Knowledge Is Free

Hot

Sponsor

Selasa, 18 Oktober 2016

Makalah Tatacara Beracara Secara Prodeo (Beracara di Pengadilan Agama)

Oktober 18, 2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Pengadilan Agama sebagai badan pelaksana kekuasaan kehakiman memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 termasuk di dalamnya menyelesaikan perkara voluntair (penjelasan pasal 2 ayat (1) tersebut). Dalam hal ini Pengadilan Agama hanya menerima pengajuan Gugatan atau Permohonan bagi orang-orang beragama Islam.

Dalam pengajuan perkara di Pengadilan Agama, Penggugat atau Pemohon dapat mendaftarkannya ke Kepaniteraan Pengadilan Agama melalui Meja I untuk menaksir panjar biaya perkara serta membayarnya di kasir sekaligus menyerahkan surat gugatan atau permohonan, kemudian menghadap pada Meja II dengan menyerahkan surat Gugatan atau Permohonan untuk diserahkan kepada wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama melalui Panitera.
Menariknya, sebagian masyarakat yang tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai beracara di pengadilan. Bagi masyarakat yang berekonomi rendah, mereka juga enggan untuk beracara di pengadilan dikarenakan biayanya yang sedikit tinggi sehingga tidak sedikit perceraian yang tidak memiliki akta cerai yang sah.
Berlandaskan permasalahan tersebut menarik perhatian penulis untuk membahas bagaimana pedoman beracara di Pengadilan Agama.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Permohonan.
Permohonan adalah suatu surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya. Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama di tempat tinggal Pemohon secara tertulis yang ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah (Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974) akan tetapi apabila pemohon tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama, permohonan tersebut dicatat oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk hal tersebut berdasarkan Pasal 120 HIR atau Pasal 144 RBg.
            Adapun jenis-jenis permohonan yang dapat di ajukan di pengadilan agama antara lain:
a)      Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua (Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan).
b)      Permohonan pengangkatan waliataupengampu bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun (Pasal 229 HIRatauPasal 262 RBg).
c)      Permohonan dispensasi kawin bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
d)     Permohonan izin kawin bagi calaon mempelai yang belum berusia 21 tahun (Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
e)      Permohonan pengangkatan anak (Penjelasan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006.
f)       Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (arbiter) (Pasal 13 dan 14 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
g)      Permohonan sita atas harta bersama tanpa adanya gugatan cerai dalam hal salah satu dari suami istri melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya (Pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam).
h)      Permohonan izin untuk menjual harta bersama yang berada dalam status sita untuk kepentingan keluarga (Pasal 95 ayat (2) dan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam)
Permohonan penetapan ahli waris (Penjelasan Pasal 49 huruf (b) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006.
B.     Pengertian Gugatan
Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua pengadilan agama yang erwenag, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Gugatan diajukan secara tertulis yang ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama hal tersebut di atur dalam Pasal 118 ayat (1) HIRatau Pasal 142 ayat (1) RBg). Sama halnya dengan permohon, apabila penggugat tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama, selanjutnya Ketua Pengadilan Agama atau Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama mencatat gugatan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 120 HIRatau Pasal 144 RBg.
C.    Tata Cara Beracara Secara Prodeo
Dalam proses beracara dalam pengadilan, pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat yang memiliki ekonomi rendah dengan menggratiskan proses mereka selama beracara dalam pengadilan. Adapun cara untuk bisa beracara secara prodeo antara lain:
1.      Bagi penggugat atau Pemohon yang tidak mampu, dapat mengajukan permohonan berperkara secara prodeo bersamaan dengan surat gugatanatau permohonan, baik secara tertulis atau lisan.
2.      Apabila Tergugatatau Termohon selain dalam bidang perkawinan juga mengajukan permohonan berperkara secara prodeo, maka permohonan itu disampaikan pada waktu menyampaikan jawaban atas gugatan Penggugat atau Pemohon. (Pasal 238 ayat (2) HIR atau Pasal 274 ayat (2) RBg).
3.   Pihak yang tidak mampu harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa atau Kelurahan atau yang setingkat (Banjar, Nagari dan Gmpong) (Pasal 60 B Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009) atau surat keterangan sosial lainnya.
4.   Majelis Hakin yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah untuk menangani perkara tersebut melakukan sidang insidentil dan membuat putusan sela tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan perkara secara prodeo setelah sebelumnya memberikan kesempatan kepada pihak lawan untuk menanggapi permohonan tersebut.
5.   Putusan Sela tersebut dimuat secara lengkap di dalam Berita Acara Persidangan.
6.   Dalam hal permohonan berperkara secara prodeo tidak dikabulkan, Penggugat atau Pemohon diperintahkan membayar panjar biaya perkara dalam jangka waktu 14 hari setelah dijatuhkan putusan Sela yang jika tidak dipenuhi maka gugatan atau permohonan tersebut dicoret dari daftar perkara.
7.   Contoh amar Putusan Sela:
a)   Permohonan berperkara prodeo dikabulkan:
-     Memberi izin kepada Pemohonatau Penggugat untuk berperkara secara prodeo.
-     Memerintahkan kedua belah pihak untuk melanjutkan perkara.
b)   Permohonan berperkara secara prodeo tidak dikabulkan:
-     Tidak memberi izin kepada Pemohon atau Penggugat untuk berperkara secara prodeo.
-     Memerintahkan kepada Pemohonatau Penggugat untuk membayar panjar biaya perkara.
8.   Dalam hal berperkara secara prodeo dibiayai negara melalui DIPA Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah, maka jumlah biaya beserta rinciannya harus dicantumkan dalam amar putusan. Contoh : Biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp....... dibebankan kepada negara.
9.   Perihal pemberian izin beracara secara prodeo ini berlaku untuk masing-masing tingkat peradilan secara sendiri-sendiri dan tidak dapat diberikan untuk semua tingkat peradilan sekaligus.
10. Permohonan beracara secara prodeo dapat juga diajukan untuk tingkat banding dan kasasi.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1.      Berperkara secara prodeo adalah   berperkara secara cuma-cuma atau tampa biaya didepan pengadilan, dalam berperkara secara prodeo, maka pihak yang ingin  berperkara  secara  prodeo  harus membuktikan  bahwa  dirinnya  benar- benar tidak mampu, sehinnga pihak pengadilan  memberikan surat penetapan berperkara secara prodeo.
2.      Prosedur   permohonan   berprodeo   atau   berperkara   cuma-cuma   ini   pada prinsipnnya harus melampirkan surat permohonan untuk berperkara secara prodeo   harus   melampirkan   surat   keterangan   tidak   mampu   pada   saat mengajukan gugatan dipengadilan yang ditujukan kepada ketua pengadilan dan selanjutnya dlakukan pemeriksaan secara prodeo. Dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan, apakah perkara tersebut dapat dilakukan secara prodeo.
3.      Syarat-syarat  dari  permintaan  secara  cuma-cuma  itu  adalah  harus  disertai dengan surat keterangan tidak mempu, berasal dari kepala desa, yang meliputi wilayah hukum tempat tinggal, si peminta dan menerangkan bahwa orang tersebut benar-benar tidak mampu.






Read More

Senin, 13 Juni 2016

Makalah Perkawinan Campuran (Fiqh Munakahat)

Juni 13, 2016



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Dewasa ini banyak terjadi perkawinan campuran di Indonesia. Pengertian Perkawinan Campuran menurut undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 dalam pasal 57 adalah "Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia". Pengertian perkawinan campuran menurut Undang-undang Perkawinan adalah lebih sempit apabila dibandingkan dengan pengertian "perkawinan campuran" dalam GHR, karena kriteria perkawinan campuran menurut UUP hanya didasarkan atas adanya hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan semata-mata dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.


Untuk dapat melangsungkan perkawinan campuran diperlukan syarat-syarat menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 (UUP). Perkawinan campuran diatur dalam BAB XII bagian ketiga dari pasal 57 sampai dengan pasal 62 UUP. Akibat hukum perkawinan campuran dapat berdampak terhadap status kewarganegaraan suami istri dan status kewarganegaraan ibunya. Akibat hukum yang lain dari perkawinan campuran di Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia dapat dianalogikan dengan akibat perkawinan yang diatur dalam pasal 30 sampai dengan pasal 36 UUP.

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian diatas penulis dapat merumuskan berbagai masalah diantaranya:
1.      Apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran dan syarat-syarat perkawinan campuran?
2.      Bagaimana prosedur melaksanakan perkawinan campuran?
3.      Bagaimana Status Anak dari Perkawinan Campuran Beda Kewarganegaraan?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran.
2.      Untuk mengetahui bagaimana prosedur melaksanakan perkawinan campuran.
3.      Untuk mengetahui status anak dari perkawinan campuran beda kewarganegaraan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PERKAWINAN CAMPURAN
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan (pasal 57). Dari definisi pasal 57 UU Perkawinan ini dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut:
a.       perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita;
b.      di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda;
c.       karena perbedaan kewarganegaraan;
d.      salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Unsur pertama jelas menunjuk kepada asas monogami dalam perkawinan. Unsur kedua menunjukkan kepada perbedaan hukum yang berlaku bagi pria dan wanita yang kawin itu. Tetapi perbedaan itu bukan karena perbedaan agama, suku bangsa, golongan di Indonesia melainkan karena unsur ketiga karena perbedaan kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan ini bukan kewarganegaraan asing semuanya, melainkan unsur keempat bahwa salah satu kewarganegaraan itu ialah kewarganegaraan Indonesia.
Tegasnya perkawinan campuran menurut UU ini adalah perkawinan antar warganegara Indonesia dan warganegara asing. Karena berlainan kewarganegaraan tentu saja hukum yang berlaku bagi mereka juga berlainan.

B.     Syarat-Syarat dan Pelangsungan Perkawinan Campuran
Apabila perkawinan campuran itu dilangsungkan di Indonesia, perkawinan campuran dilakukan menurut UU Perkawinan (pasal 59 ayat 2) yang menyatakan: “bahwa perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut UU Perkawinan No. 1 tahun 1974”. Pasal 60 ayat 1 menyatakan: “Mengenai syarat-syarat perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing pihak”. Pasal 60 ayat 2 menyatakan: “Pejabat yang berwenang memberikan keterangan tentang telah dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing pihak ialah pegawai pencatat menurut hukum masing-masing pihak”.
Pasal 60 ayat 3 menyatakan: Apabila pegawai pencatat menolak memberikan surat keterangan itu, yang berkepentingan itu mengajukan permohonan kepada Pengadilan, dan pengadilan memberikan keputusannya. Jika keputusan pengadilan itu menyatakan bahwa penolakkan itu tidak beralasan, maka keputusan Pengadilan itu menjadi pengganti surat keterangan tersebut.
Setelah surat keterangan Pengadilan atau keputusan Pengadilan diperoleh, maka perkawinan segera dilangsungkan. Pelangsungan perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing-masing agama. Bagi yang beragama islam, menurut hukum islam yaitu dengan upacara akad nikah, sedangkan bagi agama yang bukan islam dilakukan menurut hukum agamanya itu. Dengan kata lain supaya dapat dilakukan akad nikah menurut agama islam, kedua mempelai harus beragama islam. Supaya dapat dilakukan upacara perkawinan menurut catatan sipil, kedua pihak yang kawin itu harus tunduk ketentuan upacara catatan sipil. Pelangsungan perkawinan dilakukan dihadapan pegawai pencatat.                                                                            
Ada kemungkinan setelah mereka memperoleh surat keterangan atau putusan Pengadilan, perkawinan tidak segera mereka lakukan. Apabila perkawinan mereka tidak dilangsungkan dalam masa enam bulan sesudah keterangan atau putusan itu diberikan, maka surat keterangan atau putusan pengadilan itu tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5).

C.     PROSEDUR DALAM MELAKSANAKAN PERKAWINAN CAMPURAN
Prosedur bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menikah di Indonesia dengan laki-laki Warga Negara Asing (WNA) berdasarkan UU yang berlaku saat ini (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) adalah sebagai berikut.

1.      Perkawinan Campuran
Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan Campuran (pasal 57 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Artinya perkawinan yang akan anda lakukan adalah perkawinan campuran.
2.      Sesuai dengan UU Yang Berlaku
Perkawinan Campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan diantaranya: ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi yang belumberumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6 UU Perkawinan).
3.      Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan
Bila semua syarat telah terpenuhi, anda dapat meminta pegawai pencatat perkawinan untuk memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masing-masing pihak, --anda dan calon suami anda,-- (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa benar syarat telah terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan. Bila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka anda dapat meminta Pengadilan memberikan Surat Keputusan, yang menyatakan bahwa penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan).Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan atau Surat Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).
4.      Surat-surat yang harus dipersiapkan
Ada beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni:
a.       Untuk calon suami harus meminta calon suami,  untuk melengkapi surat-surat dari daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus menyerahkan "Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya. Selain itu harus pula dilampirkan:
o   Fotokopi Identitas Diri (KTP/pasport)•Fotokopi Akte Kelahiran
o   Surat Keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin;atau
o   Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
o   Akte Kematian istri bila istri meninggal
o   Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah yang disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang ada di Indonesia.
b.      Untuk calon istri, sebagai calon istri harus melengkapi diri anda dengan:
o   Fotokopi KTP
o   Fotokopi Akte Kelahiran
o   Data orang tua calon mempelai
o   Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa anda tidak ada halangan bagi anda untuk melangsungkan perkawinan
5.      Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)
Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan (kutipan buku nikah) oleh pegawai yang berwenang.Bagi yang beragama Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawaiPencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang Non Islam, pencatatan dilakukan oleh PegawaiKantor Catatan Sipil.
6.      Legalisir Kutipan Akta Perkawinan
Kutipan Akta Perkawinan yang telah anda dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen Hukum dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami.Dengan adanya legalisasi itu, maka perkawinan anda sudah sah dan diterima secara internasional, baik bagi hukum di negara asal suami,maupun menurut hukum di Indonesia

7.      Konsekuensi Hukum
Ada beberapa konsekuensi yang harus anda terima bila anda menikah dengan seorang WNA. Salah satunya yang terpenting yaitu terkait dengan status anak. Berdasarkan UU Kewarganegaraan terbaru, anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA,maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, kini sama-sama telah diakui sebagai warga negara Indonesia.Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya.Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin. Jadi bersiaplah untuk mengurus prosedural pemilihan kewarganegaraan anak anda selanjutnya.
Bagi perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar Indonesia, harus didaftarkan di kantor Catatan Sipil paling lambat 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan kembali ke Indonesia. Bila tidak, maka perkawinan anda belum diakui oleh hukum kita. Surat bukti perkawinan itu didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal anda di Indonesia (pasal 56 ayat (2) UU No 1/74).

D.    STATUS ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN
1.      Landasan Hukum dan Teori-teori yang Mengaturnya
Dalam UU Nomor 62 Tahun 1958, anak yang lahir dari “perkawinan campur” hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan dan ditentukan hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Ketentuan dalam UU Nomor 62 Tahun 1958, dianggap tidak memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi anak yang lahir dari perkawinan campur dan diskriminasi hukum terhadap WNI Perempuan. Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing.
Upaya memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia yang melakukan pernikahan dengan warga asing serta menghilangkan diskriminasi bagi WNI perempuan, lahirlah Undang-undang Kewarganegaraan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006. Undang–undang ini memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda bagi anak-anak hasil kawin campur. Hal ini merupakan ketentuan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan kewarganegaran dari perka-winan campuran.
Disahkannya Undang-undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU Kewarganegaraan) ini pada tanggal 1 Agustus 2006 oleh Bapak Presiden Republik Indonesia, memberikan semangat dan harapan baru bahwa Negara benar-benar menjamin dan melindungi kepentingan dan hak dasar bagi perempuan WNI yang menikah dengan pria WNA untuk bersama menurunkan kewarganegaraan kepada keturunan mereka
Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, anak yang lahir dari perkawinan seorang Perempuan WNI dengan Pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang Pria WNI dengan Perempuan WNA, diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Kewarganegaraan merupakan salah satu unsur hakiki yang pada umumnya sangatlah penting dan merupakan unsur pokok bagi suatu negara yang menimbulkan hubungan timbal balik serta mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negara, khususnya anak yang dilahir di Indonesia dari suatu perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Penentuan sistem kewarganegaraan yang dianut di dunia pada umum yaitu kewarganegaraan tunggal berdasarkan suatu asas keturunan (ius sanguinis) atau tempat kelahiran (ius soli). Akan tetapi adakalanya bagi seseorang anak untuk dapat memiliki kewarganegaraan ganda (bipatride), hal tersebut disebabkan karena untuk mencegah adanya orang yang tanpa kewarganegaraan (apatride).
Penentuan Kewarganegaraan yang dianut di Indonesia menurut Undang-undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yaitu kewarganegaraan ganda terbatas yang pada pasal 6 dan 21 menjelaskan bahwa anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak hasil dari suatu perkawinan campuran dikarenakan apabila terdapat suatu perceraian atau putusnya perkawinan karena kematian maka anak tersebut masih memiliki status kewarganegaraan, sehingga orang tuanya tidak perlu lagi memelihara anak asing. Jadi, Undang–undang baru ini lebih memberikan perlindungan, dan status kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari “perkawinan campur” juga jadi lebih jelas.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara pearkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraannya, yang satu berkewarganegaraan Indonesia dan yang satu berkewarganegaraan asing. Perbedaan disini dibatasi pada perbedaan kewarganegaraan bukan pada perbedaan agama.
Sedangkan mengenai syarat-syarat perkawinan campuran sudah diatur dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Diantaranya ialah kelengkapan surat-surat baik dari negara Indonesia ataupun negara asal dari orang asing yang akan menikah tersebut. Seperti surat-surat yang menjadi syarat perkawinan di Indonesia dan yang menjadi syarat di negara asing tempat dia berdiam atau sebagai warga negara disana.
Dan mengenai status anak dari perkawinan campuran ini pun sudah diatur secara jelas dalam UU nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam UU ini, memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda bagi anak hasil dari perkawinan campuran hingga dia berusia delapan belas tahun. Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat (1) yang menentukan bahwa anak tersebut bisa mengikuti kewarganegaraan ayahnya atau ibunya sebelum ia berusia delapan belas tahun atau sudah menikah. Dan setelah ia berusia delapan belas tahun atau sudah menikah maka ia harus menentukan sendiri mengenai status kewarganegaraannya sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Abdulkadir. 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung.
Tim Pengajar Hukum Kekeluargaan Universitas Jambi, Bahan Ajar Hukum Kekeluargaan, Jambi, 2008
Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Undang-undang nomor 01 tahun 1974 tentang Perkawinan


Read More

Kamis, 05 Mei 2016

MAKALAH GHAZWUL FIKRI (PENGERTIAN, SEJARAH DAN BIDANG BIDANG YANG DISERENGAN DALAM GHAZWUL FIKRI)

Mei 05, 2016


BAB I

PENDAHULUAN


A.  LATAR BELAKANG

            Kesadaran terhadap adanya musuh membuat kita semakin peka terhadap apa yang sebenarnya terjadi dan saat itulah kita akan terbebas dari tipu daya atau paling tidak kita mampu mengantisipasi tipu daya yang mungkin terjadi pada diri kita dan mungkin dapat mencelakakan kita. Salah satu di antara permasalahan yang paling penting untuk disadari oleh umat Islam, khususnya pada saat sekarang ini adalah tentang ghazwul fikri (perang pemikiran) yakni suatu inovasi pemikiran atau suatu gerakan yang sangat hebat dalam persoalan pemikiran


            Invasi atau serangan pemikiran atau dalam bahasa Arab dinamakan ghazwul fikri dan dalam basaha Inggris disebut sebagai brain washing, thought control, menticide adalah istilah yang menunjuk kepada suatu program yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur oleh musuh-musuh Islam untuk melakukan pendangkalan pemikira  dan cuci otak kepada kaum muslimin, dengan tujuan agar kaum muslimin tundu  dan mengikuti cara hidup mereka sehingga melanggengkan kepentingan mereka untuk menjajah sumber daya milik kaum muslimin.

            Invasi pemikiran (atau ghazwul fikri selanjutnya disingkat GF) dilakukan oleh para musuh Islam dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa dibandingkan dengan melakukan peperangan militer/fisik, maka ghazwul fikr memiliki kelebihan- kelebihan seperti murah tidak butuh waktu yang lama. Sejarah ghazwul fikri sudah ada setua umur manusia, makhluk yang pertama kali melakukannya

adalah Iblis la’natullah ketika berkata kepada Adam as : “Sesungguhnya Allah melarang kalian memakan buah ini supaya kalian berdua tidak menjadi malaikat dan tidak dapat hidup abadi” (QS 7/20). Dalam perkataannya ini Iblis tidak menyatakan bahwa Allah tidak melarang kalian karena itu akan bertentangan dengan informasi yang telah diterima oleh Adam as, tetapi Iblis mengemas dan menyimpangkan makna perintah Allah SWT sesuai dengan keinginannya, yaitu dengan menambahkan alasan pelarangan Allah yang dibuatnya sendiri dan ia tahu bahwa Adam as tidak punya pengetahuan tentang sebab tersebut.

B.  Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud ghazwul fikri?

2.      Apa tujuan ghazwul fikri?

3.      Apa pengaruh dari ghazwul fikri?

           


           

           



BAB II

PEMBAHASAN


A.  PENGERTIAN GHAZWUL FIKRI

            Ghazwul fikri berasal dari kata ghazwul dan al-fikr, yang secara harfiah dapat diartikan “Perang Pemikiran”. Maksudnya ialah upaya-upaya gencar pihak musuh-musuh Allah untuk meracuni pikiran umat Islam agar jauh dari Islamnya, lalu akhirnya membenci Islam, dan pada tingkat akhir Islam diharapkan habis sampai ke akar-akarnya.

            Secara istilah, Ghazwul Fikri adalah penyerangan dengan berbagai cara terhadap pemikiran umat islam guna merubah apa yang ada didalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal – hal yang benar karena telah tercampur aduk dengan hal – hal yang tidak islami.

B.  SEJARAH GHAZWUL FIKRI

            Sejarah Ghazwul Fikri (GF) sudah ada setua umur manusia, makhluk yang pertama kali melakukannya adalah iblis laknatullah ketika berkata kepada Adam as., “ Sesungguhnya Allah melarang kalian memakan buah ini supaya kalian berdua tidak menjadi malaikat dan tidak dapat hidup abadi. “ (Q.S.Al – A’Raaf:20)

            Dalam perkataannya ini iblis tidak menyatakan bahwa Allah tidak melarang kalian…karena itu akan bertentangan dengan informasi yang telah diterima oleh Adam as., tetapi iblis mengemas dan menyimpangkan makna perintah Allah SWT. Sesuai dengan keinginannya, yaitu dengan menambahkan alas an pelarangan Allah yang dibuat sendiri. Iblis tahu bahwa Adam as tidak punya pengetahuan tentang sebab tersebut. Demikianlah para murid–murid iblis dimasa kini selalu berusaha melakukan ghazwul fikri dengan menyimpangkan fakta dan informasi yang ada sesuai dengan maksud jahatnya. Setan melakukannya dengan cara yang sangat halus dan licin. Akibatnya, hanya orang–orang yang dirahmati Allah SWT yang mampu mengetahuinya.

C.      Tujuan ghazwul fikr

            Tujuan dilakukan ghazwul fikr agar kaum muslimin menjadi condong sedikit terhadap gaya, perilaku dan pola pikir barat, seperti dalam Q.S. Al Israa:73 yang artinya “ Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap kami, dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. “ Q.S. Al Israa:74 yang artinya “ Dan kalau kami tidak memperkuatkan (hati)mu, niscaya kamu hampir condong sedikit kepada mereka.” Q.S. Al Israa:75yang artinya “ Kalau terjadi demikian, benar – benarlah kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat – lipat ganda didunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami.” Dan Q.S.Al Israa:76 yang artinya “Dan sesungguhnya benar – benar mereka hamper membuatmu gelisah di negeri (mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal sebentar saja.”

            Setelah kaum muslimin condong sedikit, tahapan selanjutnya adalah agar kaum muslimin mengikuti sebagian dari gaya, perilaku dan pola pikir mereka. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S.Ad-Dukhan: 25 yang artinya “ Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan.” Dan Q.S.Ad Dukhan:26 yang artinya “ Dan kebun – kebun serta tempat – tempat yang indah – indah.”

            Pada tahap ini diharapkan kaum muslimin beriman pada sebagiannya ayat – ayat Al – Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW, tetapi kafir terhadap sebagian yang lainnya. Sebagaimana dalam Q.S.Al Baqarah: 85 yang artinya “ Kemudian kamu (bani israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan dari pada kamu dari kampong halaman. Kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan tetapi jika mereka dating kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka. Padahal mengusir itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman pada sebagian Al Kitab (taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat, Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”

            Pada tahap akhir, mereka menginginkan agar generasi kaum muslimin mengikuti syahwat dan meninggalkan shalat. Sebagaimana dalam Q.S.Maryam:59 yang artinya “ Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia – nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, maka mereka akan menemui kesesatan.”

D.    BIDANG-BIDANG YANG DISERANG

1.       Pendidikan

            Pendidikan adalah aspek penting yang menentukan maju atau mundurnya suatu bangsa. Oleh sebab itu, bidang pendidikan merupakan target utama dari ghazwul fikri (GF). Ghazwul fikri (GF) yang dilakukan dibidang pendidikan, diantaranya dengan membuat sedikitnya porsi pendidikan agama di sekolah – sekolah umum (hanya 2 jam sepekan).

            Hal ini berdampak fatal pada fondasi agama yang dimiliki oleh para siswa. Dengan lemahnya basis agama mereka, maka terjadilah tawuran, seks bebas pelajar yang meningkatkan AIDS, penyalahgunaan narkoba, vandalism, dan sebagaimananya. Ini adalah dampak jangka pendek. Sedangkan dampak jangka panjangnya lebih berbahaya, yaitu rendahnya kualitas pemahaman agama para calon pemimpin bangsa dimasa depan.Ghazwul fikri (GF) lainnya dibidang ini adalah pada teknis belajarnya yang campur baur antara pria dan wanita yang jelas tidak sesuai dan banyak menimbulkan pelanggaran terhadap syariat.

2.      Sejarah

Sejarah yang diajarkan perlu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan semangat islam. Materi tentang sejarah dunia dan ilmu pengetahuan telah ghazwul fikri (GF) habis–habisan sehingga egara tidak ditemui sama sekali pemaparan tentang sejarah para ilmuan islam dan sumbangannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

            Dalam sejarah yang dibahas hanyalah ilmuan kafir yang pada akhirnya membuat generasi muda menjadi silau dengan tokoh – tokoh kafir dan minder terhadap sejarahnya sendiri. Ketika berbicara tentang sejarah islam, di benak mereka hanyalah terbayang sejarah peperangan dengan pedang dan darah sebagaimana yang selalu digambarkan dalam kaca mata barat.

            Hal ini lebih diperparah dengan sejarah nasional dan penamaan perguruan tinggi, gedung – gedung, perlambangan, penghargaan dan pusat ilmu lainnya dengan bahasa Hindu Sanksekerta, sehinga semakin hilanglah mutiara kegemilangan islam dihati para generasi muda.

3.      Ekonomi

Ghazwul fikri (GF) yang terjadi dibidang ekonomi adalah konsekuensi dari motto ekonomi yaitu, mencari keuntungan sebesar – besarnya dengan pengorbanan sekecil – kecilnya. Ketika motto ini ditelan habis – habisan tanpa dilakukan filterisasi, maka tidak lagi memperhatikan halal atau haram, yang penting adalah bagaimana supaya untung sebesar – besarnya.

            Hal lain yang perlu dicermati dalam system ekonomi kapitalisme, yaitu monopoli, riba dan pemihakan elit kepada para konglomerat. Mengenai monopoli sudah tidak perlu dibahas lagi, cukup jika dikatakan bahwa Amerika Serikat sendiri telah diberlakukan UU anti – trust (bagaimana di Indonesia?). Tentang riba dan haramnya bunga bank rasanya bukan pada tempatnya jika dibahas disini, cukup dikatakan bahwa munculnya dan berkembangnya bank tanpa bunga (bagi hasil), fatwa MUI, fatwa Universita Al Azhar Mesir, kesepakatan para ulama islam dunia membuktikan bahaya bunga bank dan haramnya dalam islam. Tentang keberpihakan kepada para konglomerat, semoga dengan perkembangan era reformasi saat ini dapat diperbaiki.

4.      Ilmu alam dan egara

Ghazwul fikri (GF) yang terjadi dibidang ekonomi adalah konsekuensi dari motto ekonomi yaitu, mencari keuntungan sebesar – besarnya dengan pengorbanan sekecil – kecilnya. Ketika motto ini ditelan habis – habisan tanpa dilakukan filterisasi, maka tidak lagi memperhatikan halal atau haram, yang penting adalah bagaimana supaya untung sebesar – besarnya. Hal lain yang perlu dicermati dalam system ekonomi kapitalisme, yaitu monopoli, riba dan pemihakan elit kepada para konglomerat. Mengenai monopoli sudah tidak perlu dibahas lagi, cukup jika dikatakan bahwa Amerika Serikat sendiri telah diberlakukan UU anti – trust (bagaimana di Indonesia?). Tentang riba dan haramnya bunga bank rasanya bukan pada tempatnya jika dibahas disini, cukup dikatakan bahwa munculnya dan berkembangnya bank tanpa bunga (bagi hasil), fatwa MUI, fatwa Universita Al Azhar Mesir, kesepakatan para ulama islam dunia membuktikan bahaya bunga bank dan haramnya dalam islam. Tentang keberpihakan kepada para konglomerat, semoga dengan perkembangan era reformasi saat ini dapat diperbaiki.

5.      Bahasa

Ghazwul fikri (GF) dibidang bahasa adalah dengantidak diajarkannya bahasa Al–Qur’an di sekolah–sekolah karena menganggapnya tidak perlu. Hal yang nampaknya remeh ini sebenarnya sanagt besar akibatnya dan menjadi bencana bagi kaum muslimin Indonesia secara umum. Dengan tidak memahami Al–Qur’an, mayoritas kaum muslimin menjadi tidak mengerti apa kandungan Al–Qur’an, seperti firman Allah dalam surah Al Baqarah: 78 artinya “ Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al–Kitab (taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga–duga “. Akibatnya, Al–Qur’an menjadi sekedar bacaan tanpa arti (Al–Qur’an hanya dinikmati iramanya seperti layaknya lagu – lagu dan nyayian belaka, yang akhirnya ditinggalkan seperti yang disebutkan dalam surah Al Furqaan:30 yang artinya “ Berkata Rasul: Ya tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al–Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan “ dan surah Al Furqaan:31 yang artinya “ Dan seperti itulah, setelah kami adakan bagi tiap–tiap nabi, musuh dari orang–orang yang berdosa dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.“).

            Dampak lain dari kebodohan terhadap bahasa Al–Qur’an adalah terputusnya hubungan kaum muslimin dengan perbendaharaan ilmu–ilmu keislaman yang telah disusun dan dibukukan selama egara 1000 tahun oleh para pakar dan ilmuwan islam terdahulu yang jumlahnya mencapai jutaan judul buku, mencakup bidang – bidang akidah, tafsir, hadist, fiqih, sirah, tarikh, ulumul qur’an, tazkiyyah dan sebagainya.

6.    Hukum

Ghazwul fikri (GF) pada aspek egar adalah penggunaan acuan negara warisan negaral yang masih dipertahankan sebagai egar yang berlaku, reduksi, dan penghapusan egar Allah SWT dan Rasul–Nya. Rasa takut dan alergi terhadap segala yang berbau syariat islam merupakan keberhasilanghazwul fikri (GF) dibidang ini. Penggambaran potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi penzina selalu ditonjolkan saat pembicaraan–pembicaraan tentang kemungkinan adopsi terhadap beberapa egar islam. Mereka melupakan bahwa egar islam berpihak (melindungi) korban kejahatan, sehingga hukuman keras dijatuhkan kepada pelaku kejahatan agar perbuatannya tidak terulang dan orang lain takut untuk berbuat yang sama. Sebaliknya, egar barat berpihak (melindungi) pelaku kejahatan, sehingga dengan hukuman tersebut memungkinkannya untuk mengulang lagi kejahatannya karena ringannya hukuman tersebut.


7.    Pengiriman pelajar dan mahasiswa ke Luar Negeri

Ghazwul fikri (GF) dibidang ini terjadi dalam dua aspek, yaitu : Brain drain dan Brain Washing. Brain drain adalah pelarian para intelektual dari negara–negara islam ke negara–negara maju karena insentif yang lebih besar dan fasilitas hidup yang lebih mewah bagi para pekerja disana. Hal ini menyebabkan lambatnya pembangunan di egara – egara islam dan semakin cepatnya kemajuan di egara–egara barat.

            Data penelitian tahun 1996 menyebutkan bahwa perbandingan SDM bergelar doctor (S3) di Indonesia baru 60 per sejuta penduduk, di Amerika Serikat dan Eropa antara 2500–3000 orang per sejuta, dan di Israel mencapai 16.000 per sejuta penduduk. Sementara brain washing (cuci otak) dialami oleh para intelektual yang sebagian besar berangkat ke egara–egara barat tanpa dibekali dengan dasar–dasar keislaman yang cukup. Akibatnya, mereka pulang dengan membawa pola egar dan perilaku yang bertentangan dengan nilai–nilai islam. Bahkan secara sadar atau tidak, mereka ikut andil dalam membantu melanggengkan kepentingan barat di egara mereka.

8.      Media Massa

Berbicara mengenai ghazwul fikri (GF) yang terjadi dalam media massa, maka dapat dipilah pada aspek – aspek sebagai berikut :

a.       Aspek kehadirannya

            Terjadinya perubahan penjadwalan kegiatan sehari – hari dalam keluarga muslim, missal TV. Dulu selepas maghrib, anak – anak biasanya mengaji dan belajar agama. Sekarang, selepas maghrib anak – anak menonton acara – acara TV yang kebanyakan merusak dan tidak bermanfaat. Sementara bagi para remaja dan orang tua dibandingkan dating ke pengajian dan majlis – majlis taklim, mereka lebih senang menghabiskan waktunya dengan menonton TV.

            Sebenarnya TV dapat menjadi srana dakwah yang luar biasa (sesuai dengan teori komunikasi yang menyatkan bahwa media audio – visual memiliki pengaruh yang tertinggi dalam membentuk kepribadian baik pada tingkat individu maupun masyarakat) asal dikemas dan dirancang sesuai dengan nilai – nilai islam.

a.       Aspek Isinya

Berbicara mengenai isi yang ditampilkan oleh media massa yang merupakan produkghazwul fikri (GF) diantaranya adalah mengenai penokohan – penokohan atau orang – orang yang diidolakan. Media massa yang ada tidak berusaha ikut mendidik bangsa dan masyarakat dengan menokohkan para ulama, ilmuwan, dan orang – orang yang dapat mendorong membangun bangsa agar mencapai kemajuan IMTAK dan IPTEK sebagaimana yang digembar–gemborkan. Tetapi sebaliknya, justru tokoh yang terus menerus diekspos dan ditampilkan adalah para selebriti yang menjalankan gaya hidup borjuis, menghambur – hamburkan uang (tabdzir), jauh dari memiliki IPTEK apalagi nilai – nilai agama.

            Hal ini jelas besar dampaknya pada generasi muda dalam memilih dan menentukan gaya hidup, cita – citanya dan tentunya pada kualitas bangsa dan Negara. Rpoduk lain darighazwul fikri (GF) yang menonjol dalam media TV, misalnya porsi film – film islami yang dapat dikatakan tidak ada. Film yang diputar 90% adalah film bergaya barat, sisanya adalah film nasional (yang juga bergaya barat), film – film mandarin, dan film – film india.


           

BAB III

PENUTUPAN


A.  KESIMPULAN

Efek globalisasi semakin terasa terasa, begitupun ghazwul fikri semakin terasa terutama di beberapa aspek di antaranya aspek pendidikan, politik, pemerintahan, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda islam hendaklah memahami akan bahaya dan aspek-aspek yang mempengaruhi kepribadian, moral bahkan aqidah.

Dengan asas pemahaman pendidikan agama yang benar, yang menghasilkan akhlak, budi pekerti yang baik sehingga menjadikan keluarga, lingkungan dan negara bangkit dari keterpurukan penjajahan ideologis yang mengancam semua muslim indonesia.

Generasi islam merupakan generasi penerus bangsa yang di tangannya terdapat cita-cta perbaikan bangsa, generasi muda adalah para pemimpin masa depan yang harus dapat membaca situasi dan kondisi atas permasalahan saat ini dengan pengendalian di jalan islam.

Dengan kata lain generasi mudalah yang harus ada dibarisan pertama dalam menentang ghazwul fikri terhadap muslim indonesia karena generasi muda mempunyai potensi seperti berfikir positif, peluang, kemauan keras, kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang variatif.








                       



Read More

Post Top Ad

Your Ad Spot