan diberikan mandat utama untuk melaksanakan pencegahan dan pemberantasan.
3. Pada tahun 1970 dibentuk tim advokasi yang lebih dikenal dengan nama Tim Empat yang bertugas memberikan rekomendasi. Sayangnya rekomendasi yang dihasilkan tidak sepenuhnya ditindak lanjuti.
4. Operasi Penertiban (Opstib) dibentuk pada tahun 1977 untuk memberantas korupsi melalui aksi pendisiplinan administrasi dan operasional.
5. Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang khusus menangani pemberantasan korupsi di bidang pajak.
6. Pada tahun 1999 dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) di bawah naungan Kejaksaan Agung. Di tahun yang sama pula dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN)
7. Pada tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana KPKPN melebur dan bergabung di dalamnya.

Sejak tahun 2002, KPK secara formal merupakan lembaga anti korupsi yang dimiliki Indonesia. Pembentukan KPK didasari oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesuai dengan undang-undang tersebut, KPK memiliki tugas melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Sementara itu, kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan
dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, KPK merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Sehubungan dengan hal ini, visi KPK adalah "Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi". Visi ini menunjukkan suatu tekad kuat dari KPK untuk segera dapat menuntaskan segala permasalahan yang menyangkut Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pemberantasan korupsi memerlukan waktu yang tidak sedikit mengingat masalah korupsi ini tidak akan dapat ditangani secara instan, namun diperlukan suatu penanganan yang komprehensif dan sistematis. Sedangkan misi KPK ialah "Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Bangsa yang Anti Korupsi". Dengan pernyataan misi tersebut diharapkan bahwa komisi ini nantinya merupakan suatu lembaga yang dapat "membudayakan" anti korupsi di masyarakat, pemerintah dan swasta di Indonesia.[41]
















BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Ø  korupsi berasal dari bahasa latin yakni “Corruptie” atau “Corruptus” selanjutnya kata corruptio berasal dari kata corrumpore (suatu kata latin yang tua). Dari bahasa latin kemudian diikuti dalam bahasa Eropa seperti Inggris: corruption, corrupt; Perancis: corruption; Belanda: Ccorruptie (korruptie). Dalam ensiklopedia Indoneia disebutkan bahwa korupsi (dari latin corruptio= penyuapan; dan corrumpore = merusak) yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan  terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.
Ø  tipologi atau bentuk dan jenis korupsi ialah: korupsi Transaktif, Perkerabatan, Korupsi yang memeras, Investif , Defensif, Otogenik, Suportf
Ø  faktor-faktor penyebab korupsi antara lain:
a.       Masih melekatnya budaya feudal,
b.      Kesenjangan dalam sistem penggajian dan kesejahteraan,
c.       Lemahnya manajemen kepemimpinan institusi pemerintahan,
d.      Terjadinya erosi moral pada setiap lapisan sosial masyarakat,
e.       Gaya hidup sangat kondumtif,
f.       Adanya kemiskinan dan pengangguran,
g.      Produk politik hukum menghasilkan instrumen peraturan perundang-undangan  yang potensial korupsi,
h.      Penerapan hukum terhadap pelaku korupsi di samping menimbulkan efek jera dan dianggap kasus biasa (ordinary crime.
i.        Kurangnya pemahaman masyarakat yang membedakan antara perbuatan korupsi dengan perbuatan kriminalitas lainnya atau perbuatan maling (kejahatan pencurian) pada umumya,
j.        hasil vonis peradilan korupsi relatif kecil dan banyak penyelesaian perkara korupsi tidak tuntas sampai tingkat peradilan, serta sering putusan peradilan kontroversial hanya dengan vonis bebas yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Ø  penanganan korupsi pada masa Nabi Muhammad saw. dilakukan dengan langkah teologi-moralitas atau moral-psikologis.
Ø  Sanksi tindak pidana korupsi dalam perspektif islam hukuman had dan qishash, sedangkan perspektif Negara-Negara Dunia ialah :
a.       Amerika: penjara minimal 5 tahun dan denda sebesar $ 2 juta. sedangkan koruptor dengan kasus berat dapat juga di usir dari negara itu (blacklist).
b.      Malaysia: Dan bila terbukti bersalah, koruptor akan langsung divonis hukuman gantung.
c.       Arab Saudi: Qisas
d.      Jerman: penjara seumur hidup dan mengembalikan semua hasil korupsinya
e.       China: hukuman mati
f.       Jepang: 7 tahun penjara
g.      Singapura: hukuman denda maksimal S$ 200,000 dan/atau hukuman penjara maksimal 7 tahun
Ø  Jujur adalah sikap yang sesuai antar perkataan dan perbuatan dengan yang sebenarnya.
Ø  Janji adalah sesuatu yang harus ditepati oleh setiap orang terhadap yang lain, baik kepaada Allah, dan menyimak dan mentaati semua ajaran-ajarannya maupun kepada manusia.
Ø  Upaya pemberantasan korupsi di Negara-negara antara lain:
a.       Singapura di tandai dengan membentuk lembaga yang disebut Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB)
b.      Lembaga anti korupsi yang terdapat di Hong Kong adalah ICAC (Independent Commission Against Corruption).
c.       India, demasa ini ditangani oleh dua lembaga yang utama yaitu Central Bureau of Investigation (CBI) dan Central Vigilance Commission (CVC)
d.      Lembaga anti korupsi yang dimiliki Indonesia ialah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)







DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rafi’, Abu Fida’, Terapi Penyakit Korupsi dengan Takziyatun Nafs (Penyucian Jiwa),         Jakarta: Penerbit Republika, 2004.
Afif, Wahab,  Hukum Pidana Islam, Banten: Yayasan Ulumul Quran, 2005.
Al-Gazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya’ ‘Ulumuddin juz:3, Surabaya: Al-Hidayah,
Al-Bukhari, Mohammad bin Ismail, Shahih Bukahri juz: 4 , Surabaya: Al-Hidayah,
Chazawi, Adami, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang: Banyumedia Publishing
Fuad Noeh, Munawar,  Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta: Zikrul Hakim
Fiqh Korupsi Amanah vs Kekuasaan, Mataram: SOMASI NTB, 2003.
Hanafi, Ahamad, Azas-azas Hukum Pidana Islam,  Jakarta: Bulan Bintang
Husain Syahatah, Husain, Suap dan korupsi dalam Perspektif Syari’ah, Jakarta: Amzah, 2005
Matsna, Qur’an Hadits ,  Jakarta: PT. Karya Toha, 1997.
Muhammad Syah, Ismail, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
Nurdjana, IGM, Sistem Hukum pidana dan Bahaya Laten Korupsi, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010
Shaleh, Ashaf,  Taqwa Makna Dan Hikmahnya Dalam Al-Qur’an, Jakarta: Airlangga, 2002.
Said, Muhammad, 101 Hadits Tentang Budi Luhur, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1986.
Syaukat Hussain, Syekh, Hak Asasi manusia Dalam Islam, Jakarta: Gema Insan Press, 1996.
strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007.
Syaikhudin, “Ragam Korupsi (Ghulul) dan Penanganannya Pada Masa Nabi saw.”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadits Vol.11, No. 1, Januari 2010.
Wardi Muslich, Ahmad, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
http://usembassy.gov | Corruption
http://hukum.kompasiana.com | Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia Bandan Pencegah Rasu
http://ainuttijar.blogspot.com | Mengintip Hukum Pancung Di Arab Saudi
http://waspada.co.id/ | Meniru China memberantas korupsi
http://f-sharing.blogspot.com/ | Bercermin pada Penegakan Hukum Jepang
www.hukumonline.com | Strategi Jerman Jadi Model Pemberantasan Korupsi





[1] IGM Nurdjana, Sistem Hukum pidana dan Bahaya Laten Korupsi. (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010) 14
[2] Ibid. 15
[3] Ibid. 16-17
[4] IGM Nurdjana, Sistem Hukum pidana dan Bahaya Laten Korupsi. (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010) 20
[5] Abu Fida’ Abdur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi dengan Takziyatun Nafs (Penyucian Jiwa) (Jakarta: Penerbit Republika, 2004) 3
[6] Abu Fida’ Abdur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi dengan Takziyatun Nafs (Penyucian Jiwa) (Jakarta: Penerbit Republika, 2004) 33
[7] Adami Chazawi. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia (Malang: Banyumedia Publishing) 33
[8] IGM Nurdjana, Sistem Hukum pidana dan Bahaya Laten Korupsi. (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010) 27
[9] Syaikhudin, “Ragam Korupsi (Ghulul) dan Penanganannya Pada Masa Nabi saw.”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadits Vol.11, No. 1, Januari 2010, 165-166.
[10] Syaikhudin, “Ragam Korupsi (Ghulul) dan Penanganannya Pada Masa Nabi saw.”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadits Vol.11, No. 1, Januari 2010, 170
[11] Munawar Fuad Noeh. Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi. (Jakarta: Zikrul Hakim) 154-155
[12] A.Hanafi. Azas-azas Hukum Pidana Islam.( Jakarta: Bulan Bintang) 69.
[13] Wahab Afif. Hukum Pidana Islam. (Banten: Yayasan Ulumul Quran, 2005) 214.
[14] Wahab Afif. Hukum Pidana Islam. (Banten: Yayasan Ulumul Quran, 2005) 215
[15] Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam. (Jakarta: Bumi Aksara,) 87.
[16] http://usembassy.gov | Corruption
[17] http://hukum.kompasiana.com | Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia Bandan Pencegah Rasu
[18] http://ainuttijar.blogspot.com | Mengintip Hukum Pancung Di Arab Saudi
[19] www.hukumonline.com | Strategi Jerman Jadi Model Pemberantasan Korupsi
[20] http://waspada.co.id/ | Meniru China memberantas korupsi
[21] http://f-sharing.blogspot.com/ | Bercermin pada Penegakan Hukum Jepang

[22] Mohammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukahri juz: 4 (Surabaya: Al-Hidayah) 65
[23] Ibid.
[24] Matsna, Qur’an Hadits .( Jakarta: PT. Karya Toha, 1997)121
[25] Ashaf Shaleh, Taqwa Makna Dan Hikmahnya Dalam Al-Qur’an (Jakarta: Airlangga, 2002) 97
[26]  M. Said, 101 Hadits Tentang Budi Luhur (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1986) 24-25
[27] Mohammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukahri juz: 4 (Surabaya: Al-Hidayah) 65
[28] Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihya’ ‘Ulumuddin juz:3 (Surabaya: Al-Hidaya,) 135
[29] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 57
[30] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 57.
[31] Ibid.  58
[32] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 58
[33] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 59
[34] Ibid. 62
[35] Ibid.
[36] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 62-63
[37] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 63-64
[38] Ibid.  66
[39] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 66-68
[40] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 70
[41] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007) 71-73

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot