Knowledge Is Free: Hukum Adat

Hot

Sponsor

Tampilkan postingan dengan label Hukum Adat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Adat. Tampilkan semua postingan

Minggu, 31 Januari 2021

Analisis Kasus Waris di Adat Batak Menurut Hukum Adat dan Hukum Perdata (doc)

Januari 31, 2021 1



Analisis Kasus Waris di Adat Batak Menurut Hukum Adat dan Hukum Perdata

Permasalahan :
Keluarga Ayah Dani terdiri dari 7 orang yang terdiri dari 4 perempuan dan 3 laki-laki, namun 1 perempuan telah meninggal dunia. Pada masa hidup, kakek/nenek Dani tidak sempat membuat pembagian tanah warisan, dan saat nenek Dani meninggal dunia, surat tanah dipegang oleh adik Ayah Dani. Sampai sekarang pembagian tanah warisan tidak dilakukan. Sudah dilakukan pengukuran luas tanah dan pembagian tanah di hadapan kepala lingkungan, namun pemecahan surat tanah untuk 6 pewaris tidak dilakukan secara hukum karena surat tanah ditahan oleh adik Ayah Dani. Ayah Dani sudah menyarankan untuk memecah surat tanah agar Ayah Dani mendapatkan hakny, namun adik Ayah Dani tidak melakukan pemecahan surat tanah di notaris. Lalu, bagaimana penyelesaian pembagian tanah warisan baik secara Hukum Adat di Batak dan secara Hukum Perdata apabila surat tanah ditahan oleh salah satu pewaris?

Penyelesaian :
Menurut Hukum Adat

Berdasarkan permasalahan di atas, dapat saya analisis atau tanggapadan sebagai berikut : Di Indonesia dikenal beberapa hukum waris yaitu berdasarkan KUHPerdata, Hukum Islam dan Hukum Adat. Pada dasarnya, hukum waris adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Contohnya pada kasus di atas yakni di Adat Batak. Menurut hukum adat Batak yang menganut prinsip kekeluargaan yang patrilineal, di mana dalam prinsip ini kedudukan dan pengaruh pihak laki-laki dalam hukum waris adat sangat kuat. Misalnya pada masyarakat adat Batak, yang menjadi ahli waris hanya anak laki-laki saja. 

Juga sebagian besar daerah hukum adat di Indonesia, yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki. Hal ini didasarkan pada keadaan bahwa anak laki-laki paling besar tanggung jawabnya terhadap keutuhan keluarga dan ia dianggap sebagai pengganti/penerus ayahnya. Di tanah Batak (yang menganut system patrilineal), yang merupakan ahli waris itu hanyalah anak laki-laki. Di sini, semua anak laki-laki yang sah yang berhak mewarisi seluruh harta kekayaan, baik harta pencarian maupun harta pusaka. Adapun anak perempuan tidak berhak mendapat warisan (karena perkawinannya keluar dari kerabat bapaknya). 
Hal ini juga terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun menurun dari marga ayahnya. Dari hal tersebutlah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Dalam pembagian warisan orang tua, yang mendapatkan warisan adalah anak laki-laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. 
Pembagian harta warisan untuk anak laki-laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki-laki yang paling kecil atau dalam bahasa bataknya disebut Siapudan, dan dia mendapatkan warisan yang khusus. Dia mendapatkan warisan berupa tanah pusaka, rumah induk atau rumah peninggalan orang tua dan harta lainnya dibagi rata oleh semua anak laki-lakinya. Si anak bungsu tersebut juga tidak boleh meninggalkan kampungnya. Jika tidak memiliki anak laki-laki, hartanya akan jatuh ke tangan saudara ayahnya. Saudara ayah tersebutlah yang menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka menikah. 

Menurut Hukum Perdata
Selain dianalisis dari hukum adat, hukum waris juga bisa dianalisis sesuai dengan hukum perdata melalui KUHPerdata. Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah : 
Harta waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian (Pasal 830 KUHPerdata);
Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris (Pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. 
Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan bukan merupakan ahli waris dari pewaris. 
Berdasarkan prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung maupun orang tua, saudara, nenek/kakek, atau keturunannya dari saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yag berhak mewaris ada empat golongan besar, yaitu :
Golongan I : golongan ini terdiri dari suami-istri dan anak beserta keturunannya, yaitu anak beserta keturunannya dan suami atau istri yang hidup terlama;
Golongan II : golongan ini terdiri dari orang tua, saudara laki-laki atau perempuan dan keturunannya. Menurut Pasal 854 ayat (1) KUHPerdata, apabila tidak ada ahli waris dalam golongan pertama, maka warisan jatuh kepada golongan kedua;
Golongan III : golongan ini terdiri dari keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas sesudah orang tua, baik dari pihak ayah maupun dari garis ibu (Pasal 853 KUHPerdata). Golongan ini tampil apabila ahli waris dari Golongan I dan Golongan II tidak ada lagi. Yang dimaksud dengan keluarga sedarah dalam garis ibu dan garis ayah ke atas adalah kakek dan nenek, kakek buyut dan nenek buyut terus ke atas dari garis ayah maupun dari garis ibu. Berdasarkan Pasal 853 KUHPerdata, pembagian warisan dibagi dalam dua bagian terlebih dahulu (kloving). Satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan satu bagian untuk keluarga sedarah sedarah dalam garis lurus ibu ke atas. Dengan demikian, dalam pewarisan Golongan III in, otomatis terjadi kloving atau pembelahan harta warisan dalam dua bagian.
Golongan IV :  menurut pasal 858 ayat (1) KUHPerdata, dalam hal tidak ada saudara (Golongan II) dan saudara dalam sat ugaris lurus ke atas (Golongan III), maka setengah bagian warisan menjadi bagian keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup. Adapun setengah bagian lainnya, menjadi bagian para sanak saudara dalam garis yang lain. Pengertian “sanak saudara” dalam garis lurus yang lain ini adalah para paman dan bibi, serta sekalian keturunan mereka yang telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris. Mereka ini adalah ahli waris Golongan IV.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap garis sebagai akibat kloving, pewarisan juga dianggap sebagai suatu pewarisan yang berdiri sendiri. Dalam masing-masing garis sekalian keluarga sedarah dalam derajat yang sama, mewaris kepala demi kepala. Pada dasaranya di dalam Golongan IV, tidak dikenal adanya penggantian tempat sebagaimana dikenal dalam Golongan I dan Golongan II. 
Read More

Jumat, 05 Februari 2016

MAKALAH PENGERTIAN HUKUM ADAT

Februari 05, 2016




 Hukum Adat

Pengertian Hukum adat lebih sering diidentikkan dengan kebiasaan atau kebudayaan masyarakat setempat di suatu daerah. Mungkin belum banyak masyarakat umum yang mengetahui bahwa hukum adat telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia, sehingga pengertian hukum adat juga telah lama menjadi kajian dari para ahli hukum. Pengertian hukum adat dewasa ini sangat mudah kita jumpai di berbagai buku dan artikel yang ditulis oleh para ahli hukum di tanah air.



Secara histori, hukum yang ada di negara Indonesia berasal dari 2 sumber, yakni hukum yang dibawa oleh orang asing (belanda) dan hukum yang lahir dan tumbuh di Negara Indonesia itu sendiri. Mr. C. Vollenhoven adalah seorang peneliti yang kemudian berhasil membuktikan bahwa negara Indonesia juga memiliki hukum pribadi asli.


Pengertian Hukum Adat menurut Para Ahli

Prof. H. Hilman Hadikusuma mendefinisikan hukum adat sebagai aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan manusia berawal dari berkeluarga dan mereka telah mengatur dirinya dan anggotanya menurut kebiasaan dan kebiasaan itu akan dibawa dalam bermasyarakat dan negara.

Van Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (sebab itu disebut hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (sebab itu disebut dengan adat).

Menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven, pengertian hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendirinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.

Pengertian hukum adat menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven hampir sama dengan pengertian hukum adat yang dikemukakan oleh Prof. M. M. Djojodigoeno, SH. mengatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.

Sementara itu, Bushar Muhammad menerangkan bahwa untuk memberikan definisi atau pengertian hukum adat sangat sulit sekali oleh karena hukum adat masih dalam pertumbuhan. Ada beberapa sifat dan pembawaan hukum adat, yakni: tertulis atau tidak tertulis, pasti atau tidak pasti dan hukum raja atau hukum rakyat dan lain sebagainya.

Soerjono Soekanto memberikan pengertian hukum adat sebagai kompleks adat-adat yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasi) bersifat pemaksaan (sehingga mempunyai akibat hukum).

Supomo dan hazairin membuat kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain. Hubungan yagng dimaksud termasuk keseluruhan kelaziman dan kebiasaan dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh masyarakat. Termasuk juga seluruh peraturan yang mengatur sanksi terhadap pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan para penguasa adat. Penguasa adat adalah mereka yang mempunyai kewibawaan dan yang memiliki kekuasaan memberi keputusan dalam suatu masyarakat adat. Keputusan oleh penguasa adat, antara lain keputusan lurah atau penghulu atau pembantu lurah atau wali tanah atau kepala adat atau hakim dan lain sebagainya.

Untuk memberi pengertian hukum adat yang dapat disepakati, maka dalam suatu seminar di Yogyakarta yang diselenggarakan pada tahun 1975 telah ditentukan pengertian hukum adat, yakni Hukum indonesia asli yang tidak tertulis dalam perundang-undangan RI dan disana-sini mengandung unsur agama. Kedudukan Hukum Adat sebagai salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju pada unifikasi hukum.


ADAT
Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilaku warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting.
Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya.

Fungsi adat dalam masyarakat adalah membentuk nilai yang akan membentuk keperibadian sesuatu masyarakat. Sistem nilai tersebut adalah amalan asas yang diamalkan oleh masyarakat seperti amalan berkeluarga,bersosial,beragama,sistem ekonomi dan sebagainya. Sistem nilai ini akan mengikat masyarakat daripada melakukan perkara-perkara yang bertentangan.

Adat juga merupakan simbol keseimbangan antara manusia dengan manusia,dan manusia dengan alam. Masyarakat mempercayai bahwa kehidupan manusia itu berkaitan dengan alam sekitar. Oleh itu, manusia berperanan untuk memastikan keseimbangan itu akan berterusan. Jika keseimbangan ini tidak dijaga, kemusnahan alam akan menimbulkan malapetaka terhadap manusia.

Adat juga telah membentuk hubungan yang erat dalam anggota masyarakat. Konsep permufakatan dan ikatan bekerjasama yang diamalkan dalam masyarakat di Asia banyak ditentukan oleh adat yang diamalkan. Oleh yang demikian,fungsi adat adalah untuk memastikan keadilan dan kebenaran diamalkan dalam sesebuah masyarakat.
Sesungguhnya adat telah mencorakkan cara hidup sesebuah masyarakat. Perbedaan adat melambangkan perbedaan budaya dalam sesebuah masyarakat dan secara tidak langsung melambangkan budaya sesuatu bangsa. Namun demikian dengan kedatangan pengaruh luar sedikit sebanyak telah memperkayakan lagi adat tempatan
KEBUDAYAAN
Kata kebudayaan dalam istilah inggris adalah “culture” yang berasal dari bahasa latin “colere”yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau pertanian. Dari pengertian ini kemudian berkembang menjadi “culture”. Istilah “culture” sebagai istilah teknis dalam penulisan oleh ahli antropologi inggris yang bernama Edwar B. Tylor mengatakan bahwa “culture” berarti “complex whole of ideas and thinks produced by men in their historical experlence”. Sesudah itu pengertian kultur berkembang terus dikalangan antroplogi dunia. Sebagai istilah umum “culture” mempunyai arti, kesopanan, kebudayaan, pemeliharaan atau perkembangan dan pembiakan.
Bahasa Indonesia sendiri mempunyai istilah budaya yang hampir sama dengan culture, dengan arti kata, kata kebudayaan yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia bukanlah merupakan terjemahan dari kata “culture”. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata budhi. Budhi berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kata buddhayah (budaya) yang mendapatkan awalan ke- dan akhiran –an, mempunyai arti “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. Berdasarkan dari asal usul kata ini maka kebudayaan berarti hal-hal yang merupakan hasil dari akal manusia dan budinya. Hasil dari akal dan budi manusia itu berupa tiga wujud, yaitu wujud ideal, wujud kelakuan, dan wujud kebendaan.
Wujud ideal membentuk kompleks gagasan konsep dan fikiran manusia. Wujud kelakuan membentuak komplek aktifitas yang berpola. Sedangkan wujud kebendaan menghasilkan benda-benda kebudayaan. Wujud yang pertama disebut sistim kebudayaan. Wujud kedua dinamakan sistim sosial sedangkan ketiga disebut kebudayaan fisik.
Bertitik tolak dari konsep kebudayaan Koen Cakraningrat membicarakan kedudukan adat dalam konsepsi kebudayaan. Menurut tafsirannya adat merupakan perwujudan ideal dari kebudayaan. Ia menyebut adat selengkapnya sebagai adat tata kelakuan. Adat dibaginya atas empat tingkat, yaitu tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum dan tingkat aturan khusus. Adat yang berada pada tingkat nilai budaya bersifat sangat abstrak, ia merupakan ider-ide yang mengkonsesikan hal-hal yang paling berniali dalam kehidupan suatu masyarakat. Seperti nilai gotong royong dalam masyarakat Indonesia.
Adat pada tingkat norma-norma merupakan nilai-nilai budaya yang telah terkait kepada peran-peran tertentu , peran sebagai pemimpin, peran sebagai mamak, peran sebagai guru membawakan sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kelakuannya dalam hal memainkan peranannya dalam berbagai kedudukan tersebut.
Selanjutnya  adat pada tingkat aturan-aturan yang mengatur kegiatan khusus yang jelas terbatas ruang lingkupnya pada sopan santun. Akhirnya adat pada tingkat hukum terdiri dari hukum tertulis dan hukum adat yang tidak tertulis.
Dari uraian-uraian di atas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan merupakaan hasil dari budi daya atau akal manusia, baik yang berwujud moril maupun materil. Disamping itu adat sendiri dimaksudkan dalam konsep kebudayaan dengan kata lain adat berada dalam kebudayaan atau bahagian dari kebudayaan.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebutuhan masyarakat bidang spiritual dan materiil sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan alamnya.
Pada taraf permulaan, manusia semata-mata bertindak dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf tersebut, masih banyak dijumpai pada masyarakat yang hingga kini masih rendah tahap kebudayaannya.
Keadaannya sangat berlainan dengan masyarakat yang sudah kompleks, dimana taraf kebudayaannya lebih tinggi. Hasil kebudayaannya yang berupa teknologi memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas untuk memanfaatkan hasil-hasil alam dan apabila mungkin menguasai alam.


Read More

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HUKUM ADAT

Februari 05, 2016 0





A. Sejarah Penemuan Hukum Adat


Van Vollenhoven dalam bukunya "De ondekking vanhet adatrecht" (penemu Hukum Adat), dapat diringkas siapakah yang menemukan Hukum Adat, dengan kata lain memperkenalkan Hukum Adat? Menurut Van Vollenhoven ialah sarjana-sarjana, ahli-ahli, dan peminat lain terhadap Hukum Adat, yang hidup di luar lingkungan masyarakat adat. 90% dari mereka itu adalah orang asing yang menjadi pelopor ilmu Hukum Adat. Hukum Adat adalah merupakan hasil proses kemasyarakatn dan kebudayaan sejak zaman beribu-ribu tahun yang lalu sampai sekarang. Jadi, yang menemukan Hukum Adat Indonesia itu adalah 90% orang asing, yaitu orang Barat (sebagian besar Belanda).


Sejak kapan Hukum Adat itu ditemukan? Menurut van Vollenhoven dalam bukunya, yaitu sejak para sarjana ahli dan peminat lain terhadap Hukum Adat, menyadari bahwa rakyat Indonesia mempunyai sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang mengatur tingkah laku hidup kemasyarakatan yang menemukan Berta mengikat karena mempunyai sanksi yang pada umumnya tidak tertulis. Dalam buku C.V.V. (Van Vollenhoven) yaitu sarjana-sarjana, ahli-ahli dan peminat asing terhadap Hukum Adat yang menemukan Hukum Adat jadi sejak mereka menyadarinya.

Orang asing (Belanda) menemukan sesuatu yang khas yang dipunyai orang Indonesia, orang-orang belanda menemukan Hukum Adat Indonesia. Ilmu hukum yang dibawa oleh para sarjana, ahli-ahli dan peminat lainnya (terhadap hukum) – yang bagian terbesar orang Belanda – mulai memperhatikan hukum adat itu dan kemudian menemukannya. Jadi sebelum Hukum Adat itu ditemukan, ada perhatian dulu terhadap Hukum Adat.
Sebelum Hukum Adat ditemukan ada yang disebut perintis penemu Hukum Adat. Pelopor perintis penemu Hukum Adat itu adalah orang Inggris yang bernama Marsden. Kelompok perintis penemu Hukum Adat ialah:
1. Marsden (Inggris) pada tahun 1973 dipublikasikan sebuah buku: The History of Sumatera" yang berisikan laporan pemerintahan, hukum, kebiasaan dan adat sopan santun orang pribumi. Hukum Adat hanya sebagian kecil dari buku Marsden, tapi ia punya perhatian khusus dan mencarinya, mencoba menyusunnya, menempatkan pada tempat yang utama pada ulasan, judulnya, dan di dalam bagian pokok bukunya. Marsden seorang pioner, perintis dalam penemukan Hukum Adat, sebab padanyalah timbul untuk pertama kali kesadaran tentang kesatuan dan hubungan dan hubungan tali temali dapat daerah dan golongan suku-suku bangsa, yang keseluruhannya digolongkan dalaM kompleks yang lebih lugs yaitu Melayu Polinesia yang dalam perjalanan sejarah selanjutnya dari abad ke-19, dinamakan daerah Indonesia dan or4pg-orang Indonesia.
2. Rary Marsden disusul oleh karya Herman Warnesmontinghe, seorang Belanda yang hampir menyamai Marsden sebagai pioner. Jasa Montinghe adalah penemu desa Jawa sebagai suatu persekutuan hukum yang asli dengan organisasi sendiri dan hak-hak sendiri atas tanah. Montinghe adalah juga orang Barat yang pertama yang secara sistematis memakai istilah "adat" tetapi belum mengenal istilah "adatrecht" yang pertama kali memakai istilah adatrecht adalah Snouck Hurgronye.
3. Raffles, Gubemur Jenderal Inggris di pulau Jawa (1811-1816). Penyelidikan dan pelayaran Hukum Adat Indonesia yang diadakan Raffles tidak dipublikasikan dalam "History of Java" yang terkenal, tetapi dimuat dalam suatu skema pajak tanah yang dapat dibaca dalam "Substance of a Minute" bahan-bahan diperolehnya dari informasi setempat dan pengalaman sendiri, tentang kebiasaan dan adat istiadat dari negeri dan sifat lembaga-lembaga orang Jawa.
4. Pandangan Raffles terhadap Hukum Adat menurut Van Vollenhoven, ]a masih mengacaukan hukum agama dan hukum asli, terlihat pada tahun 1814 ia mengatakan Al Qur'an adalah sumber hukum di Jawa, sedangkan desa adalah sumber hukum yang bersifat Hindu. Penyelidikannya tentang Hukum Adat dibatasi Hukum Adat yang hidup di Jawa terutama di daerah kerajaan (Jogya, Solo). Raffles tidak dapat mencatat hukum rakyat yang hidup seperti Marsden, Raffles melihat Indonesia sebaai suatu keseluruhan yang bulat, yang tidak terpisah-pisahkan.
5. John Crawfurd (Inggris), seorang dokter. Pengalamannya bekerja pada pemerintahan Inggris, selama di Jogyakarta, di Bali dan Sulawesi, ditulisnya dalam sebuah buku.
6. "History of the East Indian Archipelago" yang diterbitkan pada tahun 1820. van Vollenhoven melukiskan bahwa pandangan Crawfurd tentang Hukum Adat adalah suatu campuran dari Hukum Adat istiadat asli dan hukum Hindu dan Islam. Crawfurd melihat hukum agama itu hanya sebagian kecil saja dari Hukum Adat. la memperhatikan dengan seksama hukum tanah adat. Jadi ada tiga orang Inggris yang punya perhatian terhadap Hukum Adat (Marsden, Raffles, Crawfurd) dengan seorang Belanda yaitu Montinghe.
Selanjutnya menurut C.V. Vollenhoven (CVV) yang dapat dianggap sebagai penemu Hukum Adat adalah 3 orang Belanda, yaitu: Wilken, Liefrinch, Snouck Hurgronye.
Wilken, seorang anak indo dari Menado, tetapi sejak kecil dididik di Nederland. Metode yang digunakan Wilken dalam penyelidikannya adalah metode etnologi perbandingan. Wilken sudah memberikan tempat tersendiri, yang khas, tetapi ia belum memakai istilah "adatrecht", ia melihat ada hubungan antara Hukum Adat dengan kebiasaan dan agama.
Liefrench, disebut sebagai penemu Hukum Adat. Walaupun ia belum memakai istilah "Adatrecht" seperti Wilken ia juga memberikan tempat tersendiri terhadap Hukum Adat. Mengapa Liefrenh berbeda dengan Wilken hasil karya Liefrench terbatas pada suatu lingkungan Hukum Adat tertentu, yaitu lingkungan Hukum Adat di Bali dan Lombok. Pada tahun 1927, tulisan terpenting dari Liefrench dikumpulkan oleh Van Gerde dalam sebuah himpunan "Bali en Lombok – Geschrifen" dari Liefrench.
Sebagai penemu ketiga adalah Snouck Hurgronye (Belanda), is seorang sarjana bahasa yang menjadi negarawan. Karyanya di Surnatera Jalah "De Atjehers" pada tahun 1893 dan 1894 diterbitkan. Pada tahun 1903 diterbitkan buku "Het Gayoland". Penyelidikannya sama dengan Liefrench terpusat pada suatu daerah. Jadi tidak seperti Wilken yang memakai teori perbandingan. Snouck Hurgronyelah yang memakai istilah Adatrecht dalam bukunya di atas.
Cobalah Anda bedakan perbedaan perintis Hukum Adat dengan penemu Hukum Adat? Siapa penemu Hukum Adat?, Sejak kapan Hukum Adat Indonesia itu ditemukan?
Istilah Adatrecht menurut Snouck Hurgronye adalah adat yang bersanksi hukum, berbeda dengan kelaziman dan keyakinan lain yang tidak mengandung arti "hukum". Dengan ditemukannya istilah "adatrecht" itu maka Snouck Hurgronye diantara ketiga penemu Hukum Adat, dialah yang paling menampakkan diri dengan jelas sebagai penemu Hukum Adat.
Setelah Hukum Adat itu ditemukan, mau diapakan Hukum Adat tersebut, apakah mau dihapus, diambil yang positif saja, atau diambil/dijalankan semuanya, inilah yang disebut politik Hukum Adat.
Dalam karya C.V. adat berhubungan dengan pelajaran Hukum Adat ada tiga hal yang perlu disebut karma merupakan hal penting, yaitu:
1. CVV menghilangkan kesalahfahaman yang melihat ada identik dengan hukum agama (Islam).
2. CVV membela Hukum Adat terhadap usaha pembentukan UU untuk mendesak/menghilangkan Hukum Adat dengan meyakinkan pembentukan UU itu bahwa Hukum Adat adalah hukum yang hidup yang mempunyai suatu jiwa clan sistem sendiri.
3. CVV membagi wilayah Hukum Adat Indonesia dalam 19 lingkungan Hukum Adat.(Lihat buku Bushar Muhammad, hal 99 tentang 19 daerah lingkungan Hukum Adat)
B.Manfaat Mempelajari Hukum Adat

Dalam kehidupan sehari-hari, apa gunanya mempelajari Hukum Adat ada dua pandangan atau aliran, yaitu pandangan teoritis dan praktis. Menurut pandangan teoritis, manfaatnya mempelajari Hukum Adat itu adalah untuk kepentingan ilmu Hukum Adat itu sendiri. Dengan kata lain ilmu untuk ilmu. Pengetahuan tentang Hukum Adat yang diperoleh adalah semata-mata untuk menjamin kelangsungan penyelidikan ihniah Hukum Adat clan untuk memajukan secara terns menerus pengajaran Hukum Adat.

Hukum Adat dipelajari untuk memenuhi 2 tugas, penyelidikan dan pengajaran. Tugas ini untuk memperingati dan mempertinggi mutu pelajaran hukum adat. Pandangan teoritis ini (ilmu untuk ilmu) cenderung untuk membiarkan Hukum Adat dalam sifat dan corak aslinya, yaitu menjauhkan Hukum Adat dari pengaruh clan kemungkinan akan modernisasi. Mereka merasa sayang dan menganggap tidak baik kalau Hukum Adat berubah karena modernisasi. Sebetulnya kalau Hukum Adat sudah berubah itu akan menyulitkan penyelidikan tentang Hukum Adat, mana yang asli clan mana yang sudah berubah. Pandangan ini untuk sementara waktu biarlah Hukum Adat itu disimpan dalam sebuah peti gelas dengan tutup emas. Hukum Adat sebagai objek kesayangan ilmu, harus ditinggalkan dalam bentuk aslinya. Jadi pandangan ilmu untuk ilmu justru menghalangi pemanfaatan hasil penelitian ilmiah untuk kemajuan bangsa dan Hukum Adat itu sendiri.

Pandangan teoritis ini dimanfaatkan oleh penjajah Belanda dulu di Indonesia untuk membenteng bangsa Indonesia dari pengaruh Barat. Sesudah Perang Dunia I dan Perang Dunia II, ajaran teoritis ini mulai ditinggalkan, yang diutamakan adalah ilmu yang diperoleh itu harus bermanfaat untuk masyarakat. Jadi ilmu untuk masyarakat ini menurut pandangan teoritis, dengan ilmu untuk ilmu dinomor duakan.

Terutama di Indonesia, ilmu Hukum Adat merupakan salah satu ilmu yang diperlukan untuk pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan dan meningkatkan kemakmuran rakyat, harus ditujukan kepada pengembangan unsur unsur kepribadian masyarakat Indonesia dalam adat istiadat dan Hukum Adat masyarakat Indonesia,setelah unsur tersebut dianalisa dan dinilai, unsur-unsur yang tidak bertentangan dengan konsepsi mendirikan suatu masyarkat Indonesia yang berdasarkan Pancasila, dan yang tidak feodalisme, dapat diikutsertakan, diintegrasikan dalam pembangunan tats tertib hukum Indonesia yang nasional. Justru ada tugas barn itu yang lebih berintikan "ilmu untuk masyarakat" maka kegunaan mempelajari Hukum Adat haruslah bersifat praktis dan nasional.
Sifat praktis dan nasional dapat ditinjau dari 3 sudut, yaitu:
1. Dari sudut pembinaan hukum nasional
Maria yang bersifat positif dapat diikutsertakan dalam pembinaan hukum nasional yang bersifat negatif dikesampingkan.
2. Dari sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa Indonesia
Karena adat dan Hukum Adat sebagai lembaga kebudayaan asli Indonesia mencerminkan masyarakat asli Indonesia, maka pelajaran Hukum Adat dapat mempertebal rasa harga diri, rasa kebangsaan dan kebanggaan pada tiap-tiap orang Indonesia.
3. Dan dari sudut praktik peradilan
Dengan mempelajari Hukum Adat, hakim dalam memutuskan perkara adat dapat tepat.
Perjuangan nasionalisme meliputi pula menemukan kembali "kepribadian bangsa" atau dengan kata lain bahwa "kepribadian bangsa adalah terjalin dalam nasionalisme". Ini dapat dibaca dalam buku Hertz, yaitu "Nationality in History and Polities".Menurut Hertz, dalam nasionalisme itu terkandung 4 makna, yaitu:
1. Persatuan nasional
2. Kemerdekaan
3. Keaslian, dan
4. Harga diri
Dapat dikatakan bahwa persatuan bangsa dan kemerdekaan sudah kita capai sebagai suatu hasil perjuangan yang penuh pengorbanan. Ini pun dalam penyempurnaan. Keaslian dan harga diri masih belum sampai ke sana.

C. Gunanya Mempelajari Hukum Adat

Ilmu hukum adat mencari dan mengumpulkan bahan-bahan hukum adat, menganalisa bahan-bahan hukum adat tersebut – dan menilainya.

Dalam menilainya ini tersusunlah pandangan-pandangan teoritis tentang hukum adat

Apa kegunaannya ilmu hukum adat itu dalam kehidupan sehari-¬hari, dalam kehidupan bangsa?
Pandangan teoritis
Gunanya mempelajari
ilmu hukum adat
Pandangan praktis nasional
Menurut pandangan teoritis I1mu untuk ilmu
Pengetahuan tentang hukum adat diperoleh Untuk menjamin
langsung
- Penyelidikan ilmu hukum adat
- Memajukan secara terus menerus pengajaran hukum adat
penyelidikan
Hukum adat dipelajari
Untuk memenuhi tugas
pengajaran

Hertz : “Nationality in History and Politics”

Persatuan bangsa

Nasionalisme Kemerdekaan

mengandung
Keaslian
Harga Diri

Ilmu untuk masyarakat yang utama

Praktis dan nasional

Ilmu untuk ilmu di nomor 2 kan

Sifat Praktis
Nasional Dapat ditinjau dari 3 sudut:
1. Pembinaan hukum nasional
2. Mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa Indonesia
3. Praktek peradilan
Ad 1. Positif dapat diikutsertakan
- Gotong royong
- Dalam bidang agraria dan hukum tanah yang baru
Negatif dikesampingkan
- Tunang paksa
- Pesta penguburan secara besar-besaran
(penghormatan pada arwah yang telah pulang ke alam baka)
Ad.2 : pelajaran hukum adat itu dapat mempertebal rasa harga diri, rasa kebangsaan dan rasa kebangsaan pada tiap-tiap orang Indonesia.
Keinsyafan akan kepribadian bangsa pada seorang dapat tumbuh dan menjadi tebal — jika orang tersebut dengan kesadaran penuh mengetahui kebudayaan bangsa sendiri: yaitu mengetahui dan menggunakan dalam amal sehari-hari segala kemampuan material dari alam Indonesia, segala daya kerohanian dan sistem kepercayaan yang terkandung dalam kebudayaan Indonesia.
Ad. 3 Praktek Peradilan
Hakim dalam memutuskan perkara dalam hukum adat, harus memahami tentang hukum adat (ingat pasal 27 ayat 1,UU No.14 1970-UU No.35 Tahun 1999)

BAB III

MASYARAKAT HUKUM ADAT

Kalau hendak mengetahui tentang berbagai lembaga hukum yang ada dalam suatu masyarakat, seperti lembaga:

Ø Hukum tentang perkawinan
Ø Hukum tentang pewarisan
Ø Hukum tentang jual beli barang
Ø Hukum tentang milik tanah, dll
Ø Hukum tentang kekeluargaan
Harus mengetahui struktur masyarakat yang bersangkutan.
Struktur masyarakat menentukan sistem hukum yang berlaku pada masyarakat tersebut.

Model: Ranidar Darwis, 1987

Menurut Ter Haar, Persekutuan Hukum (Masyarakat hukum) adalah:

Ø Kesatuan manusia yang teratur

Ø Menetap di suatu daerah tertentu
Ø Mempunyai penguasa-penguasa

Mempunyai kekayaan yang berwujud atau tidak berwujud, dimana para angota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun di antara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.

Masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat genealogic (darah) ialah masyarakat hukum adat yang anggota-anggotanya merasa terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari satu keturunan yang sama.

1. Masyarakat Unilateral

Masyarakat unilateral ialah masyarakat hukum adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan melalui satu pihak, pihak ibu atau pihak bapak. Masyarakat unilateral (kebapaan atau keibuan) terdiri dari kesatuan-kesatuan yang kecil dan. Perkawinannya dilakukan secara exogam.
a. Masyarakat keibuan (matriachat)
Masyarakat keibuan ialah masyarakat hukum adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan melalui ibu (perempuan).
b. Masyarakat kebapaan (patriachat)
Masyarakat kebapaan ialah masyarakat hukum adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan melalui bapak (laki-laki).

2. Masyarakat Bilateral (parental = keibu-bapaan)

Masyarakat bilateral ialah masyarakat hukum adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan melalui ibu dan bapak

a. berdasarkan keluarga

b. berdasarkan rumpun

3. Masyarakat Altenerend

Masyarakat altenerend ialah masyarakat hukum adat yang para anggotanya menarik garis keturunan berganti-ganti secara bergiliran melalui ayah atau melalui ibu sesuai dengan bentuk perkawinan yang dialami oleh orang tua (jujur atau sumendo) (Rejang).

4. Masyarakat dubbel-unilateral

Masyarakat dubbel-unilateral adalah masyarakat hukum adat dimana para anggotanya menarik garis keturunan melalui garis ayah clan garis ibu jalin¬ menjalin tergantung pada jenisnya, laki-laki atau perempuan (Timor).

Masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial ialah masyarakat hukum adat yang susunannya berazaskan lingkungan daerah, yaitu masyarakat hukum adat yang para anggotanya merasa bersatu, oleh sebab itu merasa bersama-sama merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan, karena ada ikatan antara mereka masing-masing dengan tanah tempat tinggal mereka. Jadi mereka merasa bersatu karena ada ikatan dengan tanah yang didiaminya sejak lahir secara turun temurun dari nenek moyangnya.

'u
Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial, yaitu:
1. Masyarakat hukum desa
2. Masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa)
3. Masyarakat hukum serikat desa
Masyarakat hukum desa adalah sekumpulan orang yang hidup bersama berasaskan pandangan hidup, cara hidup dan sistem kepercayaan yang sama yang menetap pada suatu tempat kediaman bersama dan oleh sebab itu merupakan suatu kesatuan, suatu tata susunan tertentu. baik keluar maupun ke dalam (Sunda, Jawa, Madura)
Masyarakat hukum wilayah adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial
yang melingkupi beberapa masyarakat hukum desa yang masing-masingnya tetap
merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri sendiri. Masing-masingnya merupakan
Yang tak terpisahkan dari masyarakat hukum wilayah sebagai kesatuan
sosial teritorial yang lebih tinggi. Contoh: Kurya dengan huta-hutanya di Angkola dan mandailing,marga dengan dusun-dusunya di Sumatera Selatan
Masyarakat hukum serikat desa, adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial, yang dibentuk atas dasar ker asarna dalam: berbagai lapangan untuk kepentingan bersama masyarakat hukum desa yang tergantung dalam masyarakat hukum serikat desa tersebut. Contoh: Subak di Bali.



Read More

MAKALAH HUKUM ADAT DI ACEH

Februari 05, 2016 0






Dalam hukum adat semua jenis pelanggaran memiliki jenjang penyelesaian yang selalu dipakai dan ditaati masyarakat. Hukum dalam adat Aceh tidak langsung diberikan begitu saja meskipun dalam hukum adat juga mengenal istilah denda. Dalam hukum adat jenis penyelesaian masalah dan sanksi dapat dilakukan terlebih dahulu dengan menasihati. Tahap kedua teguran, lalu pernyataan maaf oleh yang bersalah di hadapan orang banyak  biasanya di meunasah/ mesjid), kemudian baru dijatuhkan denda. Artinya, tidak langsung pada denda sekian rupiah. Jenjang penyelesaian ini berlaku pada siapa pun, juga perangkat adat sekalipun.

Salah satu contoh kokohnya masyarakat dengan peranan lembaga adat seperti terlihat di Gampông Barô. Kampung yang dulunya berada di pinggir pantai, namun tsunami menelan kampung mereka. Berkat kepercayaan masyarakat kepada pemangku-pemangku adat di kampungnya, masyarakat Gampông Barô sekarang sudah memiliki perkampungan yang baru, yaitu di kaki bukit desa Durung, Aceh Besar.
Tak pernah terjadi kericuhan dalam masyarakatnya, sebab segala macam kejadian, sampai pada pembagian bantuan pun masyarakat percaya penuh kepada lembaga adat yang sudah terbentuk. Nilai musyawarah dalam masyarakat adat memegang peranan tertinggi dalam pengambilan keputusan.



Sebuah kasus pernah terjadi di tahun 1979. Ketika itu desa Lam Pu’uk selisih paham dengan desa Lam Lhom. Kasus itu terhitung rumit karena membawa nama desa, namun masalah dapat diselesaikan secara adat oleh Imum Mukim. Ini merupakan bukti kokohnya masyarakat yang menjunjung tinggi adat istiadat yang berlaku. Mereka tidak memerlukan polisi dalam menyelesaikan masalah sehingga segala macam bentuk masalah dapat diselesaikan dengan damai tanpa dibesar-besarkan oleh pihak luar.
Pencarian Terbaru (100)
Contoh hukum adat. Hukum adat aceh. Contoh kasus hukum adat. Kasus hukum adat. Hukum adat di aceh. Makalah hukum adat. Makalah hukum adat aceh.
Contoh hukum adat di indonesia. Pengertian adat aceh. Makalah adat aceh. Makalah tentang hukum adat. Hukum aceh. Contoh artikel hukum. Artikel hukum adat.
Contoh kasus pelanggaran hukum adat. Contoh makalah hukum adat. Contoh hukum adat istiadat. Masalah hukum adat. Permasalahan hukum adat. Makalah kasus hukum. Contoh kasus hukum adat di indonesia.
Contoh pelanggaran hukum adat. Contoh pelanggaran adat istiadat. Kasus hukum adat di indonesia. Hukum adat daerah. Hukum adat yang berlaku di aceh. Pengertian hukum adat. Kasus hukum adat terbaru.
Artikel hukum adat di aceh. Contoh contoh hukum adat di indonesia. Hukum adat. Contoh hukum adat istiadat di indonesia. Contoh kasus adat. Hukum hukum di aceh. Kasus hukum adat di aceh.
Berita tentang hukum adat. Masalah hukum adat di indonesia. Hukum adat yang ada di aceh. Peristiwa adat di aceh. Makalah kasus hukum adat. Contoh masyarakat hukum adat. Contoh pelanggaran adat.
Pelanggaran hukum adat di aceh. Masyarakat hukum adat aceh. Makalah hukum adat di indonesia. Contoh hukum adat aceh. Sistem hukum di aceh. Artikel kasus hukum adat. Contoh makalah tentang hukum adat.
Makalah mengenai hukum adat. Makalah hukum adat melayu. Contoh masalah hukum adat. Adat. Peristiwa adat. Hukum adat di daerah. Pengertian hukum adat aceh.
Sanksi adat di aceh. Contoh kasus adat istiadat. Contoh hukum lokal. Artikel lembaga adat. Contoh hukum adat di masyarakat. Contoh makalah adat aceh. Masalah dalam hukum adat.
Contoh hukum adat dalam masyarakat. Artikel contoh adat istiadat di indonesia. Kasus hukum dan penyelesaiannya. Artikel terkait kasus pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat. Artikel hukum adat istiadat. Hukum adat di daerah aceh. Sejarah hukum aceh.
Sejarah hukum di aceh. Kasus tentang hukum adat. Contoh kasus pelanggaran adat. Kasus mengenai hukum adat. Makalah tentang hukum adat aceh. Masalah adat istiadat. Sistem hukum adat aceh.
Artikel tentang hukum adat. Aceh hukum adat. Contoh artikel tentang kasus hukum adat terbaru. Kasus pelanggaran hukum adat. Pengertian adat dan contohnya. Kasus adat yang terbaru. Hukum adat masyarakat aceh.
Penyelesaian masalah hukum adat. Contoh kasus hukum lokal. Kasus adat istiadat. Kasus terkait hukum adat. Kasus hukum adat dan anlisisnya. Contoh kasus yang diselesaikan dengan hukum adat. Kasus dalam hukum adat.

Makalah tentang hukum adat daerah. Contoh adat istiadat melayu. Penyelesaian masalah dengan adat istiadat. Penyelesaian hukum di aceh. Contoh hukum adat melayu. Pelanggaran hukum aceh. Hukum hukum aceh. 
Read More

Rabu, 11 November 2015

RINGKASAN PENGERTIAN HUKUM ADAT.

November 11, 2015 0





Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.



Definisi Hukum Adat
                                        
Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven. hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat). Tingkah laku positif memiliki makna hukum yang dinyatakan berlaku disini dan sekarang. Sedangkan sanksi yang dimaksud adalah reaksi (konsekuensi) dari pihak lain atas suatu pelanggaran terhadap norma (hukum). Sedang kodifikasi dapat berarti sebagai berikut.
  • menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kodifikasi berarti himpunan berbagai peraturan menjadi undang-undang; atau hal penyusunan kitab perundang-undangan; atau penggolongan hukum dan undang-undang berdasarkan asas-asas tertentu dl buku undang-undang yg baku.
  • menurut Prof. Djojodigoeno kodifikasi adalah pembukuan secara sistematis suatu daerah / lapangan bidang hukum tertentu sebagai kesatuan secara bulat (semua bagian diatur), lengkap (diatur segala unsurnya) dan tuntas (diatur semua soal yang mungkin terjadi).
Ter Haar membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat.
  • Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat hukum adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senafas dan seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi.
  • Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidah hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut.
Lingkungan Hukum Adat
                                                                                        
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
1.                   Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2.                   Tanah Gayo, Alas dan Batak
3.                   Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar,
4.                   Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
5.                   Mentawai (Orang Pagai)
6.                   Sumatera Selatan Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri,
        Sumatera Timur, Orang Banjar)          
7.                   Bangka dan Belitung
8.                  kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir,     Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan) Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo) Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree,      Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
9.                   Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang,
         Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
10.               Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo,
         Kep. Sula)
11.               Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar,
         Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
12.               Irian Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor   
         Tengah,
13.               Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi,
         Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
14.               Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala,
         Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
15.               Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu,
         Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
         Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
16.               Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)

Penegak hukum adat

Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.

Aneka Hukum Adat

Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
  1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
  2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
  3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.

Pengakuan Adat oleh Hukum Formal

Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.

Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.

Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
  1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
  2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
  3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.

Daftar Pustaka                                                                   
  • Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
  • Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
  • Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
  • Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
  • Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999. Djaren Saragih, 1984
  • Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.
  • Soemardi Dedi, SH. Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO Jakarta.
  • Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
  • Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993.
  • Tim Dosen UI, Buku A Pengantar hukum Indonesia



Bottom of Form


Read More

Post Top Ad

Your Ad Spot