II.1
Pengertian
Korupsi
A.
Pengertian
Korupsi menurut Para Ahli dan UU
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni “Corruptie” atau “Corruptus” selanjutnya kata corruptio berasal dari kata corrumpore (suatu kata latin yang tua). Dari bahasa latin kemudian diikuti dalam bahasa Eropa seperti Inggris: corruption, corrupt; Perancis: corruption; Belanda: Ccorruptie (korruptie). Dalam ensiklopedia Indoneia disebutkan bahwa korupsi (dari latin corruptio= penyuapan; dan corrumpore = merusak) yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.[1]
Pada mulanya pemahaman masyarakat tentang korupsi
mempergunakan bahan kamus yang berasal dari bahsa Yunani Latin
“Corruptio”yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat
disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama
materiil, mental dan hukum[2].
Menurut Lubis dan Scot, korupsi adalah tingkah laku yang
menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain . sedangkan
menurut kamus ilmiah populer yaitu kecurangan, penyelewengan / penyalahgunaan
jabatan untuk kepentingan diri sendiri; pemalsuan. Adapun pengertian korupsi
menurut beberapa tokoh terkemuka yakni[3]:
a. Jacob Van
Klaveren
Mengatakan bahwa seseorang pengabdi negara (pegawai
negeri) yang berjiwa korup menganggap kantor / instansinya sebagai perusahaan
dagang, sehingga dalam pekerjaannya diusahakan pendapatannya akan diuasahakan
semaksimal mungkin.
b. M. Mc. Mullan
Bahwa seorang pejabat pemerintahan dikatakan korup
apabila menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu
yang bisa dilakukan dalam tugas dan jabatannya padahal seharusnya tidak boleh
melakukan hal demikian selama menjalankan tugas.
c. J. Friesrich
Mengatakan bahwa pola korupsi dikatakan ada apabila
seseorang memegang kekuasaan yang berweanang untuk melakukan hal-hal tertentu
seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam hadiah
lainnyayang tidak dibolehkan oleh undang-undang; membujuk untuk menganmbil
langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian
benar-benar membahayakan kepentingan umum.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian atau
keuangan negara yang dari segi materiil perbuatan itu dipandanang sebagai
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
Secara Yuridis pengertian korupsi menurut Pasal 1 UU
No.24 Prp. Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak
Pidana Korupsi bahwa yang disebut tindak pidana korupsi adalah :[4]
a. Tindakan
seseorang yang dengan sengaja atau karena melakukan kejahatanatau pelanggaran
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan secara langsung atau
tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau
merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau
daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan
kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat.
b. Perbuatan
seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau dilakukan
menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
B. Pengertian Korupsi dalam Syari’ah
Islam
mengistilahkan korupsi dalam beberapa etimologi sesuai jenis atau bentuk
korupsi yang dilakukan, diantaranya:
a.
Risywah, yaitu suap menyuap atau pungutan-pungutan
liar dengan kesepakatan kedua belah pihak.
b.
Al-Ghasbu, yaitu apabila pungutan liar yang telah
disebutkan di atas bersifat memaksa. Seperti apabila seseoarang tidak
memberikan sejumlah uang, maka urusannya akan dipersulit. Hal ini pun dapat
disebut sebagai pungutan liar (al-maksu).
c.
Mark up atau penggelembungan dana dalam berbagai proyek
disebut sebagai penipuan (al-ghurur).
d.
Pemalsuan
data disebut dengan al-khiyanah.
e.
Penggelapan uang negara dapat dikategorikan
sebagai al-ghulul.
Pertama,
risywah menurut bahasa adalah sesuatu yang dapat menghantarkan tujuan
dengan segala cara agar tujuan tersebut dapat tercapai. Definisi tersebut di ambil
dari kata rosya yang bermakna tali timba yang dipergunakan untuk tali
timba dari sumur. Sedangkan ar-raasyi adalah orang yang memberikan
sesuatu kepada pihak kedua untuk mendukung maksud jahat dari perbuatannya. Lalu
ar-roisyi adalah mediator atau penghubung antara pemberi suap dan
penerima suap, sedangkan penerima suap disebut sebagai al-murtasyi.[5]
Menurut
Dr. Yusuf Qaradhawi mendefinisikan risywah yaitu sesuatu yang diberikan kepada seseorang
yang memiliki kekuasaan atau jabatan (apa saja) untuk menyukseskan perkaranya
dengan mengalahkan lawan-lawannya sesuai dengan apa-apa yang diinginkan atau
untuk memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan
lawan-lawannya.
Dari
definisi yang diungkapkan di atas, bahwa risywah adalah bagian dari tindak
pidana korupsi yang berkaitan dengan suap menyuap kepada seseorang yang
memiliki kekuasaan atau wewenang agar tujuannya dapat tercapai atau memudahkan
kepada tujuan dari orang yang menyuapnya tersebut. Salah satu bagian dari
bentuk korupsi inilah yang telah merusak moral dan struktur keadilan dalam
setiap lini kehidupan masyarakat. Karena dengan suap menyuap, keadilan dalam
proses hukum tidak dapat tercapai atau dapat memengaruhi keputusan seorang
hakim dengan nominal uang yang dapat menggetarkan iman seorang penegak hukum.
Bahkan suap menyuap yang dikenal oleh masyarakat sebagai tindakan “menyogok”
sudah biasa dilakukan, misalnya dalam kasus pengendara sepeda motor yang
kerapkali terkena tilang dari petugas kepolisian lalu lintas. Maka dengan
beberapa lembar uang, perkara pun telah selesai. Hal inilah yang
mengindikasikan bahwa risywah telah merasuk dalam berbagai struktur
masyarakat.
Kedua,
al-ghulul yaitu perbuatan menggelapkan kas negara atau baitul mal atau
dalam literatur sejarah Islam menyebutnya dengan mencuri harta rampasan perang
atau menyembunyikan sebagiannya untuk dimiliki sebelum menyampaikannya ke
tempat pembagian. oleh karena itu, perbuatan yang termasuk kepada kategori
al-ghulul ialah:
a.
Mencuri ghanimah (harta rampasan perang).
b.
Menggelapkan kas negara.
c.
Menggelapkan zakat.
Ketiga, al-maksu
adalah perbuatan memungut cukai yakni mengambil apa yang bukan haknya dan
memberikan kepada yang bukan haknya pula. Perbuatan ini diidentikan kepada
pungutan liar yang biasanya terjadi ketika seseorang akan mengurus sesuatu yang
kemudian dibebankan sejumlah bayaran oleh pelaku pemungut cukai dengan tanpa
kerelaan dari orang yang dipungutnya tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
bahwa apabila pungutan tersebut tidak dipenuhi oleh korbannya, maka urusan
orang tersebut akan dipersulit oleh pelaku pemungut cukai. Inilahyang kemudian
disebut dengan al- maksu.[6]
II.2 Jenis dan Tipologi Korupsi
Menurut Prof.
Dr. Syed Husein Alatas, menyebutkan 7 tipologi atau bentuk dan jenis korupsi
yaitu:
a. Korupsi Transaktif
(Transactive Corruption)
Meruapakan jenis korupsi yang menunjuk adanya kesepakatan
timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kepada
kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapai keuntungan yang biasanya
melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah.
b. Korupsi
Perkerabatan (nepotistic corruption)
Korusi yang menyangkut penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang untuk berbagai keuntungan bagi teman atau sanak saudara dan
kroni-kroninya.
c. Korupsi yang
memeras (extortive corruption)
Adalah korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak yang
biasanya disertai dengan ancaman, teror, penekanan (presure) terhadap
kepentingan orang-orang dan hal-hal yang dimilikinya.
d. Korupsi Investif
(Investive Corruption)
Adalah memeberikan jasa atau barang tertentu kepada pihak
lain demi keuntungan di masa depan.
e. Korupsi Defensif
(defensive corruption)
Adalah pihak yang akan dirugikan, karena terpaksa
ikut terlibatdi dalamnya atau bentuk ini
membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuatan korupsi.
f. Korupsi Otogenik
(outogenic corruption)
Yaitu korupsi yang dilakukan seorang diri (single
fighter), tiddak ada orang lain atau pihak lain yang terlibat.
g. Korupsi Suportf
(Supportive corruption)
Adalah korupsi dukungan (support)dan tidak ada
orang atau pihak lain yang terlibat.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 dan diubah dengan UU No. 20
Tahun 2001, jenis dan tipologi korupsi sebagai berikut [7]:
a. Tindak Pidana
Korupsi dengan memeperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu Korporasi (Pasal
2).
b. Tindak Pidana
Korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana jabatan atau
kedudukan (Pasal 3).
c. Tindak pidana
Korupsi Suap dengan memberikan atau menjajikan sesuatu (Pasal 5).
d. Tindak pidana
Korupsi Suap pada Hakim dan Advokat
(Pasal 6).
e. Korupsi dalam
Hal Membuat Bangunan dan menjual Bahan Bangunan dan Korupsi dalam hal
Menyerahkan Alat Keperluan TNI dan NKRI (pasal 7).
f. Korupsi
Pegawai Negeri Menggelapkan Uang dan Surat Berharga (pasal 8).
g. Tindak Pidana
Korupsi Pegawai Negeri Memalsukan Buku-buku dan Daftar-daftar (pasal 9).
h. Tindak pidana
Korupsi Pegawai Negeri Merusakkn Barang, Akta, Surat atau Daftar (pasal 10).
i. Korupsi
Pegawai Negeri Menerima Hadiah atau janji yang berhubungan dengan Kewenangan
Jabatan (pasal 11).
j. Korupsi
Pegawai Negeri atau penyelenggaraan Negara atau Hakim dan Advokat menerima
hadiah atau janji; Pegawai negeri memaksa membayar, memotong pembayaran,
Meminta pekerjaan, menggunakan Tanah Negara dan Turut srta dalam pemborongan
(pasal 12).
k. Tindak pidana
korupsi Suap Pegawai Negeri Menerima Gratifikasi (Pasal 12B).
l. Korupsi Suap
pada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan jabatan (pasal 13).
m. Tindak pidana
yang berhubungan dengan hukum Acara Pemberantasan Korupsi.
n. Tindak pidana
Pelanggaran Terhadap Pasal 220, 231, 421, 429 dan 430 KUHP (pasal 23).
Arti dan pengertian menurut rumusan hukum tindak pidana
korupsi sesui Undang-Undang No. 31 tahun 1991 pasal 2 ayat (1) yang membedakan
antara korupsi dengan perbuatan pidana biasa atau pelanggaran hukum non pidana
atau berbeda dengan rumusan delik korupsi versi negara lain di dunia secara
universal bentuk korupsi dalam pelayanan publik yang potensial korupsi di
Indonesia sebagai berikut: [8]
a. Petit
corruption
Petit corruption atau dengan pola extortion sebagai korupsi kelas
teri, dengan bentuk kasus delik pelayanan publik pada seluruh lembaga instansi,
aparatur pemerintahan agar lebih mengenal atas kinerja sektor pelayanan publik
yang potensial perbuatan korupsi dewasa ini masih meresahkan masyarakat anatara
lain : birokrasi perizinan, sektor perpajakan, bea cukai, penerimaan pegawai
baru (werving) pengurusan KTP, SIM, surat kelakuan baik, sertifikat tanah dan
bentuk pelayanan kepada masyarakat lainnya yang meminta imbalan. Korupsi
seperti yang paling menganggu masyarakat sehingga terjadi pameo “public
servants” Indonesia tidak lagi melayani masyarakat tetapi “to be served
by the public” meminta dilayani masyarakat.
b. Ethics in
Government Corruption
Ethics in Government Corruption atau dengan pola Internal theft yang tergolong
kelas kakap. Korupsi pada ethics in Goverment yaitu kerawanan unit-unit
kerja pemerintahan dalam pengelolaan keuangan negara, APBN, APBD seperti
korupsi pada unit kerja bertugas di bidang pengelolaan negara (revenue
earning units) penerimaan pajak, bea dan cukai, pendapatan negara bukan
pajak (PNBP) atau non pajak lainnya dengan cara pejabat unit kerja tersebut
“memainkan” wewenangnya terhadap isi wajib pajak, PNBP, serta bea dan cukai.
c. Gurita Corruption
/ destroyer economic
Model koruppsi merupakan korupsi yang paling berbahaya
dan dapat menghancurkan perekonomian negara secara laten dan permanen. Di
kalangan masyarakat sendiri Gurita Corruption ini juga disebut juga
dengan gendruwo / raksasa korupsi karena secara sistematis menggurita
dan menjadi lingkaran setan (vicious circle of corruption) yang membuat
kerugian nefara sejumlah ratusan triliun rupiah dalam jangka waktu 1 tahun.
Bentuk korupsi gurita atau the big corruption ini sangat terkait dengan
pelayanan publik dalam bisnis global yang dilakukan oleh national
corporation / international corporation dimotori para konglomerat hitam.
II.3
Sebab dan
Akibat Korupsi
Secara etiologi sosial dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi antara lain:
a. Masih
melekatnya budaya feodal, dengan
perilaku upitiisme, premodialisme dan nepotisme mementingkan
keluarga atau kroninya yang mendorong perbutan korupsi.
b. Kesenjangan
dalam sistem penggajian dan kesejahteraan dalam bentuk politic risk dan economi risk
sebagai dukungan anggaran, sarana fasilitas materiil dalam bertugas dan tidak
memadai kesejahteraan keluarga pegawai, karyawan yang tak layak sesuai standar
minimal kebutuhan hidup sehingga menjadi potensial dengan elemen perbuatan
korupsi.
c. Lemahnya
manajemen kepemimpinan institusi pemerintahan termasuk para pelaku bisnis seperti BUMN, Koperasi ,
Swasta / Pengusaha yang tidak memberikan keteladanan, kesederhanaan atau pola
hidup sederhan sehingga kurangnya fungsi kontrol melalui pengawasan melekat
sehingga menjadi sangat toleran dengan perbuatan korupsi.
d. Terjadinya
erosi moral pada setiap lapisan sosial masyarakat, rendahnya kadar keimanan moralitas ajaran-ajaran agama
dan etika yang hasilnya terjebak dengan mental pengabdian yang buruk dalam perilaku
sebagai pegawai, karyawan serta pelaku bisnis lainnya dengan cara korupsi
karena ego, kepentingan pribadi jauh lebih tinggi daripada kepentingan umum,
bangsa dannegara.
e. Gaya hidup
sangat kondumtif, sebagai
pengaruh negatif yang sangat kuat dari pola kehidupan eforia neo
liberalisme, sehingga menjadi terlalu interes dan individualistis
bahwa nepotisme dan kepentingan kelarga
di atas segalanya.
f. Adanya
kemiskinan dan pengangguran, yang
terstrukturnya dalam kehidupan masyarakat, disertai diskriminasi perlakuan
hukum bagi pelaku korupsi dan kejahatan biasa dengan cara penyalahgunaan
wewenang dan kekuasaan yang menjadi peluang suburnya perilaku korupsi.
g. Produk politik
hukum menghasilkan instrumen peraturan perundang-undangan yang potensial korupsi, misalnya pembentukan peraturan perundang-undangan
melalui proses demokrasi dengan legislasi nasional yang sarat rekayasa atau
interpretasi politik dan perbuatan gratifikasi ssehingga menetapkan
undang-undang tergolong korupsi dan saling bertentangan seperti pada UU
Keuangan Negara jika hasil korupsi dikembalikan bisa bebas, sedangkan dalam UU
Pemberantasan Korupsi mengembalikan hasil korupsi tidak menghentikan suatu
proses peradilan pidana.
h. Penerapan
hukum terhadap pelaku korupsi di samping menimbulkan efek jera dan dianggap
kasus biasa (ordinary crime. Hasil tegak
hukum bagi pelaku korupsi menjadi tidak konsisten sesuai instrumen hukum
korupsi sebagai extra ordinary crime yang seharusnya diutamakan sebagai
kasus yang luar biasa dengan sanksi yang paling berat dan keras, misalnya
dengan metode carot dan stick yaitu penerapan sanksi hukum mati
atau seumur hidup.
i. Kurangnya
pemahaman masyarakat yang membedakan antara perbuatan korupsi dengan perbuatan
kriminalitas lainnya atau perbuatan maling (kejahatan pencurian) pada umumya,
juga masyarakat dan pelaku bisnis banyak yang belum memahami perbedaan perilaku
hasil bisnis dan perliaku hasil dari korupsi, sehingga dalam praktik bisnis
banyak terjebak korupsi.
j. “Penindaan kasus
korupsi oleh institusi penegak hukum yang berwenang (Polisi, Jaksa, KPK dan
Hakim), hasil vonis peradilan korupsi relatif kecil dan banyak penyelesaian
perkara korupsi tidak tuntas sampai tingkat peradilan, serta sering putusan
peradilan kontroversial hanya dengan vonis bebas yang bertentangan dengan rasa
keadilan masyarakat.”
Menurut Komisi IV, terdapat tiga indikasi yang dapat
menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yakni:
1. Pendapatan
atau gaji yang tidak mencukupi
2. Penyalahgunaan
kesempatan untuk memperkaya diri
3. Penyalahgunaan
kekuasaan untuk memperkaya diri
II.4 Upaya Pemberantasan Korupsi pada masa Pra
Islam dan Islam
Ketika
agama islam belum datang, peradilan bangsa arab di pimpin oleh nabi, seperti
halnya Nabi Daud yang diuji oleh Allah dengan mengirimkan dua malaikat yang
menyerupai sahabat dan mereka datang kepada nabi untuk meminta putusan atas
perseteruan mereka, yang di jelaskan oleh Allah didalam Al-Qur’an surat Shad:
26
ß¼ãr#y»t $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ wur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒt `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7Ïx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqt É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ
26.
Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,
Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Sedangkan
penanganan korupsi pada masa Nabi Muhammad saw. dilakukan dengan langkah
teologi-moralitas atau moral-psikologis. Hal ini karena sesungguhnya orang yang
melakukan korupsi adalah orang yang jiwanya sedang sakit, ia hanya
mencita-citakan kehidupan dunia tanpa mempedulikan kehidupan akhirat, sehingga
ia menjadi tamak. Rasulullah sendiri melakukan pembinaan moral dengan menanam
kesadaran untuk menghindari perbuatan korupsi dan mengingatkan hukumannya di
akhirat, salah satunya dengan mengingatkan bahwa sekecil apapun ia melakukan
korupsi maka ia akan masuk neraka. Dalam kesempatan lain, Nabi juga melakukan
pemeriksaan (audit) terhadap para pejabat yang sudah selesai menjalankan tugas.[9]
Berikut ini
merupakan beberapa hadits yang menunjukkan strategi beliau dalam menangani
perbuatan korupsi:
ﻋﻦﻤﺼﻌﺐﺒﻥﺳﻌﺩﻗﺎﻞ׃ﺩﺨﻞﻋﺒﺩﷲ ﺒﻥﻋﻤﺭﻋﻟﻰﺍﺒﻥﻋﺎﻤﺭﻳﻌﻭﺩﻩ ﻭﻫﻭﻤرﻳﺾﻓﻗﺎﻞﺃﻻﺘﺩﻋﻭﷲ ﻟﻲ ﻳﺎﺍﺒﻥﻋﻤﺭﻗﺎﻞﺍﻧﻲ ﺳﻤﻌﺖﺭﺳﻭﻞﷲ ﺺﻢ ﻳﻗﻭﻞ
ﻟﻤﺎﺘﻗﺒﻞﺼﻼﺓ ﺒﻐﻳﺭﻄﻬﻭﺭﻭﻼﺼﺩﻗﺔ ﻤﻥﻏﻟﻭﻞ
Dari Mus’ab ibn
Sa’d. Ia berkata, Abdullah ibn Umar masuk ke rumah ibn Amir untuk menjenguknya
karena sakit. Kemudian ibn Amir berkata: mengapa engkau tidak berdoa kepada
Allah untuk kesembuhanku, hai ibn Umar ? Ibn Umar berkata, aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda:”Shalat tanpa bersuci tidak diterima dan begitu juga
sedekah dari ghulull (korupsi). (Shahih
Muslim).
ﻋﻥﺛﻭﺒﺎﻥﻗﺎﻞ:ﻗﺎﻞﺭﺳﻭﻞﷲ
ﺺﻢ ﻤﻥ ﻤﺎﺖ ﻭﻫﻭ ﺒﺭﻱﺀ ﻤﻥ ﺛﻼﺚ ﺍﻟﻜﺒﺭ ﻭﺍﻟﻐﻟﻭﻞ ﻭﺍﻟﺩﻳﻥ ﺩﺧﻞ ﺍﻟﺟﻨﺔ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺒﺎﺐ ﻋﻥ ﺃﺒﻲ ﻫﺭﻳﺭﺓ
ﻭﺯﻳﺩﺒﻥ ﺧﺎﻟﺩﺍﻟﺟﻬﻨﻲ
Dari Sauban, ia
berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:”Siapa saja yang meninggal dunia dalam
keadaan terbebas dari tiga hal, yaitu kesombongan, korupsi dan hutang, niscaya
ia masuk surga. (Sunan
al-Tirmidzi).
ﻋﻥ ﺳﻤﺭﺓ
ﺒﻥ ﺟﻨﺩﺐ ﻗﺎﻞ ﺃﻤﺎ ﺒﻌﺩ ﻭﻜﺎﻥ ﺭﺳﻭﻞﷲ ﺺﻢ ﻳﻗﻭﻞ ﻤﻥﻜﺘﻢ ﻏﺎﻟﺎ ﻓﺈﻨﻪ ﻤﺜﻟﻪ
Dari samurah
ibn Jundub (bahwa) ia berkata: adapun selanjutnya, Rasullah
bersabda:”Barangsipa menyembunyikan koruptor, maka ia sama dengannya.” ( Sunan Abi Dawud)
Dari hadits
tersebut, bahwa orang yang melindungi atau menyembunyikan koruptor ia sama
dengan berbuat korupsi, secara tidak langsung hal tersebut menunjukkan suatu
strategi pencegahan agar tidak terjadi korupsi yang sistemis.[10]
II.5 Sanksi Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Islam, dan negara-negara dunia
A.
Perspektif Islam
Islam sebagai
sistem nilai memegang peranan penting untuk memberikan pencerahan nila,
penyadaran moral, perbaikan mental atau penyempurnaan akhlak dengan
memanfaatkan potensi baik setiap individu, yaitu hati nurani. Lebih jauh islam
tidak hanya berkomitmen dengan upaya pensalehan individu, akan tetapi jungan
pensalehan social. Dalam pensalehan social ini islam mengembangkan semangat
untuk mengubah kemungkaran, semangat saling mengingatkan, dan saling
menasehati. Pada dasarnya islam mengembangkan semongat control social. Dalam
bentuk lain, islam juga mengembangkan bentuk peraturan perundangan yang tegas,
sistim yang mengembangkan bentuk peraturan perundangan yang tegas, sistem pengawasan
administrative dan managerial yang ketat. Oleh sebab itu dalam memberikan dan
menetapkan hukuman bagi pelaku korupsi seharusnya tidak pandang bulu, apakah ia
adalah seorang pejabat ataukah lainnya. Tujuan hukuman tersebut adalah
memberikan rasa jera guna menghentikan kejahatan yang telah ia lakukan,
sehingga dapat diciptakan rasa dama, dan rukun dalam masyarakat.[11]
Korupsi merupakan perbuatan maksiat yang dilarang oleh
syara’ meskipun nash tidak menjelaskan had atau kifarahnya. Akan tetapi pelaku
korupsi dikenakan hukuman ta’zir atas kemaksiatan tersebut. Perbuatan maksiat
mempunyai beberapa kemiripan, diantaranya ialah mengkhianati janji, menipu,
sumpah palsu, dan lain sebagainya. Maka perbuatan tersebtu termsuk dalam
jarimah ta’zir yang penting. Sebagaimana yang terdapat dalam hadis nabi yang
diriwayatkan oelh ahmad dan tirmizy, yang artinya :
Diriwayatkan oleh Jabir RA dari nabi SAW, Nabi bersabda :
Tidak ada (hukuman) potong tangan bagi pengkhianat, perampok dan
perampas/pencopet. (HR.Ahmad
dan Tirmizy).
Sebagai aturan pokok islam membolehkan menjatuhkan hukuan
ta’zir atas perbuatan maksiat apabila dikehendaki oleh kepentingan umum,
artinya perbuatan-perbuatan dan keadaan yang dapat dijatuhi hukuman ta’zir
tidak mungkin ditentukan hukumannya sebelumnya, sebab hal tersebut tergantung
pada sifat-sifat tertentu, dan apabila sifat tersebut tidak ada maka perbuatan
tersebut tidak lagi dilarang dan tidak dikenakan hukuman. Sifat tersebut
merugikan kepentingan dan ketertiban umum, dan apabila perbuatan tersebtu telah
dibuktikan didepan pengadilan maka hakim tidak boleh membebaskannya, melainkan
harus menjatuhkan hukuman ta’zir yang sesuai untuknya. Perjatuhan hukuman
ta’zir untuk kepentingan dan ketertiban umum ini merujuk terhadap perbuatan
rasulullah saw, dimana ia pernah menahan seorang laki-laki yang dituduh mencuri
unta setelah diketahui buktinya ia tidak mencurinya, maka nabi membebaskannya.[12]
Syariat islam sendiri tidak menentukan macam-macam hukuman untuk ta’zir, akan
tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dimulai dari hukuman yang
seringan-ringannya, seperti nasehat, ancaman, sampai hukuman yang
seberat-beratnya.
Penerapan sepenuhnya diserahkan terhadap hakim
(penguasa), dengan kewenagan yang dimilikinya, ia dapat menetapkan hukuman yang
sesuai dengan kadar kejahatan dan keadaan pelakunya, dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan umum islam dalam menjatuhkan hukuman yaitu:
1. Tujuan
penjatuhan hukuman, yaitu menjaga dan memelihara kepentingan umum.
2.
Efektifita hukuman dalam menghadapi korupsi tanpa harus
merendahkan martabat pelakunya.
3.
Sepadan dengan kejahatannya sehingga terasa adil.
4.
Tanpa ada pilih kasih, yaitu semua sama kedudukannya
didepan hukum.[13]
Seorang hakim dapat mempertimbangkan dan menganalisa berat dan ringannya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku
korupsi. Kejahatan yang telah ditetapkan sanksi hukuman oleh nash, seorang
hakim tidak punya pilihan lain kecuali menerapkannya. Meskpun sangsi hukuman
bagi pelaku korupsi tidak dijelaskan dalam nash secara tegas, akan tetapi
perampasan dan penghianatan dapat diqiyaskan sebagai penggelapan dan korupsi.
1.
Pengertian dan jenis-jenis ta’zir
Ta’zir ialah hukuman terhadap terpidana yang tidak
ditentukan secara tegas bentuk sangsinya didalam nash. Hukuman ini dijatuhkan
unutk memberikan pelajaran terhadap terpidana agar ia tidak mengulangi
kejahatan yang pernah ia lakukan, jadi jenis hukumannya disebut dengan Uqubah
Mukhayyarah (hukuman pilihan). Jarimah sendiri yang dikenal dengan hukuman
ta’zir ada dua jenis yaitu :
a. jarimah yang
dikenakan hukuman had dan qishash, apabila tidak terpenuhi salah satu rukunnya
seperti pada jarimah pencurian dihukum ta’zir bagi orang yang mencuri barang
yang tidak disimpan dengan baik, atau bagi orang yang mencuri barang yang tidak
mencapai nishab pecurian. Pada jarimah zina dihuk ta’zir bagi yang menyetubuhi
pada selain pada oral sex. Pada jarimah qadzaf dihukum ta’zir bagi yang
mengqadzaf dengan tuduhan berciuman bukan berzina.
b. Jarimah yang
tidak dikenakan hukuman had dan qishash, seperti jarimah penghianatan terhadap
sesuatu amanah yang telah diberikan jarimah pembakaran, suap dan lain
sebagainya.[14]
2. Penerapan
Ta’zir bagi pelaku korupsi
Hukuman ta’zir dapat diterapkan kepada pelaku korupsi.
Dapat diketahui bahwa korupsi termasuk dalam salah satu jarimah yang tidak
disebutkan oleh nash secara tegas, oleh sebab itu ia tidak termasuk dalam jenis
jarimah yang hukumannya adalah had dan qishash. Korupsi sama halnya seperti hukum
Ghasab, meskipun harta yang dihasikan sipelaku korupsi melebihi dari nashab
harta curian yang hukumannya potong tangan. Tidak bisa disamakan dengan hukuman
terhadap pecuri yaitu potong tangan, hal ini disebabkan oleh masuknya syubhat.
Akan tetapi disamakan atau diqiyaskan pada hukuman pencurian yang berupa
pencurian pengambilan uang hasil curian.
Dalam jarimah sendiri korupsi ada tiga unsure yang dapat
dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menentukan besar hukuman, yaitu :
a. Perampasan
harta orang lain
b. Penghianatan
atau penyalahgunaan wewenang
c. Kerjasama atau
kongkalikong dalam kejahatan
Ketiga unsur tersebut telah jelas dilarang dalam syari’at
islam. Selanjutnya tergantung kepada kebijaksanaan akal sehat keyakinan dan
rasa keadilan hakim yang didasarkan pada rasa keadilan masyarakat untuk
menentukan hukuman bagi pelaku korupsi. Meskipun seorang hakim diberi kebebasan
untuk mengenakan ta’zir, akan tetapi dalam menentukan hukuman seorang hakim
hendaknya memperhatikan ketentuan umum perberian sangsi dalam hukum pidana
islam yaitu :
Ø Hukuman hanya
dilimpahkan kepada orang yang berbuat jarimah, tidak boleh orang yang tidak
berbuat jahat dikenai hukuman.
Ø Adaya
kesengajaan seseorang dihukum karena kejahatan apabila ada unsur kesengajaan
untuk berbuat jahat, tidak ada kesengajaan berarti karena kelalaian, salah,
atau lupa. Meskipun demian karena kelalaian salah atau lupa tetap diberikan
hukuman, meskipun bukan hukuman kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan yang
bersifat mendidik.
Ø Hukuman hanya
akan dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara meyakinkan telah
diperbuatnya.
Ø Berhati-hati
dalam menentukan hukuman, membiarkan tidak dihukum dan menyerahkannya kepada allah
apabila tidak cukum bukti.[15]
Batas minimal hukuman ta’zir tidak dapat ditentukan, akan
tetapi adalah semua hukuman menyakitkan bagi manusia, bisa berupa perkataan,
tindakan atau diasingkan. Terkadang seseorang dihukum ta’zir dengan memberinya
nasehat atau teguran, terkadang juga seorang dihukum ta’zir dengan mengusirnya
dengan meninggalkannya sehingga ia bertaubat. Uraian tersebut menegaskan bahwa
hukuman jarimah ta’zir sangatlah bervariasi mulai dari pemberian teguran sampai
pada pemenjaraan dan pengasingan. Mengenai Uqubah sendiri dibagi menjadi dua
yaitu :
1)
Pidana atas jiwa (Al-Uqubah Al-Nafsiyah), yaitu hukuman
yang berkaitan dengan kejiwaan seseorang, seperti peringatan dan ancaman.
2)
Pidana atas badan (Al-Uqubah Al-Badaniyyah), yaitu
hukuman yang dikenakan pada bagan manusia seperti hukuman mati atau hukuman
dera, dan lain sebagainya.
3)
Pidana atas harta (Al-Uqubah Al-Maliyah), yaitu hukuman
yang dijatuhkan atas harta kekayaan seseorang, seperti diyat, denda, dan
perampasan.
4)
Pidana atas kemerdekaan, yaitu hukuman yang dijatuhkan
kepada kemerdekaan manusia seperti hukuman pengasingan (Al-Hasb) atau penjara
(Al-Sijn).
B.
Negara-Negara
Dunia
a.
Amerika Serikat
Di Amerika
sendiri koruptor tidak diganjar hukuman mati. Mereka cukup dipenjara untuk
waktu yang lama dan harus membayar denda yang berat. Tidak tanggung-tanggung,
lama hukuman penjara untuk koruptor minimal 5 tahun dan denda sebesar $ 2 juta.
Selain harus menanggung hukuman tersebut, koruptor dengan kasus berat dapat
juga di usir dari negara itu (blacklist).[16]
b.
Malaysia
Pada 1961
Malaysia telah mempunyai undang-undang anti korupsi, yang bernama Prevention
of Corruption Act. Lalu dibentuk Badan Pencegah Rasuah (BPR) pada 1982.
Pada 1997, berlaku Anti Corruption Act, yang makin menguatkan hukum
untuk para koruptor. Dan bila terbukti bersalah, koruptor akan langsung divonis
hukuman gantung.[17]
c.
Arab Saudi
Hukum
mati untuk para koruptor di Arab Saudi diberlakukan sesuai dengan syriat Islam.
Bahwa setiap pembunuh harus dihukum dengan dibunuh atau Qisas. Mungkin
Kerajaan Arab Saudi yang masih memberlakukan hukuman mati dengan cara ini.
Walaupun dinilai kurang manusiawi, qisas mampu membuat efek jera yang
efektif untuk para pelaku kejahatan, termaksud koruptor.[18]
d.
Jerman
Transparency
Internasional mencatat Jerman berada di urutan ke-10 dalam indeks persepsi
korupsi. Poin 10 merupakan poin sempurna tanpa adanya korupsi. Jerman tidak
memiliki lembaga Ad Hoc untuk memberantas korupsi, seperti KPK. Melakukan
kerjasama pembangunan bilateral adalah salah satu cara pemerintah Jerman untuk
menekan tindakan korupsi. Hukum pidana untuk koruptor adalah penjara seumur
hidup dan mengembalikan semua hasil korupsinya.[19]
e.
China
Korupsi di
China dianggap sebagai kejahatan besar. Seorang terdakwa korupsi harus banyak
berdoa di pengadilan China karena akan divonis hukuman mati. Menurut Amnesty
International, 4.000 orang dijatuhi hukuman mati untuk koruptor tiap tahunnya.
Data tersebut menegaskan keseriusan China dalam memberantas korupsi.[20]
f.
Jepang
Di Jepang tidak
ada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti di Indonesia.
Hukuman koruptor maksimal hanya 7 tahun penjara. Kultur hukum "malu"
yang masih besar dari masyarakat Jepang sangat efektif sebagai alat preventif
melawan korupsi. Konon, pengacara Jepang senantiasa berusaha membujuk klien-nya
untuk mengakui kesalahannya, mundur dari jabatan, dan setelah itu mengembalikan
hasil kejahatannya.[21]
g. Singapura
Hukuman untuk pelaku korupsi ialah penjara 5 tahun
dan/atau denda S$ 10,000 dalam section 5. Hukuman ini ditingkatkan menjadi S$
100,000 sejak tahun 1989. Kemudian UU ini diamandemen untuk terakhir kalinya
pada tahun 2001. Dalam UU ini diatur mengenai hukuman denda maksimal S$ 200,000
dan/atau hukuman penjara maksimal 7 tahun untuk mereka yang menyembunyikan atau
mentransfer hasil korupsi, perdagangan obat terlarang dan kejahatan berat
lainnya, termasuk pencucian uang.
II.6
Keharusan berbuat jujur dan amanah
A.
Berbuat Jujur
Jujur adalah sikap yang sesuai antar perkataan
dan perbuatan dengan yang sebenarnya. Apa yang diucapkan memang itulah yang
sesungguhnya dan apa yang diperbuat itulah yang sesungguhnya yang diinginkan
untuk diperbuat (skia, pondok pesantren Annuqayah latee) Rasulullah bersabda:
حدثنا
عثمان بن أبي شيبه حدثنا جريرعن منصور عن أبي وائل عن عبدالله رضي الله عنه عن
النبي صلعم. قال: ان الصدق يهدي الى البر وان البر يهدي الى الجنة وان الرجل يهدي
ليصدق حتى يكون صديقا. ان الكذب يهدي الى الفجور وان الفجور يهدي الى النار وان
الرجل يهدي ليكذب حتى يكتب عندالله كذابا[22]
Artinya: “Sesungguhnya jujur itu membawa
kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga, sesungguhnya orang yang berkata
benar maka orang tersebut dicatat sebagai orang yang paling jujur. Sesungguhnya
dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka dan
orang yang dusta maka akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang paling
dusta”[23]
Hadist diatas menjelaskan keharusan berlaku
jujur dan dampaknya yaitu kejujuran akan membawa seseorang untuk selalu berbuat
baik dan sudah barang tentu kebaikan adaklah jalan untuk masuk surga. Dan
menjelaskan keharusan untuk meninggalkan perbuatan dusta dan menelaskan pula
dampaknya. Yaitu perbuatana dusta akan selalu membawa kejahatan dan kejahatan
itu mengantarkan ke neraka.
Hadist diatas menjelaskan keharusan berlaku
jujur dan dampaknya yaitu kejujuran akan membawa seseorang untuk selalu berbuat
baik dan sudah barang tentu kebaikan adaklah jalan untuk masuk surga. Dan
menjelaskan keharusan untuk meninggalkan perbuatan dusta dan menelaskan pula
dampaknya. Yaitu perbuatana dusta akan selalu membawa kejahatan dan kejahatan
itu mengantarkan ke neraka.
Kejujuran dan kedustaan, kedua-duanya dapat
diusahakan oleh seseorang. Bila seseorang selalu berbuat jujur dan berusaha
untuk jujur maka akan dicatat disisi Allah sebagai orang yang paling jujur.
Bila seseorang selalu berbuat dusta dan selalu berkeinginan untuk dusta maka
akan dicatat oleh Allah sebagai pendusta.[24]
Hadits itu juga mengisyaratkan betapa besar
potensi sikap jujur dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dunia karena sikap jujur itu membawa
kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga yang merupakan kesempurnaan Nikmat
Allah.[25]
Dalam Al-Qur’an Allah juga
menerangkan mengenai kejujuran yaitu dalam surat:
Ø Al-Taubah:
119
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB úüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ
119. Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.
Ø Al-‘Imran:
17
tûïÎÉ9»¢Á9$# úüÏ%Ï»¢Á9$#ur úüÏFÏZ»s)ø9$#ur úüÉ)ÏÿYßJø9$#ur úïÌÏÿøótGó¡ßJø9$#ur Í$ysóF{$$Î/ ÇÊÐÈ
17. (yaitu) orang-orang yang sabar, yang
benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang
memohon ampun di waktu sahur[187].
B.
Amanah
(menepati janji)
1.
pengertian
Mohammad abduh,
Janji adalah sesuatu yang harus ditepati oleh setiap orang terhadap yang lain,
baik kepaada Allah, dan menyimak dan mentaati semua ajaran-ajarannya maupun
kepada manusia. Janji itu wajib ditepati selama bukan maksiat. Allah SWT
menerangkan amanah dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat Al-Nisa’: 58-60
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ öNs9r& ts? n<Î) úïÏ%©!$# tbqßJãã÷t öNßg¯Rr& (#qãYtB#uä !$yJÎ/ tAÌRé& y7øs9Î) !$tBur tAÌRé& `ÏB y7Î=ö6s% tbrßÌã br& (#þqßJx.$yÛtFt n<Î) ÏNqäó»©Ü9$# ôs%ur (#ÿrâÉDé& br& (#rãàÿõ3t ¾ÏmÎ/ ßÌãur ß`»sÜø¤±9$# br& öNßg¯=ÅÒã Kx»n=|Ê #YÏèt/ ÇÏÉÈ
58.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
59. Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
60. Apakah kamu
tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa
yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka
hendak berhakim kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah
mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan)
penyesatan yang sejauh-jauhnya.
[312] Yang
selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah
seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga: 1. orang yang
menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu. 2. berhala-berhala.
Dalam hadits
juga diterangkan oleh Rasulullah dengan sabdanya yang berbunyi:
اضمنوا لي ستا أضمن لكم الجنة اصدقوا اذاحدثتم وأوفو اذا وعدتم وادوا اذاؤتمنتم وحفظوا فروجكم وغضوا ابصاركم وكفوا ايديكم. (رواه أحمد(
Artinya:”Berjanjilah
kepadaku bahwa kamu akan mengerjakan enam perkara ini niscaya kamu masuk surga.
Berkata benar, tepatilah apabila berjanji, kerjakanlah apabila diamanati orang,
jagalah kehormatan, tundukkanlah pandanganmu dan jangan suka memukul orang”.
(Hentikan lancang tanganmu). (HR. Ahmad).[26]
Menepati janji
ialah condongnya hati pada kebenaran, sehingga berkata benar dan menepati
janji, seseorang bisa dikatakan sudah menepati janji apabila berjanji orang
tersebut selalu menepatinya, sekalipun dengan musuh atau anak kecil dan orang
yang tidak menepati janji digolongkan orang-orang yang munafik. sebagaimana
hadits nabi:
حدثنا ابن سلام حدثنا اسماعيل بن جعفر عن ابي سهيل عن نافع بن مالك بن عامر عن ابيه عن ابي هريرة. أن رسول الله صلعم قال: أية المنا فقين ثلاث. اذاحدث كذب اذا وعد أخلف اذائتمن خان.(صحيح بخاري.صحيفه.65:4(
Artinya:”Tanda-tanda
orang munafik itu ada tiga macam. Apabila berkata ia dusta, Apabila berjanji ia
ingkar, Apabila di percaya ia khianat”.[27]
Berkata benar,
menepati janji dan apabila dipercaya tidak khianat adalah merupakan wasiat nabi
Muhammad SAW. Sebagaimana sabda nabi:
قال معاذ. قال لي رسول الله صلعم. أوصيك بتقو
الله وصدق الحديث وأداءالأمانة والوفاء بالعهد وبذل السلام وخفض لجناح.(احياء علوم
الدين.صحيفه.133:3(
Artinya; Muadz
berkata, Rasulullah bersabda kepadaku: “Saya berwasiat kepadamu supaya bertaqwa
kepada Allah, jujur dalam bicara, melaksanakan (menjaga) amanah, menepati
janji, memberi salam, dan merendahkan diri (tawadlu’).[28]
Tidak ingkar
janji itu akan melahirkan sikap jujur dan orang tersebut akan disenangi oleh
semua orang bahkan Allah itu senang kepada orang tersebut. Sebagai umat islam
seharusnya sikap jujur dan menepati janji diamalkan dalam perbuatan, tingkah
laku, tatakrama, baik dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat
II.7 Larangan makan harta haram
Begitu pentingnya masalah makanan dan minuman yang kita konsumsi sehingga
Allah menerangkannya dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat Al-Baqarah: 168 yang
berbunyi:
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ
168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Maka apabila
manusia te!ah mengatur makan minumnya, mencari dari sumber yang halal, bukan
dari penipuan, bukan dari apa yang di zaman moden ini dinamai korupsi, maka
jiwa akan terpelihara daripada kekasarannya. Dalam ayat ini tersebut yang halal
lagi baik. Makanan yang halal ialah lawan dari yang haram; yang haram telah
pula disebutkan dalam al-Quran, yaitu yang tidak disembelih, daging babi,
darah, dan yang disembelih untuk berhala. Kalau tidak ada pantang yang
demikian, halal dia dimakan. Tetapi hendaklah pula yang baik meskipun halal.
Batas-batas yang
baik itu tentu dapat dipertimbangkan oleh manusia. Misalnya daging lembu yang
sudah disembelih, lalu dimakan saja mentah-mentah. Meskipun halal tetapi
tidaklah baik. Atau kepunyaan orang lain yang diambil dengan tipu daya halus
atau paksaan atau karena segan menyegan. Karena segan diberikan orang juga,
padahal hatinya merasa tertekan. Atau bergabung keduanya, yaitu tidak halal dan
tidak baik; yaitu harta dicuri, atau seumpamanya. Ada juga umpama yang lain
dari harta yang tidak baik; yaitu menjual azimat kepada murid, ditulis di sana
ayat-ayat, katanya untuk tangkal penyakit dan kalau dipakai akan terlepas dari
marabahaya. Murid tadi membelinya atau bersedekah
pembayar harga: meskipun tidak najis namun itu adalah penghasilan
yang tidak baik.
Supaya lebih kita
ketahui betapa besarnya pengaruh makanan halal itu bagi rohani manusia, maka
!tersebutlah dalam suatu riwayat yang disampaikan oleh Ibnu' Mardawaihi
daripada lbnu Abbas, bahwa tatkala ayat ini dibaca orang di hadapan Nabi
s.a.w., yaitu ayat: "Wahai seluruh manusia, makanlah dari apa yang di bumi
ini, yang halal lagi baik," maka berdirilah sahabat Rasulullah yang
terkenal, yaitu Sa'ad bin Abu Waqash. Dia memohon kepada Rasulullah supaya
beliau memohon kepada Allah agar apa saja permohonan doa yang
disampaikannya kepada Tuhan, supaya dikabulkan oleh Tuhan. Maka berkatalah
Rasulullah SAW :
يا سعد ! أطب مطمعك تكن مستجابا الدعوة والذي نفس
محمد بيده إن الرجل ليقذف اللقمة في جوفه فما يتقبل منه أربعين يوما و أيما عبد
نبت لحمه من السحت والربا فالنار أولي به (عن إبن عباس)
"Wahai Sa'ad! Perbaikilah makanan engkau, niscaya engkau akan
dijadikan Allah seorang yang makbul doanya. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ada
dalam tanganNya, sesungguhnya seorang laki-laki yang melemparkan suatu suapan
yang haram ke dalam perutnya, maka tidaklah akan diterima amalnya selama empat
puluh hari. Dan barangsiapa di antara hamba Allah yang bertumbuh dagingnya dari
harta haram dan riba, maka api lebih baik baginya. "
Artinya, Sebih baik makan api daripada makan harta haram. Sebab api dunia
belum apa-apa jika dibandingkan dengan api neraka. biar hangus perut lantaran
lapar daripada makan harta yang haram.
II.8 Upaya Pemberantasan Kejahatan
Korupsi di Dunia
Dalam menangani kasus korupsi, Faktor kelembagaan menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan
keberhasilan pemberantasan korupsi yang dijalankan pemerintah suatu negara[29].
Berikut adalah contoh kelembagaan Negara yang menangani pembrantasan korupsi,
antara lain:
A. Singapura
Di Singapura sebelum tahun 1952, seluruh
kasus-kasus korupsi diselidiki oleh unit kecil dalam Singapore Police Force yang
disebut dengan Anti-Corruption Branch. Dalam perkembangannya unit
tersebut tidak berjalan efektif, khususnya dalam menyelidiki petugas-petugas
kepolisian yang korup. Kelemahan yang utama disebabkan karena terbatasnya
kewenangan yang dimiliki unit tersebut dan diperparah dengan adanya konflik
kepentingan yang terjadi karena para penyidik terlihat segan untuk memeriksa
rekan-rekan mereka yang juga dari kepolisian.[30]
Memperhatikan hal ini, pada tahun 1952 Pemerintah
Singapura dibawah PM Lee Kuan Yew membentuk lembaga yang disebut Corrupt
Practices Investigation Bureau (CPIB) sebagai sebuah lembaga anti korupsi
yang terpisah dari kepolisian untuk melakukan penyelidikan semua kasus-kasus
korupsi. Dalam sejarahnya CPIB merupakan salah satu lembaga anti korupsi tertua
di dunia.[31]
Meskipun dibentuk oleh pemerintah, CPIB adalah
lembaga yang independen dan bertanggung jawab atas seluruh penyelidikan dan
pencegahan korupsi di Singapura. Di masa awal pembentukannya, CPIB menghadapi
tantangan yang sangat berat. Saat itu, undang-undang anti korupsi sangat tidak
memadai sehingga menghambat pengumpulan bukti-bukti dalam kasus korupsi. Di
sisi lain, persoalan yang muncul adalah lemahnya dukungan publik terhadap CPIB.
Masyarakat tidak mau bekerja sama dengan CPIB karena mereka ragu akan
efektivitas lembaga ini, dan mereka juga takut dijatuhi hukuman pidana yang
disebabkan kasus korupsi.
Situasi ini mulai berubah ketika People’s Action
Party memperoleh kekuasaan di tahun 1959. Tindakan yang tegas mulai diambil
terhadap pegawai-pegawai negeri yang korup. Sebagian dari mereka dipecat dari
pemerintahan, sedangkan yang lain memilih keluar secara sukarela untuk
menghindari penyelidikan. Kepercayaan public terhadap CPIB terus meningkat
ketika masyarakat menyadari bahwa pemerintah bersungguh-sungguh dalam
memberantas korupsi.
Untuk mempercepat upaya pemberantasan korupsi
Pemerintah Singapura pada tahun 1960 mengesahkan undang-undang anti korupsi
yang baru yang disebut dengan Prevention of Corruption Act. Dalam
undang-undang ini, wewenang dari CPIB diperluas dan hukuman atas tindak pidana
korupsi ditingkatkan. Saat ini, sesuai dengan Bab 241 undang-undang tersebut,
CPIB memiliki kewenangan yang memadai untuk memberantas korupsi. Secara fungsi,
CPIB memiliki fungsi untuk:
(1). menyelidiki kasus korupsi/berindikasi korupsi;
(2). mencegah terjadinya korupsi; dan
(3). kombinasi antara menyelidiki dan mencegah
tindakan korupsi.[32]
Dari masing-masing fungsi tersebut CPIB mempunyai
target hasil (outcome). Untuk fungsi yang pertama, outcome yang
diharapkan adalah untuk menciptakan iklim dan etos anti korupsi yang kuat. Outcome
dari fungsi yang kedua adalah menciptakan iklim dan etos anti korupsi yang
kuat, menciptakan kepedulian diantara pegawai negeri tentang perlunya menjaga
birokrasi yang bebas korupsi, menciptakan lingkungan yang bebas resiko dengan
mengurangi peluang korupsi, menciptakan korps birokrasi yang bebas korupsi.
Kemudian outcome dari fungsi yang ketiga adalah menjaga kepercayaan publik.[33]
Guna melengkapi undang-undang anti korupsi yang
sudah ada, pada tahun 1989 pemerintah kembali mengeluarkan Corruption
(Confiscation of Benefits) Act. Undang-undang ini memberikan kewenangan
kepada pengadilan untuk membekukan dan menyita aset maupun properti seseorang
yang diperoleh dari praktik-praktik korupsi.[34]
Pada tahun 1999, Corruption (Confiscation of
Benefits) Act disempurnakan oleh undang-undang lain yaitu Corruption,
Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits).
Undang-undang yang baru ini mengatur praktik-praktik pencucian uang (money
laundering) sebagai pelengkap dalam memperluas kewenangan pengadilan untuk
membekukan dan menyita aset maupun property seseorang yang diperoleh dari
praktik-praktik korupsi.[35]
B. Hong Kong
Lembaga anti korupsi di Hong Kong juga merupakan
salah satu role model yang banyak dipakai oleh negara-negara lain karena
efektivitasnya mengatasi korupsi dan menjadikan Hong Kong sebagai salah satu
negara yang terbersih di Asia. Lembaga anti korupsi yang terdapat di Hong Kong
adalah ICAC (Independent Commission Against Corruption). Sama halnya
dengan yang terjadi di negara-negara lain, pembentukan ICAC dilatarbelakangi
oleh keresahan masyarakat terhadap korupsi yang merajalela khususnya di
lingkungan birokrasi. Akhirnya sebagai tindak lanjut dari pernyataan ini pada
bulan Februari 1974, Pemerintah Hong Kong membentuk ICAC dengan 3 (tiga) tujuan
utama yakni pencegahan, penindakan, dan pendidikan korupsi.[36]
Dalam perkembangannya, ICAC berhasil menekan kasus
korupsi dan mendapatkan respon positif dari masyarakat Hong Kong. Keberhasilan
ICAC ini tidak terlepas dari komitmen dan konsistensi serta pendekatan yang
komprehensif antara pencegahan dan penindakan. Pendidikan masyarakat dan
peningkatan kesadaran (public awarness) mengenai dampak buruk korupsi
merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki ICAC dalam menangani korupsi di
Hong Kong. Kelebihan ICAC dalam hal ini banyak dicontoh oleh lembaga-lembaga
anti korupsi di banyak negara. Namun demikian, karena tidak mampu menyelaraskan
fungsi pencegahan dan penindakan, tidak banyak lembaga anti korupsi di
negara-negara lain yang mampu meniru langkah sukses ICAC.
Dalam studi yang dilakukan oleh Direktorat Litbang
KPK (2006) disebutkan bahwa ICAC Hong Kong adalah model yang universal dan
ideal bagi sebuah lembaga anti korupsi. ICAC dikatakan ideal karena mempunyai
landasan hukum yang kuat, didukung oleh anggaran yang memadai, memiliki tenaga
ahli yang mencukupi dan yang utama adalah dukungan dan komitmen pemerintah yang
tinggi dan konsisten dalam jangka waktu lama. Kewenangan yang dimiliki ICAC
meliputi penyelidikan terhadap rekening bank, mengaudit harta kepemilikan dan
mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk mencegah tersangka melarikan
diri dari proses penuntutan pengadilan. ICAC mendapat dukungan penuh dari
Pemerintah Hong Kong dalam bentuk kucuran dana yang relatif besar.
Manajemen sumber daya manusia di ICAC juga dapat
dikatakan yang terbaik. Pola karir dan rekrutmen didasarkan pada kompetensi dan
kinerja (merit system) sehingga mampu mendorong performa yang tinggi
dari setiap staf. Remunerasi yang diterapkan juga sangat memadai. Turnover pegawai
ICAC dapat dikatakan rendah. Selain karena penghasilan yang diperoleh cukup
memadai juga disebabkan oleh aturan yang mempersyaratkan bagi staf ICAC yang
berasal lingkungan birokrasi tidak diperbolehkan untuk bekerja kembali di
instansi pemerintah atau lembaga yang terindikasi terjadi kasus korupsi selama
2 (dua) tahun setelah keluar dari ICAC.
Untuk meninngkatkan efektivitas kerja personel
ICAC, maka diberlakukan kebijakan pengembangan SDM melalui pendidikan dan
pelatihan (diklat) professional dan manajemen.
Diklat profesional dikembangkan untuk memenuhi kompetensi di bidang
investigasi, pendidikan masyarakat dan pekerjaan pencegahan korupsi. Sedangkan
diklat manajemen diberikan untuk meningkatkan kapabilitas manajemen dan
efektivitas personal.
Selain diklat-diklat tersebut, juga dikembangkan
pelatihan-pelatihan penunjang seperti pelatihan bahasa untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa (oral) dan menulis (writing) dalam bahasa Putonghua,
Chinese, English writing dan English Presentation.
Pelatihan penunjang lainnya yaitu pelatihan IT seperti aplikasi software,
administrasi sistem dan keamanan TI.[37]
C. India
Berbeda dengan Singapura dan Hong Kong, saat ini
India tidak memiliki sebuah lembaga yang secara khusus menangani korupsi.
Lembaga anti korupsi India telah berevolusi menjadi suatu lembaga penyelidik
yang bukan hanya menangani kasus korupsi namun juga kasus-kasus kejahatan/kriminal
lainnya. Mengenai kasus korupsi di India, demasa ini ditangani oleh dua lembaga
yang utama yaitu Central Bureau of Investigation (CBI) dan Central
Vigilance Commission (CVC). Pada awalnya CBI berasal dari Special Police
Establishment (SPE) yang dibentuk Pemerintah India pada tahun 1941. Fungsi
dari SPE pada saat itu adalah untuk menyelidiki kasus-kasus penyuapan dan
korupsi dalam transaksi yang dilakukan dengan War & Supply Departement selama
Perang Dunia II. Selanjutnya meskipun perang telah usai, kebutuhan akan
institusi yang bertugas menyelidiki kasus suap dan korupsi yang terjadi di
Pemerintah Pusat masih tetap dirasakan. Delhi Special Police Establishment
Act kemudian disahkan pada tahun 1946. Undang-undang tersebut menyerahkan
kepemimpinan SPE ke Departemen Dalam Negeri, dan kemudian fungsinya diperlebar
mencakup seluruh departemen dalam Pemerintahan India. Yurisdiksi SPE pun
diperluas ke seluruh Union Territory dan dapat ditambah ke tingkat
negara bagian sepanjang disetujui oleh pemerintah negara bagian.[38]
Pada awalnya, CBI hanya menyelidiki
pelanggaran-pelanggaran korupsi di tingkat pemerintah pusat yang dilakukan
pegawai pemerintah pusat. Namun dalam perkembangannya, karena jumlah sektor
publik terus meningkat, maka pegawai-pegawai negeri di luar pemerintah pusat
juga termasuk dalam kewenangan penyelidikan CBI, termasuk juga sektor perbankan
publik yang dinasionalisasi pada tahun 1969 beserta seluruh pegawainya.
Lingkungan eksternal yang berkembang sedemikian
rupa, menyebabkan CBI tidak lagi hanya menyelidiki kasus-kasus korupsi akan
tetapi ia bertransformasi menjadi sebuah lembaga penyelidikan nasional. Sejak
tahun 1965, CBI diberikan wewenang lebih untuk menyelidiki
pelanggaran-pelanggaran yang berdampak pada kerugian ekonomi, dan kasus-kasus
krimnal konvensional penting lainnya seperti pembunuhan, penculikan, teroris
dan lain sebagainya secara selektif.
SPE pada awalnya memiliki dua “sayap” (wing),
yaitu General Offences Wing (GOW) dan Economic Offences Wing (EOW).
GOW menangani kasus-kasus suap dan korupsi yang melibatkan pegawai Pemerintah
Pusat dan Sektor Publik terkait. Sedangkan EOW menangani kasus-kasus
pelanggaran berbagai hukum ekonomi/fiskal. Dengan formasi demikian, GOW
memiliki setidaknya satu cabang di setiap negara bagian, dan EOW di empat kota
metropolitian yaitu Delhi, Madras, Bombay dan Calcutta. Kantor cabang EOW
mengurusi laporan-laporan pelanggaran dari daerah-daerah misalnya kantor cabang
yang memiliki yurisdiksi di beberapa negara bagian. Setelah berubah menjadi CBI
peranan lembaga ini menjadi bertambah.
Secara empirik, CBI telah berhasil menjaga
reputasinya atas independensi dan kompetensi selama bertahun-tahun.
Keberhasilan ini menyebabkan permintaan kepada CBI untuk menyelidiki
kasus-kasus kejahatan konvensional lebih banyak seperti pembunuhan, penculikan,
dan terorisme. Sejalan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung dan berbagai
Pengadilan Tinggi mulai mempercayakan penyelidikan kasus-kasus semacam itu
kepada CBI melalui petisi yang disetujui banyak pihak. Memperhatikan kenyataan
dimana jumlah kasus yang diselidiki oleh CBI bertambah banyak, maka dipandang
perlu untuk memberikan kasus-kasus tersebut kepada Kantor Cabang yang memiliki
yurisdiksi lokal. Oleh sebab itu, pada tahun 1987 dibentuk dua divisi
investigasi dalam tubuh CBI, yaitu Divisi Anti Korupsi dan Divisi Kriminal
Khusus (yang pada akhirnya menangani kasus-kasus criminal konvensional
disamping kejahatan-kejahatan ekonomi). Lebih lanjut, pada tahun 2001, CBI
kembali mengalami reorganisasi untuk mengantisipasi tindak kejahatan yang
semakin berkembang. Saat ini CBI terdiri dari beberapa divisi yaitu:
1. Divisi Anti Korupsi (Anti Corruption Division)
2. Divisi Kejahatan Ekonomi (Economic Offences
Division)
3. Divisi Kejahatan Khusus (Special Crimes
Division)
4. Direktorat Penuntutan (Directorate of
Prosecution)
5. Divisi Administrasi (Administration Division)
6. Divisi Kebijakan dan Koordinasi (Policy &
Coordination Division)
7. Pusat Laboratorium Ilmu Forensik (Central
Forensic Science Laboratory)
Setelah mengalami beberapa kali perubahan baik
dalam hal struktur kelembagaan dan kewenangan, CBI India telah memainkan
peranan pentingnya sebagai lembaga penyelidik yang memperoleh kredibilitas
tinggi baik dari masyarakat, parlemen, lembaga peradilan serta pemerintah sendiri.
Dalam 65 tahun terakhir, kelembagaan CBI telah berevolusi dari sebuah lembaga
anti korupsi menjadi sebuah lembaga kepolisian yang multi disipliner, penegak
hukum dengan kapabilitas, kredibilitas dan memiliki mandat hukum untuk
menyelidiki dan menuntut tindak kejahatan
termasuk korupsi) di seluruh India. Bahkan saat ini, CBI memiliki CBI
Academy sebagai sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan bagi para penegak
hukum untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam hal
penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan secara hukum. Pendidikan dan
pelatihan ini dirancang untuk mengantisipasi setiap modus kejahatan yang
semakin hari semakin berkembang.[39]
Terkait dengan penanganan kasus korupsi, pada tahun
2003, Pemerintah India membentuk Central Vigilance Commission (CVC)
dengan tujuan agar penanganan korupsi menjadi lebih independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan eksekutif. Hal ini mengingat CBI telah mengalami evolusi
menjadi lembaga yang berada di bawah kekuasaan pemerintah, sehingga perlu
menjaga independensi dan obyektifitasnya. Pengawasan yang dilakukan CVC juga
meliputi institusi-institusi pemerintah pusat dalam hal perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi terhadap kewaspadaan (vigilance)
dari tindak pidana korupsi yang mungkin terjadi. Kewenangan dan fungsi dari CVC
adalah:
Ø melakukan pengawasan terhadap Delhi Special
Police Establishment (DSPE) berkenaan dengan penyelidikan sesuai Prevention
of Corruption Act, 1988, pegawai negeri, serta memberi arahan kepada DSPE
terkait dengan pelepasan tanggung jawab pegawai negeri;
Ø melakukan review terhadap proses
penyelidikan yang dilakukan DSPE sesuai dengan undang-undang anti korupsi;
Ø menginisiasi atau merekomendasikan penyelidikan
terhadap setiap transaksi yang dilakukan pegawai negeri pada setiap institusi
di lingkungan Pemerintah India yang dicurigai atau disinyalir telah terjadi
penyalahgunaan atau korupsi;
Ø memberikan saran obyektif kepada institusi lain
dalam hal terjadinya kasus-kasus disipliner;
Ø melakukan pemeriksaan umum dan pengawasan terhadap
upaya-upaya anti korupsi di setiap Kementerian atau Departemen di lingkungan
Pemerintah India dan organisasi-organisasi lain yang memiliki kekuasaan
eksekutif di negara-negara bagian;
Ø membentuk Komite dalam pemilihan Direktur CBI,
Direktur Direktorat Penegakan, dan Pejabat-Pejabat DSPE;
Ø menginisiasi dan merekomendasikan penyelidikan atau
langkah-langkah yang dianggap perlu berdasarkan keluhan-keluhan yang diterima
sesuai dengan Public Interest Disclosure and Protection of Informer.[40]
D. Indonesia
Upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada
dasarnya dimulai sejak tahun 1957. Dalam perjalanannya, upaya-upaya tersebut
merupakan sebuah proses pelembagaan yang cukup lama dalam penanganan korupsi.
Tercatat paling tidak ada tujuh upaya pemberantasan yang berskala besar sejak
tahun 1957 sampai dengan tahun 2002. Lima di antaranya dilakukan sebelum masa
reformasi politik pada saat berakhirnya pemerintahan Orde baru. Upaya-upaya
tersebut adalah :
1. Operasi militer khusus dilakukan pada tahun 1957
untuk memberantas korupsi di bidang logistik.
2. Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967
dibentuk dengan diberikan mandat utama untuk melaksanakan pencegahan dan pemberantasan.
3. Pada tahun 1970 dibentuk tim advokasi yang lebih
dikenal dengan nama Tim Empat yang bertugas memberikan rekomendasi. Sayangnya
rekomendasi yang dihasilkan tidak sepenuhnya ditindak lanjuti.
4. Operasi Penertiban (Opstib) dibentuk pada tahun
1977 untuk memberantas korupsi melalui aksi pendisiplinan administrasi dan
operasional.
5. Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang
khusus menangani pemberantasan korupsi di bidang pajak.
6. Pada tahun 1999 dibentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) di bawah naungan Kejaksaan Agung.
Di tahun yang sama pula dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara
(KPKPN)
7. Pada tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), di mana KPKPN melebur dan bergabung di dalamnya.
Sejak tahun 2002, KPK secara formal merupakan
lembaga anti korupsi yang dimiliki Indonesia. Pembentukan KPK didasari oleh
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesuai
dengan undang-undang tersebut, KPK memiliki tugas melakukan koordinasi dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi; melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana
korupsi; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sementara itu, kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah mengkoordinasikan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan
sistem pelaporan
dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi yang terkait; melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi
yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta
laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, KPK
merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Sehubungan dengan
hal ini, visi KPK adalah "Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi".
Visi ini menunjukkan suatu tekad kuat dari KPK untuk segera dapat menuntaskan
segala permasalahan yang menyangkut Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pemberantasan
korupsi memerlukan waktu yang tidak sedikit mengingat masalah korupsi ini tidak
akan dapat ditangani secara instan, namun diperlukan suatu penanganan yang
komprehensif dan sistematis. Sedangkan misi KPK ialah "Penggerak Perubahan
untuk Mewujudkan Bangsa yang Anti Korupsi". Dengan pernyataan misi
tersebut diharapkan bahwa komisi ini nantinya merupakan suatu lembaga yang
dapat "membudayakan" anti korupsi di masyarakat, pemerintah dan
swasta di Indonesia.[41]
BAB
III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Ø
korupsi berasal dari bahasa latin yakni “Corruptie”
atau “Corruptus” selanjutnya kata corruptio berasal dari kata corrumpore
(suatu kata latin yang tua). Dari bahasa latin kemudian diikuti dalam
bahasa Eropa seperti Inggris: corruption, corrupt; Perancis: corruption;
Belanda: Ccorruptie (korruptie). Dalam ensiklopedia Indoneia disebutkan
bahwa korupsi (dari latin corruptio= penyuapan; dan corrumpore = merusak)
yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta
ketidakberesan lainnya.
Ø tipologi atau
bentuk dan jenis korupsi ialah: korupsi Transaktif, Perkerabatan, Korupsi yang memeras, Investif , Defensif, Otogenik, Suportf
Ø faktor-faktor
penyebab korupsi antara lain:
a.
Masih melekatnya budaya feudal,
b.
Kesenjangan dalam sistem penggajian dan kesejahteraan,
c.
Lemahnya manajemen kepemimpinan institusi pemerintahan,
d.
Terjadinya erosi moral pada setiap lapisan sosial
masyarakat,
e.
Gaya hidup sangat kondumtif,
f.
Adanya kemiskinan dan pengangguran,
g.
Produk politik hukum menghasilkan instrumen peraturan
perundang-undangan yang potensial
korupsi,
h.
Penerapan hukum terhadap pelaku korupsi di samping
menimbulkan efek jera dan dianggap kasus biasa (ordinary crime.
i.
Kurangnya pemahaman masyarakat yang membedakan antara
perbuatan korupsi dengan perbuatan kriminalitas lainnya atau perbuatan maling
(kejahatan pencurian) pada umumya,
j.
hasil vonis peradilan korupsi relatif kecil dan banyak
penyelesaian perkara korupsi tidak tuntas sampai tingkat peradilan, serta
sering putusan peradilan kontroversial hanya dengan vonis bebas yang
bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Ø penanganan korupsi pada masa Nabi Muhammad saw. dilakukan dengan
langkah teologi-moralitas atau moral-psikologis.
Ø Sanksi tindak pidana korupsi dalam perspektif islam
hukuman had dan qishash, sedangkan perspektif Negara-Negara Dunia ialah :
a.
Amerika:
penjara minimal 5 tahun dan denda sebesar $ 2 juta. sedangkan koruptor dengan
kasus berat dapat juga di usir dari negara itu (blacklist).
b.
Malaysia:
Dan bila terbukti bersalah, koruptor akan langsung divonis hukuman gantung.
c.
Arab Saudi: Qisas
d.
Jerman:
penjara seumur hidup dan mengembalikan semua hasil korupsinya
e.
China:
hukuman mati
f.
Jepang:
7 tahun penjara
g. Singapura: hukuman denda maksimal S$ 200,000
dan/atau hukuman penjara maksimal 7 tahun
Ø Jujur adalah
sikap yang sesuai antar perkataan dan perbuatan dengan yang sebenarnya.
Ø Janji adalah
sesuatu yang harus ditepati oleh setiap orang terhadap yang lain, baik kepaada
Allah, dan menyimak dan mentaati semua ajaran-ajarannya maupun kepada manusia.
Ø Upaya pemberantasan korupsi di Negara-negara antara lain:
a. Singapura di tandai dengan membentuk lembaga yang disebut Corrupt Practices Investigation Bureau
(CPIB)
b.
Lembaga anti korupsi yang terdapat di Hong Kong adalah ICAC (Independent
Commission Against Corruption).
c.
India, demasa ini ditangani oleh dua lembaga yang utama yaitu Central
Bureau of Investigation (CBI) dan Central Vigilance Commission (CVC)
d.
Lembaga anti korupsi yang dimiliki Indonesia ialah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK)
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rafi’, Abu Fida’, Terapi Penyakit Korupsi
dengan Takziyatun Nafs (Penyucian Jiwa), Jakarta: Penerbit Republika, 2004.
Afif, Wahab,
Hukum Pidana Islam, Banten: Yayasan Ulumul Quran, 2005.
Al-Gazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya’
‘Ulumuddin juz:3, Surabaya: Al-Hidayah,
Al-Bukhari, Mohammad bin Ismail, Shahih
Bukahri juz: 4 , Surabaya: Al-Hidayah,
Chazawi, Adami, Hukum Pidana Materiil dan
Formil Korupsi di Indonesia, Malang: Banyumedia Publishing
Fuad Noeh, Munawar, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta: Zikrul Hakim
Fiqh
Korupsi Amanah vs Kekuasaan, Mataram:
SOMASI NTB, 2003.
Hanafi, Ahamad, Azas-azas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Husain Syahatah, Husain, Suap dan korupsi dalam Perspektif
Syari’ah, Jakarta: Amzah, 2005
Matsna, Qur’an
Hadits , Jakarta: PT. Karya Toha,
1997.
Muhammad Syah, Ismail, Filsafat
Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
Nurdjana, IGM, Sistem Hukum pidana dan Bahaya Laten
Korupsi, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010
Shaleh, Ashaf,
Taqwa Makna Dan Hikmahnya Dalam Al-Qur’an, Jakarta: Airlangga,
2002.
Said, Muhammad, 101 Hadits
Tentang Budi Luhur, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1986.
Syaukat Hussain, Syekh, Hak Asasi manusia
Dalam Islam, Jakarta: Gema Insan Press, 1996.
strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara
Pusat Kajian Administrasi Internasional, 2007.
Syaikhudin,
“Ragam Korupsi (Ghulul) dan Penanganannya Pada Masa Nabi saw.”, Jurnal Studi
Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadits Vol.11, No. 1, Januari 2010.
Wardi Muslich, Ahmad, Hukum Pidana Islam, Jakarta:
Sinar Grafika, 2005.
http://usembassy.gov
| Corruption
http://hukum.kompasiana.com | Komisi
Pemberantasan Korupsi Malaysia Bandan Pencegah Rasu
http://ainuttijar.blogspot.com |
Mengintip Hukum Pancung Di Arab Saudi
http://waspada.co.id/ | Meniru China
memberantas korupsi
http://f-sharing.blogspot.com/
| Bercermin pada Penegakan Hukum Jepang
www.hukumonline.com
| Strategi Jerman Jadi Model Pemberantasan Korupsi
[1] IGM Nurdjana, Sistem Hukum pidana dan Bahaya Laten Korupsi. (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010) 14
[2] Ibid. 15
[3] Ibid. 16-17
[4] IGM Nurdjana, Sistem Hukum pidana dan Bahaya Laten Korupsi. (Pustaka
Pelajar: Yogyakarta, 2010) 20
[5] Abu Fida’ Abdur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi dengan
Takziyatun Nafs (Penyucian Jiwa) (Jakarta: Penerbit Republika, 2004) 3
[6] Abu Fida’ Abdur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi dengan Takziyatun Nafs
(Penyucian Jiwa) (Jakarta: Penerbit Republika, 2004) 33
[7] Adami Chazawi. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia (Malang: Banyumedia Publishing) 33
[8] IGM Nurdjana, Sistem Hukum pidana dan Bahaya Laten Korupsi. (Pustaka
Pelajar: Yogyakarta, 2010) 27
[9] Syaikhudin, “Ragam
Korupsi (Ghulul) dan Penanganannya Pada Masa Nabi saw.”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an dan Hadits Vol.11, No. 1, Januari 2010, 165-166.
[10] Syaikhudin, “Ragam
Korupsi (Ghulul) dan Penanganannya Pada Masa Nabi saw.”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an dan Hadits Vol.11, No. 1, Januari 2010, 170
[16]
http://usembassy.gov | Corruption
[17] http://hukum.kompasiana.com
| Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia Bandan Pencegah Rasu
[18]
http://ainuttijar.blogspot.com | Mengintip Hukum Pancung Di Arab Saudi
[19]
www.hukumonline.com | Strategi Jerman Jadi Model Pemberantasan Korupsi
[20]
http://waspada.co.id/ | Meniru China memberantas korupsi
[21]
http://f-sharing.blogspot.com/ | Bercermin pada Penegakan Hukum Jepang
[29] strategi penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat
Kajian Administrasi Internasional, 2007) 57
[30] strategi
penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Administrasi Internasional, 2007) 57.
[32] strategi
penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Administrasi Internasional, 2007) 58
[33] strategi
penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Administrasi Internasional, 2007) 59
[34] Ibid. 62
[35] Ibid.
[36] strategi
penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Administrasi Internasional, 2007) 62-63
[37] strategi
penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Administrasi Internasional, 2007) 63-64
[39] strategi
penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Administrasi Internasional, 2007) 66-68
[40] strategi
penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Administrasi Internasional, 2007) 70
[41] strategi
penanganan korupsi di negara-negara asia pasifik, ( Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Administrasi Internasional, 2007) 71-73